Anda di halaman 1dari 20

Syok

Written by Administrator
Wednesday, 14 September 2011 07:48
Pendahuluan
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks
yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik; tetapi,
petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Keadaan hipoperfusi ini
memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada
tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur
anaerob, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolisme yang
progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya akan
menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisistem. 1,2
Definisi
Syok adalah suatu cardiac output yang tidak adekuat yang mengakibatkan kegagalan sistem
kardiovaskuler untuk pengangkutan oksigen dan nutrisi yang cukup untuk kebutuhan
metabolisme sel-sel tubuh. Akibatnya, terjadi disfungsi membran sel, metabolisme seluler
abnormal, dan tanpa terapi adekuat, dapat terjadi kematian sel. 2
Etiologi
Penyebab syok bervariasi, tetapi semua ditandai dengan perfusi jaringan inadekuat.
Mekanisme patofisiologi dasar yang tejadi pada syok adalah:
1. Vasokonstriksi atau vasodilatasi luas memperburuk tonus & resistensi vaskuler perifer.
2. Penurunan volume intravaskuler (hipovolemia)
3. Cardiac output inadekuat
Apapun jenis penyebab utama syok, respon tubuh pada umumnya sama. 2
Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang dapat digolongkan sesuai empat mekanisme
etiologi dasarnya: (1) mekanisme kardiogenik, (2) mekanisme obstruktif, (3) perubahan
dalam volume sirkulasi, dan (4) perubahan dalam distribusi sirkulasi.
SYOK HIPOVOLEMIK
Latar Belakang
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering,
syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).1
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal
yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok
hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan
dalam rongga dada dan rongga abdomen. Kehilangan cairan yang cepat dan banyak
menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen ke jaringan tubuh. Pada syok karena perdarahan
selain terjadi penurunan cardiac out put juga terjadi pengurangan hemoglobin, sehingga
transport oksigen ke jaringan makin berkurang.1
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat
dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari
kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas.

Pembahasan utama dari artikel ini adalah syok hipovolemik akibat kehilangan darah dan
kontraversi mengenai penanganannya. Pembaca dianjurkan membaca artikel lain untuk
mendiskusikan tentang patofisiologi dan penanganan syok hipovolemik akibat kehilangan
cairan dibandingkan darah.2
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering,
syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).2
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal
yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok
hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan
dalam rongga dada dan rongga abdomen.
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat
dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari
kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas.
Pembahasan utama dari artikel ini adalah syok hipovolemik akibat kehilangan darah dan
kontraversi mengenai penanganannya. Pembaca dianjurkan membaca artikel lain untuk
mendiskusikan tentang patofisiologi dan penanganan syok hipovolemik akibat kehilangan
cairan dibandingkan darah.1
Penyebab
Kehilangan cairan dan elektrolit : diare, muntah,diabetes insipidus,heat stroke, renal
loss, luka bakar
Perdarahan
i. Perdarahan internal : ruptur hepar/lien, trauma jaringan lunak, fraktur tulang panjang,
perdarahan saluran cerna ( ulkus peptikum, divertikulum meckel) dan kelainan hematalogis
ii. Perdarahan eksternal : trauma
Kehilangan plasma : luka bakar, sindrom nefrotik, obstruksi ileus, demam berdarah
dengue, peritonitis
Penyebab lain adalah capilary leak syndrome.
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer penyebab syok. Namun secara
umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui refleks
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
pembuluh darah dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi hipovolemia maka mekanismenya yang terjadi
melalui :
1. Baroreseptor
Reseptor ini mendapat ransangan dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila
terjadi penurunan tekanan darah maka ransangan terhadap baroreseptor akan menurun,
sehingga ransangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang. Sehingga terjadi :
Penurunan ransangan terhadap cardioinhibtorycentre
Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akubat dari kedua hal tersebut makan akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Barorseptor
ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam
ssirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perofer yang paling

berperan dalam pengaturan tekanan darah.


2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60
mmhg. Bila di bawah 60 mmhg maka yang akan bekerja adalah kemorespetor, yang
teransang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat ransangan kemoresepetor ini
adalah vasokonstriksi yang luas dan ransangan pernafasan.
3. Cerebral ischiemic receptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai < 40 mmh maka akan terjadi symphathetic
discharge massif. Resspon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari respon perifer.
4. Respon humoral
Bila terjadi hipotensi/hipovolemia maka tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon stres
seperti epinefrin, glukagon, dan kortisol yang merupakan hromon yang mempunyai efek
kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran hormo ini adalahterjadi takikardia,
vasokonstriksi dan hiperglikemia. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan
darah perifer dan pre load, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH oleh hipofise
posteroir juga meningkat sehingga pengeluaran air oleh ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air dan garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh aparatus
jukstaglomerolus yang merubah angiotensinogen menjadi angiotensin 1. Angiotensin 1 ini
oleh angiotensin converting enzym dirubah menjadi angiotensin II yang mempuyai sifat
vasokonstriksi kuat, meransang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorpsi
natrium di tubulus ginjal, meningkatkan seksresi vasopresin.
Bagan patofisiologi syok:
Volume sirkulasi ? ? preload ? ? volume sekuncup ? ? curah jantung ? ? baroreseptor,
kemoreseptor, cerebral ischiemic centre ? 1.cardio inhbitory center dihambat dan 2. Aktivasi
cardiostimulatory center ? output simpatik meningkat, out put parasimpatik menurun ? heart
rate ?, kontraktilitas otot jantung ?, vasokonstriksi ? ginjal, vasopresin, aldosteron
6. Auto transfusi
Adalah suatu mekanisme di dalam tubuh untuk mempertahankan agar volume dan tekanan
darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan
intravaskuler yang keluar ke ekstra vaskuler atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik intravaskuler dan
ekstravaskuler serta pada keadaan dinding pembuluh darah. Pada keadaan hipovolemia maka
tekanan hidrostatik akan menurun maka akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravaskuler
sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya
cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu
menaikkan tekanan darah.
Proses autotransfusi pada syok :
1. Tekanan darah turun, terjadi vasokonstriksi
2. Kontraksi sphincter pre dan post kapiler
3. Volume darah berkurang, aliran darah yang lewat lebih cepat
4. Cairan interstisiel dihisap masuk kembali kedalam sirkulasi
Akibat dari semua ini maka akan terjadi :
Vasokonstriksi yang luas
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah skeletal, asphlanchnic dan
kulit, sedang pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran
darah pada kelenjar adrenal meningkat sampai 300 % sebagai usaha kompensasi tuuh untuk
meningkatkan respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh
perifer menjad dingin dan kulit menjadi pucat.

