Anda di halaman 1dari 10

Perkiraan Erosi dan Sedimentasi

Jumlah erosi
Jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan diperkirakan dengan menggunakan
rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith dalam Hardjowigeno
et al, 2001) yaiu:

A R K LS C P
Dimana:
A
=
R
=
K
=
LS
=
C
=
P
=

jumlah erosi dalam ton/ha/tahun


faktor erosivitas hujan
faktor erodibilitas tanah
faktor panjang dan kemiringan lereng
faktor tanaman (penggunaan tanah)
faktor teknik konservasi tanah

Faktor erosivitas hujan (R)


Faktor erosivitas hujan dapat dihitung dengan rumus:

EI 30
100

Dimana:
E
= energi kinetik hujan (joule/m2/mm)
I30
= Intensitas hujan 30 menit maksimum
Nilai E dihitung dari pencatatan hujan pada kertas pias dengan rumus (Wischmeier dan
Smith dalam Hardjowigeno et al, 2001):
E 210 89 log I
Dimana:
I

= intensitas hujan (cm/jam)

Di daerah tropis, berdasarkan hasil studi di Afrika, Hudson dalam Hardjowigeno et al


(2001) menyarankan:

E 29,8

127,5
I

Untuk dapat menggunakan rumus tersebut diperlukan data intensitas curah hujan dari
awal sampai akhir hujan. Data tersebut hanya dapat diperoleh bila digunakan alat
penakar hujan otomatik. Stasiun iklim di Indonesia umumnya tidak menggunakan
penakar hujan otomatik, maka rumus tersebut sulit digunakan. Karena itu, untuk
menghitung indeks erosivitas hujan digunakan cara lain:
1.

Peta iso-erodent

Peta iso-erodent adalah peta yang menampilkan tingkat erosivitas hujan yang sama. Peta
tersebut baru tersedia untuk Pulau Jawa dan Madura, belum tersedia untuk Pulau
Kalimantan.
2.

Menggunakan data curah hujan

Bila data yang tersedia data curah hujan harian (Rh) maka erosivitas harian (RH) adalah:

RH

2,467( Rh) 2
0,02727 Rh 0,725

Dimana:
Rh

= curah huja harian (cm)

RH

= erosivitas hujan harian

Bila tersedia data curah hujan bulanan, banyaknya hari hujan setiap bulan dan hujan
harian maksimum maka erosivitas hujan dihitung dengan rumus Bols (1978) dalam
Hardjowigeno et al (2001):

RM 6,119 ( Rain)1m, 21 ( Days ) m0, 47 ( MaxP) 0m,53


Dimana:
RM
(Rain)m
(Days)m
(MaxP)m

= erosivitas hujan bulanan


= curah hujan bulanan (cm)
= banyaknya hari hujan setiap bulan
= Hujan harian maksimum (cm)

Bila data yang tersedia curah hujan bulanan, maka erosivitas hujan dihitung dengan
rumus Lenvain dalam Hardjowigeno et al (2001):

RM 2,21( Rain)1m,36
Dimana:
RM
(Rain)m

= erosivitas hujan bulanan


= curah hujan bulanan (cm)

Nilai erosivitas hujan setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun.


Sukmana dalam Hardjowigeno et al (2001) menganjurkan untuk menggunakan rumus
Lenvain karena lebih mendekati kenyataan dari pada rumus Bols yang cenderung
berlebihan.
Faktor erodibiltas tanah (K)
Nilai faktor K dapat diperoleh dari nomograf (Schweb et.al., 1992) (Gambar 3.7) atau
rumus Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001).

Gambar 1.
Nomograf untuk menentukan nilai K (Sumber: Schwab et al, 1997)
Rumus Hammer:

2,713M 1,14 104 12 a 3,25 b 2 2,5 c 3


100

Dimana:
M

= parameter ukuran butir, dimana M = (% debu + % pasir)(100 - % liat) atau

gunakan Tabel 1.
Bila data tekstur tanah yang tersedia hanya fraksi pasir, debu dan liat, maka % pasir
sangat halus dianggap sepertiga dari % pasir.
a

= % bahan organik, dimana a = % C x 1,724

= kode nilai struktur tanah, Tabel 2.

= kode nilai permeabilitas tanah, Tabel 3.

Bila data bahan organik yang tersedia berupa kelas kandungan C-organik maka penilaian
bahan organik menggunakan Tabel 4.

Tabel 1.

