Anda di halaman 1dari 17

Bentuk Survival Homo Erectus di Lingkungan Sangiran

By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos.

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Sangiran mewakili salah satu situs fosil hominid tertua di Indonesia,


digali pada akhir tahun 1930, dan dilanjutkan setelah perang dunia kedua
oleh G.H.R. von Koenigswald, hasilnya lebih dari 40 fosil hominid
ditemukan disana. Von Koenigswald mengikuti seniornya, Eugene Dubois
dalam menamakan hominid dengan nama Pithecanthropus Erectus yang
sebenarnya masuk dalam spesies Homo Erectus. Fosil Sangiran 2
ditemukan hanya bagian kubah otak (neurokrania) yang memperlihatkan
torus atau tonjolan di bagian supraorbital di atas mata kiri. Fosil tersebut
diperkirakan oleh von Koenigswald berumur kurang lebih 700.000 tahun
yang lalu.

Homo erectus hidup kurang lebih 1,8 juta sampai 300.000 tahun
yang lalu dan dikenal sebagai spesies yang mampu menyebar ke seluruh
penjuru dunia dan berkembang biak serta survive dengan baik di muka
bumi ini. Dunia Paleoantropolgi1 sekarang tahu bahwa manusia pertama
muncul di benua afrika dan hanya hidup di benua tersebut selama
beberapa juta tahun saja. Spesies manusia awal diketahui telah menyebar
dalam jumlah yang besar keluar afrika adalah homo erectus yang
ditemukan di Asia Tenggara. Pada tahun 1891 ilmuwan yang berasal dari
Belanda, Eugene Dubois menemukan cranium (tengkorak genap) dari
spesies manusia awal di Pulau Jawa. Eugene Dubois menamakannya
Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia yang berjalan tegak.
Temuan tersebut didapatkannya di Trinil, Nganjuk. Penemuan fosil

1
Ilmu yang mempelajari tentang asal usul atau soal terjadinya dan evolusi makhluk hidup
(manusia) dengan menggunakan (sebagai bahan penelitian) sisa-sisa tubuh yang telah membatu,
atau fosil-fosil dari zaman dahulu, yang tersimpan di salam bumi yang didapat dengan metode-
metode tertentu.

1
Tugas Akhir
Antropogenese

mereka tersebar di seluruh bagian dunia, afrika, China, Malaysia,


Indonesia dsb. para ilmuwan sampai sekarang masih memperdebatkan
apakah homo erectus nenek moyang langsung dari manusia modern
(homo sapiens) mengingat fosil homo erectus yang ditemukan di
bengawan solo berumur sekitar 53.000 sampai 27.000 tahun yang lalu, di
waktu yang sama populasi dari homo sapiens juga mulai muncul, namun
bukan modern homo sapiens akan tetapi lebih ke archaic homo sapiens2.

Wilayah Sangiran adalah sebuah kubah geologis raksasa yang


terdapat di kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Ratusan tahun yang lalu
daerah ini dihuni oleh hampir 50% populasi homo erectus di dunia
(Tjiptadi dkk, 2004) dan Sangiran mengalami masa hunian paling lama
dibandingkan dengan situs-situs lain yang ada di Indonesia, diperkirakan
daerah ini dihuni oleh manusia purba kurang lebih selama satu juta tahun.
Bagaimana homo erectus mampu bertahan hidup lama di muka bumi
dimanapun mereka tinggal. Tentunya ini berhubungan dengan daya
survival mereka yang sangat tinggi dengan alam sekitarnya. Daya survival
ini mungkin berhubungan dengan perkembangan dari otak mereka, yang
membuat mereka lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan
alam, sehingga menciptakan karakteristik tersendiri baik dari budaya fisik
maupun kognitif.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah bentuk usaha survival Homo Erectus terhadap


lingkungan alam Sangiran? Serta bagaimana bentuk kehidupan sosial
Homo erectus Sangiran (Pithecanthropus erectus) sebagai bagian dari
usaha survival mereka?

