Anda di halaman 1dari 6

UJI STABILITAS FISIK GEL EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.

Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer


Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Makassar
Email : nurida_said@yahoo.co.id
ABSTRACT
Telah dilakukan penelitian berjudul Uji stabilitas fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L). yang
bertujuan untuk menentukan jenis basis gel yang menghasilkan kualitas sediaan yang efektif untuk ekstrak
Lidah Buaya sebagai dasar pengembangan menjadi gel antiseptik luka bakar berdasarkan stabilitas fisik
sediaan. Metode penelitian meliputi liofilisasi daging daun lidah buaya dengan Freeze drier ,Formulasi gel
dengan dua jenis basis CMC dan Karbopol, dan uji kestabilan fisik pada penyimpanan dipercepat suhu
5oC dan 35oC secara bergantian setiap 48 jam (1 siklus) selama 10 siklus. . Hasil pengamatan dan
analisis data statistik menunjukkan bahwa Ekstrak lidah buaya dapat di buat gel dengan basis CMC 1,5%
dan Karbopol 0,5%, yang stabil secara fisik, serta basis yang paling efektif untuk ekstrak lidah buaya
adalah Karbopol 0,5%.
Kata kunci : uji stabilitas fisik, lidah buaya, gel

PENDAHULUAN

ukuran luka sebesar 51%. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Junaid (3) konsentrasi ekstrak
lidah buaya dalam bentuk serbuk yang digunakan
untuk luka bakar adalah 0,2 %.
Berdasarkan hal tersebut lidah buaya sangat potensial untuk diformulasi menjadi sediaan
topikal. Salah satu bentuk sediaan yang efektif
untuk terapi topikal adalah gel. Gel lebih disukai
karena pada pemakaian meninggalkan lapisan
tembus pandang, elastis, pelepasan obatnya baik
dan penampilan sediaan yang menarik. Senyawasenyawa pembentuk gel yaitu polimer alam (seperti alginat, tragakan, gom arab, pektin, karagenan,
dan lain-lain), polimer akrilik (seperti karbomer 934
P dan karbopol 934 P), derivat selulosa, polietilen,
padatan koloidal terdispersi, surfaktan dan bahan
pen-gel lain seperti beeswax (4).
Komponen aktif bahan alam seperti lidah
buaya sangat kompleks dan belum diketahui dengan jelas sifat kimia fisikanya, oleh karenanya
kemungkinan interaksi pada saat pengembangan
formulasi mungkin terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan formulasi menggunakan
beberapa jenis basis gel, dan pengujian stabilitas
fisika setelah penyimpanan pada waktu tertentu.

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan


tanaman yang fungsional karena semua bagian
dari tanaman dapat dimanfaatkan. Lendir lidah
buaya kaya akan nutrisi serta zat pelembab dan
mengandung kurang lebih 96% air, aloektin B yang
menstimulasi sistem imun dan memberikan lapisan
perlindungan pada bagian kulit yang rusak serta
mempercepat tingkat penyembuhan. Antrakuinon
dan kuinonnya memiliki efek untuk menghilangkan
rasa sakit (analgetik). Saponin lidah buaya berperan sebagai pembersih sekaligus antiseptik.
Kandungan polisakarida (terutama glukomannan)
yang bekerja sama dengan asam-asam amino,
enzim oksidase, enzim katalase, lipase, dan protease memecah jaringan kulit yang sakit akibat
kerusakan dan membantu memecah bakteri, sehingga lendir bersifat antibiotik dan penggati sel
yang rusak (1,2).
Tanaman ini mendapat julukan medical
plant (Tanaman obat) atau master healing plant
(tanaman penyembuh utama) karena memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Salah satu
khasiatnya adalah membantu penyembuhan luka.
Khasiat ini didukung oleh berbagai penelitian yang
dilakukan pada tahun 1990-an yang menunjukkan
bahwa luka bakar yang sederhana hingga parah
dapat disembuhkan selama enam hari dengan selalu mengoleskan lendir lidah buaya, berbeda dengan luka yang hanya dibalut dengan pembalut
kasa.
Publikasi American Pediatric Medical Association menunjukkan bahwa pengolesan krim yang
mengandung 25% lendir lidah buaya pada permukaan luka selama 6 hari dapat mengurangi

