Anda di halaman 1dari 15

Mual dan Muntah Pasca Operasi

BAB I
PENDAHULUAN

Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri


dari isinya ketika hampir semua bagian traktur gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat
mengembang, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang berlebihan dari
duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah.2
Mual dan muntah pasca operasi atau post operative nausea and vomiting (PONV)
dapat disebabkan oleh beberapa jalur yaitu sistem saraf perifer, dan reseptor dari sistem saraf
pusat, meskipun penyebab pastinya belum diketahui. Mual muntah pasca operasi atau Post
operative nausea and vomiting (PONV) adalah efek samping yang sering terjadi setelah
tindakan anestesi.1
Mual dan muntah pasca operasi menunjukkan 20 - 30 % angka kejadian pada pasien.
Angka kejadiannya lebih kurang 1/3 dari seluruh pasien yang menjalani operasi atau terjadi
pada 30% pasien rawat inap dan sampai 70% pada pasien rawat inap yang timbul dalam 24
jam pertama.3,8,9
Ada beberapa golongan obat yang biasa digunakan untuk menangani mual dan
muntah pasca operasi, seperti dopamine antagonis, histamin antagonis, antikolinergik,
serotonin antagonis, dexametason, dan neurokinin antagonis. Namun ondansetron adalah
antogonis serotonin pertama, dan merupakan pilihan untuk keluhan mual dan muntah. Dan
memiliki efek samping yang lebih sedikit. Penggunaan selective 5-hydroxytryptamine
(serotonin) receptor 3 (5-HT3) anatagonis seperti ondansetron 4 mg ( 0.1 mg/kg pada anak),
granisetron 0.01 - 0.04 mg/kg, dan dolasetron 12.5 mg (0.035 mg/kg pada anak) juga secara
aktif dapat mencegah PONV dan dalam terapi PONV. Pemberian dexametason juga berperan
efektif dalam meningkatkan penurunan terjadinya PONV dengan dosis 4 - 10 mg.

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 1

Mual dan Muntah Pasca Operasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi Mual dan Muntah


Etiologi muntah pada PONV merupakan multifaktorial. Faktor - faktornya bisa
diklasifikasi berdasarkan sikuensi keterpaparan pasien yaitu :
1. Faktor - faktor pasien1
a. Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 - 51% pada
umur 6 - 16 tahun dan 14 - 40% pada dewasa.
b. Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 - 4 kali lebih mungkin dibandingkan
laki - laki, kemungkinan karena hormon perempuan.
c. Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik
karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat - obat anestesi atau
produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos.
d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin terkena
PONV
e. Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan menambah
resiko terjadinya PONV
f. Perokok : merokok mempengaruhi angka kejadian PONV, pada pasien dengan status
bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV
2. Faktor - faktor preoperatif1
a. Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan meningkatkan
insiden PONV
b. Ansietas : stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah
c. Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial, obstruksi saluran
pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan kemoterapi.
d. Pre medikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan mengurangi tonus
esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan menurunkan motilitas pencernaan.
Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel - sel chromaffin dan
Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 2

Mual dan Muntah Pasca Operasi

terlepasnya ADH.
3. Faktor - faktor intraoperatif1
a. Faktor anestesi:

Intubasi : stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan muntah

Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan
masker bisa menyebabkan muntah

Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular

Obat - obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan
PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV
yang tinggi.

Agen inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi
karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane
dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan
yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena
kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga tengah,
stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.

b. Teknik anestesi: Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila
dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang
lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.
c. Faktor pembedahan :

Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan keparahan


PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara, laparatomi, bedah plastik,
bedah optalmik, bedah THT, bedah ginekologi.

Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV meningkat


sampai 60%).

4. Faktor - faktor post operatif 1


Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat.