2
Homo Sapiens Pra-modern (awal).

2
Tugas Akhir
Antropogenese

1.3 Tujuan Penelitian

Selain memenuhi tuntutan akademis dari dosen pengajar mata


kuliah antropogenese, penulis juga merasakan keingintahuan yang
mendalam mengenai pola survival homo erectus di lingkungan alam
Sangiran, dan penulis juga ingin menyelidiki secara mendalam mengapa
Homo Erectus dikatakan sebagai spesies yang mengalami periode hidup
terlama dari manusia purba yang lainnya. Homo erectus muncul dan
berkembang biak di afrika setelah populasi homo ergaster dan menyebar
sampai ke asia sekitar 1,8-1,5 juta tahun yang lalu. Fosil termuda yang
pernah ditemukan dari spesies ini, dari sungai bengawan solo berumur
sekitar 53.000 sampai 27.000 tahun yang lalu (walaupun dating ini agak
kontroversial). Jadi bisa dikatakan bahwa homo erectus sebagai spesies
tersukses dalam perkembangannya keluar daerah dan tersukses dalam
bertahan hidup di muka bumi, tercatat mereka mendiami bumi ini selama
kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu3.

Penelitian ini akan berusaha memecahkan keingintahuan akademis


tentang bagaimana homo erectus mengoptimalkan apa yang mereka
dapat dari alam dan dengan kreativitasnya yang terus menerus
berkembang membuat mereka lebih mudah hidup berdampingan dengan
alam dan bertahan di dalamnya.

1.4 Kerangka Teori

 “Homo erectus mempunyai volume otak yang bervariasi antara 750


sampai 1225 cc. Homo erectus awal bervolume otak rata-rata 900
cc, sementara itu populasi homo erectus akhir bervolume rata-rata
1100 cc” (Leakey 1994).

 “Lapisan tanah yang tersingkap di kubah sangiran tersebut


berturut-turut dari pusat kubah sampai ke bibir kubah terbagi
menjadi empat formasi stratigrafi yaitu formasi kalibeng, formasi

3
Lihat Encarta Encyclopedia Premium

3
Tugas Akhir
Antropogenese

Pucangan, formasi Kabuh, dan formasi Notopuro” (Tjiptadi dkk.


2004).

 “Pada kala pleistosen atas kawasan sangiran masih berupa lautan


dalam yang berangsur-angsur berubah menjadi lautan dangkal
dengan kehidupan fortaminifera dan moluska laut” (Tjiptadi dkk.
2004).

 “Temuan alat batu di situs Sangiran membuktikan tentang adanya


adaptasi manusia purba terhadap lingkungannya” (Tjiptadi dkk.
2004).

 “Seperti manusia modern, homo erectus juga sudah menggunakan


api, dan untuk ukurannya, mereka mempunyai ukuran otak yang
lebih besar dari homo habilis”(National History Museum, 1991).

1.5 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data primer, penulis melakukan observasi


langsung ke situs Sangiran dan museum sangiran untuk mendapatkan
data, serta melakukan beberapa interview dengan informan yang betul-
betul menguasai pengetahuan dengan homo erectus Sangiran
(Pithecanthropus erectus). Data sekunder penulis mendapatkan dari
beberapa literatur buku dan web-site yang mengkaji tentang homo erectus
di Sangiran.

