Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TEORI DASAR ANTENA

2.1

Umum
Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi. Awal

1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University dan
fisikawan Inggris Michael Faraday mengembangkan teori induksi. Percobaan mereka
terhadap elektromagnet membuktikan arus listrik di sebatang kawat dapat
menimbulkan

arus

di

batang

kawat

lain,

meski

keduanya

tidak

berhubungan. Tahun 1864 fisikawan Inggris lain James Clerik Maxwell,


berteori bahwa arus listrik dapat menciptakan medan magnet dan bahwa
gelombang elektromagnet bergerak dengan kecepatan cahaya. Teori Maxwell
itu

belakangan

dibuktikan

kebenarannya

oleh

percobaan

yang

dilakukan

fisikawan Jerman Heinrich Hertz, tahun 1880. Pada tahun 1886, Hertz memasang
peralatan yang sekarang diketahui sebagai sistem radio dengan antena dipole sebagai
pengirim dan antena loop segi empat sebagai penerima. Penemuan Hertz ini
dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi dengan menambah rangkaian tuning dan antena
besar yang mampu melakukan yang sangat jauh. Kemudian Guglielmo Marconi pada
1895, berhasil mengirim sinyal komunikasi radio dengan gelombang elektromagnet
sejauh 1,5 km. Tahun 1901, sinyal dari perangkat radio Marconi mampu melintasi
Samudera Atlantik dari Inggris ke Newfoundland, Kanada[1].

2.2

Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnet adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik

dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari
gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio.
Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi.
Panjang gelombang () memiliki hubungan dengan frekuensi () dan kecepatan ()
yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 :

(2.1)

Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang () yang tergantung pada
frekuensi. Panjang antena dalam meter dihitung dengan Persamaan 2.2 :

(2.2)

Kecepatan () bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa udara
(free space), maka :
v = c = 3 x 108 m/s

2.3

(2.3)

Pengertian Antena
Dalam

sejarah

komunikasi,

perkembangan

teknik

informasi

tanpa

menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa latin
antena yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata latin ini
berarti juga penyentuh atau peraba sehingga kalau dihubungkan dengan teknik
komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak gelombang
elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima. Sedangkan jika
6

sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang
elektromagnetik[2].
Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor
yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik
menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas.
Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh
sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas.
Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik
dengan menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan
penerima[2].

Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima

2.4

Parameter Parameter Antena


Parameter antena digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena

yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering
digunakan yaitu return loss, gain, pola radiasi, polarisasi, beamwidth, bandwidth,
impedansi, voltage standing wave ratio (VSWR), dan distance to fault (DTF).

2.4.1

Return Loss
Return loss adalah rasio perhitungan logaritma dengan satuan dB (decibel)

dengan perhitungan reflected power dari antena ke power energi yang dipancarkan ke
antena melalui transmission line (cable coax). Nilai return loss efektif untuk sebuah
antena pada rentang frekuensi kerja untuk beberapa sinyal adalah di antara -10 dB
dan -15 dB[3]. Hubungan return loss dengan VSWR dapat dinyatakan dengan
Persamaan 2.4 :
(1)2

= 10 10

(+1)2

Dimana :
RdB

return loss dalam satuan dB

nilai VSWR

2.4.2

(2.4)

Gain Antena
Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena

mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain
bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisik pada umumnya
seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena
itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel[4].
Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil
daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan :
Gain = G = k. D

(2.5)

Dimana :
k = efisiensi antena, 0 k 1
8

Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan
membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur
dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu[5] :
a.

b.

Ketika mengacu pada pengukuran daya (power)


= 1010

Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt)


= 2010

Gain antena biasanya diukur relatif pada :

(2.6)

(2.7)

1) dBi (relatif pada radioator isotropic)


2) dBd (relatif pada radioator dipole)
Hubungan antara dBi dan dBd adalah sebagai berikut[5]:
0 dBd = 2,15 dBi

(2.8)

Umumnya dBi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena.


Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum
antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat
dituliskan pada Persamaan 2.9 :
=

( )
( )

( )

(2.9)

Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh Persamaan 2.10 :
Gt (dB) = (Pt(dBm) Ps(dBm)) + Gs(dB)

(2.10)

Dimana :
Gt

= Gain total antena.