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 3

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Risk-estimation for PONV by the Apfel-score9

Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah
medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan
mual dapat disebabkan oleh :
(1) impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal,
(2) impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness,
(3) impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah.
Muntah kadang terjadi tanpa didahuui dengan perangsangan prodromal mual, yang
menunjukkan hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan
perangsangan mual.2,5

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 4

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Mekanisme Mual dan Muntah


Sinyal sensoris yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esophagus,
lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian ditransmisikan oleh serabut
saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nucleus yang tersebar di batang
otak yang semuanya disebut "pusat muntah". Dari sini, impuls-impuls motorik yang
menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur saraf
kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui saraf vagus
dan simpatis ke traktus yang lebih bawah dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot
abdomen.2
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek
pertama adalah
(1) bernapas dalam
(2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas
supaya terbuka
(3) penutupan glotis untuk mencegah aliran muntah memasuki paru
(4) pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi
semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot
abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya,
sfingter esophagus bagian

bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi

lambung ke atas melalui esophagus.2,5


Jadi, aksi muntah berasal dari suatu kerja dari otot-otot abdomen bersama dengan
kontraksi dari dinding lambung dan pembukaan sfingter esophagus sehingga isi lambung
dapat dikeluarkan.2
Selain dari muntah yang disebabkan oleh rangsangan iritasi traktus gastrointestinal,
muntah juga dapat disebabkan oleh impuls saraf yang timbul pada daerah otak. Terutama
berlaku pada daerah kecil yang terletak bilateral pada dasar ventrikel keempat disebut zona
pencetus kemoreseptor untuk muntah. Perangsangan elektrik pada daerah ini dapat
menyebabkan muntah, namun yang lebih penting terutama pada penggunanaan obat-obat
tertentu, termasuk apomorfin, morfin, dan beberapa derivate digitalis, dapat secara langsung
merangsang zona pencetus kemoreseptor dan mencetuskan muntah. Destruksi daerah tersebut

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 5

Mual dan Muntah Pasca Operasi

menghambat muntah, tetapi tidak menghambat muntah yang ditimbulkan oleh rangsangan
iritasi.2,5
Telah diketahui dengan baik bahwa perubahan arah atau irama gerakan tubuh yang
cepat dapat menyebabkan muntah. Mekanisme hal ini yaitu karena gerakan merangsang
reseptor di dalam labirin vestibular pada telinga dalam, dan dari sini impuls ditransmisikan
terutama lewat jalur nuclei vestibular batang otak ke dalam serebelum, kemudian ke zona
pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah untuk menyebabkan muntah.2
Terdapat 3 stadium pada proses mual dan muntah :
1. Mual perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan
epigastrium. Terjadi peningkatan salivasimenurunnya tonus lambung, dan
peristaltik.
2. Recthing suatu usaha involunter untuk muntah, terdiri atas gerakan pernapasan
spasmodik melawan glotis dan pergerakan inspirasi dinding dada dan diafragma.
3. Muntah suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau
usus atau keduanya ke mulut. 5
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme
patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama
adalah pusat muntah, kumpulan saraf - saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf
-saraf ini menerima input dari :

Chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema

Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena
penyakit telinga tengah)

Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)

Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera


fisik)

Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)8

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 6

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.
Pada area CTZ kaya akan reseptor dopamine dan 5-hydroxytryptamine, khususnya D2
dan 5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena itu bisa terpapar oleh
stimulus - stimulus (mis: obat - obatan dan toksin). Bisa juga dipengaruhi oleh agen anestesi,
opioid dan faktor humoral (cth 5HT) yang terlepas pada saat operasi. Sistem vestibular bisa
menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah,
atau gerakan post operatif. Gerakan tiba - tiba dari kepala pasien setelah bangun
menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV.
Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke
pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga berhubungan,
terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat
muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya
seperti pusat pernafasan dan vasomotor.2,4,5

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 7

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Patofisiologi mual dan muntah1,2

Tatalaksana Mual dan Muntah Pasca Operasi


Pengunanaan propofol pada anestesia dapat mengurangi angka kejadian pada
Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 8

