DAN EVALUASI
EKOSISTEM
PERAIRAN
KEPULAUAN
SERIBU TAHUN
2014
DAFTAR ISI
iii
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................
10
11
12
15
21
21
Halaman | i
24
27
31
34
37
37
40
43
46
50
53
53
54
55
Halaman | ii
DAFTAR GAMBAR
10
17
21
22
22
23
24
24
25
26
Halaman | iii
27
28
29
Gambar 15. Persentase substrat dasar site Utara Pulau Untung Jawa.....
30
Gambar 16. Persentase substrat dasar site Barat Pulau Tidung ..............
31
Gambar 17. Persentase substrat dasar site Selatan Pulau Tidung ...........
32
32
Gambar 19. Persentase substrat dasar site Utara Pulau Tidung ..............
33
Gambar 20. Persentase substrat dasar site Barat Pulau Panggang ..........
34
Gambar 21. Persentase substrat dasar site Selatan Pulau Panggang .......
34
35
35
37
38
38
39
40
40
41
Halaman | iv
42
42
43
43
44
45
45
46
47
48
48
49
50
50
51
51
52
Halaman | v
DAFTAR TABEL
18
19
37
Halaman | vi
BAB I
PENDAHULUAN
1 | Halaman
2 | Halaman
3 | Halaman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kegiatan pengambilan karang untuk bahan bangunan dan cara penangkapan ikan
dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia.
Ekosistem terumbu karang menjadi sangat penting karena banyak terdapat
organisme yang hidup dan berasosiasi dengan karang sebagai tempat mencari
makan (feeding ground), reproduksi (spauning ground), pembesaran (nursery
ground), dan sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Ekosistem
terumbu karang juga memiliki nilai komersial laut (marine commercial) dibidang
pariwisata, karena terdiri dari keanekaragaman jenis, bentuk, tipe dan keindahan
karang serta kejernihan perairan manapun membentuk perpaduan yang harmonis,
estetika sebagai tempat rekreasi bawah laut.
Terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi dan penghalang,
berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat
yang berasal dari laut. Terumbu karang juga mempunyai peran utama sebagai
habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan
dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi
berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya (Bengen, 2001).
Keindahan terumbu karang juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
objek wisata bahari, sehingga secara tidak langsung menjadi sumber
perekonomian dan sumber lapangan pekerjaan.
6 | Halaman
Sonneratiaceae
(Sonneratia),
Avicenniaceae
(Avicennia)
dan
Meliaceae
8 | Halaman
terdapat pada kawasan pinggir pantai, muara dan juga sungai yang mengalami
rembesan air laut (Odum, 1993).
Hutan mangrove ini secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai
serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus,
mempercepat pembentukan lahan baru. Fungsi biologi adalah sebagai tempat
asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung, biawak, ular serta
sebagai tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis,
tumbuhan semut, dan berbagai kehidupan lainnya. Hutan mangrove juga diketahui
sebagai penghasil serasah yang sama atau cukup tinggi produksinya jika
dibandingkan dengan hutan darat tropika. Fungsi ekonomi hutan mangrove
digunakan sebagai tempat rekreasi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting
mangrove. Selain itu kayu pohon mangrove juga dapat digunakan sebagai obatobatan, bahan bangunan, makanan, dan penghasil bahan kimia (Odum, 1993).
9 | Halaman
BAB III
METODE STUDI
10 | Halaman
11 | Halaman
Keterangan :
100%
12 | Halaman
100%
Keterangan :
Di = Nilai kerapatan jenis (individu/m2)
Ni = Jumlah tegakkan jenis ke-i
A = Luas total plot
Rdi = Kerapatan jenis relatif (%)
b. Frekuensi Jenis (Fi)
100%
Keterangan :
Pi = Plot ditemukan lamun jenis ke-i
N = Jumlah total petak contoh
Rfi = Frekuensi jenis ke-i
Fi = Frekuensi jenis ke-i
c. Penutupan Jenis (Ci)
100%
13 | Halaman
Keterangan :
Mi = Nilai tengah presentase dari kelas ke=i
Fi = Frekuensi jenis ke-i
F = Frekuensi (jumlah dari sector dengan kelas penutupan yang
sama)
d. Indeks Nilai Penting (INP)
=
Keterangan :
INP = Indeks Nilai Penting
RDi = Kerapatan relative lamun jenis ke-i
RFi = Frekuensi relative lamun jenis ke-i
RCi = Penutupan relative lamun jenis ke-i
100%
14 | Halaman
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
masih tergolong kedalam kondisi sedang. Namun persentase karang mati beralga
dan makro alga di pulau ini termasuk tinggi mencapai 21%. Dengan kondisi
seperti ini, seiring waktu berjalan kompetisi ruang antara karang keras dan alga
semakin banyak terjadi dan menimbulkan kematian karang keras.
