Anda di halaman 1dari 16

Tata Cara Adat Batak Toba

Horas - Tata cara adat batak toba.


Ada beberapa maca tata cara ada batak toba, yang salah satunya adalah Paratur ni parhundulon
(Posisi Duduk).
Didalam kehidupan orang Batak sehari-hari kekerabatan (partuturon) adalah kunci pelaksanaan
dari falsafah hidupnya, Boraspati ( baca boraspati di artikel saya selanjutnya, ini digambarkan
dengan dua ekor cecak/cicak, saling berhadapan, yang menempel di kiri-kanan Ruma
Gorga/Sopo/Rumah Batak ). Kekerabatan itu pula yang menjadi semacam tonggak agung untuk
mempersatukan hubungan darah, menentukan sikap kita untuk memperlakukan orang lain
dengan baik.
Paratur ni parhundulon atau posisi duduk adalah salah satu istilah dalam ritual adat Batak, yang
kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Posisi duduk dalam suatu acara adat Batak
sangat penting, karena itu akan mencerminkan unsur-unsur penghormatan kepada pihak-pihak
tertentu. Karena yang menulis sumber-sumber bacaan ini, termasuk saya, kesemuanya laki-laki,
maka ada baiknya kita memposisikan diri sebagai pihak laki-laki, agar nantinya mudah
memahami berbagai struktur partuturon yang saya dan kita semua tahu, sangat rumit. Kepada
ito-ito yang mungkin akan kebingungan, cobalah membayangkan seolah ito-ito semua adalah
laki-laki dalam keluarga. Di akhir bacaan ini, diharapkan pembaca bisa memahami posisinya
masing-masing.

Petuah nenek moyang kita:


- Jolo tiniptip sanggar, laho bahen huruhuruan, jolo sinungkun marga, asa binoto partuturan
- Hau antaladan, parasaran ni binsusur, sai tiur do pardalanan molo sai denggan iba martutur

Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan Dalihan Na Tolu :


1. Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu
2. Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih
3. Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan
Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :
1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung
2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda
3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung
4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh
5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga
6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu
7. Dongan sapadan ni marga ( pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon ( Padan marga
akan saya tuliskan juga nanti, lengkap dengan Padan na buruk =sumpah mistis jaman dulu yang
menyebabkan beberapa marga berselisih, hewan dengan marga, kutukan yang abadi, dimana
hingga saat ini tetap ada tak berkesudahan )
Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan dongan sabutuha :
- Manat ma ho mardongan sabutuha, molo naeng sangap ho
- Tampulon aek do na mardongan sabutuha
- Tali papaut tali panggongan, tung taripas laut sai tinanda do rupa ni dongan
Yang dimaksud dengan boru :
1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita
2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
3. Namboru ni suhut
4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba = perempuan
pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita
5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak ompung
yang se-kampung pula dengan pihak hulahula
6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan
perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).
8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua laki-laki
yang memanggil kita Amang
Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan boru :
- Elek ma ho marboru, molo naeng ho sonang
- Bungkulan do boru ( sibahen pardomuan )
- Durung do boru tomburon hulahula, sipanumpahi do boru tongtong di hulahula
- Unduk marmeme anak, laos unduk do marmeme boru = kasih sayang yang sama terhadap
putera dan puteri