METODE PENELITIAN
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain, alatalat gelas, lumpang dan stamfer, tangas air,
timbangan analitik, viskometer (Brookfield), termometer, dan alat-alat lain yang lazim digunakan di
laboratorium.
79

80

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 Juli 2012, hlm. 79 84

Bahan-bahan yang digunakan antara lain


sampel lidah buaya (Aloe vera Linn.), gliserin, metil
paraben, natrium karboksimetil selulosa (natrium
CMC), karbopol, trietanolamin, propilenglikol dan
air suling.
Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Sampel lidah buaya diperoleh dari Kota
Makassar, Sulawesi Selatan. Daun Lidah buaya
dicuci, dikupas kulitnya, dagingnya dikerok dan
dihancurkan dengan menggunakan blender, lalu
dikeringkan dengan menggunakan pengering beku
(freeze drier), hingga dihasilkan ekstrak dalam
bentuk serbuk.
Optimasi Konsentrasi Basis Gel
Optimasi konsentrasi basis gel dilakukan
dengan membuat basis gel tanpa bahan aktif yang
mengandung natrium CMC dengan variasi konsentrasi 1,5%, 2%, 3% dan 4%; dan karbopol
0,3%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Pengamatan organoleptik dan viskositas dilakukan, kemudian dipilih
satu konsentrasi dari masing-masing jenis basis
berdasarkan sifat fisik yang paling mendekati basis
kontrol (sediaan gel luka bakar yang telah beredar
di pasaran), selanjutnya dibuat gel luka bakar.
Pembuatan Gel Ekstrak Lidah Buaya
Metil paraben (0,2%) dilarutkan dalam air
suling dengan memanaskan hingga suhu 70oC,
selanjutnya ditambahkan pembentuk gel (Natrium
CMC atau karbopol) diaduk hingga mengembang
membentuk gel, kemudian ditambahkan bahan lain
seperti gliserin (10%), propilenglikol (10%) sebagai
humektan, trietanolamin (5%) platisizer dan penetral pH trietanolamin. Ekstrak lidah buaya ditambahkan ke dalam basis gel yang telah terbentuk,
diaduk hingga homogen. Pada penelitian ini di
buat 4 formula, yaitu formula gel dengan basis
natrium CMC (F1), formula dengan basis karbopol
(F2), formula kontrol 1 dengan basis basis natrium
CMC tanpa bahan aktif ekstrak (KF1) dan formula
kontrol 2 dengan basis karbopol tanpa bahan aktif
ektrak (KF2). Formula selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 1.

warna, bau dan kejernihan yang sama setelah


penyimpanan dipercepat.
Homogenitas
Sediaan gel yang dihasilkan dioleskan
pada sekeping kaca kemudian diamati apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan
dengan baik. Gel yang stabil harus menunjukkan
susunan yang homogen baik sebelum maupun
setelah penyimpanan dipercepat.
Pengukuran viskositas
Viskositas diukur dengan menggunakan
viskometer Brookfield, spindel no 6 dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm).
Sineresis
Uji sineresis dilakukan dengan mengamati
apakah terbentuk lapisan cairan di permukaan gel
setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang stabil
tidak boleh menunjukkan sineresis.
Tabel 1. Rancangan formula gel ekstrak lidah buaya
Konsentrasi bahan dalam
Formula (%)
No.
Bahan
F2
F2
KF2 KF2

Ekstrak Lidah
buaya
Gliserin

Metil paraben

0,2

0,2

0,2

0,2

Na CMC

1,5

1,5

Karbopol

0,5

0,5

Trietanolamin

Propilenglikol

10

10

10

10

Air Suling hingga

100

100

100

100

0,2

0,2

10

10

10

10

Ket :F=formula, K=kontrol

Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data dari hasil evaluasi kestabilan gel dikumpulkan, ditabulasi, dan dianalisis statistik.

