Disusun oleh :
Tiara Anisa Budi L (191331030)
Zahra Nabila Putri (191331032)
Instruktur :
Asep Barnas Simanjuntak, BSEE., MT.
Hanny Madiawati, S.ST., MT.
II. Tujuan
1. Membuat antena setengah lambda menggunakan software simulator CST Design
Environment.
Karakteristik antena dapat dilihat dari pola radiasinya, yaitu pola penyebaran energi
gelombang elektromagnetik ke udara (di sisi transmiter), atau pola tang-kap energi
gelombang elektromagnetik dari udara (di sisi penerima). Sistem komunikasi point-to-
point misalnya, sistem antenanya akan mempunyai pola radiasi yang sempit mengarah
pada satu arah ke depan tanpa terdapat pola radiasinya yang ke belakang. Sebaliknya,
untuk sistem penyiaran, sistem antenanya harus mempunyai pola radiasi mengarah ke
semua arah dengan sama rata atau yang disebut dengan omnidirectional.
Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila yang
digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power pattern) apabila yang
digambarkan poynting vektor.
1. Isotropis
Isotropis adalah arah pancaran antena ke berbagai arah dengan energi sama besar pada
seluruh bidang. Pola radiasi antena isotropis dalam tiga dimensi bentuk pola radiasinya
seperti bola. Antena isotropis ini merupakan jenis antena ideal dan secara teoritis
dijadikan sebagai referensi dalam pengukuran antena lain namun tidak mungkin
direalisasikan karena dalam hal ini antena sebagai titik.
3. Omnidirectional
Omnidirectional adalah pola radiasi yang terbentuk karena antena memancarkan atau
menerima gelombang elektromagnetik pada satu bidang sama besar, seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.5 dan 2.6. Umumnya antena omni-directional ini
digunakan untuk antena-antena jenis broadcast.
• Antenna Dipole
Struktur dasar antena adalah sebuah dipol pendek (short dipole), yaitu tersusun
dari dua potong logam, padat atau berlubang, yang terbentang masing-masing
sepanjang seperempat λ dimana dari ujung keduanya yang berdekatan merupakan
input daya yang berasal dari pemancar. Karena ukuran panjangnya, maka struktur
antena ini disebut de-ngan half-dipole. Struktur tersebut ditunjukkan pada gambar 1.1
Ukuran ½λ merupakan ukuran teoritis antena tersebut yang dinamakan free space
halfwavelength, yang dapat ditentukan besarnya dari hubungan,
c
lteoritis = ½ meter......................................(1)
f
dimana :
c = kecepatan rambat cahaya di ruang hampa = 3 x 108 m/det
f = frekuensi kerja sinyal, Hz
Pada kenyataannya panjang fisik antenna dipole tidak sesuai dengan frekuensi
kerja berdasarkan hubungan rumus tersebut. Hal ini dikarenakan terdapat factor lain
yang mempengaruhi yaitu diameter antenna. Ukuran fisik sebenarnya dari antena
tersebut kurang dari nilai yang dinyatakan pada rumus (1) diatas, melainkan harus
dikalikan dengan faktor koreksi, K, yang besarnya tergantung pada ukuran diameter
bahan konduktor antena (rod), atau,
Nilai dari return loss yang baik adalah di bawah -9,54 dB, nilai ini diperoleh untuk
nilai VSWR ≤ 2 sehingga dapat dikatakan nilai gelombang yang direfleksikan tidak
terlalu besar dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau dengan kata lain,
saluran transmisi sudah matching. Nilai parameter ini menjadi salah satu acuan untuk
melihat apakah antenna sudah dapat bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau
tidak.
• Penguatan
Gain (penguatan) suatu antena merupakan perbandingan antara intensitas radiasi
maksimum suatu antena terhadap intensitas radiasi maksimum suatu antena referensi
dengan daya yang masuk pada kedua antena adalah sama. Gain juga merupakan
parameter yang menentukan besarnya sebuah atenna yang akan momfokuskan energy
pancar. Gain dapat dihitung dengan :
V. Langkah Percobaan
1. Menginstal aplikasi CST pada PC atau Laptop.
2. Jika proses instalasi sudah selesai. Buka aplikasi CST.
3. Pilih New Project, lalu pilih MW&RF&Optical, Antennas, lalu klik next.
4. Pilih workflow ‘Wire’, ‘Time Domain’, klik next. Pilih unit dimensi, frekuensi, waktu,
dan lain-lain sesuai kebutuhan. Karena pada praktikum ini dibuat menggunakan
frekuensi 710 MHz, maka pada pilihan frequency, pilih MHz.