Pt

= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).


9

Ps

= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).

Gs

= Gain antena referensi.

2.4.3

Pola Radiasi Antena


Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik

atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di
sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan
sebagai fungsi dari koordinat directional[5]. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi
distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena atau plot 3-dimensi tingkat
penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena[3].
Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke
ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi. Gambar 2.2 menunjukkan pola
radiasi antena dalam dua dimensi dan tiga dimensi.

Gambar 2.2 Dimensi Pola Radiasi Antena

10

a. Pola Radiasi Antena Unidirectional


Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat
menjangkau jarak yang relative jauh. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum
bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena unidirectional.

a) Side View

b) Top View

Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional

b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional


Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti
bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada
umumnya mempunyai pola radiasi 3600 jika dilihat pada bidang medan magnetnya.
Gambar 2.4 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan
oleh antena omnidirectional.
Coverage
Pattern

Coverage
Pattern

Antenna

Antenna
Side View

Top View

Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional

11

2.4.4

Polarisasi Antena
Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena di mana arah elemen antena
terhadap permukaan bumi sebagai referensi arah. Dalam jaringan wireless, polarisasi
dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan sinyal yang diinginkan dan
mengurangi derau dan interferensi dari sinyal yang tidak diinginkan. Gambar 2.5
menunjukkan gambar polarisasi antena. Ada empat macam polarisasi antena yaitu
polarisasi vertikal, polarisasi horizontal, polarisasi circular dan polarisasi cross[6].
E

M
T

Gambar 2.5 Polarisasi Antena

a. Polarisasi Vertikal
Antena dikatakan berpolarisasi vertikal jika elemen antena vertikal terhadap
permukaan tanah. Polarisasi vertikal banyak digunakan pada jaringan wireless[6].
Gambar 2.6 menunjukkan polarisasi vertikal.

Gambar 2.6 Polarisasi Vertikal


12

b. Polarisasi Horizontal
Antena dikatakan berpolarisasi horizontal jika elemen antena horizontal
terhadap permukaan tanah. Polarisasi horizontal digunakan pada beberapa jaringan
wireless[6]. Gambar 2.7 menunjukkan polarisasi horizontal.

Gambar 2.7 Polarisasi Horizontal

c. Polarisasi Circular
Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless. Pada
antena berpolarisasi circular, medan elektromagnetik berputar secara konstan
terhadap antena[6]. Gambar 2.8 menunjukkan polarisasi circular.
direction of
propagation

z
Field
Note the 900
Phase difference
y
x

Gambar 2.8 Polarisasi Circular


Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara
membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan elektromagnetik
13

pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika meninggalkan antena.
Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar berlawanan arah jarum jam
ketika meninggalkan antena.

d. Polarisasi Cross
Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi
horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau
sebaliknya[6]. Gambar 2.9 menunjukkan polarisasi cross.

Gambar 2.9 Polarisasi Cross


2.4.5

Beamwidth Antena
Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio

utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama[6].
Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut :

Dimana :

21,1
.

(2.11)

B = beamwidth (derajat)
= frekuensi (GHz)

d = diameter antena (m)

14

Gambar 2.10 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe,
nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang (back lobe,
nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh
titik-titik daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First
Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang di antara dua arah pada main
lobe yang intensitas radiasinya nol[7].

Gambar 2.10 Beamwidth Antena

2.4.6

Bandwidth Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu

dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena
dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan
gelombang pada band frekuensi tertentu[7]. Bandwidth antena dapat ditunjukkan
seperti pada Gambar 2.11.
26 MHz

83,5 MHz

125 MHz

Gambar 2.11 Bandwidth Antena


15

Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah
sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di
bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut adalah[6] :
% =

2 1

100%

(2.12)

Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan


untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band).
Sedangkan untuk band yang lebar (broadband) biasanya digunakan definisi rasio
antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.

