Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, merupakan sindroma
hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein
yang disebabkan insufisiensi sekresi ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya.
Jumlah penderita diabetes mellitus menurut data WHO (World Health Organization),
Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar di dunia. Diabetes mellitus merupakan
salah satu contoh penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan
hangat berbagai kalangan dan bukan hanya konsumsi para dokter.
Diabetes mellitus merupakan penyakit keturunan. Artinya bila orang tuanya
menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Hal itu memang
benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain yang disebut
faktor resiko atau faktor pencetus misalnya adanya infeksi virus (pada DM tipe 1),
Obesitas (terutama yang bersifat sentral), pola makan yang salah, diet tinggi lemak
dan rendah karbohidrat, proses penuaan dan hipertensi.
Prevalensi diabetes di dunia meningkat dengan cepat. Tahun 2010
diperkirakan 221 juta penduduk dunia menderita diabetes, dan pada tahun 2025
meningkat menjadi 300 juta atau lebih dimana kawasan dengan potensial terbesar
berada di Asia dan Afrika. Survei WHO menempatkan Indonesia pada urutan ke-4
dalam jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika
Serikat. Departemen Kesehatan RI menilai diabetes merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena prevalensinya meningkat 2-3 kali lebih cepat dibandingkan negara
maju dengan prevalensi sebesar 12,7%. Karena tingginya angka kejadian diabetes
mellitus maka pada makalah kali ini kami akan membahas tentang diabetes mellitus.

BAB II
DIABETES MELLITUS
A. Definisi
1

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme


yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolism karbohidrat, lemak dan protein, disebabkan oleh defisiensi insulin relative
atau absolut. Gambaran patologik DM sebagian besar dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu berkurangnya pemakaian
glukosa oleh sel-sel tubuh, peningkatan metabolisme lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolism lemak abnormal disertai endapan kolesterol pada dinding
pembuluh darah sehingga timbul gejala aterosklerosis serta berkurangnya protein
dalam jaringan tubuh.
B. Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.
Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka
ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM
terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara
berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat
dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style
yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi
Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan
diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang
terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM
maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih
sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah.

C. Klasifikasi

Diabetes Melitus tipe 1


Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
2

berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM


tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun
ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun
pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta
pankreas yang menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap
sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi. Selain akibat autoimun, sebagaian kecil
DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta
atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat
faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

Diabetes Melitus tipe 2


Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi
glukosa hati dan peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe 2
disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan,
aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.
Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk
setiap ras.

Diabetes Melitus tipe lain


1. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karenaobat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus

D. Faktor Pencetus
3

Lapar dan Stress

Kerusakan sel beta pankreas yang progresif

Peningkatan lipolisis

Penurunan ambilan glukosa

Produksi glukosa hepatic

Kekurangan produksi hormon insulin

Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin

Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)

Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah

Proses menua

E. Tanda dan gejala


Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :Pada tahap awal
sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serapginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairandan elektrolit sehingga klien
mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri,sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehinggauntuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap sajamakanan tersebut hanya akan berada
sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisanglikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, makatubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada
4

di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak


makan akan tetap kurus
5. .Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi)
yang disebabkankarena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehinggamenyebabkan pembentukan katarak.
F. Diagnosis
Anamnesis
Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma
hiperglikemia, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi,
nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular
perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat meningkatnya keretanan terhadap
infeksi (misalnya ISK, ruam kandiada). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak
sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau urin.

Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana manifestasinya
dan apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol: frekuensi
pemeriksaan pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran akan
hipoglikemia? Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya.
- Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia.
- Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vaskular perifer
(klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi),
neuropati perifer, neuropati otonom (gejala gastroparesis muntah, kembung,
-

diare).
Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser.
Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida.
Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria).
Hipertensi tetapi.
Diet/berat badan/olahraga.

Riwayat Pengobatan
- Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan
-

hipoglikemia oral, atau insulin?


Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya kortikosteroid,

siklosporin)?
Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?
Apakah pasien memiliki alergi?
5

Riwayat Keluarga dan Sosial


- Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?
- Apakah diabetes mempengaruhi kehidupan?
- Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan sebagainya

(pasangan/pasien/perawat)?
Pemeriksaan Fisik
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh.
Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap. Dan
biasanya ditemukan beberapa kelainan sebagai berikut:

Gambar 08: Keadaan-keadaan yang mungkinditemukan dalam pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Usia > 45 tahun


Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.
Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau TG 250 mg/dl
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT,
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan
GDPT merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali
normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT
ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT
sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran
aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan
sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel 03: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM.
Bukan DM