Berdasarkan kelima pulau yang diamati tersebut, persentase karang keras
terendah ditemukan di Pulau Untung Jawa. Persentase karang keras hanya
ditemukan sebesar 18,98% yang berdasarkan Gomez dan Yap (1988) termasuk
kedalam kategori buruk (0-25%). Sekitar pulau ini sangat didominasi oleh substrat
pasir berlumpur selain itu juga banyak ditemukan karang mati yang ditumbuhi
alga. Banykannya karang mati dan substrat dasar didominasi lumpur ini sangat
banyak penyebabnya, terutama sedimen yang ada di perairan tersebut yang dapat
menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian, karena polip karang
tertutupi oleh sedimen. Selain dari itu, faktor lain dari kualitas air pun juga bisa
sangat mengancam akan kematian karang keras. Dengan kondisi substrat
berlumpur ini sangat susah terumbu karang untuk hidup, sehingga substrat yang
keras dan bersih diperlukan sebagai tempat melekatnya larva planula, agar
terciptanya pembentukan koloni baru. Substrat keras ini dapat berupa benda padat
yang terdapat di dasar laut, yaitu batu, cangkang moluska, bahkan kapal karam
(Nontji, 2005).
16 | Halaman
60,00%
55,38%
51,97%
50,00%
44,40%
42,29%
41,94%
40,00%
27,76%
26,84%
21,02%
Pulau Harapan
Pulau Panggang
Soft Coral
4,34%
HC
DCA
Algae
3,33%
Abiotik
Zoanthid
Rubble
Pulau Tidung
0,25%
Soft Coral
Others Biota
DCA
Algae
HC
1,88%
0,21%
Abiotik
1,19%
1,46%
3,71%
Zoanthid
Rubble
Others Biota
HC
Algae
Abiotik
Zoanthid
Soft Coral
Rubble
Pulau Kelapa
3,57%
8,35%
Others Biota
10,70%
3,40%
0,02% 5,01%
6,13%
0,10%
Others Biota
DCA
Algae
Abiotik
Soft Coral
Rubble
Others Biota
HC
DCA
Algae
Abiotik
0,00%
7,90%
3,27%
0,88%
2,34%
18,98%
21,03%
15,17%
6,59%
HC
8,48%
7,91%
10,00% 6,79%
16,80%
Soft Coral
18,60%
20,00%
DCA
30,00%
17 | Halaman
Acropora
Agaricia
Alveopora
Astreopora
Caulastrea
Chypastrea
Coeloseris
Ctenactis
Cycloseris
Cyphastrea
Diploastrea
Echinopora
Echinophyllia
Favia
Favites
Fungia
Galaxea
Gardineroseris
Goniastrea
Goniopora
Heliopora
Herpolitha
Hydnophora
Leptastrea
Lobophyllia
Merulina
Millepora
Montipora
Oulophyllia
Pulau
Harapan
Pulau
Kelapa
Pulau
Panggang
Pulau
Tidung
Pulau
Untung
Jawa
18 | Halaman
Genus
Pulau
Harapan
Pulau
Kelapa
Pulau
Panggang
Oxypora
Pachyseris
Pavona
Pectinia
Physogyra
Platygyra
Pocillopora
Podabacia
Polyphyllia
Porites
Sandalolitha
Seriatopora
Stylophora
Symphyllia
Pulau
Untung
Jawa
Pulau
Tidung
Persen
tase
Pulau
Kelapa
Porites
Acropora
32,47
%
12,49
%
9,86%
Pavona
Fungia
Montipora
Persen
tase
Pulau
Panggang
Persen
tase
Porites
Acropora
38,78
%
11,10
%
9,89%
8,24%
Pavona
9,44%
Fungia
49,48
%
15,54
%
12,95
%
4,86%
7,21%
Millepora
10,22
%
Pavona
3,82%
Montipora
Montipora
Acropora
Pulau
Untung
Jawa
Favia
Persenta
se
Pulau Tidung
21,16%
Porites
30.42%
Cycloseris
13,54%
Montipora
21.08%
Porites
13,04%
Acropora
7.85%
Diploastrea
12,81%
Fungia
7.58%
Physogyra
11,24%
Platygyra
5.82%
Persen
tase
Genus porites merupakan genus karang keras yang tahan akan kondisi
lingkungan yang kurang stabil namun perairannya tenang. Bentuknya yang
membatu, membuat genus ini tidak mudah rusak dibandingkan dengan bentuk
yang bercabang. Menurut Tomascik et al. (1997) koloni massive genus Porites
(seperti Porites lutea, Porites lobata) adalah karang penting dalam menyusun
terumbu karang di Kepulauan Indonesia. Genus Porites namun memiliki
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan karang dengan pertumbuan
bercabang. Selain genus Porites, genus Montipora dan Acropora juga banyak
ditemukan di area pengamatan. Genera dari famili Acroporidae ini juga terbilang
cukup cepat pertumbuhannya karena memiliki pertumbuhan lembaran dan
bercabang.