2.4.7

Impedansi Antena
Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan elektrik

terhadap medan magnetik pada suatu titik[4]. Dengan kata lain pada sepasang
terminal maka impedansi antena bisa didefinisikan sebagai perbandingan antara
tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.
ZT =

V
I

(2.13)

Dimana :
ZT = impedansi terminal
V = beda potensial terminal
I = arus terminal

16

2.4.8

Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)


Pada saat sinyal merambat ke arah tertentu dalam saluran transmisi, maka

perbandingan antara tegangan dan arus sinyal dapat dipandang sebagai impedansi
karakteristik saluran. Perbandingan antara level tegangan yang datang menuju beban
dan yang kembali ke sumbernya disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang
dinyatakan dengan simbol .
Harga koefisien pantul ini dapat bervariasi antara 0 sampai 1. Jika bernilai 0
artinya tidak ada pantulan dan jika bernilai 1 artinya sinyal yang datang ke beban
seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya. Hal ini dinyatakan dalam Persamaan
2.14[9] :
=

V
V+

(2.14)

Hubungan antara koefisien refleksi ( ), impedansi karakteristik (ZL), dan


impedansi beban (Z0) dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.15 :
=

ZL Zo
ZL + Zo

(2.15)

Pantulan daya pada saluran yang direpresentasikan dengan adanya tegangan


pantul dan arus pantul di sepanjang saluran akan bertemu dengan gelombang datang
dan menimbulkan gelombang resultan yang disebut dengan gelombang berdiri
(standing wave). Gelombang berdiri memiliki tegangan maksimum dan minimum
dalam saluran yang besarnya tergantung pada tegangan maupun arus pantul. Secara
sederhana VSWR dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.16 :
VSWR =

Vmax
Vmin

(2.16)

17

VSWR yang berlebihan dapat menyebabkan masalah yang serius dalam


frekuensi radio. Nilai VSWR yang seimbang untuk sebuah antena harus berada pada
nilai antara 1 2 untuk beberapa level sinyal sesuai frekuensi kerja antena
tersebut[9]. VSWR juga dapat dinyatakan dalam decibel seperti pada Persamaan 2.17
berikut:
VSWR = 20 log (VSWR)

2.4.9

(2.17)

Distance to Fault (DTF)


Distance to fault (DTF) merupakan parameter analisis kegagalan dari sebuah

antena dan layanan saluran transmisi. Perhitungan parameter ini menggunakan sistem
Frequency Domain Reflectometry (FDR)[10]. Sistem FDR menggunakan frekuensi
radio (RF). Distance to fault (DTF) dapat menampilkan frekuensi radio dari return
loss atau SWR berbanding dengan jaraknya. Efek dari sambungan yang buruk,
kerusakan kabel, atau kesalahan antena dapat dengan cepat diidentifikasi berdasarkan
jarak yang ditampilkan pada alat ukur.
Bila DTF dibandingkan dengan VSWR berarti pada jarak tertentu seperti pada
pembacaan pada alat ukur menunjukkan nilai VSWR-nya. Bila antena memiliki nilai
DTF sebesar 1,5 untuk jarak 0,20 m berarti pada jarak 0.20 m dihitung 0 m dari titik
alat ukur ke ujung kabel hingga ke antena didapat nilai VSWR sebesar 1,5. Semakin
tinggi nilai VSWR-nya maka semakin buruk kinerja dari antena yang dibuat.
2.5

Jenis Jenis Antena


Beberapa jenis antena yang dipakai secara umum yaitu Antena Isotropis dan

Antena Directional.
18

2.5.1

Antena Isotropis
Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala

arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola
radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan
hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisis struktur antena
yang lebih kompleks. Gambar 2.12 menunjukkan gambar pola radiasi antena
isotropis.

Gambar 2.12 Pola Radiasi Antena Isotropis


2.5.2

Antena Directional
Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena

unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang


memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena
omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah.

2.5.2.1 Antena Unidirectional


Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah. Hal
ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena unidirectional
mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih baik dibandingkan jenis-jenis antena
19

lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak digunakan
untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena
mampu mendapatkan sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh.
Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth
kecil.

Hal

ini

menguntungkan

karena

kecilnya

beamwidth

menyebabkan

berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan
(aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti
semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut. Beberapa macam antena
unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena helix, antena logperiodic dan lain lain. Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa contoh antena
unidirectional.

Gambar 2.13 Contoh Antena Unidirectional

2.5.2.2 Antena Omnidirectional


Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah
dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena
omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan
pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis
20

ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya
digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada
pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis
ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang melebar. Direktivitas antena
omnidirectional

berada

dalam arah

vertikal.