Evaluasi Kestabilan Gel


Setiap jenis evaluasi dilakukan sebelum
dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat yaitu
penyimpanan pada suhu 5oC dan 35oC secara
bergantian setiap 48 jam (1 siklus) selama 10
siklus
Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan kejernihan, warna dan bau. Gel yang stabil
harus menunjukkan karakter yang sama berupa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Formulasi Gel Ekstrak Lidah Buaya
Formulasi gel mengandung bahan alam
seperti daun lidah buaya diawali dengan mengekstraksi senyawa aktif yang terkandung dalam
daun lidah buaya tersebut. Ekstraksi ini dimaksudkan untuk mengurangi volume bahan alam itu
sendiri, menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan, juga dari sisi penyimpanan dan pengangkutan
ekstrak lebih efisien karena tidak membutuhkan

Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer, Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.)

ruang yang luas. Ekstraksi yang dipilih tergantung


sifat simplisia (batang, daun, akar), kandungan zat
aktifnya mudah menguap atau tidak. Daun lidah
buaya sebagian besar tersusun atas daging daun
yang mengandung banyak air, sehingga untuk
memperoleh ekstrak kering dibutuhkan metode penarikan air yang maksimal dari simplisia basahnya.
Untuk menjaga zat-zat yang mungkin rusak oleh
pemanasan maka dipilih metode penghilangan air
tanpa pemanasan dengan metode Liofilisasi atau
Freeze Drying (pengeringan beku).
Pada proses awal penghancuran daging
daun menggunakan penghancur elektrik (Blender)
tampak bahwa campuran yang terbentuk menghasilkan buih. Hal ini disebabkan karena kandungan saponin dari daun lidah buaya yang membentuk buih pada proses pengadukan mekanik.
Buih ini segera dapat dihilangkan ketika sampel
ditempatkan dalam lemari pendingin.
Viskositas atau kekentalan gel luka bakar
sangat penting untuk diperhatikan karena daerah
kulit yang mengalami luka bakar sangat sensitif
terhadap iritasi dari luar atau bahan-bahan yang
melekat padanya. Viskositas gel tergantung jenis
basis dan konsentrasi yang digunakan, oleh
karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan optimasi
konsentrasi basis yang digunakan. Sebagai pembanding, digunakan gel luka bakar yang telah teruji
dan beredar di pasaran. Optimasi basis natrium
CMC dengan konsentrasi 1,5%, 2%, 3% dan 4%
menunjukkan kekentalan yang sangat berbeda,
dan yang paling mendekati karakter basis kontrol
(viskositas 10,3 poise) adalah gel dengan konsentrasi natrium CMC 1,5% dengan kekentalan 6,8
poise, meskipun berdasarkan literatur konsentrasi
natrium CMC untuk sediaan gel adalah 3 6 %.
Konsentrasi basis karbopol untuk sediaan
gel yang dianjurkan pada literatur adalah 0,1 4%,
oleh karena itu dilakukan optimasi pada konsentrasi 0,3%, 0,5%, 1%, dan 1, 5%. Pengamatan dan
pengukuran viskositas menunjukkan bahwa konsentrasi yang paling mendekati karakter basis kontrol adalah 0,5 % dengan kekentalan 7,3 poise.
Hasil selengkapnya pada tabel 2
Tabel 2. Viskositas basis gel ekstrak daun lidah buaya
untuk optimasi konsentrasi
Viskositas
Basis
Kosentrasi (%)
(poise)
1,5
6,8
2
15,8
Natrium CMC
3
32
4
84
0,3
3,33
0,5
7,3
Karbopol
1
39,5
1,5
53,5
Kontrol
10,3