Berbeda pada ke empat pulau yang lain, Pulau Untung Jawa memiliki
genus karang yang beda. Genus tertinggi pada pulau ini adalah genus Favia
sebesar 21,16%. Genus Favia juga terbilang cukup kuat atau tahan terhadap
ancaman karena bentuknya yang membatu (masive). Selain genera yang sudah
disebutkan, genera karang tertinggi juga meliputi genus Pavona, Fungia,
Millepora, Cycloseris, Diploastrea, Physogyra, dan Platygyra yang masingmasing persentasenya dapat dilihat pada Tabel 2.
20 | Halaman
Others Biota
1,42%
HC
44,12%
Rubble
1,04%
Soft Coral
0,08%
Abiotik
8,90%
Algae
3,46%
DCA
40,98%
21 | Halaman
Soft Coral
15,36%
Abiotik
14,25%
Others Biota
4,31%
Algae
4,36%
DCA
25,95%
HC
35,77%
Others Biota
0,04%
Rubble
1,99%
Abiotik
1,70%
DCA
32,81%
HC
63,45%
22 | Halaman
Others Biota
4,54%
DCA
22,22%
HC
73,24%
Abiotik
9,04%
Others Biota
5,44%
Algae
0,81%
DCA
22,04%
HC
62,68%
Others Biota
10,44%
Soft Coral
0,05%
Zoanthid
0,26%
Abiotik
9,61%
Algae
5,36%
DCA
27,34%
HC
46,95%
24 | Halaman
Rubble
8,60%
Others Biota
2,94%
Abiotik
8,04%
DCA
24,40%
HC
56,03%
Gambar 10. Komposisi persentase substrat dasar site Timur Pulau Kelapa
Hampir sama dengan site lainnya dimana HC memiliki persentase
tertinggi terutama berasal dari genus Pavona foliose. Genus karang tertinggi
berikutnya diantaranya Porites, Fungia, dan Echinopora. Jumlah genera
karang yang ditemukan sebanyak 12 genera. Biota lain yang ditemukan
berasal dari kelompok sponge, sedangkan kelompok abiotik berupa pasir.
25 | Halaman
Rubble
12,37%
Abiotik
1,01%
DCA
23,03%
HC
63,60%
Gambar 11. Komposisi persentase substrat dasar site Utara Pulau Kelapa
Site ini memiliki persentase HC tertinggi dibandingkan ketiga site
lainnya di Pulau Kelapa namun jumlah genera paling sedikit yaitu hanya
berjumlah lima genera. Genera terbanyak adalah Acropora terutama
Acropora branching, genus lain setelah Acropora adalah Millepora,
Montipora, Porites, Favia, dan terakhir Cyphastrea.
Secara umum, visibility horizontal pulau kelapa dan pulau harapan
tidak begitu bagus, sebagai contoh visibility horizontal site Selatan Pulau
Kelapa dan Barat Pulau Harapan hanya sekitar 7 meter. Kekeruhan di
perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan cukup tinggi. Kedalaman saat
pengambilan data dilakukan dari kedelapan site di Pulau Kelapa dan
Harapan berkisar di antara 4 meter sampai dengan 7 meter, lebih dalam dari
itu tingkat kekeruhan semakin tinggi.
