Anda di halaman 1dari 31

LONG CASE

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


BENIGNA AKTIF AURIKULA DEXTRA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit THT
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada :
dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT
Disusun oleh :
Ainal Fadly
20090310115

SMF ILMU PENYAKIT THT


RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

LONG CASE
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS BENIGNA AKTIF
AURIKULA DEXTRA

Disusun oleh :
Ainal Fadly
20090310115

Telah diajukan dan diuji


pada tanggal : 14 Januari 2015
Pembimbing

dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. P

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 50 tahun

Alamat

: Trimurti, Srandakan, Bantul

Pendidikan

:-

Pekerjaan

: Pedagang

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Status pernikahan

: Menikah

Tanggal periksa

: 8 Januari 2015

No RM

: 373578

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 8 Januari 2015 di poli THT RSUD Panembahan
Senopati Bantul pada jam 10.45 WIB secara autoanamnesis dengan pasien.
1. Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 6 bulan
sebelum masuk RS.
2. Keluhan Tambahan
Os juga mengeluh telinga kanan berdenging dan daya pendengaran
berkurang
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan keluar cairan bening tidak berbau dari telinga
kanan sejak 6 bulan yang lalu. Cairan putih bening tersebut selalu keluar
melalui telinga kanan setiap harinya. Banyaknya cairan yang keluar bervariasi,
seperempat sendok teh hingga setengah sendok teh.
Awal mulanya pasien mengeluh telinga terasa penuh dan bunyi
kemresek sejak 6 bulan yang lalu, yaitu saat pasien mandi terdengar suara
1

plop, kemudian pasien memeriksakan ke puskesmas dan mendapat obat tetes


telinga. Setelah obat habis keluhan tidak berkurang. Pasien memutuskan pergi
ke dokter THT di RSPS. Saat kunjungan pertama keluhan yang dirasakan masih
sama yaitu telinga kanan terasa penuh dan berdenging. Saat kunjungan ketiga
pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan jernih tidak berbau dari telinga
kanan, disertai dengan perasaan penuh dan berdenging pada telinga kanan
diikuti nyeri kepala. Keluhan-keluhan tersebut masih dirasakan pasien saat
kunjungan kelima.
Os mengatakan tidak ada nyeri telan dan kesulitan menelan makanan.
Riwayat demam disangkal, batuk dan pilek (+) kurang lebih sembuh dalam
waktu 3 hari dengan obat dari puskesmas. Riwayat sakit maag (-) mual (-), dan
muntah (-). Riwayat trauma didaerah sekitar telinga (-), riwayat kemasukan air
(-). Adanya telinga tertampar, terpajan bising yang terus menerus, disangkal
oleh pasien. Keluhan gigi berlubang juga disangkal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa (+)
- Riwayat dirawat di RS (-)
- Riwayat HT (-), DM (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami penyakit serupa pada keluarga os.
6. Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal
- Sistem respiratorius
-

: demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-)


: batuk (-), pilek (-), hidung tersumbat (-),
sekret (-)
Sistem kardiovaskular : berdebar-debar (-), sesak nafas (-)
Sistem gastrointestinal : sebah (-), nyeri ulu hati (-), diare (-)
Sistem urogenitalia
: BAK lancar
Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan gerak
Sistem integumentum : akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran
: Compos mentis
- Tanda-tanda vital :
Nadi
: 84 kali/menit
Suhu
: afebris
2

Pernafasan
Tekanan darah
BB
TB

Kepala

Mata

: Normocephal, rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak


mudah dicabut.
: Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
kanan dan kiri, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

langsung +/+.
Hidung
: tidak tampak kelainan, deviasi septum (-), sekret (-).
Telinga
: Normotia, serumen -/-, membran timpani perforasi -/+
Mulut dan bibir : Tidak sianosis, mukosa tidak kering
Leher
: Trakea lurus di tengah, tidak teraba massa
KGB
:
Submandibular : tidak teraba
Supraklavikular : tidak teraba
Retroaurikular : tidak teraba
Cervical
: tidak teraba
Paru
Inspeksi : kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dan

: 20 kali/menit
: 110/70 mmHg
: tidak diperiksa
: tidak diperiksa

dinamis, tidak ada retraksi sela iga.