Ekstrak kering lidah buaya hasil liofilisasi


selanjutnya diformulasi menjadi sediaan gel dengan basis natrium CMC 1,5% (F1) dan karbopol

81

0,5% (F2). Sebagai pembanding untuk mengontrol


pengaruh ekstrak terhadap kestabilan sediaan gel
maka dibuat formula kontrol KF1 dan KF2 tanpa
bahan aktif ekstrak untuk masing-masing jenis
basis. Hasil pengembangan formula di atas menghasilkan gel yang stabil, baik yang mengandung
ekstrak maupun kontrol dengan ciri-ciri organoleptik, homogenitas, viskositas dan pH seperti yang di
uraikan pada tabel 3 sampai tabel 6.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptis Gel Ekstrak
Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan
Dipercepat
Jenis Pemeriksaan
Formula

Kondisi
Warna

Bau

Hijau
kekuningan
Hijau
kekuningan

Khas
aromatis
Khas
aromatis

Formula 1
(Basis
Natrium
CMC)

Sebelum

Formula 2
(Basis
Karbopol)

Sebelum

Hijau
kekuningan

Khas
aromatis

Sesudah

Hijau
kekuningan

Sebelum

Putih jernih

Sesudah

Putih jernih

Sebelum

Putih jernih

Sesudah

Putih jernih

Khas
aromatis
Khas
aromatis
Khas
aromatis
Khas
aromatis
Khas
aromatis

Kontrol
Formula 1

Kontrol
Formula 2

Sesudah

Tabel 4 . Hasil Pengamatan Homogenitas Gel Ekstrak


Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan
Dipercepat.
Kondisi
Formula
Sebelum

Sesudah

Formula 1 (Basis
Natrium CMC)

Homogen

Homogen

Formula 2 (Basis
Karbopol)

Homogen

Homogen

Kontrol Formula 1

Homogen

Homogen

Kontrol Formula 2

Homogen

Homogen

Tabel 5. Hasil Pengukuran Rata-rata Viskositas (poise)


Gel Ekstrak Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah
penyimpanan Dipercepat.
Viskositas Rata-rata Perubahan
(poise)
Formula
viskositas
(poise)
Sebelum Sesudah
Formula 1 (Basis
Natrium CMC)

24,7

13,0

-11,7

Formula 2 (Basis
Karbopol)

45,0

40,3

-4,7

Kontrol Formula 1

32,7

43,0

- 10,3

Kontrol Formula 2

53,0

56,3

+3,3

82

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 Juli 2012, hlm. 79 84

Berdasarkan data viskositas pada tabel 5,


gel yang mengandung ekstrak umumnya memiliki
viskositas lebih rendah daripada gel kontrol tanpa
bahan aktif untuk semua jenis basis. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lidah buaya cenderung
menurunkan viskositas basis.
Tabel 5. Hasil Pengukuran pH Gel Ekstrak Daun Lidah
Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan Dipercepat.
Nilai pH
Sebelum

Sesudah

Perubahan
nilai pH

Formula 1 (Basis
Natrium CMC)

6,68

6,65

- 0,03

Formula 2 (Basis
Karbopol)