Parameter ukuran butir (M)


No
Kelas Tekstur
1
Liat berat
2
Liat sedang
3
Liat berpasir
4
Liat ringan
5
Lempung liat berpasir
6
Liat berdebu
7
Lempung liat
8
Pasir
9
Lempung berpasir
10 Lempung liat
11 Lempung berpasir
12 Lempung
13 Lempung berdebu
14 Debu
Sumber: Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001)

Nilai M
210
750
1213
1685
2160
2830
2830
3035
3245
3770
4005
4390
6330
8245

Tabel 2.
Penilaian Struktur Tanah
No
Tipe Struktur
1
Granular sangat halus
2
Granular halus
3
Granular sedang dan kasar
4
Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, masif)
Sumber: Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001)

Nilai
1
2
3
4

Tabel 3.
Permeabilitas Tanah
No
Kelas Permeabilitas
1
Cepat
2
Sedang sampai cepat
3
Sedang
4
Sedang sampai lambat
5
Lambat
6
Sangat lambat
Sumber: Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001)

cm/jam
> 25,4
12,7 25,4
6,3 12,7
2,0 6,3
0,5 2,0
< 0,5

Nilai
1
2
3
4
5
6

Tabel 4.
Kelas Kandungan C-organik
No
Kelas
1
Sangat rendah
2
Rendah
3
Sedang
4
Tinggi
5
Sangat Tinggi
Sumber: Hardjowigeno et al (2001)

Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

C-organik
<1
12
2,1 3
3,1 5
>5

Nilai
0
1
2
3
4

Kelas kemiringan lereng diukur dilapangan atau dapat juga ditentukan melalui peta
topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. Caranya adalah dengan membuat jaringjaring pada peta yang berjarak tetap misalnya 1 cm x 1 cm. Kemudian kemiringan lereng
(S) dihitung dengan rumus:

n 1 Ci 100%
2a 2

Dimana:
S

= kemiringan lereng dalam %

= jumlah garis kontur yang memotong diagonal jaring-jaring

Ci = interval kontur dalam m


a

= panjang jaring-jaring dalam m

Panjang lereng () diukur mulai dari punggung higga pinggir sungai pada peta topografi.
Pada setiap satuan peta digunakan nilai rata-rata dari minimal 10 pengukuran pada
lokasi yang berbeda-beda. Untuk memperoleh harga panjang lereng sebenarnya
digunakan rumus:

p
10

1
cos

Dimana:
= panjang lereng sebenarnya
p = panjang lereng yang diukur pada peta (cm)
= sudut kemiringan lereng dalam derajat
Selanjutnya nilai LS dihitung dengan rumus:

LS

1,38 0,965S 0,138S 2


100

Atau menggunakan rumus Gregory et al (1977) dalam Hardjowigeno et al (2001):

22
,1

C cos

1, 503

0,5 sin

1, 249

sin

2 , 249

Dimana:
T = nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)
= panjang lereng dalam m
m = 0,5 untuk lereng 5%
= 0,4 untuk lereng 3,5% - 4,9%
= 0,3 untuk lereng 3,4%
C = 34,7046
= sudut kemiringan lereng dalam derajat
Nilai T untuk beberapa kemiringan lereng dan panjang lereng dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.

Nilai T untuk beberapa kombinasi kemiringan lereng dan panjang lereng


No
Kemiringan Lereng (%)
Panjang Lereng (m)
1
05
45
2
6 15
35
3
16 35
25
4
36 50
20
5
> 50
20
Sumber: Gregoy et al dalam Hardjowigeno et al (2001)

Rata-rata Nilai T
0,35
1,6
4,6
7,9
4,0

Bila sulit untuk menghitung atau mendapatkan panjang lereng, maka faktor LS dapat
diperkirakan dengan Tabel 7.
Tabel 7.
Penilaian kelas kelerengan (LS)
No
Kemiringan Lereng (%)
1
08
2
8 15
3
15 25
4
25 45
5
> 45
Sumber: Hardjowigeno et al (2001)

Nilai LS
0,25
1,20
4,25
9,50
12,00

Faktor pengelolaan tanaman (C)


Besarnya indeks C dapat diperoleh dari jenis tanaman dan pengelolaan tanaman. Nilai C
untuk beberapa jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Nilai Faktor C Dengan Berbagai Tanaman/Tumbuhan
No

Jenis Tanaman/Tumbuhan

Abdulrachman
et al (1981)
1
Ubi kayu
2
Kacang tanah
0,2
3
Padi ladang
0,561
4
Pisang
5
Cabe, jahe dan lainnya
6
Kebun campuran (rapat)
7
Kebun campuran ubi kayu + kedelai
8
Ladang berpindah
9
Tanah kosong diolah
1,0
10 Tanah kosong tak diolah
11 Hutan tak terganggu
0,001
12 Semak tak terganggu sebagian rumput
0,01
13 Alang-alang permanen
0,02
14 Alang-alang dibakar 1 kali
0,70
15 Pohon tanpa semak
0,32
16 Pohon-pohon dibawahnya diolah
0,21
Sumber: Abdulrachman, Sofiyah dan Kurnia, Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001)

Faktor teknik konservasi tanah (P)


Indeks konservasi tanah ditentukan dari Tabel 9.