- Tinallik landorung bontar gotana, dos do anak dohot boru nang pe pulikpulik margana
Kata-kata bijak perihal bere :
Amak do rere anak do bere, dangka do dupang ama do tulang
Hot pe jabu i sai tong do i margulanggulang, tung sian dia pe mangalap boru bere i sai hot do i
boru ni tulang
Yang dimaksud dengan hulahula :
- Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua
- Tulang
- Bona Tulang = tulang dari persaudaraan ompung
- Bona ni ari = hulahula dari Bapak ompung kita ( rumit ). Pokoknya, semua hulahula yang
posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari.
- Tulang rorobot = tulang dari lae/isteri kita, tulang dari nantulang kita, tulang dari ompung boru
lae kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita nikahi, merekalah yang
disebut dengan inang bao.
- Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga ( wow )
Kata-kata bijak penuntun hubungan kita dengan hulahula :
- Sigaiton lailai do na marhulahula, artinya ; sebagaimana kalau kita ingin menentukan jenis
kelamin ayam (jantan/betina ), kita terlebih dulu menyingkap lailai-nya dengan ati-hati,
begitupula terhadap hulahula, kita harus terlebih dulu mengetahui sifat-sifat dan tabiat mereka,
supaya kita bisa berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya.
- Na mandanggurhon tu dolok do iba mangalehon tu hulahula, artinya ; kita akan mendapat
berkat yang melimpah dari Tuhan, kalau kita berperilaku baik terhadap hulahula.
- Hulahula i do debata na tarida
- Hulahula i do mula ni mata ni ari na binsar. Artinya, bagi orang Batak, anak dan boru adalah
matahari ( mata ni ari ). Kita menikahi puteri dari hulahula yang kelak akan memberi kita
hamoraon, hagabeon, hasangapon, yaitu putera dan puteri (hamoraon, hagabeon, hasangapon
yang hakiki bagi orang Batak bukanlah materi, tetapi keturunan,selengkapnya baca di Ruma
Gorga )
- Obuk do jambulan na nidandan baen samara, pasupasu na mardongan tangiang ni hulahula do
mambahen marsundutsundut so ada mara
- Nidurung Situma laos dapot Porapora, pasupasu ni hulahula mambahen pogos gabe mamora
Nama-nama partuturon dan bagaimana kita memanggilnya ( ini versi asli, kalau ternyata dalam
masa sekarang kita salah menggunakannya, segeralah perbaiki ) (sekali lagi, kita semua
memposisikan diri kita sebagai laki-laki )
A. Dalam keluarga satu generasi :
(1) Amang/Among : kepada bapak kandung
(2) Amangtua : kepada abang kandung bapak kita, maupun par-abangon bapak dari dongan
sabutuha, parparibanon. Namun kita bisa juga memanggil Amang saja

(3) Amanguda : kepada adik dari bapak kita, maupun par-adekon bapak dari dongan sabutuha,
parparibanon. Namun bisa juga kita cukup memanggilnya dengan sebutan Amang atau Uda
(4) Haha/Angkang : kepada abang kandung kita, dan semua par-abangon baik dari amangtua,
dari marga
(5) Anggi : kepada adik kandung kita, maupun seluruh putera amanguda, dan semua laki-laki
yang marganya lebih muda dari marga kita dalam tarombo. Untuk perempuan yang kita cintai,
kita juga bisa memanggilnya dengan sebutan ini atau bisa juga Anggia
(6) Hahadoli : atau Angkangdoli, ditujukan kepada semua laki-laki keturunan dari ompu yang
tumodohon ( mem-per-adik kan ) ompung kita
(7) Anggidoli : kepada semua laki-laki yang merupakan keturunan dari ompu yang ditinodohon
( di-per-adik kan ) ompung kita, sampai kepada tujuh generasi sebelumnya. Uniknya, dalam
acara ritual adat, panggilan ini bisa langsung digunakan ( tidak perlu memakai Hata Pantun atau
JagarJagar ni hata : tunggu artikel berikut )
(8) Ompung : kepada kakek kandung kita. Sederhananya, semua orang yang kita panggil dengan
sebutan Amang, maka bapak-bapak mereka adalah Ompung kita. Ompung juga merupakan
panggilan untuk datu/dukun, tabib/Namalo.
(9) Amang mangulahi : kepada bapak dari ompung kita. Kita memanggilnya Amang
(10) Ompung mangulahi: kepada ompung dari ompung kita
(11) Inang/Inong : kepada ibu kandung kita
(12) Inangtua : kepada isteri dari semua bapatua/amangtua
(13) Inanguda : kepada isteri dari semua bapauda/amanguda
(14) Angkangboru : kepada semua perempuan yang posisinya sama seperti angkang
(15) Anggiboru : kepada adik kandung. Kita memanggilnya dengan sebutan Inang
(16) Ompungboru : lihat ke atas
(17) Ompungboru mangulahi : lihat ke atas
(Note : sampai disini, kalau masih bingung, mari minum-minum kopi sambil merokok-merokok,
atau minum-minum jus)
B. Dalam hubungan par-hulahula on
(a) Simatua doli : kepada bapak, bapatua, dan bapauda dari isteri kita. Kita memangilnya dengan
sebutan Amang
(b) Simatua boru : kepada ibu, inangtua, dan inanguda dari isteri kita. Kita cukup memangilnya
Inang
(c) Tunggane : disebut juga Lae, yakni kepada semua ito dari isteri kita
(d) Tulang na poso : kepada putera tunggane kita, dan cukup dipangil Tulang
(e) Nantulang na poso : kepada puteri tunggane kita, cukup dipanggil Nantulang
(f) Tulang : kepada ito ibu kita
(g) Nantulang : kepada isteri tulang kita
(h) Ompung bao : kepada orangtua ibu kita, cukup dipanggil Ompung
(i) Tulang rorobot : kepada tulang ibu kita dan tulang isteri mereka, juga kepada semua hulahula
dari hulahula kita (amangoiborat na i )
(j) Bonatulang/Bonahula : kepada semua hulahula dari yang kita panggil Ompung
(k) Bona ni ari : kepada hulahula dari ompung dari semua yang kita panggil Amang, dan

