Referat Mual Dan Muntah PDF
Referat Mual Dan Muntah PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 2
terlepasnya ADH.
3. Faktor - faktor intraoperatif1
a. Faktor anestesi:
Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan
masker bisa menyebabkan muntah
Obat - obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan
PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV
yang tinggi.
Agen inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi
karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane
dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan
yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena
kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga tengah,
stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.
b. Teknik anestesi: Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila
dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang
lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.
c. Faktor pembedahan :
Page 3
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah
medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan
mual dapat disebabkan oleh :
(1) impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal,
(2) impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness,
(3) impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah.
Muntah kadang terjadi tanpa didahuui dengan perangsangan prodromal mual, yang
menunjukkan hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan
perangsangan mual.2,5
Page 4
Page 5
menghambat muntah, tetapi tidak menghambat muntah yang ditimbulkan oleh rangsangan
iritasi.2,5
Telah diketahui dengan baik bahwa perubahan arah atau irama gerakan tubuh yang
cepat dapat menyebabkan muntah. Mekanisme hal ini yaitu karena gerakan merangsang
reseptor di dalam labirin vestibular pada telinga dalam, dan dari sini impuls ditransmisikan
terutama lewat jalur nuclei vestibular batang otak ke dalam serebelum, kemudian ke zona
pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah untuk menyebabkan muntah.2
Terdapat 3 stadium pada proses mual dan muntah :
1. Mual perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan
epigastrium. Terjadi peningkatan salivasimenurunnya tonus lambung, dan
peristaltik.
2. Recthing suatu usaha involunter untuk muntah, terdiri atas gerakan pernapasan
spasmodik melawan glotis dan pergerakan inspirasi dinding dada dan diafragma.
3. Muntah suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau
usus atau keduanya ke mulut. 5
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme
patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama
adalah pusat muntah, kumpulan saraf - saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf
-saraf ini menerima input dari :
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena
penyakit telinga tengah)
Page 6
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.
Pada area CTZ kaya akan reseptor dopamine dan 5-hydroxytryptamine, khususnya D2
dan 5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena itu bisa terpapar oleh
stimulus - stimulus (mis: obat - obatan dan toksin). Bisa juga dipengaruhi oleh agen anestesi,
opioid dan faktor humoral (cth 5HT) yang terlepas pada saat operasi. Sistem vestibular bisa
menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah,
atau gerakan post operatif. Gerakan tiba - tiba dari kepala pasien setelah bangun
menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV.
Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke
pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga berhubungan,
terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat
muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya
seperti pusat pernafasan dan vasomotor.2,4,5
Page 7
Page 8
postoperative nausea and vomiting (PONV) karena propofol bekerja dengan menekan pusat
muntah. 3,10
Adapun beberapa golongan obatyang dapat digunakan dalam terapi mual dan muntah
pasca operasi, yaitu :
Dopamine Antagonists
Metoclopramide dapat diberikan untuk mencegah PONV. Ini merupakan antiemetic
yang dimedia melalui reaksi anti dopaminergik dan berhubungan dengan prokinetik.