Mual dan Muntah Pasca Operasi

postoperative nausea and vomiting (PONV) karena propofol bekerja dengan menekan pusat
muntah. 3,10
Adapun beberapa golongan obatyang dapat digunakan dalam terapi mual dan muntah
pasca operasi, yaitu :
Dopamine Antagonists
Metoclopramide dapat diberikan untuk mencegah PONV. Ini merupakan antiemetic
yang dimedia melalui reaksi anti dopaminergik dan berhubungan dengan prokinetik.
Penggunaan dosis untuk metoclopramide yaitu 200 mg tiap 6 jam yang mana mencegah mual
dan munttah yang terinduksi dengan kemoterapi. Sayangnya penggunaan obat ini berefek
samping pada gejala ekstrapiramidal pada lebih dari 10 % pasien, yang dapat diatasi dengan
pemberian antihistamin dan benzodiazepine. Dosis lain diberikan metoclopramide 0.15
mg/kg secara intravena, namun tidak seefektif pada pemberian 5-HT 3 anatagonis, namun
dapat diberikan sebagai obat alternatif. 5-HT3 anatagonis tidak berhubungan dengan gejala
akut pyramidal (distonik) dan reaksi disforik yang mungkin dapat ditemui pada pemberian
metoclopramide atau antiemetic phenothiazine. Pemberian droperidol 0.625 - 1.25 mg (0.05 0.075 mg/kg pada anak) secara intravena dapat diberikan saat berlangsungnya operasi, dan
menurunkan kejadian PONV. Namun sayangnya pemberian droperidol mengindikasi
terjadinya QT interval dan berhubungan dengan aritmia jantung. Peringatan dari FDA (Food
and Drug Administration) masih menjadi kontroversi dan penggunaan obat ini pun tidak
terlalu digunakan. 1,3,4

Histamin Antagonis
Diphenhydramine (Benadryl) dan dimenhydrinate adalah histamine (H1) reseptor
antagonis yang diketahui efektif mengatasi morning sickness dan antikolinergik lemah
(antimuskarinik) . Cyclizine (Marezine) dan promethazine (atosil, phenergan) sama dengan
antihistamin dan antikolinergik, yang memiliki kontraindikasi pada pasien dengan glaucoma
dan hipertrofi prostat. Pemberian obat ini efektif dalam mencegah PONV. Efek samping
pemberian obat ini adalah mengantuk, retensi urin, mulut kering, penglihatan yang kabur, dan
gejala ektrapiramidal.1,3,4

Antikolinergik

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 9

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Pemberian atrofin sulfat masih dipertimbangkan. Penggunaan scopolamine secara


transdermal cukup efektif namun dapat menimbulkan beberapa kesulitan pada beberapa
pasien, seperti pada eksaserbasi glaucoma, retensi urin, dan kesulitan pada daya akomodasi
penglihatan. Efek samping pada pemberian obat ini yaitu penglihatan kabur (18%), mulut
kering (8%), pusing (2%), dan agitasi (1%).1,3

Serotonin Antagonis
Ondansetron adalah antogonis serotonin pertama, dan merupakan pilihan untuk
keluhan mual dan muntah. Dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Penggunaan
selective 5-hydroxytryptamine (serotonin) receptor 3 (5-HT3) anatagonis seperti ondansetron
4 mg ( 0.1 mg/kg pada anak), granisetron 0.01 - 0.04 mg/kg, dan dolasetron 12.5 mg (0.035
mg/kg pada anak) juga secara aktif dapat mencegah PONV dan dalam terapi PONV. Namun
pemberian obat-obat ini tidak lebih baik dari ondansetron, seperti dolasetron yang butuh
waktu 15 menit untuk mencapai onsetnya.1,3
Ondansetron