generasi di atasnya
C. Dalam hubungan par-boru on
(1) Hela : kepada laki-laki yang menikahi puteri kita, juga kepada semua laki-laki yang menikahi
puteri dari abang/adik kita. Kita memanggilnya Amanghela
(2) Lae : kepada amang, amangtua, dan amanguda dari hela kita. Juga kepada laki-laki yang
menikahi ito kandung kita
(3) Ito : kepada inang, inangtua, dan inanguda dari hela kita
(4) Amangboru : kepada laki-laki ( juga abang/adik nya) yang menikahi ito bapak kita
(5) Namboru : kepada isteri amangboru kita
(6) Lae : kepada putera dari amangboru kita
(7) Ito : kepada puteri dari amangboru kita
(8) Lae : kepada bapak dari amangboru kita
(9) Ito : kepada ibu/inang dari amangboru kita
(10) Bere : kepada abang/adik juga ito dari hela kita
(11) Bere : kepada putera dan puteri dari ito kita
(12) Bere : kepada ito dari amangboru kita
Alus ni tutur tu panjouhon ni partuturan na tu ibana ( hubungan sebutan kekerabatan timbal balik
)Kalau kita laki-laki dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan emanggil kita:
amang,amangtua VS amanguda amang
inang, inangtua VS inanguda amang
angkang VS anggi(a)
ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS anggi(a)
ompungboru ( suhut ) VS anggi(a)
ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS lae
ompungboru ( bao ) VS amangbao
inang ( anggiboru ) VS amang
anggia VS angkang
anggia ( pahompu ) VS ompung
inang ( bao ) VS amang
inang ( parumaen ) VS amang
amang ( simatua ) VS amanghela
inang ( simatua ) VS amanghela
tunggane VS lae
tulang VS bere
nantulang VS bere
tulang na poso VS amangboru
nantulang na poso VS amangboru
bere VS tulang
ito VS ito
parumaen/maen VS amangboru

amang ( na mambuat maen ni iba ) VS amang


Kalau kita perempuan dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan memanggil kita:
amang, amangtua, VS amanguda inang
inang, inangtua, VS inanguda inang
angkang VS anggi(a)
ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS ito
ompungboru ( suhut ) VS eda
ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS ito
ompungboru ( bao ) VS eda
inang ( anggiboru ) VS #####
anggia VS angkang
anggia ( pahompu ) VS #####
inang ( bao ) VS #####
inang ( parumaen ) VS inang
amang ( simatua ) VS inang
inang ( simatua ) VS inang
tunggane VS #####
tulang VS bere
nantulang VS bere
tulang na poso VS #####
nantulang na poso VS #####
bere VS nantulang
ito VS ito
parumaen/maen VS nanmboru
amang ( na mambuat maen ni iba ) VS inang
Beberapa hal yang perlu di ingat :
- LEBANLEBAN TUTUR
- Hanya laki-laki lah yang mar-lae, mar-tunggane, mar-tulang na poso dohot nantulang na poso
- Hanya perempuan lah yang mar-eda, mar-amang na poso dohot inang na poso
- Di daerah seperti Silindung dan sekitarnya, dalam parparibanon, selalu umur yang menentukan
mana sihahaan (menempati posisi haha ), mana sianggian ( menempati posisi anggi ). Tapi kalau
di Toba, aturan sihahaan dan sianggian dalam parparibanon serta dongan sabutuha sama saja
aturannya.