Bentuk

pola

radiasi

antena

omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat


berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia
polarisasi horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan
sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks. Contoh antena
omnidirectional antara lain antena dipole, antena brown, antena coaxial, antena
super-turnstile, antena groundplane, antena collinear, antena slotwave guide dan lainlain. Gambar 2.14 memperlihatkan beberapa contoh antena omnidirectional.

Gambar 2.14 Contoh Antena Omnidirectional

2.6

Material
Banyak desain antena membutuhkan pemilihan bahan dielektrik yang sesuai.

Kekuatan, berat, konstanta dielektrik, dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan


adalah parameter utama yang harus diperhatikan.
21

2.6.1

Dielektrik
Bahan dielektrik dapat didapatkan dalam proporsi bentuk dipasaran. Keramik,

kaca, plastic, styrofoom adalah beberapa yang termasuk dalam kategori dielektrk.
Bahan ini digunakan secara luas sebagai segel untuk komponen gelombang mikro dan
sekat pada reflektor. Bahan ini biasanya digunakan untuk aplikasi dengan daya yang
rendah. Untuk aplikasi dengan daya yang tinggi bisa menggunakan semua dielektrik
kecuali keramik. Plastik yang diperkuat juga digunakan secara luas sebagai penyusun
antena, feeder dan mounting surface.

2.6.2

Logam
Pada saat ini tembaga, kuningan dan alumunium adalah logam penyusun

paling penting pada antena. Jika berat bukan merupakan pertimbangan utama, maka
kuningan dan tembaga merupakan pilihan yang dapat digunakan secara luas. Salah
satu keunggulan kedua logam ini adalah dapat dibentuk dengan mudah tanpa perlu
menggunakan peralatan yang khusus. Alumunium memiliki kemampuan yang sama
bahkan melebihi kedua logam diatas kecuali dalam hal plating. Alumunium memiliki
struktur yang lebih ringan daripada tembaga dan kuningan.

2.7

Antena Dipole
Salah satu bagian penting dari suatu pemancar radio adalah antena. Antena

adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari transmitter dan
memancarkannya sebagai gelombang radio. Antena tersebut berfungsi pula
sebaliknya yaitu menerima gelombang radio dan meneruskan gelombang listrik ke
22

receiver. Kuat tidaknya pancaran yang sampai di pesawat lawan bicara atau baik
buruknya penerimaan sinyal tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah
kondisi propagasi, faktor kedua adalah posisi antena beserta lingkungannya, faktor
ketiga adalah kesempurnaan antena. Untuk pancaran ada faktor keempat yaitu besar
bandwidth pancaran dan faktor kelima adalah masalah power.
Sebatang logam yang panjangnya akan beresonansi dengan baik bila ada
gelombang radio yang menyentuh permukaannya. Jadi bila pada ujung coax bagian
inner disambung dengan logam sepanjang
dan

outernya di-ground, ia akan

menjadi antena. Antena semacam ini hanya mempunyai satu pole dan disebut
monopole. Apabila outer dari coax tidak di-ground dan disambung dengan seutas
logam sepanjang lagi menjadi antena dengan dua pole dan disebut dipole .
Antena dipole bisa terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga
dengan dua kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded
dipole, bisa juga terdiri atas 3 kawat yang ujung-ujungnya disambung dinamakan
three wire folded dipole. Berbagai macam cara untuk memasang antena tergantung
dari tersedianya space yang dapat digunakan untuk memasangnya. Antena single
wire dipole dapat dipasang horizontal (sayap kiri dan kanan sejajar dengan tanah),
dapat pula dipasang dengan konfigurasi inverted V (seperti huruf V terbalik), dengan
konfigurasi V (seperti huruf V), konfigurasi lazy V (ialah berbentuk huruf V yang
tidur) atau dapat juga konfigurasi sloper (miring)[8]. Antena Monopole dan Dipole
dapat dilihat pada Gambar 2.15.