Ondansetron merupakan derivate carbazolone yang merupakan obat selective


memblock serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT3) receptor. 5- hydroxytryptamine(5-HT)
terdapat dalam jumlah besar di trombosit dan saluran gastrointestinal( enterchromaffin sel
dan plexus myenteric). 5-HT juga berperan penting dalam neurotransmitter di Central
nervous system, retina, system limbic, hypothalamus, cerebellum dan spinal cord. Banyak
type dari 5-HT ini, antara lain 5-HT2A adalah reseptor yang berpengaruh pada kontraksi otot
dan agregasi trombosit. 5-HT3 adalah reseptor yang memediasi terjadinya mual muntah yang
terdapat saluran pencernaan dan area postrema di otak. 5-HT4 adalah reseptor untuk sekresi
dan peristaltic. 5-HT6 dan 5-HT7 adalah reseptor utama pada system limbic yang berperan
penting untuk terjadinya depresi.2,3,6
Ondansetron selektif memblock reseptor serotonin 5-HT3. Reseptor 5-HT3 berlokasi
perifer( abdominal vagal afferent) dan sentral (chemoreseptot trigger zone di area postrema
Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 10

Mual dan Muntah Pasca Operasi

dan tractus nucleus solitaries) yang berperan penting dalam terjadinya mual muntah.
Serotonin dilepaskan dari sel enterocromaffin di usus kecil yang menstimulasi vagal afferent
melalui 5-HT3 dan menstimulasi terjadinya muntah. Obat ini tidak mengganggu motilitas
gastrointestinal dan sphingter oesophagus. 6
Ondansetron telah tebukti sebagai antiemetic yang efektif untuk mencegah PONV,
chemotherapy dan radiasi yang menyebabkan mual muntah. Tetapi tidak mempunyai efek
pada mual muntah yang diakibatkan oleh gangguan vestibular. Prophylaksis ini harus kita
berikan terutama kepada pasien dengan resiko tinggi terjadinya PONV untuk mengurangi
efek yang tidak diinginkan akibat mual muntah tersebut. 3,4
5-HT3 reseptor antagonis mempunyai efek samping yang lebih minimal dibandingkan
obat lain. Ondansetron tidak menyebabkan sedasi, gangguan extrapyramidal ataupun depresi
pernafasan. Efek samping yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala. Pada beberapa
kasus didapatkan gangguan irama jantung(prolong QT interval) terutama pada dolasetron. 4,6
Kontraindikasi Ondansetron adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas terhadap
obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi dalam
asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada pasien yang
mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman. 4
Dosis yang dianjurkan untuk mencegah PONV adalah 4 mg pada akhir pembedahan,
dapat diulang setiap 4-8jam. waktu paruhnya adalah 3-4 jam pada orang dewasa sedangkan
pada anak-anak dibawah 1`5 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu ondansetron baik diberikan
pada akhir pembedahan. Ondansetron di metabolisme di hati melalui proses hydroxylasi dan
konjugasi oleh enzyme cythocrome P-450. 4

Dexametason
Dexametason cukup efektif dalam mengatasi antiemetik. Pada penelitian kerja
dexametason berefek pada penghambatan dari traktus nucleus solitarii tapi tidak pada area
postrema. Banyak penelitian menjelaskan bahwa pemberian dosis dexametason yang biasa
diberikan yaitu 8 - 10 mg, namun ada juga sumber berbeda mengatakan pemberian dosisnya
yaitu 2.5 - 5 mg.4 Pemberian dexametason 4 - 10 mg (0.10 mg/kg pada anak) dapat
dikombinasikan dengan obat antiemetik lain dan efektif untuk keadaan mual dan muntah. 3

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 11

Mual dan Muntah Pasca Operasi

Neurokinin Antagonis
Subtansi P yaitu regulatori peptide yang mengikan ada neurokinin-1 (NK1) reseptor
ditemukan pada vagal aferen di traktus gastrointestinal. Sekitar 40 tahun lalu dikatakan
bahwa NK1 Secara efektif dapat mengatasi stimulus emetic secara luas. Namun saat in di
beberapa penelitian, pemberian 200 mg mengurangi kejadian muntah postoperative dari 50%
menjadi 10%. 4

Prophylactic doses and timing for the administration of antiemetics8,10

Sumber lain mengatakan bahwa penggunan 1 mg haloperidol dan 4 mg ondansetron


efektif sebagai profilaksis dalam mual dan muntah pasca operasi.6
Pada terapi nonfarmakologis PONV termasuk pemberian cairan yang adekuat yaitu 20