Hasil pengamatan yang dilakukan, persentase tutupan substrat dasar
menunjukan bahwa kategori hard coral (HC) mendominasi pada delapan site
di atas. Persentase hard coral tertinggi terdapat di site Utara Pulau Harapan
26 | Halaman
mencapai 73,24%. Berdasarkan Gomez dan Yap (1988) nilai tutupan ini
termasuk dalam kategori Baik. Sedangkan persentase tutupan hard coral
terendah terdapat pada lokasi Selatan pulau Harapan mencapai 35,77%,
termasuk kategori sedang (Gomez dan Yap, 1988).
Pengamatan yang dilakukan di pulau Kelapa menunjukan bahwa
tutupan hard coral tertinggi terletak pada bagian Utara pulau Kelapa
mencapai 64%. Sedangkan tutupan hard coral terendah terletak pada bagian
Selatan pulau Kelapa mencapai 47%. Berdasarkan Gomez dan Yap (1981)
tutupan hard coral
Algae
22,67%
Abiotik
77,33%
Gambar 12. Persentase substrat dasar site Barat Pulau Untung Jawa
Pulau Untung Jawa merupakan pulau dengan komposisi substrat
dasar yang berbeda dengan pulau-pulau lainnya yang diamati. Pada pulau
27 | Halaman
ini terdapat 4 site pengamatan di setiap arah mata anginnya. Site Barat Pulau
Untung Jawa lebih didominasi oleh abiotik sebesar 77,33%. Abiotik pada
site ini berupa lumpur berpasir dan sedikit ditumbuhi makro alga dengan
jenis Padina sebesar 22,67%.
Abiotik
100%
Gambar 13. Persentase substrat dasar site Selatan Pulau Untung Jawa
Tidak berbeda jauh dengan site bagian barat, di bagian selatan Pulau
Untung Jawa keseluruhannya berupa pasir dan tidak ditemukan kategori
substrat dasar lainnya. Site ini terletak di depan dermaga tempat kapal-kapal
bersandar dan lalu-lalang. Kondisi perairan yang keruh dan banyaknya
aktifitas kemungkinan menyebabkan karang tidak bisa tumbuh di perairan
site ini.
28 | Halaman
Abiotik
27,37%
DCA
62,43%
Gambar 14. Persentase substrat dasar site Timur Pulau Untung Jawa
Kondisi substrat dasar pada site Timur Pulau Untung Jawa lebih
didominasi oleh karang mati yang telah ditumbuhi alga, persentasenya
mencapai 62,43%. Namun pada site ini ditemukan 5 kategori substrat dasar
yaitu karang mati beralga, karang keras, biota lain, karang lunak dan abiotik.
Karang keras yang ditemukan hanya 8,40% sedangkan abiotik memiliki
persentase yang lebih tinggi dibandingankan karang keras yang mencapai
27,37%. Abiotik pada site ini berupa pasir. Jika dilihat dari kondisi
lingkungan, site ini merupakan daerah yang menghadap angin sehingga
intensitas dihempas oleh gelombang lebih tinggi dan dapat mengakibatkan
rusaknya terumbu karang.
29 | Halaman
DCA
2,03%
HC
2,40%
Others Biota
0,43%
Abiotik
95,13%
Gambar 15. Persentase substrat dasar site Utara Pulau Untung Jawa
Persentase substrat dasar yang ada di bagian Utara Pulau Untung
Jawa lebih banyak didominasi oleh lumpur dengan persentasenya mencapai
95,13%. Sedangkan karang keras yang ditemukan hanya 2,40%. Secara
keseluruhan kondisi substrat dasar di Pulau Untung Jawa ini sudah
mengalami kondisi yang buruk jika dilihati dari tutupan karang keras yang
sangat rendah. Faktor dari rendahnya karang keras bisa disebabkan karena
banyaknya aktifitas manusia dan kualitas perairan yang sudah tidak cocok
untuk kehidupan biota laut. Menurut Nybakken (1997) mencatat ada 6
(enam) faktor pembatas utama bagi terumbu karang, yaitu cahaya, suhu,
kedalaman, salinitas, sedimentasi dan terakhir udara yang menyebabkan
karang tidak dapat tumbuh keatas. Keruhnya perairan di Pulau Untung Jawa
menyebabkan cahaya tidak dapat menembus air sehingga pertumbuhan
karang akan terganggu. Selain itu sedimentasi hasil masukan aliran sungai
maupun buangan limbah pun dapat menggangu pertumbuhan karang.
30 | Halaman
Algae
6,22%
DCA
33,19%
HC
58,91%
dengan lifeform masiv sangat mendominasi substrat karang site ini. Genus
lain yang ditemukan cukup banyak setelah Porites dan Platygyra
diantaranya Acropora, Heliopora, dan Goniastrea. Jumlah genera yang
ditemuakn sebanyak 10 genera.