Berikut sedikit ulasan mengenai urut-urutan pra sampai pasca pernikahan adat Na Gok :
1. Mangarisika..
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika
pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau
(tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat
berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip..
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan
kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot..
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan
marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta..
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya
(ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama
dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :

Kerabat marga ibu (hula-hula)

Kerabat marga ayah (dongan tubu)

Anggota marga menantu (boru)

Pengetuai (orang-orang tua)/pariban

Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat
menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.

5. Martumpol (baca : martuppol)


Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana
perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan
oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah
pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang
di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari
minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru
dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan
oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :

Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis


Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara
pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu
yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum
pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh
pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah
sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah
pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat
kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh
kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk (lihat detail)
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita
ialah berbagi jambar :

Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan
jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.

Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos
yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang
pengantin ke rumah paranak.

9. Mangihut di ampang (dialap jual)


Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan
mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita
dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke
tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar),
sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)

Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka


diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke
rumah pengantin pria.

Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru

12. Paulak Unea..

Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka
paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk
menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama
keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum
berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).

Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya


dan selanjutnya memulai hidup baru.

13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria
tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan
mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri
(rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah
berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan
tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa
makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur)

Macam-macam Upacara Adat Batak dan Fungsinya

1.Upacara Adat Batak MangIrdak atau Mangganje atau Mambosuri (adat tujuh bulanan)
Upacara Adat Mangirdak adalah suatu Upacara yang diperuntukkan kepada Seorang Ibu yang
sedang Mengandung Bayi yang Usia Kandungan Bayi yang akan Lahir tersebut sudah mencapai
Tujuh Bulan.
2.Upacara Adat Batak Martutu Aek
Upacara Adat Martutu Aek adalah suatu Upacara yang diperuntukkan untuk Pemberian Nama
dari Bayi yang sudah seharusnya diberi Nama oleh Pihak Keluarga,Sayangnya Upacara ini sudah
Jarang dilakukan oleh Orang Suku Batak karena Bertentangan dengan Ajaran Agama.
3.Upacara Adat Batak Mangharoan
Upacara Adat Mangharoan adalah suatu Upacara yang dilakukan setelah Kelahiran Seorang Bayi
yang sudah Berumur Dua Minggu,untuk Menyambut Bayi tersebut ke Satu Keluarga yang Baru.
4.Upacara Adat Batak Hamatean
Upacara Adat Hamatean adalah suatu Upacara Adat Batak untuk Kematian,Upacara Adat Batak
ini disesuikan dengan Adat Batak Toba,Apakah Adat Batak yang akan dibuat untuk Kematian
Seseorang tersebut.Hal ini berhubungan dengan beberapa Jenis Upacara Adat Batak untuk
Kematian,Ada Sari Matua,Saur Matua,Maulibulung dan lain-lain.
5.Upacara Adat Batak Manulangi
Upacra Adat Manulangi adalah suatu Upacara yang diperuntukkan kepada Orang Tua yang sudah
Lanjut Usia,kegiatan Menyuapi/Menyulangi ini dilakukan oleh Anak dan Cucu dari Orang Tua
yang sudah Lanjut Usia tersebut,Makanan yang diberikan merupakan Makanan yang di Sukai
Orang Tua tersebut atau Makan Terbaik yang bisa diberikan oleh Anak dan Cucu.
6.Upacara Adat Batak Mangongkal Holi
Upacara Adat Mangongkal Holi adalah suatu Upacara Adat Panggilan Tulang Belulang Orang
Tua yang sudah Meninggal,dan Tulang dari Orang Tua tersebut dimasukkan ke dalam Tugu atau
Monumen untuk Menghormati Orang Tua yang telah Meninggal Dunia.
7.Upacara Adat Batak Marhajabuan
Upacara Adat Marhajabuan adalah suatu Upacara Adat Pernikahan sesuai dengan Adat Batak
Toba,Marhajabuan Artinya Berumah Tangga Maksud dan Tujuannya Agar setiap Masyarakat
Batak yang Berumah Tangga harus melalui sebuah Pesta Adat,Tidak boleh hanya di Baptis di

Gereja atau hanya sekedar Akad Nikah saja,Upacara Marhajabuan harus juga disertakan dalam
Kegiatan atau Acara Pernikahan tersebut.