4
Tugas Akhir
Antropogenese

BAB II

Deskripsi

Deskripsi Lokasi Penelitian

Situs Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua


pedukuhan kecil yang terletak di perbatasan Kabupaten Sragen dan
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kedua pedukuhan ini dipisahkan
oleh kali cemoro yang mengalir dari kaki gunung Merapi menuju ke sungai
Bengawan Solo. Dukuh sangiran sisi utara terletek di Desa Krikilan,
kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Sedangkan dukuh sangiran
selatan terletak di desa Krendowahono, kecamatan Gondang rejo,
Kabupaten Karanganyar. Namun sekarang kedua nama itu dipakai untuk
menyebut situs yang akhirnya ikut kabupaten Sragen. Situs ini terletak
antara 110°49’ hingga 110°53’ bujur timur, dan antara 07°24’ hingga
07°30’ lintang selatan. Sebaran temuan di ditus Sangiran ini sangat luas
yaitu ± 56 Km³, dan mengalami masa hunian yang paling lama
dibandingkan situs-situs lain di dunia Tahun 1936, von Koenigswald
berhasil menemukan rahang atas manusia purba (S1a) yang ukurannya
besar sehingga ia menamainya dengan fosil Meganthropus
Paleojavanicus, beberapa temuan meganthropus4 di sangiran antara lain:

1) Meganthropus A/Sangiran

2) Meganthropus B/Sangiran 8

3) Meganthropus C/Sangiran 33/BK 7905

4) Meganthropus D

5) Meganthropus I/Sangiran 27

4
Lihat www.wikipedia.org keyword: Meganthropus

5
Tugas Akhir
Antropogenese

6) Meganthropus II/Sangiran 31

7) Meganthropus III

dan di tahun 1937 von Koenigswald berhasil menemukan fosil berupa


atap tengkorak spesies homo erectus yang akhirnya dia namai dengan
Pithecanthropus Erectus2.

Beberapa Temuan homo erectus yang lain:

1) Sangiran 1b

2) Sangiran 2

3) Sangiran 4

4) Sangiran 5

5) Sangiran 8

6) Sangiran 17

Homo erectus sudah bisa menggunakan api dan diperkirakan


sudah bisa berbahasa satu sama lain.

Deskripsi fisik Pithecantropus Erectus (homo erectus Sangiran)

Homo erectus yang hidup di daerah sangiran rata-rata memiliki


tinggi tubuh 165-180 cm untuk laki-laki dan 156-171 cm untuk perempuan.
Biphedal, perbandingan panjang lengan dan tungkai sudah proporsional,
torus di daerah supraorbitalis, prognant, badan terdapat bulu, namun tidak
memenuhi sekujur tubuh. Homo erectus mempunyai neurokrania yang
rendah dan memanjang dari depan hingga ke belakang, daerah
supraorbital yang prominent, dan volume otak dewasa 800 sampai 1250
cc, lebih besar dua kali lipat dari volume otak australopithecus. Otot-otot
yang prominen dan tebal melindungi daerah di sekitar tulang menandakan
bahwa badan homo erectus menahan pergerakan yang powerful dan
tegangan yang tinggi. Walaupun mereka mempunyai gigi yang lebih kecil

6
Tugas Akhir
Antropogenese

dibandingkan dengan australopithecus, namun mereka memiliki rahang


yang besar dan kuat.

Sejarah Sangiran Dome

Sangiran dome atau kubah Sangiran adalah istilah yang dipakai


untuk menyebut kubah geologis yang berbentuk mangkuk menghujam ke
bawah bumi. Hal ini disebabkan oleh gerakan eksogen dari dalam bumi
yang mendorong keatas sehingga terbentuklah semacam gundukan tanah
yang sangat lebar dan besar. Dari situ daerah puncaknya lama kelamaan
mengalami deformasi, erosi, patahan sehingga terbentuklah kubah
tersebut, dan akhirnya menyingkap lapisan tanah purba yang
mengandung sisa-sisa kehidupan manusia purba.