Sebagai akibat vasokonstriksi maka tekanan diastolik akan meningkat pada fase awal,
sehingga tekanan nadi menyempit, tapi bila proses berlanjut keadaan ini tidak dapat
dipertahankan dan tekanan darah akan semakin menurun sampai tidak terukur
Takikardia
Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolisme anaerobik dan terjadi
Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi sehingga kesempatan pertukaran O2 dan
CO2 ke dalam pembuluh darah lebih lama dan akibatnya terjadi perbedaan yang lebih besar
antara O2 dan CO2 arteri dan vena.
Akibat hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka metabolisme menjadi anaerobik
yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP sari setiap 1 molekul glukosa. Pada
metabolisme aerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup tiap pemecahan glukosa akan
menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolisme anaerobik ini adalah terjadi penumpukan
asam laktat dan pada akhirnya metabolisme tidak mampu lagi menyediakan energi yag cukup
untuk mempertahankan homeostasis selule, terjadi kerusakan pompa ionik dinding sel,
natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar sel dan terjadi akumulasi kalsium dalam
sitosol, terjadi edemadan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ
tubuh atau terjadi kegagalan organ multipel dan syok yang irreversibel.
Diagnosa
Syok adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis banding hanya
terhadap penyebab syok. Diagnosis syok pada stadium dini sangat penting untuk berhasilnya
uatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat peenting adalah
kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya syok pada pnderita dengan resiko tinggi.
Pada penderita dengan resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga
dapat dilakukan tindakan lebih dini bila terdapat tanda-tanda resiko.1
Diagnosis syok pada bayi dan anak kadang-kadang sulit, tanda-tanda renjatan berat dengan
gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis mudah
dikenal, tapi pada compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat
dipertahankan, sering kali diagnosis syok sulit ditegakkan. Anamnesis yang baik dan benar
sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari syok, seperti adanya muntah dan
diare akan mengarahkan kita pada syok hipovolemia, trauma atau pasca operasi
kemungkinan menjadi penyebab syok hipovolemik karena perdarahan. 1
Manifestasi klinis syok tergantung pada :
Penyakit primer penyebab syok
Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang
Lama syok serta kerusakan jaringan yang terjadi
Tipe dan stadium syok
Stadium Syok
Secara klinis perjalanan syok dapat dibagi dalam 3 fase yaitu :
Fase kompensasi
Dekompensasi
Ireversibel
Fase Kompensasi
Pada fase ini fungsi organ-organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan aktivitas simpatik yaitu meningkatkan tahanan
sistemik, terjadi distribusi selektif aliran darah dati organ perifer yang tidak vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedang tekanan darah
diastolik meningkat akibat meningkatnya tekanan arteriol dan tekanan nadi menyempit.

Untuk memenuhi curah jantung maka frekuensi denyut jantung menigkat. Selain itu terjadi
kompensasi hormonal dengan pengeluaran vasopresin, renin-angiotensin, dan aldosteron
akan mempengaruhi ginjal menahan pengeluaran natrium dan air.1
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Nadi cepat
Kulit lembab, pucat
Suhu permukaan tubuh menurun
Pengisian kembali kapiler memanjang
Fase Dekompensasi
Pada fase ini mekanisme kompensasi tubuh mulai gagal mempertahankan curah jantung dan
sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan tidak mendapat oksigen yang cukup,
metabolisme berlansung secara anaerobik, sehingga terjadi pembentukan asam laktat dan
asam-asam lain sehingga terjadi asidosis metabolik. Asidosis semakin memberat dengan
terbentuknya asam karbonat intraseluler akibat ketidakmampuan sirkulasi mengeluarkan
CO2. Asidosis akan menghambat kotraktilitas otot jantung dan resisten terhadap
katekolamin. Selain dari itu asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy
dependent Na-K pump di tingkat seluler, sehingga integritas membran sel terganggu, fungsi
mitokondria dan lisosom memburuk sehingga akhirnya akan menyebabkan kematian sel.
Aliran darah yang lambat dan kerusakan reaksi rantai kinin dan sistem koagulasi dapat
memperberat syok dengan timbulnya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai
tendensi perdarahan. Juga terjadi pelepasan mediator vaskuler seperti histamin, serotonin,
sitokin ( TNF = tumor necrosis factors dan interleukin-1), xanthin oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets activating factors ). Sesungguhnya pelepasan
mediator ini adalah reaksi normal tubuh terhadap stres atau injury, pada syok yang berlanjut
justru dapat memperburuk keadaan karena akan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
meningkatkan permeabilitas kapiler dengan akibat makin berkurangnya cairan yang kembali
ke jantung ( preload ) disertai depresi miokard. 1
Manifestasi klinis yang timbul adalah :
Takikardia bertambah
Tekanan darah menurun
Perfusi perifer memburuk, kulit/akral dingin, capillary refill makin lama.
Oliguria sampai anuria
Asidosis, pernafasan cepat dan dalam ( kussmaul )
Kesadaran makin menurun
Fase Ireversibel
Kegagalan mekanisme tubuh menyebabkan syok terus berlanjut sehingga terjadi kerusakan/
kematian sel dan disfungsi organ-organ lain ( disfungsi multi organ ), cadangan fosfat energi
tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hati, sedang sintesa ATP baru hanya 2 %/
jam, sehingga tubuh akan kehabisan energi. Pada keadaan ini kematian terjadi meskipun
sistem sirkulasi dapat diperbaiki. Diagnosis syok ireversibel adalah retrospektif, artinya
diagnosis dibuat sesudah penderita meninggal akibat kerusakan yang ekstensif dari organorgan tubuh yang menyebabkan kerusakan multi organ dan kematian. Manifestasi klinis
berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, koma dalam, anuria dan tanda-tanda
kegagalan organ-organ lain.