Dalam adat Batak Toba, upacara perkawinan didahului oleh upacara pertunangan. Upacara ini
bersifat khusus dan otonom; diakhiri dengan tata cara yang menjamin, baik awal penyatuan
kedua calon pengantin ke dalam lingkungan baru, maupun perpisahan dan peralihan dari masa
peralihan tetap, sebagaimana akan diteguhkan dalam upacara perkawinan. Dengan demikian, tata
upacara perkawinan terdiri dari tata cara penyatuan tetap atau permanen ke dalam lingkungan
(sosial) baru, dan tata cara penyatuan yang bersifat personal.[1]
Berdasarkan jenisnya ritus atau tata cara yang digunakan, perkawinan adat Bata Toba dibagi
menjadi 3 (tiga) tingkatan :

Unjuk : ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur


adat Batak Dalihan Na Tolu. Inilah yang disebut sebagai tata upacara ritus
perkawinan biasa (unjuk);

Mangadati : ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat


Batak Dalihan Na Tolu, sehingga pasangan yang bersangkutan mangalua
atau kawin lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut
memiliki anak; dan

Pasahat sulang-sulang ni pahoppu : ritus perkawinan yang dilakukan di luar


adat Batak Dalihan Na Tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan
ritusnya diadakan setelah memiliki anak.

Fungsi dan Peran[sunting | sunting sumber]

Kompleksitas upacara perkawinan adat Batak Toba meliputi peran subyek dan objek yang
terlibat di dalamnya. Menurut Arnold van Gennep [2], kompleksitas upacara perkawinan dapat
dijelaskan dalam 5 (lima) pokok permasalahan: dua jenis yang berbeda, garis keturunan,
keluarga, suku, dan tempat tinggal, yakni :
The collectivities in question are: the two sex groups, sometimes represented by the ushers and
bridesmaids, or by the male relatives on one hand and the female relatives on the other;
patrilineal or matrilineal descent groups; the families of each spouse in the usual sense of the
word, and sometimes families broadly speaking, including all relatives; groups such as a totem
clan, fraternity, age group, community of the faithful, occupational association, or caste to which
one or both of the young people, their mothers and fathers, or all their relatives belong; the local
group (hamlet, village, quarter of a city, plantation,etc).

Uniknya, dalam ritus perkawinan adat Batak Toba, selain kedua mempelai juga dilibatkan
seluruh perangkat masyarakat. Perbedaannya, peran-peran dalam rangkaian upacara perkawinan
adat Batak Toba selalu terkait dengan tiga kedudukan utama dalam adat: dongan-sabutuha /
dongan-tubu, hulahula, dan boru.
Pertukaran Prestasi[sunting | sunting sumber]