Penggunaan dosis untuk metoclopramide yaitu 200 mg tiap 6 jam yang mana mencegah mual
dan munttah yang terinduksi dengan kemoterapi. Sayangnya penggunaan obat ini berefek
samping pada gejala ekstrapiramidal pada lebih dari 10 % pasien, yang dapat diatasi dengan
pemberian antihistamin dan benzodiazepine. Dosis lain diberikan metoclopramide 0.15
mg/kg secara intravena, namun tidak seefektif pada pemberian 5-HT 3 anatagonis, namun
dapat diberikan sebagai obat alternatif. 5-HT3 anatagonis tidak berhubungan dengan gejala
akut pyramidal (distonik) dan reaksi disforik yang mungkin dapat ditemui pada pemberian
metoclopramide atau antiemetic phenothiazine. Pemberian droperidol 0.625 - 1.25 mg (0.05 0.075 mg/kg pada anak) secara intravena dapat diberikan saat berlangsungnya operasi, dan
menurunkan kejadian PONV. Namun sayangnya pemberian droperidol mengindikasi
terjadinya QT interval dan berhubungan dengan aritmia jantung. Peringatan dari FDA (Food
and Drug Administration) masih menjadi kontroversi dan penggunaan obat ini pun tidak
terlalu digunakan. 1,3,4
Histamin Antagonis
Diphenhydramine (Benadryl) dan dimenhydrinate adalah histamine (H1) reseptor
antagonis yang diketahui efektif mengatasi morning sickness dan antikolinergik lemah
(antimuskarinik) . Cyclizine (Marezine) dan promethazine (atosil, phenergan) sama dengan
antihistamin dan antikolinergik, yang memiliki kontraindikasi pada pasien dengan glaucoma
dan hipertrofi prostat. Pemberian obat ini efektif dalam mencegah PONV. Efek samping
pemberian obat ini adalah mengantuk, retensi urin, mulut kering, penglihatan yang kabur, dan
gejala ektrapiramidal.1,3,4
Antikolinergik
Page 9
Serotonin Antagonis
Ondansetron adalah antogonis serotonin pertama, dan merupakan pilihan untuk
keluhan mual dan muntah. Dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Penggunaan
selective 5-hydroxytryptamine (serotonin) receptor 3 (5-HT3) anatagonis seperti ondansetron
4 mg ( 0.1 mg/kg pada anak), granisetron 0.01 - 0.04 mg/kg, dan dolasetron 12.5 mg (0.035
mg/kg pada anak) juga secara aktif dapat mencegah PONV dan dalam terapi PONV. Namun
pemberian obat-obat ini tidak lebih baik dari ondansetron, seperti dolasetron yang butuh
waktu 15 menit untuk mencapai onsetnya.1,3
Ondansetron
Page 10
dan tractus nucleus solitaries) yang berperan penting dalam terjadinya mual muntah.
Serotonin dilepaskan dari sel enterocromaffin di usus kecil yang menstimulasi vagal afferent
melalui 5-HT3 dan menstimulasi terjadinya muntah. Obat ini tidak mengganggu motilitas
gastrointestinal dan sphingter oesophagus. 6
Ondansetron telah tebukti sebagai antiemetic yang efektif untuk mencegah PONV,
chemotherapy dan radiasi yang menyebabkan mual muntah. Tetapi tidak mempunyai efek
pada mual muntah yang diakibatkan oleh gangguan vestibular. Prophylaksis ini harus kita
berikan terutama kepada pasien dengan resiko tinggi terjadinya PONV untuk mengurangi
efek yang tidak diinginkan akibat mual muntah tersebut. 3,4
5-HT3 reseptor antagonis mempunyai efek samping yang lebih minimal dibandingkan
obat lain. Ondansetron tidak menyebabkan sedasi, gangguan extrapyramidal ataupun depresi
pernafasan. Efek samping yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala. Pada beberapa
kasus didapatkan gangguan irama jantung(prolong QT interval) terutama pada dolasetron. 4,6
Kontraindikasi Ondansetron adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas terhadap
obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi dalam
asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada pasien yang
mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman. 4
Dosis yang dianjurkan untuk mencegah PONV adalah 4 mg pada akhir pembedahan,
dapat diulang setiap 4-8jam. waktu paruhnya adalah 3-4 jam pada orang dewasa sedangkan
pada anak-anak dibawah 1`5 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu ondansetron baik diberikan
pada akhir pembedahan. Ondansetron di metabolisme di hati melalui proses hydroxylasi dan
konjugasi oleh enzyme cythocrome P-450. 4
Dexametason
Dexametason cukup efektif dalam mengatasi antiemetik. Pada penelitian kerja
dexametason berefek pada penghambatan dari traktus nucleus solitarii tapi tidak pada area
postrema. Banyak penelitian menjelaskan bahwa pemberian dosis dexametason yang biasa
diberikan yaitu 8 - 10 mg, namun ada juga sumber berbeda mengatakan pemberian dosisnya
yaitu 2.5 - 5 mg.4 Pemberian dexametason 4 - 10 mg (0.10 mg/kg pada anak) dapat
dikombinasikan dengan obat antiemetik lain dan efektif untuk keadaan mual dan muntah. 3
Page 11
Neurokinin Antagonis
Subtansi P yaitu regulatori peptide yang mengikan ada neurokinin-1 (NK1) reseptor
ditemukan pada vagal aferen di traktus gastrointestinal. Sekitar 40 tahun lalu dikatakan
bahwa NK1 Secara efektif dapat mengatasi stimulus emetic secara luas. Namun saat in di
beberapa penelitian, pemberian 200 mg mengurangi kejadian muntah postoperative dari 50%
menjadi 10%. 4
Page 12
mL/kg setelah puasa dan stimulasi dari P6 dengan akupuntur pada pergelangan tangan. 3
Pemberian profilaksis pada setiap pasien masih menjadi kontroversi, dan masih perlu
dilakukan penilaian dari segala aspek multifactor untuk dapat menerima profilaksis. Terapi
yang baik untuk menangani mual dan muntah pasca operasi yaitu dilakukan pada kurang dari
24 jam.1,3
Page 13
BAB III
KESIMPULAN
Mual dan muntah pasca operasi menunjukkan 20 - 30 % angka kejadian pada pasien.