7,83

7,75

-0,08

Kontrol Formula 1

6,89

6,68

-0,21

Kontrol Formula 2

7,86

7,75

-0,11

Ekstrak Lidah
Buaya

6,44

Formula

Berbeda halnya dengan viskositas, pada


pengukuran pH tampak bahwa penambahan ekstrak justru menurunkan pH, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak kemungkinan bersifat asam
yang memberi nilai keasaman pada sediaan jadi.
Hasil uji sineresis menunjukkan bahwa semua formula, baik yang mengandung ekstrak maupun kontrol tidak menampakkan sineresis. Sineresis terjadi ketika cairan gel keluar dan berkumpul di
permukaan sehingga pada pengamatan visual terbentuk lapisan cairan di permukaan gel, yang
mengindikasikan tidak stabilnya sediaan gel akibat
turunnya konsentrasi polimer (14).
Uji Stabilitas Fisik Sediaan gel
Setiap sediaan farmasi yang telah dikembangkan harus melewati tahap pengujian untuk
melihat kestabilannya pada penggunaan ataupun
penyimpanan jangka panjang, termasuk menentukan umur simpan. Pengujian kestabilan tersebut
dapat berupa pengujian kestabilan secara fisika,
kimia dan mikrobiologi. Pada penelitian ini dilakukan uji kestabilan fisik sediaan dengan menyimpan
sediaan pada perbedaan suhu dan kelembaban
yang ekstrim pada rentang waktu tertentu secara
bergantian selama 10 siklus. Proses ini diharapkan
menjadi simulasi penyimpanan jangka panjang
yang dikenal dengan istilah penyimpanan dipercepat. Pada penelitian ini pengujian kestabilan dari
produk yang diformulasi dilakukan dengan cara
penyimpanan dipercepat pada suhu antara 5C
dan 35C secara bergantian, dengan tiap siklus
selama 48 jam.
Kestabilan fisika sediaan gel ditetapkan
melalui pengamatan kembali terhadapa sifat organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH serta
ada tidaknya sineresis yang merupakan pengujian
spesifik pada sediaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Jika terjadi perubahan bermakna secara

statistik atau melampaui batas persyaratan buku


resmi maka sediaan ini dapat dikatakan tidak stabil
secara fisik.
Berdasarkan data uji kestabilan fisik, tampak bahwa indikator organoleptik dan homogenitas
tidak mengalami perubahan atau stabil dari sisi
tampilan. Indikator lain yang diamati yaitu pH.
Penurunan pH terjadi pada semua formula termasuk kontrol, maka kemungkinan penyebabnya bukan karena pengaruh ekstrak, namun pengaruh
lingkungan seperti gas-gas di udara yang bersifat
asam yang masuk dalam sediaan gel. Secara
visual perbedaan atau selisih penurunan bahkan
lebih besar pada formula kontrol dibandingkan
formula ekstrak, yang dapat mengindikasikan bahwa ekstrak kemungkinan memiliki kapasitas dapar.
pH formula dengan basis karbopol berada pada
kondisi di atas batas yang dipersyaratkan untuk
kulit yakni antara 4,5 6,5. Besarnya nilai pH bukan karena pengaruh ekstrak (pH ekstrak 6,44) namun karena pengaruh basis ini sendiri. Karbopol
pada penggunaannya sebagai basis gel harus ditambahkan trietanolamin. Penambahan inilah yang
menyebabkan besarnya nilai pH dari basi gel. Oleh
karena itu penyesuaian pH pada gel berbasis karbopol dapat dilakukan dengan mengontrol konsentrasi trietanolamin.
Pengukuran viskositas menunjukkan bahwa
terjadi penurunan hampir di setiap formula setelah
perlakuan kondisi penyimpanan dipercepat kecuali
formula kontrol basis karbopol tanpa ekstrak.
Penurunan viskositas lebih besar terjadi pada
basis natrium CMC dibandingkan basis karbopol,
yang mengindikasikan bahwa basis karbopol lebih
stabil dibanding basis natirum CMC. Hasil optimasi
basis berdasarkan nilai viskositas menggunakan
basis tunggal diharapkan juga menghasilkan nilai
viskositas yang sama dengan formula, namun
tampak bahwa setelah penambahan bahan-bahan
lain seperti propilenglikol dan gliserin yang konsistensinya cair, viskositas sediaan justru meningkat.
Hal ini membuktikan bahwa kedua bahan tersebut
mempunyai pengaruh dalam membentuk viskositas, sehingga dalam optimasi seharusnya tetap diperhitungkan sebagai basis tambahan.
Secara statistik perubahan pada viskositas
dan pH formula ini tidak signifikan perbedaannya
baik karena pengaruh kondisi maupun pengaruh
jenis basis dibuktikan pada tabel ANAVA dari F
hitung < F tabel (5% dan 1%). Oleh karena itu
setiap formula dapat dikatakan stabil secara fisika.
Pemilihan Basis Yang Paling Efektif Untuk Gel
Ekstrak Lidah Buaya
Basis yang efektif untuk suatu ekstrak adalah basis yang interaksinya paling minimal, yang
dibuktikan pada evaluasi sediaan dengan perubahan yang paling minimal setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Pada pengembangan formula
dengan dua jenis basis di atas secara statistik
tidak berbeda nyata, yang berarti bahwa kedua
basis tersebut bisa digunakan untuk ekstrak Lidah

Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer, Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.)

buaya, namun secara visual perbedaan minimal


terjadi pada basis karbopol, oleh karena itu yang
lebih efektif sebagai basis untuk ekstrak lidah
buaya adalah basis karbopol 0,5%
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis
data secara statistik maka dapat disimpulkan
bahwa
1. Ekstrak lidah buaya dapat diformulasi menjadi
sediaan gel.
2. Berdasarkan uji stabilitas pada penyimpanan di
percepat dan evaluasi data secara statisik gel
ekstrak lidah buaya yang dihasilkan stabil
secara fisik.
3. Basis gel yang menghasilkan sediaan dengan
kualitas yang paling optimal untuk ekstrak lidah
buaya adalah karbopol dengan konsentrasi
0,5%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gage, D. dan Tara, E. 2008. Buku Pintar Terapi
Aloe vera,Taramedia &Restu Agung, Jakarta,15
2. Furnawanthi, I. 2002, Khasiat dan manfaat
Lidah Buaya si Tanaman Ajaib, PT. Agro Media
Pustaka, Jakarta. 9-14.
3. Junaid, I. 2005, Uji Kestabilan Fisis Krim Luka
Bakar Dari Ekstrak Pegagan (Centella asiatica
L. Urba) dan Serbuk Lidah Buaya (Aloe vera L.
Burm) Menggunakan Emulgator Anionik, Sripsi
Farmasi, Universitas Hasanuddin
4. Lieberman, H.A., 1996, Pharmaceutical Dosage
Forms, Vol.2, Marcel Dekker Inc, New York,
400.

83

5. Allen, V.L. 1998, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding. American Pharmaceutical Assosiation, Washington
D.C.
6. Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
7. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C.
(eds), 2006, Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association. Electronic version.
8. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 1979, Farmakope Indonesia, ed.3,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
9. Boyland, C.J. 1986, Handbook of Pharmaceutical Excipients, American Pharmaceutical Association, Washington DC USA.
10. Gennaro, A.R. 1990, Remingtons Pharmaceutical Science, 18th ed., McPublishing Co., Pennsylvania.
11. Howard, A.C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, ed.4, UI Press, Jakarta
12. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 1995, Farmakope Indonesia, ed.4,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
13. Lachman, L. 1994, Teori dan Praktek Industri
Farmasi II, ed.3. UI-Press, Jakarta.
14. Astawan, M. 2004, Mari Kita Santap Lidah
Buaya, www.DarfaHerba.net, diakses tanggal
19 November 2008.
15. Padmadisastra, Y. 2003. Formulasi Sediaan
Cair Gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) Sebagai
Minuman Kesehatan), Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran. Bandung.
16. Perdanakusuma , D.S., 2008, Anatomi Fisiologi
Kulit dan Penyembuhan Luka, Departemen
Ilmu Bedah Plastik, Surabaya.

84

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 Juli 2012, hlm. 79 84

Gambar 1. Sediaan gel ekstrak lidah buaya yang telah dibuat

Anda mungkin juga menyukai