Kelompok lain ditemukan dalam komposisi yang sangat kecil.
Karang didominasi oleh genus Porites dam Montipora terutama Porites
branching dan Montipora foliose. Jumlah genera yang ditemukan di site ini
sebanyak 10 genera. Kelompok biota lain yang ditemukan seperti bulu babi
dan sponge.
31 | Halaman
Rubble
9,94%
Algae
5,34%
Abiotik
5,27%
DCA
30,81%
HC
39,86%
Rubble
13,91%
Others Biota
1,00%
HC
35,89%
Algae
26,06%
DCA
22,21%
Abiotik
11,59%
Algae
5,10%
DCA
29,56%
33 | Halaman
Algae
3,48%
DCA
18,02%
Others Biota
4,82%
HC
38,21%
Abiotik
7,29%
DCA
27,43%
HC
65,28%
34 | Halaman
Soft Coral
Abiotik
5,09%
18,63%
HC
41,91%
Algae
5,29%
DCA
23,60%
35 | Halaman
Rubble
43,22%
HC
31,40%
Others Biota
12,27%
Pulau Karya
36 | Halaman
Nilai
Nilai Tengah
Substrat
Penutupan
75
5
Seluruhnya
-
37.5
4
1/8
18.25
3
1/16 1/8
9.38
2
1/32 1/16
3.13
1
Tabel 3. Kelas dan nilai tengah penutupan lamun
4.3.1. Kerapatan Jenis (Rdi)
100,00
72,78 76,00
80,00
83,56
60,00
40,00
20,00
9,46
7,50
4,67
16,20
7,40
0,00
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Cymodocea Syringodium
serrulata isoetifolium
Timur
Utara
Halophila
ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
37 | Halaman
100,00
89,68
100,00
100,00
80,00
70,63
60,00
40,00
20,00
0,00
Cymodocea
serrulata
Syringodium
isoetifolium
Timur
Utara
Halophila ovalis
Barat
Cymodocea
rotundata
Selatan
100,00
100,00
100,00
96,64
80,00
60,00
40,00
40,00
20,00
8,40
0,00
Thalassia hempricii
Timur
Cymodocea serrulata
Utara
Barat
Halophila ovalis
Selatan
100,00
97,78
80,00
60,00
60,00
46,85
39,69
40,00
20,00
0,00
37,35
31,11
2,77
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Syringodium
isoetifolium
Utara
Barat
Halophila ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
39 | Halaman
100,00
80,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Cymodocea rotundata
Kiri Dermaga
Depan Dermaga
100,00
78,00
80,00
63,74
61,92
60,00
40,00
20,00
22,64
14,40
9,38
6,45
6,40
0,00
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Cymodocea Syringodium
serrulata isoetifolium
Utara
Barat
Halophila
ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
40 | Halaman
100,00
92,39
98,00
96,00
80,00
65,22
60,00
40,00
20,00
0,00
Cymodocea
serrulata
Syringodium
isoetifolium
Timur
Utara
Halophila ovalis
Barat
Cymodocea
rotundata
Selatan
41 | Halaman
100,00
100,00
76,00
80,00
60,00
40,00
40,00
20,00
10,17
0,00
Thalassia hempricii
Timur
Cymodocea serrulata
Utara
Barat
Halophila ovalis
Selatan
96,00
93,08
80,00
60,00
40,00
39,00
48,16
45,43
36,58
19,53
20,00
0,00
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Syringodium
isoetifolium
Utara
Barat
8,65
Halophila ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
100,00
72,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Cymodocea rotundata
Kiri Dermaga
Depan Dermaga
100,00
85,00
80,00
40,00
20,00
64,38
59,40
60,00
26,35
4,40
9,50
7,44
4,11
0,00
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Cymodocea Syringodium
serrulata isoetifolium
Utara
Barat
Halophila
ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
43 | Halaman
pengamatan
dan
pengolahan
data
persentase
100,00
91,85
100,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,36
20,00
0,00
Cymodocea
serrulata
Syringodium
isoetifolium
Timur
Utara
Halophila ovalis
Barat
Cymodocea
rotundata
Selatan
100,00
100,00
93,81
100,00
80,00
60,00
40,00
40,00
15,48
20,00
0,00
Thalassia hempricii
Timur
Cymodocea serrulata
Utara
Barat
Halophila ovalis
Selatan
100,00
97,34
80,00
60,00
60,00
44,66
41,46
40,00
20,00
0,00
41,07
26,99
3,33
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Syringodium