23

Gambar 2.15 Antena Monopole dan Dipole


Antena Dipole adalah antena yang paling banyak disukai oleh para pembuat
radio karena beberapa kelebihannya, yaitu murah, efisien, mudah dibuat cukup
memakai kawat tembaga atau sejenisnya, broadband, dan lain sebagainya. Antena
Dipole sebenarnya merupakan sebuah antena yang dibuat dari kawat tembaga dan
dipotong sesuai ukuran agar beresonansi pada frekuensi kerja yang diinginkan. Kawat
yang dipakai sebaiknya minimal ukuran AWG (American Wire Gauge) diameter 2
mm. Lebih besar akan lebih baik secara kekuatan mekanik.
Agar dapat beresonansi, maka panjang total sebuah Dipole (L) adalah 0,5 x
K, dimana adalah panjang gelombang di udara dan K adalah velocity factor pada
kawat tembaga. Untuk ukuran kawat tembaga yang relatif kecil (hanya berdiameter
beberapa mm) jika dibandingkan setengah panjang gelombang, maka nilai K diambil
sebesar 0,95 dan cukup memadai sebagai awal mulai. Sehingga rumus untuk
menghitung total panjang sebuah antena dipole adalah sbb :
= 300/f

(2.18)

L = 0,5 x K x

(2.19)

Dimana :
f = frekuensi kerja yang diinginkan.
= panjang gelombang di udara.
24

L = panjang total antena dipole.


K = velocity factor yang diambil sebesar 0,95.

Antena dipole sebenarnya balance sehingga sebaiknya diumpan melalui


sebuah BALUN (singkatan dari BALance - UNbalance) setelah sebelumnya sinyal
radio melalui kabel coaxial dari transceiver. Dengan memakai BALUN, maka
beberapa kelebihannya adalah :
a. Performance antena dipole dapat ditingkatkan.
b. Mengurangi TVI (Interferensi ke Televisi).
c. Mengurangi unbalance current.
d. Mengurangi radiasi yang tidak diinginkan.

Walaupun antena dipole termasuk balance, jika dipasang tanpa BALUN pun,
antena dipole tsb masih bisa bekerja cukup baik. Antena dipole yang sering
digunakan adalah antena dipole setengah gelombang. Panjang antena dipole tunggal
adalah pada frekuensi operasi yang mempunyai titik feeder di tengah, impedansi
input yang sesuai, dan mempunyai pola radiasi berbentuk angka delapan terhadap
arah depan kawat[8], dapat dilihat pada Gambar 2.16.

25

(a)

(b)

(c)
Gambar 2.16 Arus, Tegangan dan Pola Radiasi Pada Antena Dipole
(a). Gelombang berdiri arus dan tegangan pada saluran terbuka
(b).Gelombang berdiri arus dan tegangan pada sebuah dipole
(c). Radiasi dipole dibandingkan dengan dipole hertz.
2.7.1

Komponen Pada Antena Dipole


Dalam pembuatan atau perancangan suatu antena diperlukan suatu komponen

penunjang yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan
digunakan. Berikut penjelasan dari komponen yang diperlukan dalam pembuatan
antena dipole.

2.7.1.1 Panjang Antena Dipole


Panjang antena dipole adalah pada frekuensi operasi yang mempunyai
titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai. Gambar 2.17 menunjukkan bagian
antena dipole[8].

26

Gambar 2.17 Antena Dipole


2.7.1.2 Bahan Antena Dipole
Untuk analisis yang dilakukan dalam pengujian antena dipole, dipakai
beberapa bahan pembuat sebagai perbandingannnya. Bahan logam yang dipakai
dalam perbandingan yaitu perak, tembaga, emas, aluminium, kuningan dan besi.
Salah satu parameter yang diperlukan yaitu nilai konduktivitas dan luas penampang
dari bahan tersebut. Bahan antena yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.1[8].

No

Tabel 2.1 Bahan Antena


Bahan
Konduktivitas ()

Perak

6,17 x 107 /m

Tembaga

5,80 x 107 /m

Emas

4,10 x 107 /m

Aluminium

3,82 x 107 /m

Kuningan

1,50 x 107 /m

Besi

1,03 x 107 /m

Di antara bahan-bahan di atas dipilih bahan aluminium dan tembaga sebagai bahan
yang umum digunakan dalam pembuatan antena. Aluminium dan tembaga dipilih
karena memiliki konduktivitas yang bagus dan bahannya mudah didapat.