Angka kejadiannya lebih kurang 1/3 dari seluruh pasien yang menjalani operasi atau terjadi
pada 30% pasien rawat inap dan sampai 70% pada pasien rawat inap yang timbul dalam 24
jam pertama.
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme
patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama
adalah pusat muntah, kumpulan saraf - saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf
-saraf ini menerima input dari chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema , sistem
vestibular, nervus vagus, sistem spinoreticular, dan nukleus traktus solitaries.
Ada beberapa golongan obat yang biasa digunakan untuk menangani mual dan
muntah pasca operasi, seperti dopamine antagonis (metoclopramide 0.15 mg/kg), histamin
antagonis, antikolinergik, serotonin antagonis (ondansetron, granisetron, dolasetron),
dexametason, neurokinin antagonis. Namun ondansetron adalah antogonis serotonin pertama,
dan merupakan pilihan untuk keluhan mual dan muntah. Dan memiliki efek samping yang
lebih sedikit. Penggunaan selective 5-hydroxytryptamine (serotonin) receptor 3 (5-HT 3)
anatagonis seperti ondansetron 4 mg ( 0.1 mg/kg pada anak), granisetron 0.01 - 0.04 mg/kg,
dan dolasetron 12.5 mg (0.035 mg/kg pada anak) juga secara aktif dapat mencegah PONV
dan dalam terapi PONV. Pemberian dexametason juga berperan efektif dalam meningkatkan
penurunan terjadinya PONV dengan dosis 4 - 10 mg.
Page 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Christian CA. Post operative Nausea and Vomiting. In: Miller DR, Eriksson LI, Fleisher
LA, Kronish JPW, Young WL, editors. Miller's Anesthesia. Seventh Edition. Volume
Two. San Fransisco: Elsevier; 2010. P 2729-51.
2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Yanuar L, Hartanto H,
Novriati A, Wulandari N, editor. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008. P865-6.
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Postanesthesia Care. In: Clinical Anesthesiology.
Fourth Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2006. P1005-8.
4. Sadosty AT, Browne BJ. Vomiting Diarrhea and Constipation. In: Tintinalli JE, Kelen
GD, Stapczynski JS, editors. Emergency Medicine A Comprehensive Study Guide. Fifth
Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2000. P567-8.
5. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2006. P421-2.
6. Carl E. Rosow CE, Haspel KL, Smith SE, Grecu L. Haloperidol Versus Ondansetron for
Prophylaxis of Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg. 2008;106:1407-9.
7. Gan TJ, Meyer T, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Eubanks S, Kovac A, et al. Consensus
Guidelines for Managing Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg. 2003; 97:
62-71.
8. McCracken G, Houston P, Lefebvre G. Guideline for the Management of Postoperative
Nausea and Vomiting. J O G C Juillet. July 2008; 209: 600 - 7.
9. Pierre S, Benais H, Pouymayou J. Apfel's simplified score may favourably predict the
risk of postoperative nausea and vomiting. Can J Anesth. 2002; 49 (3): 237 - 42.
10. Bosch JE, Bonsel GJ, Moons KG. Effect of Postoperative Experiences on Willingness to
Pay to Avoid Postoperative Pain, Nausea, and Vomiting. Anesthesiology.
2006;
104:1033-9.
Page 15