Stratigrafi tanah

Stratigrafi tanah di sangiran dibedakan menjadi empat formasi


dimana masing-masing bagian telah ditentukan umur serta kandungan di
dalamnya. Keempat formasi tersebut antara lain:

1. Formasi Kalibeng

Formasi kalibeng tercatat sebagai lapisan tertua yang ada di sangiran,


umur dari lapisan tanah ini sekitar 3.000.000 sampai 1.800.000 juta tahun
yang lalu. Ditemukan di kali puren (tengah sangiran dome). Formasi
kalibeng sendiri dibagi menjadi empat lapisan . lapisan terbawah
mempunyai tebal kurang lebih 107 m yang merupakan endapan laut dalam,
berupa lempung abu-abu kebiruan dan lempung lanau dan ditemukan sisa-
sisa jasad moluska laut, jenis-jenis moluska laut yang ditemukan adalah:

A. Kelas Pelecypoda: B. Klas Gastropoda:

1) Venericardia 1. Orthaulax

2) Arca 2. Olivia

7
Tugas Akhir
Antropogenese

3) Pecten 3. Turbo

4) Terlina 4. Eupleura

5) Ostrea 5. Strombus

6) Steinkern 6.Turritella

7) Fragmen Tridacna 7. Conus

8) Amonia 8. Urosalpinx

9) Vermetus 9. Buccina

10. Stinkern

2. Formasi Pucangan

Berumur 1.8 juta sampai 800 ribu tahun yang lalu. Formasi ini
terbagi dua, yaotu; fomasi pucangan bawah dan formasi pucangan atas.
Formasi pucangan bawah kedalamannya 0,7 sampai 50 meter berupa
endapan lahar dingin atau bereksi vulkanik yang terbwa aliran sungai dan
mengendapamn moluska air tawar di bagian bawah dan ganggang kersik
dibagian atas. Formasi pucangan atas ketebalannya mencapai 100 meter
berupa lapisan napal dan lempung yang merupakan pengendapan rawa-
rawa. Pada formasi ini terdapt sisipan endapan molusca laut yang
menunjukkan bahwa pada waktu itu pernah terjadi transgresi laut. Formasi
pucanngan banyak mengandung fosil-fosil binatang vertebrata seperti
Stegodon trigonocephalus, bibos palaeosondaicus, bubalus
palaeokerabau, cervus SP, Hippopotamus dll. Bahkan pada lapisan
pucangan yang paling atas mulai banyak ditemkan fosil-fosil manusia
purba.

3. Formasi Kabuh

merupakan lapisan stratigafi yang berumur 800 ribu sampai 250


ribu tahun yang lalu. Diformasi ini paling banyak ditemukan fosil binatang
mamalia, fosil manusia purba, alat-alat batu. Kandungan batuan formasi
ini tediri dari pasir, lanau, pasir besi, gravel air tawar. Foramasi kabuh

8
Tugas Akhir
Antropogenese

terbagi menjadi empat lapisan yaitu; formasi kabuh terbawah, kabuh


bawah, kabuh tengah, dan formasi kabuh atas. Formasi kabuh terbawah
mengandung lapisan yang dikenal dengan istilah grenzbank artinya
lapisan pembatas. Lapisan ini merupakan batas antara formasi pucangan
denga formasi kabuh. Ketebalan formasi ini antara 0,1 smpai 46,3 meter.
Kandungna lapisan ini antara lian brupa batu atau gamping calcareous
dari btu pasir konglomerat.temuan dari lapisan ini antara lian fosil tulang
ikan hiu, kura-kura, buaya, binatang mamalia darat, dan fosil manusia
purba. Lapisan ini juga mengandung alat batu tertua ciptaan Homo
Erectus yang pernah hidup di sangiran. Formasi kabuh bawah ketebalan
lapisan sekitar 3,5 sampai 17 meter. Lapisan ini banyak menghasilkan
fosil manusia binatang mamalia dan juga fosil manusia purba. Formasi
kabuh tengah ketebalannya antara 5 samapai 20 meter dan banyak
menghasilkan fosil-fosil manusia purba. Formasi kabuh ats tebal
lapisannya 3,7 sampai 16 meter. Kandungan batuannya hampir sama
dengan formasi kabuh tengah. Namun sampai saat ini dilapisan kabuh
atas belum pernah ditemukan fosil manusia purba.