Manifestasi klinis syok

Tanda klinis

Kompensasi

Dekompensasi

Ireversibel

Blood loss (%)

Sampai 25 %

25-40 %

>40 %

Heart rate

Takikardia +

Takikardia ++

Taki/bradikardia

Tek sistolik

Normal

Normal/ menurun

Tidak terukur

Nadi ( volume )

Normal/menurun

Menurun +

Menurun ++

Capillary refill

Normal/meningkat

Meningkat > 5 detik

Meningkat

++

3-5

detik

Kulit

Dingin, pucat

Dingin / mottled

Dingin +/deadly pale

Pernafasan

Takipne

Takipne +

Sighing respiration

Kesadaran

Gelisah

Lethargi

Reaksi

atau

hanya

bereaksi thd nyeri

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak berubah, kadar
Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama. Karena
autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok
karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare
dengan dehidrasi akan hemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat >1,020. Sering
didapat adanya proteinuria dan toraks
3. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi
tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan dengan makin

menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang
lebih jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia,
hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan asidosis.
5. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada tanda-tanda
gagal ginjal.
6. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya pada
penderita-penderita yang dicurigai
7. Pemeriksaan faal hemostasis
8. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit primer
penyebab
Diferensial Diagnosis
Solusio plasenta Kehamilan ektopik
Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa 2
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
? Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital
? Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat hipoperfusi
jaringan.
Tatalaksana
1. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen kalau perlu bisa diberikan ventilatory support
2. Pasang akses vaskuler secepatnya ( dalam 60-90 detik) untuk resusitasi cairan, berikan
cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis syok terjadi hipovolemi baik absolut atau relatif
sehingga terjadi penurunan preload. Karena itu terapi cairan pada syok sangat penting. Terapi
syok paling tepat adalah pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian
kristaloid atau koloid 20 ml/kgbb dalam 10-15 menit secara intravena. Pemberian cairan ini
dapat 2-3 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau darah. Pada syok yang
berat atau sepsis pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kgbb dalam 1 jam pertama. Bila
resusitasi sudah mencapai 2-3 kali dimana jumlah cairan yang diberikan sudah mencapai 4060 % dari volume darah yang telah diberikan tapi belum ada respon yang adekuat, maka
dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas darah dan
koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH < 7,15. Bila masih tetap hipotensi atau nadi
tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral untuk pemberian resusitasi dan
pemantauan status cairan tubuh. Evaluasi kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan
secara berhati-hati.
3. Inotropik
Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah yang bervariasi
terhadap tahanan vaskuler, sebagian menyebabkan vasokonstriksi ( epinefrin, norepinefrin )
sebagian lainnya menyebabkan vasodilatsi ( dopaamine, dobutamine,, melrinon ). Meskipun
banyak digunakan tetap harus diingat bahwa penggunaan yang tidak tepat bisa memperjelek

keadaan karena penggunaan initropik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard yang
dapat memperberat fungsi miokard dengan perfusi yang sudah terbatas. Efek vasokontriksi
juga akan memperberat iskemia dan akan memperjelek perfusi orgn-organ perifer. Indikasi
pemberian inotrofik adalah :
1. Syok kardiogenik
2. Renjatan refrakter terhadap pemberian cairan.
DOPAMIN
Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatasi end organ pada dosis
rendah ( 2-5 g/kgbb/menit). Pada dosis 5-10 g/kgbb/menit meningkatkan kontraktilitas
miokard dan curah jantung dan meningkatkan konduksi jantung ( meningkatkan rate ). Pada
dosis >10-20 g/kgbb/menit mempunyai efek terhadap reseptor alpha agonis sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah sentral.
EPINEFRIN
Mempunyai efek terhadap reseptor alpha dan beta, meningkatkan kontraktilitas otot jantung
dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini akan meningkatkan tekanan darah sentral tapi
aliran darah perifer berkurang. Dosis 0,1 g/kgbb/menit Iv, bisa ditingkatkan secara bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai mencapai 2-3
g/kgbb/menit.
DOBUTAMIN
Efek utama adalah beta 1 agonis yaitu meningkatkan kntraktilitas miokard. juga mempunyai
sedikit efek beta 2 agonis yaitu vasodilatsi sehingga bisa menurunkan resistensi vaskuler dan
after load dan memperbaiki fungsi jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada renjatan
kardiogenik. Dosis 5 g/kgbb/menit IV , dapat ditingkatkan bertahap sampai mencapai 20
g/kgbb/menit
NOREPINEFRIN
Terutama mempunyai efek alpha agonis ( menyebabkan vasokonstriksi ) dan sedikit efek beta
1 agonis. Dosis 0,1 g/kgbb/menit IV dosis dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan
tercapai.
PHOSPHODIESTERASE INHIBITOR ( melrinon, amrinon)
Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP sehingga dapat meningkatkan level kalsium
intrasel yang pada akhirnya akan memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatsi
perifer. Bermanfaat pada renjatan dengan volume intravaskuler cukup, tapi kontraktilitas otot
jantung dan perfusi jelek. Dosis melrinon : 25-50 g/kgbb/menit dalam 10 menit dilanjutkan
0,375-0,75 g/kgbb/menit
KORTIKOSTEROID
Penggunaan kortikosteroid pada syok masih merupakan kontroversi. Kortikosteroid hanya
diberikan pada renjatan berat yang resisten terhadap katekolamin dan kecurigaan adanya
insufisiensi adrenal atau pada anak dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu
yang lama atau pada anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal. Walaupun
penggunaannya masih dalam perdebatan, dari penelitian penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada renjatan memberikan hasil yang cukup
baik. Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dosis tinggi yaitu 25 kali dosis