5. Masukkan rentang nilai frekuensi minimal dan maksimal (600-820 MHz) lalu ceklis
E-Field, H-Field, dan Farfield.
6. Klik selesai.
VI. Data Hasil Praktikum
Parameter Antena
λ= 211,12 λ= 193
Return Loss -15,32 dB -15,04
VSWR 1,413 1,429
Gain 2,202 dB 2,113 dB
Pola
Omnidirectional
Radiasi
Tabel 6.1 Hasil Praktikum
VII. Analisis
Pada praktikum kali ini yaitu membuat antenna dipole 𝜆/2 dengan nilai radius 1,5 dan
feedline sebesar 10. Frekuensi kerja antenna diberikan sebesar 710 MHz, dengan nilai
setengah lambdanya yaitu 211, 12 mm. Nilai 𝜆/2 dapat diperoleh dengan menggunakan
𝑐
rumus 𝜆 = 𝑓 dimana c adalah kecepatan cahaya yang bernilai 3 x 10 8 m/s, kemudian nilai
𝜆/2 dapat dihitung menggunakan calculator wavelength seperti yang terdapat pada
gambar 7.1.
Gambar 7.1 Nilai 𝜆/2
Setelah memasukan nilai parameter radius, length dan feedline, maka selanjutnya dapat
membuat antenna dengan mengklik bagian Modelling, lalu pilih cylinder, dan beri nama
‘DIPOLE’ dengan orientasi pada sumbu Z, diberikan outer radius sebesar 1,5 dan
masukkan nilai Zmin dengan -L/2 dan Zmax dengan L/2, dan material nya adalah PEC,
kemudian klik OK. Dapat dilihat pada gambar 7.2 akan terdapat sebuah silinder di dalam
kubus.
Gambar 7.2 Membuat Antenna Dipole
Hal yang dilakukan selanjutnya adalah membuat feed yang terletak di dalam antenna
yang akan dipotong, dengan cara mengklik kembali cylinder, kemudian beri nama
‘FEED’ yang berorientasi di sumbu Z dengan outer radius adalah R. setelah itu masukkan
nilai Zmin yaitu -F/2 dan nilai Zmax dengan F/2, dan materialnya adalah Vacuum, lalu
klik OK. Pada gambar akan terlihat terdapat bagian kecil pada antenna yang telah dibuat,
bagian ini merpakan feed yang dibutuhkan.
Setelah feed dibuat, untuk memotong bagian feed klik DIPOLE pada bagian component,
lalu pilih Boolean, kemudian klik insert dan pilih object feed kemudian enter. Maka dapat
dilihat pada gambar 7.4.
Gambar 7.4 Memotong Bagian Feed
Kemudian klik bagian picks pada modeling lalu pilih pick edge, dan pilih bagian feeds
yang akan dipotong, dapat dilihat pada gambar 7.5. Kemudian pada bagian simulation klik
discreate port lalu klik OK.
Kemudian mengatur feed monitor pada bagian E-Field, H-Field, Farfield, dan Fieldsource
untuk frekuensi sebesar 710 Mhz, klik apply terlebih dahulu lalu OK.
Selanjutnya jika semua nilai parameter diatur, maka simulasi dapat dijalankan dengan cara
mengklik ‘Start simulation’ pada menu Home. Dibutuhkan waktu beberapa saat dalam
prosesnya, setelah proses running selesai, maka dapat dilihat parameter antenna yang dicari
yaitu, nilai return loss, nilai VSWR, nilai Gain (Penguatan) dan pola radiasi antenna. Untuk
melihat Return loss, pilih bagian 1D-result, S-Parameters, lalu klik S1-1. Tampilannya
akan seperti gambar 7.7. Pada gambar terlihat grafik yang menunjukkan S-parameters
antenna yang telah dibuat yaitu sebesar -6,876488 dB dengan frekuensi kerja sebesar 710
MHz.