Selain pentingnya inisiasi (masa peralihan) dan peran-peran yang terlibat, perkawinan juga
menyangkut aspek ekonomi dengan segala macam kepentingan di dalamnya, termasuk dalam hal
perencanaan pesta perkawinan yang akan dilaksanakan. Peranan dasar aspek ekonomi ini,
misalnya, tampak jelas dalam menetapkan jumlah uang, pembayaran, pengembalian
pembayaran: harga pengantin (sinamot), pembayaran para pelayanan pengantin selama upacara
perkawinan berlangsung, dan seterusnya.
Konsep pembayaran dalam perkawinan adapt mencakup pembayaran oleh pihak pengantin
laki-laki atau kerabatnya kepada ayah atau pemelihara pengantin wanita. Pembayaran ini bahkan
merupakan bagian utama dari pengesahan perkawinan menurut adat Batak Toba. Bila pertukaran
ini sudah sudah terpenuhi, maka perkawinan itu menjadi sah dan keluarga yang baru itu sudah
mandiri; dan bila sebaliknya yang terjadi, maka pengantin pria harus membaktikan diri untuk
keluarga wanita sampai tuntutan nikah ini terpenuhi (dapat dibandingkan dalam Alkitab tentang
Kisah Yakub dan Rahel dalam Kejadian 29:20). Artinya, pengesahan suatu perkawinan
mencakup seluruh rangkaian prestasi : suatu tindakan membayar apa yang dituntut adat /
tuntutan adat untuk membayar sesuatu yang berasal dari usaha atau kemampuan seseorang.
Pertimbangannya adalah jika keluarga, desa, atau suku tertentu kehilangan anggota-anggotanya
yang produktif (laki-laki atau perempuan yang akan menikah), sedikitnya haruslah memperoleh
imbalan dari pihak yang mendapatkan mereka. Dalam upacara perkawinan adapt Batak
Toba, hal ini dijelaskan dalam tindakan simbolik pembagian makanan, pakaian, perhiasan, dan
diatas semuanya itu banyak tata cara yang mencakup uang tebusan.
Tebusan-tebusan ini selalu terjadi pada waktu bersamaan dengan upacara-upacara perpisahan.
Harga mempelai wanita, menurut hukum adat, dimiliki oleh anak perempuan; dan kesepakatan
itu ditinjau dari makan bersama, saling mengunjungi di antara keluarga-keluarga, pertukaran
hadiah-hadiah yang diberikan oleh para kerabat, sahabat, dan tetangga.

Kekhasan Perkawinan Batak Toba[sunting | sunting sumber]


Ciri-Ciri[sunting | sunting sumber]

Proses perkawinan dalam adat kebudayaan Batak Toba menganut hukum eksogami (perkawinan
di luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat Batak
Toba: orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (namariboto),
perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, dan bersifat patrilineal,
dengan tujuan untuk melestarikan galur suami di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik, nama, dan
jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki.

Ada 2 (dua) ciri utama perkawinan ideal dalam masyarakat Batak-Toba, yakni
1. Berdasarkan rongkap ni tondi (jodoh) dari kedua mempelai; dan
2. Mengandaikan kedua mempelai memiliki rongkap ni gabe (kebahagiaan,
kesejahteraan), dan demikian mereka akan dikaruniai banyak anak.

Sementara ketidakrukunan antara suami-isteri terjadi apabila tondi mereka tidak bisa lagi hidup
rukun (so olo marrongkap tondina) dan itu akan tampak di kemudian hari. Ketidakrukunan ini
mungkin akan mengakibatkan terjadinya perceraian. Sebaliknya, sekali mereka sudah
melahirkan anak, ikatan antar-pasangan akan semakin kuat dan ikatan cinta semakin kokoh.
Hukum eksogami, sebagaimana telah disinggung di atas, bahkan sudah melekat dalam diri setiap
orang Batak Toba hingga sekarang. Maka, kiranya tidak mengherankan, apabila masih ada
ketakutan untuk melanggarnya.
Hambatan untuk benar-benar mematahkan belenggu eksogami adalah rasa takut akan
meledaknya roh para leluhur. Rasa takut itu semakin meningkat oleh munculnya beberapa kasus,
yaitu pelanggaran sengaja yang dilakukan oleh beberapa pasangan terhadap larangan marsubang
(tabu) yang berakhir buruk bagi para pelakunya.
Marsumbang / Marsubang[sunting | sunting sumber]