4. formasi Notopuro

formasi ini secara tidak selaras terletak di atas formasi kabuh, dan
terebart di bagian atas perbukitan diseliling kubah Sangiran. Formasi ini
mengandung gravel, pasir, lanau, dan lempung. Juga terdapat lahan, batu
pumisan, dan tuva. Ketebalan lapisan ini mencapai 47 meter dan terbagi
menjadi tiga lapisan yaitu formadi notopuro bawah dengan ketebalan
antara 3,2 sampai 28,9 meter. Formasi notopuro tengah mempunyai
ketebalan 20 meter dan formasi notopuro atas dengna ketebalan 25
meter. Pada formasi notopuro ini sngat jarang sekalli di jumpai fosil.

9
Tugas Akhir
Antropogenese

BAB III

Analisa Data

3.1 Analisis General

Bagaimana Homo erectus menaklukkan alam? Bagaimanakah pola


kehidupan mereka di sangiran? Seperti yang sudah penulis jelaskan tadi
bahwa Homo erectus mempunyai volume otak antara 750-1225 cc
sehingga dimungkinkan mereka memiliki pemikiran yang lebih cerdas
dibandingkan manusia-manusia purba pendahulunya. Pemikiran cerdas
adalah awal dari terbentuknya kemajuan, terbukti mereka sudah bisa
menyiasati tantangan alam dengan membuat berbagai peralatan yang
dibuat khusus untuk memudahkan kegiatan sehari-hari (Simanjuntak,
2001). Alat-alat tersebut kebanyakan terbuat dari bebatuan, adapun alat
batu yang banyak ditemukan di Sangiran adalah serpih dan bilah, serut
dan gurdi, bakalan kapak batu, beliung persegi, kapak perimbas, batu inti,
dan terakhir adalah bola batu. Mengapa diperlukan alat-alat semacam ini?
Kita kembali ke masa pleistosen di Sangiran. Pada masa itu diperkirakan
Sangiran adalah lingkungan yang terdiri dari daerah paya-paya di utara
dan lingkungan sungai dengan endapan lahar di selatan. Kehidupan awal
manusia purba terdapat di sekitar rawa-rawa tepi pantai dan muara sungai
yang terletak di sebelah utara kali cemoro sekarang. Pada kala pleistosen
tengah permukaan air laut turun (zaman glacial) sehingga danau dan
rawa-rawa disana mengering dan berubah menjadi daratan, homo erectus
diperkirakan tinggal sekitar aliran kali cemoro sekarang yang dulunya
berupa daerah delta dengan keadaan tanah yang subur dan ditumbuhi
beberapa variant tumbuhan dan juga rerumputan yang membentuk
sabana luas dan lembah-lembah bermeander, tentunya hal ini akan
menarik bermacam hewan dan tentunya manusia untuk tinggal di
dalamnya. Keadaan subur ini tidak serta merta datang dari langit, namun

10
Tugas Akhir
Antropogenese

melalui proses yang sangat panjang, karena pembentukan delta sendiri


merupakan proses sedimentasi material-material padat yang dibawa oleh
air sungai dan dalam waktu yang lama membentuk suatu daratan
tersendiri. Air sungai selain membawa material-material padat juga
membawa mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tanah seperti humus
misalnya. Bukti kesuburan ini diperkuat dengan ditemukannya fosil-fosil
binatang vertebrata yang herbivora seperti misal penemuan fosil bubalus
paleokerabau (kerbau) pada formasi Kabuh, fosil jenis gajah purba
stegodon trigonocephalus, mastodon, elephas namadicus, fosil cervus Sp,
fosil tulang-tulang domba, tanduk cervus hippelaphus dsb.(lihat lampiran)
di formasi pucangan atas dan Kabuh. Dalam rantai makanan, binatang-
binatang ini merupakan sumber makanan bagi homo erectus selain buah-
buahan. Disinilah alat-alat batu tersebut digunakan, semisal serpih dan
bilah, biasanya dipakai untuk menguliti dan memotong binatang buruan
Dengan volume otak yang lebih besar maka diperlukan kubah tengkorak
yang lebih besar, maka dari itu dahi mereka tidak lagi miring seperti para
pendahulunya, dan konsekuensi dari pelurusan dahi (frontal), reduksi
tonjolan (torus) pada daerah supraorbital, maka bagian occipital dari
kranium agak tertarik ke depan. Semakin otak itu mereka gunakan untuk
berpikir menaklukkan alam, maka lipatan-lipatan otak akan terus
bertambah dan akan semakin menambah kecerdasan mereka.
Konsekuensi lain dari penambahan volume otak, homo erectus
membutuhkan lebih banyak nutrisi dan kalori, karena memang tenaganya
juga banyak terkuras untuk berpikir keras menaklukkan alam. Nutrisi itu
mereka dapatkan dari daging-daging hewan besar yang mereka masak
terlebih dahulu menggunakan api. Kanibalisme di masa homo erectus
diperkirakan tidak ada mengingat melimpah ruahnya binatang dan
tanaman di lingkungan mereka.