stres. Dosis hidrokortison untuk renjatan adalah 50 mg/mgkbb/ Iv bolus dilanjutkan dengan
dosis yang sama dalam 24 jam secr continous infussion. Kortikosteroid pada syok dapat
memperbaiki fungsi sirkulasi melalui:
Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan tahanan perifer.
Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi
Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif
Mempunyai efek inotrofik
Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom.
Pemantauan
Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan dengan memantau status kardiovaskuler,
tanda vital, dan perfusi perifer. Dengan meningkatkan pre load diharapkan kontraktilitas otot
jantung meningkat, curah jantung bertambah sehingga sirkulasi dapat diperbaiki kembali.
Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan mematau produksi urin.
Ambil pemeriksaan urin dan darah untuk menilai gambaran darah, analisis gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit. Evaluasi apakah efek inotrofik negatif yang terjadi pada renjatan
sudah dikoreksi, sebelum pemberia inotroik dimulai. Obat-obat vasoaktif diberikan bila
diyakini sudah tidak ada lagi hipovolemia dan oksigenasi telah adekuat. Bila kadar Hb
kurang dari 5 g/dl, koreksi dengan pemberian PRC ( 10 ml/kgbb ). Usahakan agar kadar Hb
lebih besar dari 10 g/dl.
Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan yang bisa terjadi akibat renjatan
perlu diavaluasi untuk tata laksana lanjutan
Gagal ginjal akut : periksa kadar ureum kreatinin dan fraksi ekskresi natrium
ARDS : edema dan kerusakan jaringan paru dapat terjadi paska renjatan, bantuan ventilasi
mekanik dengan pemberian PEEP mingkin diperlukan.
Depresi miokard gagal jantung
Gangguan koagulasi
Gangguan SSP dan organ lain
Syok irreversibel
Kepustakaan
1. Azies, latief.2005.renjatan hipovolemik pada anak dalam PKB pediatic FK Unair.
Didownload dari www.fkunair.ac.id
2. Paul Kolecki, MD, FACEP.2009.syok hipovolemik. Di download dari
http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/06/syok-hipovolemik.html

SYOK KARDIOGENIK
Definisi
Syok kardiogenik adalah suatu keadaan dimana sirkulasi darah tidak memadai karena
kegagalan dari ventrikel dari jantung untuk berfungsi secara efektif, terutama setelah infark
miokard akut. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi tidak
terpenuhi. Hal ini menyebabkan kematian sel akibat hipoksia dan hipoglikemia.1
Meskipun STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) ditemukan pada sebagian besar
pasien, syok kardiogenik mungkin juga ditemukan pada pasien dengan sindrom koroner akut
non ST elevasi (NSTEMI, NSTACS, atau angina tidak stabil). Definisi klinis syok

kardiogenik adalah penurunan curah jantung dan adanya hipoksia jaringan meskipun volume
intravaskuler memadai. Kriteria hemodinamik untuk syok kardiogenik adalah hipotensi yang
terus menerus (tekanan darah sistolik <90 mmHg selama minimal 30 menit). 2
Diagnosis syok kardiogenik dapat langsung dibuat saat melihat pasien dengan hipotensi dan
tanda klinis penurunan perfusi jaringan, antara lain oligouria, sianosis, ekstremitas teraba
dingin dan perubahan status mentalis. Tanda-tanda ini biasanya tetap ada meskipun telah
dicoba untuk melakukan koreksi hipovolemia, aritmia, hipoksia dan asidosis. 2
Etiologi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan jantung untuk memompa darah secara efektif.
Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan otot jantung, paling sering karena infark miokard.
Penyebab lainnya antara lain aritmia, kardiomiopati, masalah pada katup jantung, obstruksi
aliran keluar ventrikel (misalnya: stenosis katup aorta, systolic anterior motion (SAM) pada
kardiomiopati hipertrofi) atau gangguan septum ventrikel. 1
Etiologi dari syok kardiogenik dibagi atas7
1. kardial/intrinsik
- infark jantung
- gagal miokard karena iskemia atau depresi
- kontusio miokard
- aritmia
- obat-obatan (termasuk anastetik)
2. Nonkardial/ekstrisik
- embolus pulmonal
- tamponade jantung karena darah atau eksudat di perikard
- gagal nafas, hipertensi pulmonal
- perikarditis dengan tekanan tinggi di perikard
- pneumothoraks tekan (tension pneumothoraks)
Sebagian besar kasus syok kardiogenik pada dewasa disebabkan oleh iskemia miokard akut.
Banyak kasus syok kardiogenik terjadi setelah sindrom koroner akut, mungkin karena
penggunaan obat-obatan. Penggunaan beta bloker dan ACE inhibitor pada sindrom koroner
akut harus hati-hati dan dimonitor. 3
Pada compresive cardiac shock, alir balik vena (venous return) berkurang akibat adanya
penekanan dari luar, misalnya pada tamponate jantung atau tension pneumothorax. Keadaan
ini memerlukan tindak bedah khusus untuk dekompresi rongga perikardial atau rongga
pleura. Infark miokard luas yang disertai gangguan faal jantung atau gangguan irama berupa
aritmia ventrikel juga dapat menyebabkan syok kardiogenik.7
Mekanisme yang tidak berhubungan dengan infark akut meliputi:
? Sistolik: overdosis beta bloker, overdosis CCB (calcium channel blocker), kontusio
miokard, asidosis respirasi, hipokalemia, hipofosfatemia dan obat-obatan kardiotoksik (mis:
doxorubisin, adriamisin)
? Diastolik: hipertrofi ventrikel dan kardiomiopati restriktif
? Afterload: stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi, obstruksi aliran keluar jantung,
koarktasi aorta dan hipertensi maligna
? Kelainan katup jantung: stenosis mitral, endokarditis, regurgitasi mitral atau aorta,
trombus atrium dan tamponade
? Pada anak, infeksi virus sebelumnya dapat menyebabkan miokarditis. Anak-anak dan
bayi juga mungkin memiliki cacat jantung bawaan yang tidak diketahui karena kelainan
tersebut masih bisa dikompensasi, hingga munculnya suatu stressor.
Faktor risiko terjadinya syok kardiogenik antara lain: kerusakan jantung atau penyakit yang
sudah ada sebelumnya (mis: diabetes mellitus, usia lanjut, riwayat AMI (acute myocardial

infarction) sebelumnya), AMI, penyakit jantung kongenital dan disritmia.