Palpasi : Vocal fremitus kedua hemithorax sama kuat.
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax.
Auskultasi: suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax, ronkhi (-),

wheezing(-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis
sinistra.
Perkusi : tidak dilakukan.
Auskultasi: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: Bising usus (+) 6 kali / menit.
Palpasi
: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, nyeri ketok ginjal kiri (+)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
: lengkap, tidak ada deformitas, tidak oedem

2. Status Lokalis THT


a. Telinga

Kanan

Kiri

Normal
Deformitas (-)

Normal
Deformitas (-)

Normotia, nyeri tarik (-),

Normotia, nyeri tarik (-), nyeri

nyeri tekan tragus (-), nyeri

tekan tragus (-), nyeri tekan

tekan mastoid (-)

mastoid (-)

Retroaurikular

Sikatriks (-), fistel (-)

Sikatriks(-), fistel (-)

Liang telinga

Lapang

Lapang

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Sekret (+) warna putih bening

(-)

Bentuk telinga luar

Daun telinga

Mukosa
Sekret

tidak berbau
Serumen
Membran timpani

(-)

(-)

Perforasi sentral (+) hiperemis

Perforasi (-), hiperemis (-),

(-), reflex cahaya jam 5 (+),

reflex cahaya jam 7 (-), warna

warna putih mengkilat (+)

putih mengkilat (-)

Perforasi (+) 20 %
dari luas membran
timpani
DBN
Cone of light

Kesan : perforasi sentral 20% , oval regular


Tes Penala
Kanan

Kiri

(+)

(+)

Tes Rinne
Tes Weber

Lateralisasi ke kiri

Tes Schwabach

Tidak dilakukan

Penala yang digunakan

Tidak dilakukan
512 Hz

b. Hidung
- Pemeriksaan Hidung

Deformitas
Nyeri tekan

Kiri

Tidak ada

Tidak ada

Dahi (-), pipi (-), depan telinga (-) Dahi (-), pipi (-), depan telinga (-)

Krepitasi
Transluminasi

Kanan

(-)

(-)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Rinoskopi anterior
Kanan

Kiri

Sekret (-), krusta (-)

Sekret (-), krusta (-)

Konka inferior

Hipertrofi (-), hiperemis (-)

Hipertrofi (-), hiperemis (-)

Konka media

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Vestibulum

Konka superior

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Meatus nasi

Pus (-), polip (-)

Pus (-), polip (-)

media
Kavum nasi

Lapang

Lapang

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Sekret

(-)

(-)

Septum

Deviasi (-)

Deviasi (-)

Dasar hidung

Normal

Normal

Aliran Udara

Hambatan (-)

Hambatan (-)

Mukosa

1
2
3

Rinoskopi Posterior

: tidak dilakukan pemeriksaan

c.
5

Keterangan : 1. Concha4 Superior


2. Concha Media
3. Meatus Inferior
4. Arkus Faring
5. Tuba+Fossa Rossenmuleri
c. Tenggorokan
1

Keterangan : 1.Uvula
2. Tonsila Palatina

Pemeriksaan Faring
Cavum oris
: caries (-), stomatitis (-)
Arkus faring
: simetris (+), hiperemis (-), edema (-)
Dinding faring
: hiperemis (-)
Uvula
: letak di tengah, hiperemis (-)
Tonsila palatina
:
Besar : T1-T1
Warna : merah muda, hiperemis (-)
Kripta (-)
Detritus (-)
Perlengketan (-)

Pemeriksaan Laring

Keterangan :
1. Epiglotis
2. Kartilago aritenoid
3. Plika vestibularis
4. Plika vokalis
5. Plika ariepiglotika
6. Rima glotis

d. LEHER
Kelenjar limfe submandibula
Kelenjar limfe servikal
Kelenjar limfe Retroaurikular

: tidak teraba membesar


: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
7

D. DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronis Benigna Aktif Aurikula Dextra
E. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
-

Telinga yang sakit jangan sampai kemasukan air

Jangan meminum es

Jangan sampai batuk pilek

Medikamentosa
- Aural toilet menggunakan Perhidrol 3% 3x III gtt AD
- Chloramphenicol ear drop 1% 3x III gtt AD
- CTM 2x1
- GG 3x1
- MP 3x1
F. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanasionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

ANATOMI TELINGA TENGAH

A. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut :
Batas luar
: membran timpani
Batas depan
: tuba eustachius
Batas bawah
: vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang
: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
Batas atas
: tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam
: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.

Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini
dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih
setengah inci.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).
9

Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.
Gambar membran timpani telinga kanan

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3


1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum3.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah
yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melakat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba eustachius disebut juga
tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa
10

panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13
dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm1.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu1 :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu1,9 :
a.
b.
c.
d.

M. tensor veli palatini


M. elevator veli palatini
M. tensor timpani
M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga, drainase sekret, dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna
untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan
uara luar.