11
Tugas Akhir
Antropogenese

3.2 Kehidupan Sosial Homo erectus Sangiran

Dalam kehidupan homo erectus, api tidak hanya digunakan


sebagai media pemasak makanan, tetapi juga sebagai alat pengumpul
antar personal. Api yang mereka nyalakan bersama bisa membuat
individu-individu lain berkumpul di sekitar api tersebut, kemungkinan ini
adalah awal pembentukan suatu kelompok hidup dari homo erectus
seperti yang dungkap oleh tim Natural History Museum (1991). Dari
terbentuk kelompok ini kekuatan mereka akan semakin solid. Karena otak
mereka yang semakin cerdas, akhirnya terjadilah suatu tatanan struktural
dalam kelompok. Di masa seperti itu biasanya yang terkuat dan paling
beranilah yang jadi pemimpin kelompok tersebut seperti yang dirilis oleh
BBC dalam film dokumenternya yang berjudul Walking With Cavemen
(2002). Setelah itu mulailah terjadi pembentukan fungsi-fungsi dan tugas
dalam kelompok tersebut semisal dalam pencarian makanan atau food
gathering.

“Some members of the group would band together to go and hunt large

animals. Others would gathers seed and fruits. Food would be brought

back to the home base to be cooked and shared out amongst the

members of group” Natural History Museum (1991).

Jadi dalam hal ini bisa dikatakan homo erectus sudah hidup berkelompok
dan mempunyai struktur dalam kelompok khususnya di bidang pencarian
makanan. Kelompok ini juga memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, hal
ini mungkin bisa kita lihat dalam kutipan diatas yang menerangkan bahwa
sesudah memasak makanan yang didapat dari hasil berburu, maka akan

12
Tugas Akhir
Antropogenese

dibagi ke semua anggota kelompok seperti yang dipercaya oleh semua


paleoantropolog dengan istilah Food-Sharing-hypothesis5.

“Hipotesa mengenai kemah induk dan berbagi makanan mengintegrasikan


begitu banyak aspek perilaku dan kehidupan sosial manusia yang penting bagi
para antropolog…sistem timbal balik, tukar menukar, kekerabatan, cara
bertahan hidup, pembagian kerja, dan bahasa. Melihat apa yang tempaknya
merupakan unsur-unsur hidup berburu-mengumpul yang terdapat dalam
peninggalan itu, belulang dan batu-batu, para arkeolog menarik kesimpulan
bahwa semua unrsur selebihnya ikut. Sungguh gambaran yang sangat lengkap”
(lihat Potts 1988 dalam Leakey 1994).

Jumlah anggota dalam satu kelompok kurang lebih 40 individu. Jenis


penyakit yang diderita sebagian besar karena luka dan jenis-jenis
penyakit menular seperti yang ditulis oleh Jacob (1998). Luka-luka
paling banyak karena homo erectus menggantungkan hidupnya pada
kegiatan berburu dan meramu di tengah alam liar, sehingga tak sedikit
individu yang menjadi korban luka. Kelompok Homo Erectus juga
hidup nomaden, mereka tinggal dalam waktu yang relatif singkat di
suatu tempat, dan berpindah lagi bila mereka merasa ada tempat
yang lebih cocok untuk mereka.