isoetifolium
Utara
Barat
Halophila ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
45 | Halaman
100,00
80,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Cymodocea rotundata
Kiri Dermaga
Depan Dermaga
46 | Halaman
300,00
239,00
250,00
195,93
200,00
209,86
150,00
100,00
58,44
50,00
18,30
40,10
24,22
15,23
0,00
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Cymodocea Syringodium
serrulata isoetifolium
Utara
Barat
Halophila
ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
300,00 296,89
298,00
296,00
250,00
200,00
156,22
150,00
100,00
50,00
0,00
Cymodocea
serrulata
Syringodium
isoetifolium
Timur
Utara
Halophila ovalis
Barat
Cymodocea
rotundata
Selatan
47 | Halaman
276,00
300,00
300,00
286,38
250,00
200,00
150,00
120,00
100,00
34,05
50,00
0,00
Thalassia hempricii
Timur
Cymodocea serrulata
Utara
Barat
Halophila ovalis
Selatan
296,00
288,20
250,00
200,00
150,00
159,00
129,77
124,89
77,63
100,00
50,00
0,00
126,58
14,75
Enhalus
acoroides
Thalassia
hempricii
Timur
Syringodium
isoetifolium
Utara
Barat
Halophila ovalis
Cymodocea
rotundata
Selatan
48 | Halaman
300,00
232,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
Cymodocea rotundata
Kiri Dermaga
Depan Dermaga
49 | Halaman
Jenis Mangrove
Jenis Mangrove
50 | Halaman
Jenis Mangrove
0,00
Jenis Mangrove
51 | Halaman
Jenis Mangrove
52 | Halaman
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa jenis terumbu karang
Acropora, Fafia, Favites, Goniastrea, dan Porites ditemukan di setiap
lokasi pengamatan.
b. Berdasarkan presentase lima genre karang tertinggi, genre Porites
adalah yang paling banyak ditemukan di setiap lokasi pengamatan.
c. Dilihat dari presentase penutupan substrat menunjukkan presentase
karang keras mendominasi dan cukup tinggi nilainya yaitu 55,38%
yang terletak di Pulau Pramuka. Berbeda dengan Pulau Untung Jawa
yang mempunyai nilai yang sangat relatif rendah. Kondisi perairan
yang keruh dan banyaknya aktivitas kemungkinan menyebabkan karang
tidak bisa tumbuh di perairan tersebut.
d. Hasil perhitungan Kerapatan Jenis Lamun diperoleh rata-rata kerapatan
tertinggi jenis Cymodo serrulata pada Pulau Pramuka, jenis Enhalus
acorodies pada Pulau Tidung.
e. Frekuensi jenis lamun tertinggi di Pulau Pramuka dan Pulau Tidung
adalah Thallasia hempricci dan Hollaphila ovalis, Cymodocea
serrulata dan pada Pulau Untung Jawa adalah Cymodoceae rotundata.
f. Nilai kerapatan mangrove pada masing-masing pulau menempati nilai
tertinggi yaitu jenis mangrove Rhizopora stylosa.
53 | Halaman
5.2. Saran
a. Untuk mencegah terjadinya abrasi pantai di kepulauan seribu,
penanaman hutan mangrove sebagai zona penyangga mutlak harus
dilakukan (Pulau Pramuka, Pulau Tidung dan Pulau Untung Jawa dll).
b. Untuk menjaga dan meningkatkan keberadaan terumbu karang dan
mangrove, exploitasi menggunakan bahan peledak tidak diperkenankan.
c. Tingkat pencemaran baik yang dari lokal maupun yang datang dari luar,
perlu penanganan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama
sekali sehingga tidak berdampak terhadap ekosistem kepulauan seribu.
54 | Halaman
DAFTAR PUSTAKA
Gomez, ED, Yap HY. 1988. Monitoring Reef Condition. In:Kenchington RA,
Hudson BET, editor. Coral Reef Management handbook. Jakarta: UNESCO
Regional Office Science And Technology For Student Asia. Pp 187-195.
Morton, J. 1990. The Shore Ecology of the Tropical Pasific. Unesco, 282 pp.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Tomascik, T, A.J. Mah, A. Nontji, M.K. Moosa. 1997. The Ecology of the
Indonesian Seas . Part 1. Periplus Editions. Singapore. 642 pp.
Halaman | 55