II. FISIOLOGI PENDENGARAN


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga kemudian dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimfe dalam
skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimfe
dan membran basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung
mendesak endolimfe dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah
dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut
berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi
aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VIII, yang kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang
ada di lobus temporalis1,4.
III. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
11

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan
sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Menurut

Ramalingam

bahwa

OMSK

adalah

peradangan

kronis

lapisan

mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahanperubahan patologis yang ireversibel,2,4
Macam-macam perforasi membran timpani :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total1,2,4. Di seluruh tepi perforasi masih ada membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma1,2,4.
IV. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,11 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak (benigna) = tipe aman = tipe rhinogen.
Pada tipe aman ini, terbatas pada mukosa saja dan tidak mengenai tulang serta tidak
terdapat kolesteatoma. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

1.1. Penyakit aktif


Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan sekret yang keluar dari kavum timpani
keluar secara aktif. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba
eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret
bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
12

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas (maligna) = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih
sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana
bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu :1,3
a. Kongenital
Kolesteatoma kongenital terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi.
b. Didapat / akuisital
Kolesteatoma tipe ini terbentuk setelah anak lahir. Jenis ini terbagi atas dua, yaitu :
- Kolesteatoma akuisital primer
- Kolesteatoma akuisital sekunder
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai terjadinya kolesteatoma pada tipe ini,
teori itu adalah2,5 :
1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia
membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk
menjadi nekrotis, terangkat keatas.
2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia
teori menurut Wendt).
4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars flaksida ( attic retraction
cholesteatom).
5. Teori Invaginasi : Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana
timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan
tuba
6.

Teori Implantasi: Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat
adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu
operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling
sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat
apabila sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di
sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
13

terhadap tulang diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam oleh


pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi
seperti labirinitis, meningitis dan abses otak

V. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi
tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia7,9.
VI. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral
(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Lingkungan
Genetik
Otitis media sebelumnya.
Infeksi15
Infeksi saluran nafas atas
Autoimun
Alergi
Gangguan fungsi tuba eustachius.

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari
meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi
saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari
nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B
hemolitikus dan pneumococcus).
14

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada


OMSK1,2 :
a.

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret

b.

telinga purulen berlanjut.


Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

c.

perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

d.

migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain10 :


1.
2.
3.

Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.


a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
Perforasi membran timpani yang menetap.
Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga

4.
5.
6.

tengah.
Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.

VII. PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus 1,6. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi
kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis1.
VIII. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan
kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman
gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1.

Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.


15

2.
3.

4.

Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit


Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya.
Pneumatisasi mastoid7

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi
antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang
terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terusberlanjut, mastoid
mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.
IX. GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis2.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat8
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis1,2.
4. Vertigo
16

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum4.
X. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :
a.
b.
c.
d.

Adanya Abses atau fistel retroaurikular


Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

XI. PEMERIKSAAN KLINIK


Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut1,3 :
-Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
-

Normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli sedang berat
Tuli berat
Tuli total

: -10 dB sampai 26 dB
: 27 dB sampai 40 dB
: 41 dB sampai 55 dB
: 56 dB sampai 70 dB
: 71 dB sampai 90 dB
: lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :


1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

17

-Pemeriksaan Radiologi
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur3.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi
ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran akibat2,3
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.

-Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie,
H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp1,2.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut.
Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada
anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi3.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus
aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah
18

ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid.
Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus
resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan
gentamisin2

19

XII. PENATALAKSANAAN

20

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani yang
permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat sumber infeksi
di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang
irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konserfatif atau dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan
H2O2 3% selama 3-5 hari. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau
eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada
infeksi yang dicurigai penyebebnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat,
serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi,
bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medika mentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
mastoidektomi.
Untuk mencapai hasil terapi antimikroba yang optimal pada OMSK, harus dilakukan
isolasi kuman penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun demikian, tidak
semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba, walaupun terapi yang diberikan
telah sesuai dengan uji kepekaan.

-OMSK BENIGNA TENANG

21

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
-OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2. Pemberian antibiotika : - topikal antibiotik ( antimikroba)
- sistemik
Pemberian antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan
obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.4 Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni3.
Bubuk telinga yang digunakan seperti3 :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah3 :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E.
Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis
Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus
aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap
ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol

22

Obat ini bersifat bakterisid, aktif melawan basil gram positif dan gram negatif
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya B.fragilis.
Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan
yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah2,3.
-

Pseudomonas
: Aminoglikosida karbenisilin
P. mirabilis
: Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris
: Aminoglikosida Karbenisilin
Klebsiella
: Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli
: Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus
: Anti-stafilikokus penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis
: Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu derivat asam

nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK
belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan
dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1,2,6.
-OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
23

terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)


Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran

timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
1. Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada otitis media supuratif kronis tipe benigna yangdengan
pengobatan konservatif tidak sembuh.Dengan tindakan operasi inidilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik.Tujuannya ialahagar dapat telinga tidak berair lagi.
2. Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada otitis media supuratif kronis tipe malignadengan infeksi
atau kolesteatoma yang sudah meluas.Tujuan operasi ini ialahuntuk membuang semua
jaringan patologik dan mencegah komplikasi keintracranial, kerugian operasi ini ialah pasien
tidak diperbolehkan berenangseumur hidupnya pasien harus dating teratur untuk kontrol
supaya tidak terjadiinfeksi kembali.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada otitis media supuratif kronis dengankolesreatoma di
daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani seluruh ronggamastoid dibersihkan dan
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuanoperasi ini ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari ronggamastoid..
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan dikenaljuga dengan
nama timpamoplasti tipe 1. Rekontruksi hanya dilakukan padamembran timpani.Tujuan
operasi ini ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga pada otitis media supuratif

24

kronis tipe benigna yang sudah tenang denganketulian ringan, yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada otitis media supuratif kronis tipe benignadengan
kerusakan yang lebih berat atau otitis mesia supuratif kronis tipe benignayang tidak bisa
disembuhkan

dengan

pengobatan

medikamentosa.

Tujuan

operasiini

ialah

untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran,padaoperasi ini selain rekontruksi


membrane timpani seringkali harus dilakukan jugarekontruksi tulang pendengaran. Sebelum
rekontruksi dikerjakan lebih dahahuludilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi untukmembersihkan jaringan patologik.
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan tekni timpanoplasti dikerjakan pada kasus otitismedia
supuratif kronis tipe maligna atau tipe benigna dengan jaringan granulasiyang luas. Tujuan
operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit sertamemperbaiki pendengaran tanpa
melakukan tekni mastoidektomi radikal,membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi
di kavum timpani, dikerjakanmelalui dua jalan yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
denganmelakukan timpanotomi posterior.
XI. KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman
yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
25

3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan1,2 :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak

26

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, pasien datang ke poli THT
dengan keluhan keluar cairan bening tidak berbau dari telinga kanan sejak 6 bulan yang lalu.
Cairan putih bening tersebut selalu keluar melalui telinga kanan setiap harinya. Banyak nya
cairan yang keluar bervariasi, seperempat sendok teh hingga setengah sendok teh.
Keluhan disertai dengan telinga berdenging, penurunan daya pendengaran, dan sensasi
penuh pada telinga kanan. Berdasarkan pemeriksaan inspeksi, palpasi, dan otoskopi
ditemukan cairan yang keluar melalui liang telinga kanan berupa cairan jernih dan tidak
berbau serta tidak terdapat nyeri tekan tragus pada pemeriksaan. Pada otoskopi di temukan
perforasi membrane timpani telinga kanan yang letaknya di sentral.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan otoskopi
pada pasien. Pasien ini didiagnosis otitis media supuratif kronis benigna aktif aurikula dextra.
Pasien datang ke poli dan diberikan penatalaksanaan dengan medikamentosa dan nonmedikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA
27

1.

Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta:
FKUI, 2010. h. 64-77

2.

Helmi. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam.
Jakarta: FKUI, 2010. h. 78-9

3.

Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997:
88-118

4.

Berman S. Otitis Media in Developing Countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org

5.

Thapa N, Shirastav RP. Intracranial Complication of Chronic Suppuratif Otitis Media,


Attico-Antral Type: Experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from
URL:http://www.jneuro.org

6.

Yeds PD, Flood LM, Banerjee A, Cliford K. CT-scanning of Middle Ear Cholesteatome:
What Does The Surgeon Want To Know? The British Journal of Radiology. 2002; 75:
847-852. Available from URL: http://www.bjradio.org

7.

Loy AHC, Tan AL, Lu PKS. Microbiology of Chronic Suppurative Otitis Media in
Singapore. Singapore Med J. 2002; 43: 296-9

8.

Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of Ototopical


Antibiotics for Chronic Suppurative Otitis Media in Aboriginal Children: a Communitybased, Multicentre, Double-blind Randomised Controlled Trial. Medical Journal of
Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au

9.

Dugdale AE. Management of Chronic Suppurative Otitis Media. Medical Journal of


Australia. 2004. Available from URL:http://www.mja.com.au

10. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial Complication of Chronic
Suppurative Otitis Media in Children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
Available from URL:http://www.rborl.org.br
28

11. Vesterager V. Fortnightly review: Tinnitus Investigation and Management. BMJ. 1997.
available from URL:http://www.bmj.org

29

Anda mungkin juga menyukai