Tradisi penguburan belum ditemukan, mengindikasikan bahwa


mereka tidak punya anggapan tentang hidup setelah mati. Imajinasi
seperti itu nanti muncul pada saat perkembangan evolusi otak
selanjutnya. Tradisi penguburan akan muncul bersamaan dengan
sadarnya manusia akan adanya kekauatan-kekauatan metafisik yang
amaha dahsyat berada diluar jangkauan mereka dan mengambil
nyawa seseorang saat waktunya telah tiba.

5
Baca buku Richard Leakey, Asal usul manusia. Jakarta, Percetakan PT. Gramedia, 2003: hal.82

13
Tugas Akhir
Antropogenese

3.3 Penggunaan alat batu Homo erectus Sangiran

ada beberapa argumen dari para ahli paleoantropolog tentang


alat batu homo erectus di Jawa. Pendapat pertama menyatakan
bahwa homo erectus di Jawa terisolasi di lingkungan yang jauh dari
manapun sehingga mereka tidak menggunakan alat batu seperti homo
erectus lainnya di afrika, pendapat kedua adalah homo erectus Jawa
adalah vegetarian, jadi mereka tidak butuh alat batu. Pendapat ini
didasarkan oleh penelitian penemuan fosil gigi homo erectus Jawa
oleh P. F. Puech, dan yang ketiga adalah Van Hekereen (1972) yang
mengungkapkan bahwa homo erectus Jawa membuat alat dari tulang
dan bambu. Namun penulis lebih bersimpati pada pendapat dari
Truman Simanjuntak yang mengatakan bahwa homo erectus Jawa
harus membuat alat dari batu untuk membuat alat dari material lain.
Dalam berburu, homo erectus Sangiran dimungkinkan menggunakan
tombak dari kayu yang diberi mata tombak dari batu yang telah
dibentuk lancip dan tajam, untuk menguliti serta memotong binatang
hasil buruannya, mereka menggunakan Bilah dan serpih yang
fungsinya hampir seperti pisau di zaman modern bahan baku dari
bilah dan serpih sendiri adalah batuan rijang yang memang mudah
untuk ditatah oleh batu yang lebih kuat. Sedangkan alat yang
digunakan untuk membuat alat yaitu batu inti yang berupa bongkah
batu besar yang dipercaya merupakan inti dari sebuah batu, dipakai
untuk membentuk bilah dan serpih. Biasanya bahan baku dari alat
batu inti adalah batuan tufa, batuan kersikan, batuan kwarsa, kalsedon
dll. Terdapat satu alat yang menurut penulis sangatlah unik, yaitu bola
batu. Batu berukuran sedang yang berbentuk bola, ada yang
berpendapat bola batu tersebut memang sengaja dibentu seperti itu,
namun ada juga yang berpendapat kalau bola batu tersebut terbentuk
secara alamiah karena telus menggelinding dari satu tempat lain. Bola
batu tersebut diyakini sebagai alat lempar homo erectus dalam
berburu. Kemudian ada serut yang digunakan untuk menyerut kayu

14
Tugas Akhir
Antropogenese

yang akan dijadikan tombak, dan gurdi, alat yang digunakan untuk
melubangi sesuatu. Dengan hidup berkelompok mereka lebih merasa
aman daripada hidup menyendiri.

3.4 Kemampuan Berbahasa

Bagaimana homo erectus Sangiran berkomunikasi? Mengingat


komunikasi adalah salah satu hal penting dalam usaha bertahan hidup
di alam. Ditambah lagi dengan kehidupan berkelompok mereka yang
mau tidak mau membutuhkan komunikasi satu sama lain. Seorang
ilmuwan bernama Jeffrey Laitman pernah berkata bahwa kecakapan
berbahasa dari Homo Erectus sepadan dengan kecakapan berbahasa
dari manusia modern umur enam tahun didasarkan pada bentuk
basikraniumnya.

