oleh
Ririn Halimatus Sadiah, S.Kep
NIM 092311101048
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR CRURIS
oleh: Ririn Halimatus Sadiah, S.Kep
I. KONSEP TEORI
1. Kasus
Fraktur Cruris
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringau tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang (Doengoes, 1999). Fraktur adalah putusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya. Fraktur terjadi ketika
tulang diberikan stres lebih besar dari kemampuannya untuk menahan (Sapto
Harnowo, 2001).
Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah
yang terdiri dari tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang
tibia dan fibula (Brunner & Suddart, 2000).
b. Klasifikasi Fraktur
Ada 2 tipe dari fraktur cruris diantara adalah sebagai berikut:
1) Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan
captula. Contoh (Kapital fraktur, dibawah kepala femur, melalui ekstra
kapsuler)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari
sumbu tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3) Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
a.
Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
Kontaminasi ringan.
Derajat II
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur
karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2) Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan.
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4) Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
d. Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks,
sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini
merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan
pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di
gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik
(Mansjoer, 2002).
Kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi
yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi
keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati di mulai.
Di tempat patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tuulang baru mengalmi remodelling untuk membentuk tulang sejati (Mansjoer
Arief, 2002).
(Smeltzer, 2002). Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit,
pembengkakan, dan kelainan bentuk:
1) Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti rotasi
pemendekan tulang dan penekanan tulang
2) Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
4) Kehilangan
sensasi
(mati
rasa,
mungkin
terjadi
dari
rusaknya
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus fraktur antara lain
sebagai berikut:
1) Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan
Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.
2) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3) Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
4) Tekhnik lain
a. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
b. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular
ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur
tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk
melindunginya dari kerusakan yang lebih parah. Kerusakan jaringan lunak
yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk kemungkinan adanya
fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan pemeriksaan lebih
lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang belakang
bagian servikal, di mana contusio dan laserasio pada wajah dan kulit
kepala
menunjukkan
perlunya
evaluasi
radiografik,
yang
dapat
sendi
panjang
untuk
mempertahankan
bentuk
dengan
yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya
tibial batang.
4) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
i. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f) Shock
Shock
meningkatnya
terjadi
karena
permeabilitas
kehilangan
kapiler
yang
banyak
bisa
darah
dan
menyebabkan
Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan (PQRST):
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b)
c)
kronik
dan
juga
diabetes
menghambat
proses
penyebab
masalah
muskuloskeletal
dan
kurang
merupakan
faktor
predisposisi
masalah
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya
fraktur
dibanding
pekerjaan
yang
lain
gangguan.begitu
juga
pada
kognitifnya
tidak
erytema,
suhu
sekitar
daerah
trauma
Adakah
gangguan
yaitu
simetris,
tidak
ada
(d) Auskultasi
Adakah Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
kemerahan
atau
kebiruan
(livide)
atau
hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu
dicatat adalah:
(a) Perubahan
suhu
disekitar
trauma
(hangat)
dan
kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan
yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain
itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya,
pergerakan
terhadap
dasar
atau
penunjang,
pencitraan
pemeriksaan
menggunakan
sinar
yang
rontgen
penting
adalah
(x-ray).
Untuk
Tomografi-Scanning:
secara
transversal
dari
menggambarkan
tulang
dimana
b. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma destruksi jaringan tulang
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
.
Keperawatan
1. Nyeri
akut
berhubungan
dengan agen
cidera
(terputusnya
jaringan
tulang, gerakan
fragmen
tulang, edema
dan
cedera
pada jaringan)
mengurangi nyeri
Rasional : mengurangi rasa
nyeri pasien
1.5 tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen energi
pasien
1.6 evaluasi keefektifan control
nyeri
Rasional : mengevaluasi
hasil tindakan dan
menentukan intervensi
lanjutan
2.
Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
integritas
struktur tulang
NIC:Exercise therapy
(ambulation)
2.1 monitor vital sign sebelum
dan sesudah latihan
Rasional : mengetahui
kondisi pasien secara umum
2.2 kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
Rasional : mengetahui
kemampuan pasien
2.3 dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan sehari hari
pasien (ADLS)
Rasional : mencegah
terjadinya cedera
2.4 berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan
Rasional : memberikan
keamanan bagi pasien
2.5 ajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Rasional : mencegah cedera
pada pasien
3.
Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan
imobilitas fisik
4.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan trauma
destruksi
jaringan tulang
5.
Ansietas
berhubungan
dengan
perubahan
status
kesehatan
Daftar pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Ignatavicius, Donna D. 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. W.B. Saunder Company.
Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapsis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marilynn, Doenges. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, 2005-2006 Definisi &
Klasifikasi. Philadelphia, NANDA International.