Yang termasuk pelanggaran, antara lain na tarboan-boan rohana (yang dikuasai oleh nafsukeinginan), yakni orang yang menjalankan sumbang terhadap iboto (saudara perempuan dari
anggota marga sendiri). Selain larangan marsubang, hubungan lain yang tidak diperkenenkan
adalah marpadanpadan (kumpul kebo).
Marsumbang baru dibolehkan jika perkawinan yang pernah diadakan di antara kedua kelompok
tidak diulangi lagi selama beberapa generasi. Jika terjadi pelanggaran terhadap larangan itu,
maka pendapat umum dan alat kekuasaan masyarakat akan diminta turun tangan. Ritusnya
adalah sebagai berikut: gondang mangkuling, babiat tumale (gong bertalu-talu, harimau
mengaum), artinya, rakyat akan berkumpul untuk menangkap dan menghukum si pelaku.
Peribahasa yang digunakan untuk semua tindakan yang melanggar susila adalah: Manuan bulu
di lapang-lapang ni babi; Mamungka na so uhum, mambahen na so jadi." (menanam bambu di
tempat babi berlalu, tidak taat hukum dan menjalankan yang tabu).
Perkawinan yang dilakukan atas pelanggaran dinyatakan batal. Lelaki yang berbuat demikian,
serta pihak parboru diwajibkan melakukan pertobatan (manopoti/pauli uhum) atau dinyatakan di
luar hukum (dipaduru di ruar ni patik), dikucilkan dari kehidupan sosial sebagaimana yang
ditentukan oleh adat.
Ritusnya adalah sebagai berikut : Pihak-pihak yang melanggar harus mempersembahkan jamuan
yang terdiri dari daging dan nasi (manjuhuti mangindahani). Kerbau atau sapi disembelih demi
memperbaiki nama para kepala dan ketua yang tercemar karena kejadian itu. makanan yang
dihidangkan sekaligus merupakan pentahiran (panagurasion) terhadap tanah dan penghuninya.

Tahapan Perkawinan Adat Batak Toba[sunting | sunting


sumber]
Paranakkon Hata[sunting | sunting sumber]

Paranakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak lakilaki) kepada parboru (pihak perempuan);

Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada suruhan pihak laki-laki


pada hari itu juga; dan

Pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang


dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.

Marhusip[sunting | sunting sumber]

Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh


pihak paranak sesuai dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i)
dan sesuai dengan keinginan parboru (pihak perempuan);

Pada tahap ini tidak pernah dibicarakan maskawin (sinamot). Yang


dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan marhata sinamot
dan ketentuan lainnya; dan

Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu orang dongan-tubu,


boru-tubu, dan dongan-sahuta.

Marhata Sinamot[sunting | sunting sumber]

Pihak yang ikut marhata sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari
dongan-tubu, boru dan dongan-sahuta.

Mereka tidak membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan


minuman.

Yang dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar sinamot.

Marpudun Saut[sunting | sunting sumber]

Dalam Marpudun saut sudah diputuskan: ketentuan yang pasti mengenai sinamot, ketentuan
jambar sinamot kepada si jalo todoan, ketentuan sinamot kepada parjambar na gok, ketentuan
sinamot kepada parjambar sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara, tanggal upacara,
ketentuan mengenai ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai ulos-ulos kepada pihak
paranak, dan ketentuan tentang adat.
Tahapannya :

Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam Paranak


Hata, Marhusip, dan marhata sinamot; dan

Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya


dipudun (disimpulkan, dirangkum) menjadi satu untuk selanjutnya disahkan
oleh tua-tua adat. Itulah yang dimaksud dengan dipudun saut.

Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru,
maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (uang muka
maskawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah bohi ni
sinamot sampai kepada parboru, barulah diadakan makan bersama dan
padalan jambar (pembagian jambar).

Dalam marpudun saut tidak ada pembicaraan tawar-menawar sinamot,


karena langsung diberitahukan kepada hadirin, kemudian parsinabung
parboru mengambil alih pembicaraan. Pariban adalah pihak pertama yang
diberi kesempatan untuk berbicara, disusul oleh simandokkon, pamarai, dan
terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si jalo todoan maka
keputusan parboru sudah selesai; selanjutnya keputusan itu disampaikan
kepada paranak untuk melaksanakan penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni
sijalo todoan. Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat
upacara perkawinan nanti.).

Unjuk[sunting | sunting sumber]

Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak perempuan (alaman
ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan, berikut adalah tata geraknya:
01. Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk.
Mengenai tempat duduk di dalam upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu.
02. Mempersiapkan makanan:
1. Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut horbo.
2. Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas)

03. Doa makan,


04. Membagikan Jambar,
05. Marhata adat yang terdiri dari
1. tanggapan oleh parsinabung ni paranak;
2. dilanjutkan oleh parsinabung ni parboru;

3. tanggapan parsinabung ni paranak, dan


4. tanggapan parsinabung ni parboru.

06. Pasahat sinamot dan todoan,


07. Mangulosi dan Padalan Olopolop.
Tangiang Parujungan[sunting | sunting sumber]

Doa penutut pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.

Anda mungkin juga menyukai