Hammer (1981)
0,6
0,2
0,5
0,6
0,9
0,1
0,2
-

Tabel 9.
Nilai Faktor Konservasi Tanah (P)
No
1

Teknik Konservasi Tanah


Teras bangku
a. Sempurna
b. Sedang
c. Jelek
2
Teras tradisional
3
Padang rumput
a. Bagus
b. Jelek
4
Hill side ditch atau field pits
5
Contour cropping
a. Dengan kemiringan 0 8%
b. Dengan kemiringan 9 20%
c. Dengan kemiringan > 20%
6
Tanaman perkebunan
a. Dengan penutup tanah rapat
b. Dengan penutup tanah sedang
Sumber: Hardjowigeno et al (2001)

Nilai P
0,37
0,04
0,15
0,35
0,40
0,04
0,40
0,30
0,50
0,75
0,90
0,10
0,50

Erosi yang diperbolehkan


Erosi yang diperbolehkan (EDP) adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara
lestari. Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001) mengusulkan perhitungan EDP atas
dasar kedalaman ekivalen tanah dan jangka waktu kelestarian sumber daya tanah yang
ditentukan dengan persamaan:

EDP

Kedalaman Ekivalen Tanah


Kelestarian Tanah

Kedalaman ekivalen tanah adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi
produktivitasnya berkurang dengan 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi
(Arsyad, Hammer, dalam Hardjowigeno et al, 2001).
Kedalaman ekivalen tanah didapat dengan mengalikan kedalaman tanah (mm) dengan
faktor kedalaman tanah. Faktor kedalaman tanah ditentukan berdasar atas besarnya dan
kecepatan penurunan produktivitas tanah baik yang disebabkan oleh kemerosotan fisik
maupun kimia. Nilai faktor kedalaman tanah dapat dilihat pada Tabel 10 atau Tabel 11
bila diketahui sub ordo tanahnya.

Tabel 10.

Nilai Faktor Kedalaman Tanah


Kemerosotan Sifat Tanah Akibat Erosi
Fisik
Kimia
R
R
R
S
R
T
S
R
S
S
S
T
T
R
T
S
T
T
Sumber: Hardjowigeno et al (2001)

Nilai Faktor
Kedalaman Tanah
1,00
0,95
0,90
0,90
0,85
0,80
0,80
0,75
0,70

Tabel 11.
Nilai Faktor Kedalaman Tanah Untuk Berbagai Sub-Ordo Tanah
Sub-ordo Tanah

Deteriorasi
Fisik

Aqualf
S
Udalf
S
Ustalf
S
Aquent
R
Arent
R
Fluvent
R
Orthent
R
Psamment
R
Andept
R
Aquept
R
Tropept
R
Alboll
T
Aquoll
S
Rendoll
S
Udoll
R
Ustoll
R
Aquox
R
Tumox
R
Orthox
R
Ustox
R
Aquod
R
Ferrod
R
Tumod
R
Orthod
R
Aquult
S
Tumult
R
Udult
S
Ustult
S
Udert
R
Ustert
R
Sumber: Hammer dalam Hardjowigeno et al (2001)

Kimia
R
R
R
R
R
R
R
R
R
S
R
S
R
R
R
R
T
R
T
T
T
S
R
S
T
R
T
T
R
R

Nilai Faktor
Kedalaman
Tanah
0,90
0,90
0,90
0,90
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,95
1,00
0,75
0,90
0,90
1,00
1,00
0,90
1,00
0,90
0,90
0,90
0,95
1,00
0,95
0,80
1,00
0,80
0,80
1,00
1,00

Bila kerapatan lindak (bulk density) tanah diketahui, maka besarnya erosi yang
diperbolehkan dalam ton/ha/tahun adalah:
EDP (mm/tahun) x kerapatan lindak tanah (g/cc) x 10 = EDP (ton/ha/tahun).