Gejala dan Tanda 2
Cemas, gelisah, perubahan status mentalis karena menurunnya perfusi otak dan hipoksia.
Hipotensi akibat penurunan curah jantung.
Nadi cepat dan lemah karena menurunnya sirkulasi darah dan takikardi.
Kulit dingin, lembab, basah dan terdapat cutis marmorata karena vasokonstriksi dan
hipoperfusi kulit.
Distensi vena jugularis karena adanya peningkatan tekanan vena.
Oligouria karena kegagalan perfusi ginjal.
Napas cepat dan dalam (hiperventilasi) karena rangsangan sistim saraf simpatis dan
asidosis.
Kelelahan karena hiperventilasi dan hipoksia.
Edema paru
Hasil pemeriksaan 1,4
Tidak ada pemeriksaan yang benar-benar spesifik atau sensitif untuk syok kardiogenik.
Penelitian laboratorium biasanya diarahkan pada penyebab syok yang paling potensial.
Pada banyak kasus, biasanya dilakukan pemeriksaan berikut, yang berhubungan dengan
iskemia jantung:
? Penanda jantung (mis: kreatinin kinase, troponin, mioglobin)
? Elektrolit
? Faktor pembekuan (mis: prothrombin time, activated partial thromboplastin time)
? Evaluasi keseimbangan asam basa, karena asidosis mengganggu fungsi miokard.
Peningkatan kadar serum laktat merupakan indikator syok.
? BNP (Brain Natriuretic Peptide) dapat berguna sebagai indikator gagal jantung kongestif
Pemeriksaan radiologis. Sebuah foto toraks sangat membantu karena menggambarkan
ukuran jantung, vaskularisasi paru, dan memperkirakan ukuran mediastinum dan aorta.
EKG normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis. EKG seringkali membantu
ketika dibandingkan dengan rekaman sebelumnya.
Angiografi koroner
Ekokardiogram
Diagnosis Banding 4
Sindrom koroner akut
Regurgitasi aorta
Kardiomiopati restriktif
Gagal jantung kongestif dan edema paru
Regurgitasi mitral
Infark miokard
Miokarditis
Perikarditis dan tamponade jantung
Emboli paru
Syok hipovolemik
Syok septik
Terapi 5
Perawatan pre hospital. Perawatan ini bertujuan untuk meminimalisasi iskemia lebih lanjut
dan syok.
Semua pasien memerlukan akses intra vena, oksigen dan pamantauan jantung.
Elektrokardiografi
Obat inotropik dapat dipertimbangkan, namun harus diberikan oleh tenaga paramedis
terlatih

CPAP (continuous positive airway pressure) atau BiPAP (bilevel positive airway pressure)
Perawatan pada Unit Gawat Darurat
Perawatan disini ditujukan untuk menegakkan diagnosis, mencegah iskemia lebih lanjut dan
mengobati penyakit yang mendasari. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa intervensi
koroner perkutan (PCI) atau CAB (coronary artery bypass) merupakan perawatan pilihan dan
terbukti menurunkan angka kematian pada tahun pertama. PCI harus dilakukan dalam waktu
90 menit setelah gejala muncul. Jika fasilitas tersebut tidak tersedia, trombolitik harus
dipertimbangkan.
Pengobatan dimulai dengan penilaian dan pengobatan ABC
Airway. Disini dinilai patensi jalan napas. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik
dapat dipertimbangkan pada pasien yang sulit untuk bernapas. Ventilasi tekanan positif dapat
meningkatkan oksigenasi namun juga membahayakan aliran balik vena, preload ke jantung.
Intervensi lainnya ditujukan untuk membantu perfusi otot jantung dan memaksimalkan
curah jantung. Cairan intravena harus diberikan untuk mendapatkan curah jantung yang
memadai.
Antikoagulan dan aspirin harus diberikan seperti pada kasus infark miokard lainnya.
Vasopressor intravena meningkatkan perfusi dari miokard yang mengalami iskemia dan
seluruh jaringan tubuh. Namun detak jantung yang ekstrim harus dihindari karena
meningkatkan konsumsi oksigen miokard, meningkatkan ukuran infark dan mengganggu
kemampuan jantung untuk memompa darah. Vasopressor yang dapat digunakan: dopamin,
dobutamin, norepinefrin.
Nitrat dan morfin dapat digunakan untuk pengelolaan nyeri, nmun penggunaannya harus
hati-hati karena pasien berada dalam kondisi syok, dan penggunaan berlebihan dari agen ini
dapat menyebabkan hipotensi.
Obat pendukung lainnya, dapat dipertimbangkan nesiritide (Natrecor) dan levosimendan.
Meskipun nesiritide dapat meningkatkan mortalitas dan disfungsi ginjal, namun obat ini terus
dipelajari dalam pengobatan gagal jantung kongestif akut. Obat Ini harus digunakan dengan
hati-hati karena telah terbukti menyebabkan hipotensi.
Penggunaan peralatan mekanik, misalnya IABP (intra-aortic balloon pump) dan LVAD
(Left-ventricular assist devices)
Komplikasi 6
Cardiopulmonary arrest
Disritmia
Gagal ginjal
Kegagalan organ multisistem
Aneurisma ventrikuler
Stroke
Kematian
Prognosis 6
Angka kematian lebih dari 55% pada pasien yang diobati secara medis. Mortalitas 38%
pada pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan untuk reperfusi.
Pelebaran ventrikel kanan pada ekokardiogram menunjukkan kemungkinan yang buruk.
Infark ventrikel kanan pada elektrokardiogram sisi kanan juga dapat menunjukkan hasil
yang buruk.
Kepustakaan
1. Anonim. (Last Updated: 31 March 2010). Cardiogenic Shock. Available from:
Http://en.wikipedia.org/wiki/Cardiogenic_shock

2. Sharma, Fri. (Last Updated: 20 August 2008). Shock Cardiogenic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/152191-overview
3. Randler, Ethan. S. (Last Updated: 26 January 2010). Shock Cardiogenic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-overview
4. Randler, Ethan. S. (Last Updated: 26 January 2010). Shock Cardiogenic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-diagnosis
5. Randler, Ethan. S. (Last Updated: 26 January 2010). Shock Cardiogenic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
6. Randler, Ethan. S. (Last Updated: 26 January 2010). Shock Cardiogenic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-followup
7. Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC

SYOK SEPTIK
Definisi
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan
ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi.1
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah respons tubuh terhadap inflamasi
sistemik mencakup 2 hal atau lebih keadaan berikut:1
1. suhu >380C atau <360C
2. frekuensi jantung >90x.menit
3. frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
4. leukosit darah >12000/mm3, <4000/mm3 atau batang >10%
Sepsis adalah keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS. Sepsis berat
adalah Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk
asidosis laktat, oligouria dan penurunan kesadaran.1
Sepsis dengan hipotensi adalah sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi
lainnya.
Renjatan septik adalah sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan
secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ.1
Patofisiologi Syok Dan Kegagalan Organ
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram
negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyababkan hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler yang terlihat sebagai udaem.2,3
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan
peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin..2,4 Bakteri gram positif kadang-kadang
menyebabkan hipovolemi, tetapi kehilangan cairan dari ruang vascular biasanya terbatas
pada daerah infeksi.5
Patofisiologi syok septik tidak terlepas dari patofisiologi sepsis itu sendiri dimana endotoksin
(lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi yaitu: sitokin, neutrofil, komplemen, NO dan

berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses hemeostatis dimana
terjadi keseimbangan antara proses inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan homeostasis
pada proses inflamasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas individu terhadap proses
inflamasi tersebut. Bilamana terjadi proses inflamasi yang melebihi kemampuan
hemeostatis , maka akan terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai
proses inflamasi yang bersifat destruktif . Keadaan tersebut akan menimbulkan gangguan
pada tingkat selular pada berbagai organ.1
Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi endotel, vasodilatasi akibat
pengaruh NO menyebabkan terjadinya maldistribusi volume darah sehingga terjadi
hipoperfusi jaringan dan syok. terjadi penurunan curah jantung . Proses ini mendasari
terjadinya hipotensi dan syok pada sepsis.1
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada
sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik
berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat
agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik
yang tidak responsif dengan vasopresor.2
Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh
mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya
meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun.2 Netrofil seperti pedang
bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun
pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab
terhadap kerusakan organ.6
Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah
komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil
pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif.6
Berlanjutnya proses inflamasi yang maladapatif akan menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses
MOF merupakan kerusakan (injury)) pada tingkat selular (termasuk disfungsi endotel),
gangguan perfusi ke organ /jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi dan
mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya
faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein,
translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit dan efek samping dari terapi yang
diberikan.1
Tanda Dan Gejala
Gejala umum dari sepsis biasanya tidak spesifik seperti demam, menggigil, lemah, cemas,
atau kebingungan. Gejala-gejala ini tidak khas unutuk infeksi dan mungkin juga ditemukan
pada kondisi peradangan lain selain infeksi, dan mungkin tidak ditemukan pada infeksi yang
serius, tertama pada orang yang berusia lanjut.
SIRS ditandai dengan adanya 2 atau lebih gejala dibawah ini antara lain :
o Suhu lebih dari 38 C kurang dari 36 C
o Denyut jantung lebih dari 90 kali permenit
o Frekuensi nafas lebih dari 20 kali permenit
o Jumlah hitung leukosit lebih dari 12000/L, kurang dari 4000/L, atau batang > 10%
Demam merupakn gejala yang paling sering ditemukan pada pasien dengan sepsis.
Menggigil merupakan gejala sekunder berhubungan dengan demam, dimana merupakan
konsekuensi dari peningkatan aktifitas otot untuk memproduksi panas dan meningkatkan
suhu tubuh.

Berkeringat terjadi pada saat hipotalamus kembali pada pengaturan normal dan respon
terhadap peningkatan suhu tubuh, menstimulasi untuk pengeluaran panas.
Bisa terjadi perubahan status mental. Disorientasi ringan atau kebingungan biasa
ditemukan pada orang dewasa. Kecemasan, agitasi dan koma merupakan manifestasi dari
sepsis yang berat.
Hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik merupakan gambaran umum dari pasien
dengan sepsis yang merupakan stimulasi sekunder dari pusat pengendali pernafasan akibat
adanya endotoksis dan mediator-mediator inflamasi.
Gejala lokal pada organ dapat menjadi petunjuk etiologi dari sepsis antara lain :
o Infeksi kepala dan leher : Nyeri telinga, nafas bau, nyeri sinus, dan pembesaran kelenjar
getah bening.
o Infeksi dada dan paru-paru : batuk produktif, nyeri dada dan sesak nafas.
o Infeksi abdomen dan saluran cerna : nyeri perut, mual, muntah dan diare
o Infeksi pelvis dan urogenital : nyeri pinggang, sekret pada uretra atau vagina dan
gangguan buang air kecil.
o Infeksi tulang dan jaringan lunak : Nyeri lokal pada ekstremitas, eritema lokal, edema
dan pembengkakan sendi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,
mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan
inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.1
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi
cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).7
a. Oksigenasi. Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.7
b. Terapi cairan. Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,2,7
c. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan
onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
d. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada
kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, dan implan prostesis yang terinfeksi.2
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur
diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.7 Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat

mencegah pelepasan endotoksin memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi
proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan
gagal multi organ.2 Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan
data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa
terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.7
4.Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat,
akan tetapi pasien masih hipotensi. Hipotensi terjadi sebagai vasodilatasi atau sebagai akibat
disfungsi miokardial sehingga terjadi penurunan curah jantung. Vasopresor diberikan mulai
dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah
sistolik 90 mmHg. Pemantauan terhadap tingkat kesadaran dan produkasi urin dapat
menggambarkan adanya perbaikan perfusi dan fungsi organ. Untuk vasopressor dapat
dipakai dopamin >8g/kg.menit, norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.58g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 228 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau
fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1
5.
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan
disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,2
6. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan
pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (13 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis,
namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut
dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,2
7. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak
memungkinkan baru diberikan secara parenteral1
8. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat
dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga
mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan,
tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.2
9. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi dicoba pemberiannya pada sepsis berat dan renjatan dengan hasil
tidak terbukti menurunkan mortalitas. Saat ini terapi kortikosteroid hanya diberikan dengan
indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7
hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan
kontrol.1

Kepustakaan

1. Sudoyo A. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : 2006. Hal 190-192
2. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.
3. Sjamsuhidayat R, Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: 2005. Hal 120
4. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future
treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
5. Karakata S, Bachsinar B. Bedah Minor. Jakarta : 1996. Hal 78
6. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J M. Available
at: http://www.nejm.com
7. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care Med
2004;32(3):858-72.