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 12

Mual dan Muntah Pasca Operasi

mL/kg setelah puasa dan stimulasi dari P6 dengan akupuntur pada pergelangan tangan. 3
Pemberian profilaksis pada setiap pasien masih menjadi kontroversi, dan masih perlu
dilakukan penilaian dari segala aspek multifactor untuk dapat menerima profilaksis. Terapi
yang baik untuk menangani mual dan muntah pasca operasi yaitu dilakukan pada kurang dari
24 jam.1,3

Algoritma penanganan mual dan muntah pasca operasi 7

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 13

Mual dan Muntah Pasca Operasi

BAB III
KESIMPULAN

Mual dan muntah pasca operasi menunjukkan 20 - 30 % angka kejadian pada pasien.
Angka kejadiannya lebih kurang 1/3 dari seluruh pasien yang menjalani operasi atau terjadi
pada 30% pasien rawat inap dan sampai 70% pada pasien rawat inap yang timbul dalam 24
jam pertama.
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme
patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama
adalah pusat muntah, kumpulan saraf - saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf
-saraf ini menerima input dari chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema , sistem
vestibular, nervus vagus, sistem spinoreticular, dan nukleus traktus solitaries.
Ada beberapa golongan obat yang biasa digunakan untuk menangani mual dan
muntah pasca operasi, seperti dopamine antagonis (metoclopramide 0.15 mg/kg), histamin
antagonis, antikolinergik, serotonin antagonis (ondansetron, granisetron, dolasetron),
dexametason, neurokinin antagonis. Namun ondansetron adalah antogonis serotonin pertama,
dan merupakan pilihan untuk keluhan mual dan muntah. Dan memiliki efek samping yang
lebih sedikit. Penggunaan selective 5-hydroxytryptamine (serotonin) receptor 3 (5-HT 3)
anatagonis seperti ondansetron 4 mg ( 0.1 mg/kg pada anak), granisetron 0.01 - 0.04 mg/kg,
dan dolasetron 12.5 mg (0.035 mg/kg pada anak) juga secara aktif dapat mencegah PONV
dan dalam terapi PONV. Pemberian dexametason juga berperan efektif dalam meningkatkan
penurunan terjadinya PONV dengan dosis 4 - 10 mg.

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 14

Mual dan Muntah Pasca Operasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Christian CA. Post operative Nausea and Vomiting. In: Miller DR, Eriksson LI, Fleisher
LA, Kronish JPW, Young WL, editors. Miller's Anesthesia. Seventh Edition. Volume
Two. San Fransisco: Elsevier; 2010. P 2729-51.
2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Yanuar L, Hartanto H,
Novriati A, Wulandari N, editor. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008. P865-6.
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Postanesthesia Care. In: Clinical Anesthesiology.
Fourth Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2006. P1005-8.
4. Sadosty AT, Browne BJ. Vomiting Diarrhea and Constipation. In: Tintinalli JE, Kelen
GD, Stapczynski JS, editors. Emergency Medicine A Comprehensive Study Guide. Fifth
Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2000. P567-8.
5. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2006. P421-2.
6. Carl E. Rosow CE, Haspel KL, Smith SE, Grecu L. Haloperidol Versus Ondansetron for
Prophylaxis of Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg. 2008;106:1407-9.
7. Gan TJ, Meyer T, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Eubanks S, Kovac A, et al. Consensus
Guidelines for Managing Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg. 2003; 97:
62-71.
8. McCracken G, Houston P, Lefebvre G. Guideline for the Management of Postoperative
Nausea and Vomiting. J O G C Juillet. July 2008; 209: 600 - 7.
9. Pierre S, Benais H, Pouymayou J. Apfel's simplified score may favourably predict the
risk of postoperative nausea and vomiting. Can J Anesth. 2002; 49 (3): 237 - 42.
10. Bosch JE, Bonsel GJ, Moons KG. Effect of Postoperative Experiences on Willingness to
Pay to Avoid Postoperative Pain, Nausea, and Vomiting. Anesthesiology.

2006;

104:1033-9.

Rina Dwi Indriyani (0861050108)

Page 15

Anda mungkin juga menyukai