Prinsip
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam
hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan
larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator
ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan
Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila
warna biru telah hilang.
IV. Dasar Teori
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.
Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium dan iodide
I2 + 2e
2I- dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara :
1. Cara langsung
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat
reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan
larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan
tiosulfat. (Saragih,-)
Reduktor + I2 2INa2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6
2. Cara tidak langsung
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II. Zatzat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan
membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku
natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan
zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan
larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl I2 + KCl + 2H2O
Pembakuan Larutan Na2S2O3
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan
metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan
dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat.
Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi
reaksi:
Oksidator + KI I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi,
namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat
flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu,
zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer.
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan
kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan
kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan
thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus
distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan
kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan
setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman.
Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana
asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi
netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%.
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar
amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat
titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan
pada titik akhir titrasi.
V.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
VII.
Hasil Pengamatan
Sebelum ditambahkan indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah ditambahkan H2SO4,
larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang, ditambahkan indicator kanji, dan
pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna biru. Setelah warna biru larutan titrat
hilang, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N:
Vol. titrasi 1 : 25 ml
Vol. titrasi 2 : 25,8 ml
Vol. titrasi 3 : 24,6 ml
Kadar
Iodium
I
6,3
Rata-rata
6,1
42,64 ppm
II
0,2
0,4
0,3
2,097 ppm
III
1,7
1,9
1,87
13,073 ppm
VIII. Pembahasan
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II. Zatzat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan
membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku
natrium tiosulfat. Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam
garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga
akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan
kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi
terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan
menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer,
atau dengan kalium permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan
dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat
sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan
terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini
ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah
ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi
penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam,
sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau
memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara
sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator
kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi
dengan larutan Natrium Tiosulfat.Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik
akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan
amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan
sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod
yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan
perubahannya sangat jelas. Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang.
IX. Simpulan