SYOK ANAFILAKTIK
Definisi
Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang
didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok
anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau
tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi
tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya
diterapi sebagai anafilaksis.
Patofisiologi
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terpajan lagi pada antigen
tersebut, akan timbul suatu reaksi hipersensitivitas umum tipe I. Antigen yang bersangkutan
terikat pada antibodi IgE di permukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran
histamin dan zat vasoaktif yang lain sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas, dilatasi kapiler menyeluruh, peningkatan sekresi mukous membran.
Vasodilatasi akan menyebabkan syok sedangkan peningkatan permeabilitas menyebabkan
udem.2,3
Etiologi
Penyebab syok anapilaksis paling sering adalah alergen makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, media kontras radio grafis.3
Manifestasi Klinis
Manifestasi anafilaksis bervariasi dalam hal awal mula timbulnya gejala maupun perjalanan
klinisnya. Reaksi dapat timbul dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah paparan
terhadap suatu alergen. Anafilaksis fase lambat atau disebut reaksi bifasik dapat muncul 8-12
jam setelah reaksi awal. Walaupun mendapatkan pengobatan yang agresif, reaksi anafilaksis
dapat terus berlangsung hingga 5-32 jam. Semakin cepat awal timbulnya gejala, biasanya
semakin parah anafilaksis yang terjadi. Kulit, kojungtiva, saluran pernafasan atas dan bawah,
sistem kardiovaskuler dan gastrointestinal seringkali terlibat secara sendiri maupun
bersama.3
Pada kulit sering dirasakan kesemutan dan panas yang merupakan gejala awal timbulnya
anafilaksis kemudian kulit kemerahan (flushing), pruritus, urtikaria, dengan atau tanpa

angioedema. 3Gejala akut pada saluran pernafasan berupa rhinorhea, hidung buntu, bersinbersin, rasa gatal pada hidung, angioedema meliputi pembengkakan pada uvula, lidah, faring
atau laring, yang disertai suara parau atau hilangnya suara, stridor, sesak napas bahkan henti
napas. Keterlibatan saluran napas bagian bawah umumnya berupa bronkospasme dan edema
saluran napas, mengi, dan perasaan dada terhimpit.
Aritmia dapat dijumpai selama anafilaksis yaitu berupa gangguan irama atrium maupun
ventrikel. Dapat dijumpai iskemia miokard, palpitasi, dizzines atau nyeri dada, hipotensi.3
Penatalaksanaan Syok Anafilaksis
Pada penderita syok anafilaktik segera diberikan adrenalin 1/1000 dengan dosis 0.3 ml (0.01
ml/kgbb) larutan secara subkutan (SC) untuk menimbulkan vasokonstriksi atau intramuskuler
pada muskulus deltoid atau pada paha sebelah luar (vastus lateralis). Pemberian bisa diulang
15-20 menit sampai 3-4 kali. Apabila gejala penyakit bertambah buruk, atau dari awal gejala
penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan secara intramuskuler (IM).1,2,3
Apabila syok ini disebabkan karena sengatan serangga atau suntikan obat pada daerah
ekstremitas, maka perlu dipasang torniket di sebelah proksimal sengatan atau suntikan. Bila
pencetusnya adalah alergen seperti pada suntikan imunoterapi, penisilin, dan sengatan
serangga, segera diberikan suntikan infiltrasi efineprin 1:1000 atu 0.1-0.3 ml dibekas tempat
suntikan untuk mengurangi absorbsi alergen tadi.
Selanjutnya ada 2 hal yang penting pada saat pemberian terapi syok anafilaktik yaitu:
1. mengusahakan sistem pernafasan berjalan lancar sehingga oksigenasi berjalan baik.
2. sistem kardiovaskuler yang juga harus berfungsi baik agar perfusi jaringan memadai1,3
Pencegahan
Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilksis memiliki resiko untuk memperoleh reaksi
yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan
peringatan, dan bila perlu diberikan tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya.
Memberikan pengobatan yang optimal pada pasien asma atau jantung, karena pada kedua
jenis penyakit ini apabila mendapatkan serangan anafilaksis gejala akan sangat berat.
Pada pasien yang memiliki resiko mengalami reaksi anafilaktik dianjurkan untuk tidak
menggunakan obat-obatan penyekat beta karena apabila terjadi reaksi anafilaksis
pengobatannya sulit.
Greenberger dkk. Memberikan prednisone dan antihistamin sebelum memberikan media
kontras pemeriksaan radiologik pada pasien yang memiliki resiko.
Tindakan desensitisasi jangka pendek dengan penisilin. Desensitisasi jangka panajang
diberikan pada pasien yang alergi terhadap sengatan tawon.
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya reaksi anafilaksis akibat pemberian obat:
o Sebelum memberikan obat: Adakah indikasi memberikan obat, adakah riwayat alergi
obat sebelumnya, apakah pasien memiliki resiko alergi obat, Apakah obat tersebut perlu diuji
kulit dulu, Adakah pengobatan pencegahan unt k mengurangi reaksi alegi
o Sewaktu minum obat: Enam cara memberikan obat, Kalau mungkin obat diberikan secara
oral, Hindari pemakaian obat intermiten, Setelah memberikan suntikan obat pasien harus
selalu di observasi, Beritahu pasien kemungkinan reaksi yang akan terjadi, Sediakan obat
atau alat untuk mengatasi keadaan darurat, Bila mungkin lakukan uji provokasi atau
desensitisasi.1
o Sesudah minum obat: Kenali tanda dini reaksi alergi obat, Hentikan obat apabila terjadi
reaksi alergi, tindakan imunisasi sangat dianjurkan, bila terjadi reaksi berikan penjelasan
dasar kepada pasien agar kejadian tersebut tidk terulang lagi.