Hal inilah yang membedakan spesies Homo Erectus dengan


bangsa kera, simpanse contohnya, disebelah kiri, mereka (simpanse)
punya sistem suara dengan laring terletak tinggi di tenggorakan,
susunan yang memungkinkan bernafas sekaligus menelas tetapi
membatasi ragam bunyi yang bisa dihasilkan di rongga faring.
Sedangkan mulai dari spesies Homo Erectus smpai Homo Sapien
modern memliki laring yang rendah. Akibatnya manusia tidak bisa
bernafas dan menelan bersamaan, tetapi bisa menghasilkan ragam
bunyi yang yang merentang lebar. Jadi bisa disimpulkan bahwa homo
erectus telah mempunyai kemampuan menghasilkan vokal-vokal
tertentu sepesi dalam kata-kata boot, father, dan feet. Seperti yang
diungkapkan oleh Leakey (1994) Semua spesies yang lebih purba dari
homo erectus mempunyai laring tinggi seperti simpanse seperti contoh
pada homo habilis atau homo heidelbergensis. Hal ini juga terjadi
pada homo erectus yang tinggal Sangiran.

15
Tugas Akhir
Antropogenese

BAB IV

Kesimpulan

Evolusi perkembangan otak adalah salah satu hal terpenting


dalam sejarah evolusi manusia. Perkembangan otak ini juga
mempengaruhi perkembangan pola pikir manusia. Dengan berpikir,
manusia bisa berjuang mengalahkan alam. Perkembangan ini jelas
terlihat dari bukti-bukti fosil tengkorak yang ditemukan semisal
australopithecus yang hidup lima juta tahun yang lalu mempunyai
kapasitas otak sebesar 550 cc, berkembang di homo habilis yang
hidup sekitar 2,5 juta tahun yang lalu mempunyai volume otak sebesar
650 cc, da homo habilis yang hidup 1,8 juta sampai 300.000 tahun
yang lalu. Jelas sekali bahwa seleksi alam sangatlah berpengaruh
disini, yang terbaik selalu bisa berkembang biak dan mengambil alih
lingkungan dari yang lama dan ketinggalan zaman. Dan awal dari
perubahan hidup itu adalah perubahan otak.

Homo erectus bisa berdampingan baik dengan lingkungannya


di Sangiran, walaupun ada beberapa ahli yang mengatakan rata-rata
kematian homo erectus di Sangiran kurang lebih 20 tahun. Namun
mereka selalu beregenerasi dan menghasilkan keturunan-keturunan
yang otaknya terus berkembang sehingga bisa bertahan hidup di
muka bumi.

Dengan menggunakan otak, mereka mampu menciptakan alat


batu sendiri dan berhasil menggantungkan hidup mereka dari
peralatan hidup yang mereka buat. Semisal untuk berburu mereka
butuh senjata, senjatapun harus dibuat dari alat batu lain. Mereka juga
bisa melihat gejala-gejala alam yang bersifat periodik yang merupakan
warisan dari para pendahulunya. Usaha survival mereka terasa

16
Tugas Akhir
Antropogenese

lengkap dengan ditunjang kemampuan bahasa yang mereka miliki,


dan tidak lagi mengandalkan bahasa isyarat untuk berbicara pada
individu lainnya. Jadi pada akhirnya bisa disimpulkan bahwa usaha
survival yang mereka miliki sebenarnya berawal dari evolusi
perkembangan otak mereka (homo erectus) dan dari perkembangan
otak mereka muncullah berbagai macam kreativitas dan imajinasi
yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi suatu
konsekuensi dari perekembangan otak itu sendiri. Kreativitas dan
imajinasi itulah yang membuat mereka dan kita bisa tetap melanjutkan
eksistensi di bumi ini.

Novus Ordo Seclorum

17

Anda mungkin juga menyukai