Wood dan Dent dalam Hardjowigeno et al (2001) mengajukan persamaan lain untuk
menghitung EDP, yaitu:

DE D min
Kecepatan
Kelestarian Tanah

EDP

Pembentukan

Tanah

Dimana:
DE
= Kedalaman ekivalen (kedalaman efektif x faktor kedalaman)
Dmin = kedalaman minimum tanah yang diperbolehkan
Untuk tanaman kelapa sawit menurut Laporan Teknis no. 7 LREP II versi 1 tahun 1994
(Kesesuaian

lahan

untuk

tanaman

pertanian

dan

tanaman

kehutanan)

dalam

Hardjowigeno et al (2001) kedalaman minimum tanah yang disyaratkan adalah 50 cm


(500 mm).
Kelestarian tanah ditentukan, besarnya dapat diambil 200, 300, 400, 500, 1000 tahun
dan sebagainya. Hardjowigeno et al (2001) menyarankan tingkat kelestarian tanah yang
digunakan dalam analisa bahaya erosi adalah 300, 400 atau 500 tahun
Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia diperkirakan rata-rata 1 mm/tahun
(Hardjowigeno et al 2001).
Utomo dan Arsyad dalam Hardjowigeno et al (2001) menyatakan

untuk kondisi di

Indonesia EDP adalah sebesar 22,4 25 ton/ha/tahun.


Tingkat bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi adalah kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal
solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi
tanah tidak mengalami perubahan. Jumlah tanah yang hilang pada dasarnya harus lebih
kecil atau sekurangnya sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses
pembentukan

tanah.

Departemen

Kehutanan

dalam

Hardjowigeno

et

al

(2001)

menentukan tingkat bahaya erosi sebagai berikut:


Tabel 12.
Tingkat Bahaya Erosi Berdasarkan Jumlah Erosi Maksimum
Tebal Solum
Erosi Maksimum (A) ton/ha/tahun
(cm)
<15
15 60
60 180
180 480
> 90
SR
S
S
B
60 90
R
B
B
SB
30 60
S
SB
SB
SB
< 30
B
SB
SB
SB
Sumber: Departemen Kehutanan dalam Hardjowigeno et al (2001)

>480
SB
SB
SB
SB

Keterangan: SR = sangat rendah, R = rendah, S = sedang, B = berat, SB = sangat berat

Indeks bahaya Erosi

Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besarnya bahaya erosi pada suatu lahan.
Menurut Wood dan Dent

dalam Hardjowigeno et al (2001) indeks bahaya erosi (IBE)

dihitung dengan persamaan berikut:

Indeks Bahaya Erosi

Jumlah Tanah Yang Tererosi ton / ha / tahun


Jumlah Erosi Yang Diperbolehkan ton / ha / tahun

Selanjutnya pengharkatan indeks bahaya erosi adalah sebagai berikut:


Tabel 13.
Pengharkatan Indeks Bahaya Erosi
No
Indeks Bahaya Erosi
1
1,0
2
1,01 4,0
3
4,01 10,00
4
10,01
Sumber: Hardjowigeno et al (2001)

Kelas
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

Hasil sedimen
Hasil sedimen dihitung menggunakan rumus Fleming dalam Linsley et al (1996):

Qs aQ n
Dimana:
Qs
= muatan tersuspensi tahunan rata-rata dalam ton sebagai suatu fungsi dari
debit aliran tahunan rata-rata (kaki3/detik)
Q
= debit aliran tahunan rata-rata (kaki3/detik)
a dan n
= faktor yang dipengaruhi jenis tumbuhan penutup (Tabel 14)
Tabel 14.
Nilai a dan n untuk berbagai jenis tumbuhan penutup
Tumbuhan penutup
n
Campuran daun lebar dan daun jarum
1,02
Hutan daun jarum dan tanah berumput
0,82
Tanah berumput pendek dan semak belukar
0,65
Padang pasir dan semak belukar
0,72
Sumber: Fleming dalam Linsley et al (1996)

a
120
3500
19000
38000

Cara lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung hasil sedimen dari suatu lahan
sebagai fungsi dari rata-rata erosi tahunan adalah dengan rumus Roehl yang terdapat
dalam Ward et al (1995):

Hasil

Sedimen ET A SDR T

Dimana:
ET = rata-rata erosi tahunan (ton/ekar/tahun)
A = luas daerah aliran (ekar)
SDR = rasio pengangkutan sedimen, yaitu 0,65 untuk daerah aliran seluas 6,4 ekar; 0,33
untuk 320 ekar; 0,22 untuk 3200 ekar dan 0,10 untuk 64000 ekar.
T = lamanya tahun pengamatan

Anda mungkin juga menyukai