Kepustakaan
1. Rangganis, dkk. 2006. Renjatan Anafilaktik: Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyekit Dalam FKUI. Jakarta
2. Sjamsuhidajat, R. 2005. Syok : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
3. Soegiarto, dkk. 2007. Anafilaksis : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR.
Surabaya
SYOK NEUROGENIK
Syok distributif memiliki beberapa penyebab. Syok septik adalah bentuk paling umum dari
shock distributif, dengan kematian cukup. Di Amerika Serikat, ini adalah penyebab utama
kematian noncardiac di unit perawatan intensif (ICU). Penyebab lainnya syok distributif
termasuk sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) karena kondisi peradangan seperti luka
bakar noninfeksius & pankreatitis; shock syndrome toksik (TSS); anafilaksis; obat atau
toksin reaksi, termasuk gigitan serangga, reaksi transfusi, dan keracunan logam berat;
Addisonian krisis; insufisiensi hepatik, dan syok neurogenik akibat cedera otak atau sumsum
tulang belakang1.
Dalam syok distributif, yang perfusi jaringan yang tidak memadai ini disebabkan oleh
penurunan resistensi vaskuler sistemik (SVR) dan cardiac output yang tinggi. Perubahan
awal yang terutama dicirikan oleh evolusi perubahan kontraktilitas dan pelebaran pembuluh
perifer kecil dan dampak upaya resusitasi. Hipoksia juga menginduksi upregulation enzim
yang menciptakan oksida nitrat, sebuah vasodilator potensial, sehingga lebih memperburuk
hypoperfusion. Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya nada vaskular simpatik dari
cedera parah pada sistem saraf1.
Dalam syok neurogenik terjadi impuls dari sistem saraf simpatik tidak dapat
mempertahankan nada normal atau merangsang pembuluh darah vasokonstriksi. Kurangnya
stimulasi SNS menyebabkan vasodilatasi vena dan arteri besar. Di sisi vena, kumpulan darah
vena di pembuluh darah yg dpt dilembungkan dan tidak kembali ke vena yang lebih besar.
Karena penyatuan ini, ada berkurang jumlah darah yang kembali ke jantung. Stroke volume,
cardiac output, dan tekanan darah semua jatuh. Pada sisi arteri, terdapat penurunan resistensi
pembuluh darah perifer, yang sebenarnya membantu jantung untuk memompa dengan energi
yang lebih sedikit. Kekurangannya adalah bahwa dengan tekanan perifer menurun, tidak ada
daya penggerak untuk mendapatkan darah, oksigen, dan nutrisi ke sel. Hal ini juga
menyebabkan tingkat kecil penyatuan darah arteri, yang menurunkan jumlah darah kembali
ke jantung3.
Syok neurogenik masukkan pada non-perdarahan. shock neurogenik juga disebut sinkop.
shock ini terjadi karena reaksi vasovagal berlimpah sehingga dapat benar-benar vasodilatasi
di Regio sphlancnicus sehingga vaskularisasi otak menurun. Vasovagal reaksi biasanya
disebabkan suhu lingkungan panas, takut, terkejut, atau sakit. shock neurogenik terjadi pada
trauma seperti cedera tulang punggung, atau yang paling jarang, cedera batang otak. Cedera
kepala yang mengarah ke kondisi shock dapat disebabkan oleh syok hemoragik dan nonhemoragik. cedera saraf Spine dapat menyebabkan hipotensi sebagai dampak dari hilangnya
tonus simpatik kapiler. Kehilangan tonus simpatis kapiler efek hipovolemik memburuk dan
pada kondisi, sebaliknya akan memperburuk efek hipovolemik denervation simpatik2.
Gejala klinis
Temuan klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi dengan atau tanpa takikardia atau
vasokonstriksi kulit. Pasien tersebut umumnya merasa pusing dan kemudian menjadi tidak
sadar. Penurunan tekanan nadi tidak ditemukan pada syok neurogenik. Setelah pasien

berbaring, biasanya kondisi membaik spontan tanpa komplikasi, kecuali jika ada cedera
karena terjatuh. Pasien dengan cedera tulang punggung sering cedera di bagian tubuh
lainnya. Sehingga pasien yang dicurigai atau diketahui memiliki neurogenik shock, pertama
kali harus dikelola untuk hipovolemik2.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu diagnosis. Rontgen cervik, thorax, dan
lumbosakral spinal merupakan sangat penting untuk menentukan adanya patah tulang atau
tidak. CT scan dan MRI akan berguna untuk menentukan bagian medulla spinalis yang
menyebabkan kompresi medulla spinalis
Pengobatan
Jalan nafas yang baik dan akses intravena yang adekuat merupakan prioritas utama
Cairan intavena kristaloid untuk menjaga mean tekanan darah arteri diatas 70 torr
Jika resusitasi cairan tidak adekuat dalam menjamin perfusi organ, agen inotropik seperti
donamin 2,5 hingga 20,0 g/kg per menit dan dobutamin 2,0 hingga 20,0 g/kg per menit
dapat ditambahkan untuk memperbaiki cardiac output dantekanan perfusi
Jika dibutuhkan, bradikardi berat sebaiknya diobati dengan atropine 0,5 mg hingga 1 mg
intravena (setiap 5 menit hingga dosis total 3,0 mg) atau dengan pace maker.
Jika terdapat deficit neurologis, terapi menggunakan metilprednisolon dosis tinggi
sebaiknya diberikan dalam 8 jam setelah trauma.
Sejumlah 30 mg/kg BB bolus sebaiknya diberikan dalam 15 menit dan diikuti dengan
infus 5,4 mg/kgBB untuk 23 jam berikutnya
Kepustakaan
1. Kanaparthi LK, 2009. Shock Distributive. Available from URL: www.emedicine.com
2. Bety, 2010. Neurogenic Shock is one of important non-hemmoragic Shock. Available
from URL: helthycase.com
3. Duane lynn, 2008. Shock series part 2. Available from URL:
www.mnhealthandmedical.com

Anda mungkin juga menyukai