27

2.7.2

Parameter Antena Dipole


Parameter yang bisa mempengaruhi kualitas antena dipole, antara lain

impedansi, beamwidth, direktivitas, gain, dan panjang fisik antena :


a. Impedansi antena diketahui dari Persamaan 2.20 :

1
2

(2.20)

b. Beamwidth (lebar berkas) pada suatu pola radiasi antena merupakan besar
sudut antena antara 2 buah titik pada pola radiasi, yang mempunyai rapat
daya (-3dB) dari nilai rapat daya maximum.
c. Direktivitas (keterarahan) ialah perbandingan intensitas radiasi maksimum
(U(,)max) dengan intensitas radiasi rata-rata (Uav).
d. Gain (G), dengan nilai k (faktor efisiensi) ditentukan, misalnya 0,9. Nilai
Gain atau penguatan antena dihasilkan dari Persamaan (2.5).
G=kxD

(2.21)

k adalah faktor efisiensi antena (0 k 1).


e. Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang () yang
tergantung pada frekuensi.
Menentukan Panjang Fisik Antena Dipole Tunggal
Panjang fisik setengah gelombang pada Persamaan (2.2) dan untuk
panjang gelombang sesuai dengan Persamaan (2.1) dapat dihitung untuk
panjang antena dipole yang beroperasi pada frekuensi :
1. 3 MHz (pada siaran AM) dapat dihitung yaitu :
Untuk f = 3MHz, maka :

28

3 108
3

106

= 100 meter , maka l =

100
2

= 50 meter.

2. 300 MHz (pada siaran FM) dapat dihitung yaitu :


Untuk f = 300 MHz, maka :

3 108

300

106

= 1 meter , maka l =

1
2

= 0,5meter = 50 cm

3. 10 GHz (pada band microwave) dapat dihitung yaitu :


Untuk f = 10 GHz, maka :
3 108

= 10 109 = 0,03 meter , maka l =


2.7.3

0,03
2

= 0,015 meter = 1,5 cm

Pola Radiasi Pada Antena Dipole


Pola radiasi merupakan gambaran sifat-sifat radiasi (medan jauh) oleh suatu

antena. Pola radiasi terjadi karena arus listrik dalam suatu kawat selalu dikelilingi
oleh medan magnetis. Arus listrik bolak balik (alternating current) menyebabkan
muatan-muatan listrik bebas dalam kawat akan mendapat percepatan sehingga timbul
suatu medan elektromagnetik bolak balik yang akan berjalan menjauhi antena dalam
bentuk gelombang elektromagnetik dan terbentuklah medan elektromagnetik[8].
Daerah medan antena yang mempunyai kriteria jarak minimum pengamatan medan
jauh dihasilkan dari Persamaan 2.22[8].

Dimana:

2.2

(2.22)

r = jarak minimum pengamatan medan jauh (m)

29

Batas maksimum daerah medan jauh ini tak terhingga. Pola radiasi dapat
digambarkan dengan sistem koordinat 3 dimensi sebab pola radiasi antena itu
berbentuk 3 dimensi pula, seperti Gambar 2.19[8].

Gambar 2.18 Koordinat-koordinat Bola (spherical coordinates)

Gambar 2.19 menunjukkan bahwa posisi masing-masing koordinat bola (r,,) bisa
digunakan untuk menggambarkan pola radiasi pada suatu jarak tertentu (r) dari
antena. Pola radiasi sering digambarkan dengan pola dua dimensi dengan koordinat
kutub maupun koordinat xy (absis : x, ordinat : y), seperti pada Gambar 2.20[8].

(a)

(b)

a) Polar plot/koordinat kutub

b) Rectangular plot / koordinat-xy

Gambar 2.19 Pola Radiasi Antena dalam Dua Dimensi

30

Pada umumnya, pola radiasi antena mempunyai berkas atau cuping utama
(major lobe) maupun berkas atau cuping pada arah yang lain (minor lobe). Major
lobe adalah berkas yang arah radiasinya ke depan (arah tujuan). Sedangkan minor
lobe ialah berkas radiasi yang sebenarnya tidak diinginkan, yaitu berkas yang berada
di sebelah major lobe (disebut side lobe) dan berkas yang berlawanan dengan major
lobe (disebut back lobe).

31

Anda mungkin juga menyukai