Kemudian kita dapat melihat nilai return loss pada lambda sebesar 211,12 dengan cara
menggeser garis S1,1, seperti pada gambar 7.8. dapat dilihat return loss-nya terjadi pada
frekuensi 646,6 MHz, hal ini tidak sesuai dengan frekuensi yang kita gunakan yaitu sebesar
710 MHz. Kita dapat juga melihat nilai dari VSWR yaitu sebesar 1,413 pada gambar 7.9,
dengan cara pilih bagian 1D-Result, lalu pilih bagian VSWR.
Setelah itu, kita dapat melihat pola radiasi dan nilai penguatan pada antenna dengan cara
mengklik bagian 1D-Structure lalu klik Farfields. Pilih farfields sesuai dengan frekuensi
kerjanya, yaitu 710 MHz. Untuk melihat bagian antenna pada farfields, klik bagian farfield
plot lalu centang show structure dan farfield transparent.
Gambar 7.11 Farfield Antenna secara 3D H-Plane
Besarnya nilai penguatan (Gain) pada antenna dapat dilihat pada gambar yaitu sebesar 2.202
dB.
Gambar 7.13 Gain pada Antenna
Pola radiasi di sekitar antenna adalah omnidirectional yaitu antenna memancarkan arahnya
menuju ke sekelilingnya dengan sama besar. Pada gambar 7.14 terdapat gambar pola radiasi.
Pada return loss frekuensinya berbeda jauh dari frekuensi aslinya, maka kita dapat
memperbesar atau memperkecil nilai L untuk mendapatkan return loss dan VSWR yang
mendekati nilai frekuensi sebesar 710 MHz. Pada gambar 7.16 terdapat grafik return loss
dengan L yang diperbesar dan diperkecil. Pada L yang diperbesar dengan gelombang
berwarna hijau, ketika nilai L sebesar 225 mm, return loss yang didapat sebesar -15,41 pada
frekuensi 609,7 MHz. Dapat dilihat bawah return loss menjauhi frekuensi, maka lambda
diperbesar frekuensi akan menjadi kecil.
Selanjutnya pada gambar 7.19 dengan lambda yang diperkecil yaitu sebesar 193 mm, dengan
gelombang berwarna biru. Return loss yang didapatkan sebesar -15,046 dB pada frekuensi
709, 17 MHz. Ketika nilai L diperkecil maka frekuensi akan membesar, dapat dilihat bahwa
frekuensi 709,17 MHz mendekati 710 MHz dengan return loss yang sedikit lebih besar dari
yang lainnya. Dan pada gambar 7.20 terdapat VSWR pada L sebesar 193 mm, dengan
VSWR sebesar 1,429.
Gambar 7.19 Grafik Return Loss pada L = 225
Setelah itu, kita dapat melihat kembali pola radiasi dan nilai penguatan pada antenna
dengan nilai L yang sudah diganti.
Gambar 7.21 dan 7.22 menunjukkan farfield antenna secara 3D baik itu dalam pola H-
Plane atau E-Plane. Nilai L ditunjukkan dengan garis biru.
Gambar 7.21 Farfield Antenna secara 3D H-Plane dengan L=193
Besarnya nilai penguatan (Gain) pada antenna yang terdapat pada gambar 7.21 dan gambar
7.22 dapat dilihat pada gambar 7.23 yaitu sebesar 2.202 dB.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan aplikasi CST, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam membuat antenna dipol 𝜆/2 , terdapat parameter-
parameter yang harus dicari, parameternya adalah Return Loss, VSWR, Gain, dan Pola
Radiasi. Frekuensi kerja yang digunakan dalam melakukan praktikum ini sebesar 710
MHz. Dalam mencari nilai 𝜆/2 dapat dihitung menggunakan rumus manual yaitu c/f atau
menggunakan kalkulator yang terdapat pada aplikasi CST sehingga didapatkan nilai
𝜆/2 adalah sebser 211,12.
Daftar Pustaka