Belum pasti

DM

DM
Kadar glukosa Plasma Vena

< 110

110-199

200

<90

90-199

200

< 110

110-125

126

darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Kapiler

Kadar glukosa Plasma Vena

darah
(mg/dl)

puasa
Plasma Kapiler

< 90

90-109

110

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban glukosa
75 gram pada TTGO.
Kriteria diagnostik DM menurut PERKENI, 2006 atau yang dianjurkan ADA
(American Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu atau lebih hasil
pemeriksaan gula darah dibawah ini:
1. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan 200 mg/dl
2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral.
G. Patofisiologi
Pada penderita Diabetes mellitus mengalami defisiensi insulin menyebabkan
glukosa meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru (glukoneogenesis) dan yang
menyebabkan metabolisme lemak 0meningkat kemudian akan terjadi proses
pembentukan keton (ketoasidosis), terjadinya ketoasidosis dalam urin akan
menyebabkan ketonuria dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun
menyebabkan asidosis. Defisiensi insulin menyebabkan pengunaan glukosa oleh sel
menjadi turun sehingga kadar gula didalam plasma meningkat (hiperglikemia) apabila
hiperglikemianya menurun parah dan melebihi ambang ginjal maka akan terjadi
glukosuria yang menyebabkan diuresius osmotik yang meningkatkan pengeluaran
kemih (poliuria), timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria
mengakibatkan kalori negatif yg menimbulkan rasa lapar yang tinggi. Pada
pengunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi
menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat mempengaruhi
pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan 0 2 ke perifer menjadi
berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh sembuh. Karena suplai
8

makanan dan 02 tidak adekuat maka akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadi
gangren (ulkus). Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah retina
menurun sehingga suplai makanan dan 02 ke retina berkurang. Akibatnya pandangan
menjadi kabur.

H. Management

Edukasi
Diabetes tipe2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku setelah
terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif yang meliputi pemahaman tentang:
a) Penyakit DM
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c) Penyulit DM
d) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
e) Hipoglikemia
f) Masalah khusus yang dihadapi
g) Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
h) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Adapun perilaku yang
diinginkan antara lain adalah:
a) Mengikuti pola makan sehat
b) Meningkatkan kegiatan jasmani
c) Menggunakan obat diabetes dan obat obat-obat pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
d) Melakukan Pemantauan

Glukosa

Darah

Mandiri

(PGDM)

dan

memanfaatkan data yang ada untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan rumus Broca. Indeks massa tubuh dapat dihitung
dengan rumus IMT = BB (kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT
- BB Kurang < 18,5
- BB Normal 18,5 22,9
- BB Lebih > 23,0
- Dengan risiko 23,0 24,9
- Obes I 25,0 29,9
9

- Obes II > 30
Diet
Perencanaan makanan (meal planning) untuk memberikan kesan kepada
pasien agar tidak terlalu menakutkan, karena kata diet selalu dihubungkan
dengan penderitaan sehingga atau dengan segala macam larangan makan
berbagai jenis makanan, hingga kepatuhan pasien rendah. Diet biasannya
diartikan pengaturan makan selama nya sesuai kebutuhan gizi, kebiasaan dan
kesukaan pasien. Dalam rekomendasi diet menurut ADA (2004) karbohidrat
sebesar 55-60% dan lemak 35%. Ternyata karbohidrat 70-75% masih dapat
ditoleransikan terutama pada pasien yang kurang mampu dan bekerja kasar
seperti tukang becak, kuli pelabuhan dan lain-lain. Diet untuk seorang
penderita Diabetes Mellitus terdiri dari 2 yaitu A dan B. Diet B dengan
komposisi 60-70% karbohidrat, 20-30% lemak, dan 10-20% protein, lebih
cocok untuk orang Indonesia dibanding dengan diet A yang terdiri atas 4050% karbohidrat, 30-35% lemak dan 20-25% protein. Menurut Soegondo
(2009) Anjuran konsumsi karbohidrat untuk pasien diabetes di Indonesia
adalah 60-70% energi. Karbohidrat dalam diet memiliki efek langsung pada
tingkat glukosa darah. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik. Karbohidrat sebesar 60-70%, protein 10-15%
lemak 20-25%. Jumlah energi disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Karbohidrat dikonversikan ke glukosa darah dengan cepat
dalam waktu jam setelah makan akan secara langsung berkaitan dengan
jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. Jumlah karbohidrat total yang
diperlukan setiap harinya didasarkan pada kebutuhan energi seseorang yang
harus terdiri dari 60-70% karbohidrat per hari. Kebutuhan karbohidrat adalah
sisa dari kebutuhn energi total yaitu 60-70%, sedangkan kebutuhan protein dan

lemak masing-masing 10-15% dan 20-25% dari kebutuhan energi total.


Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan latihan jasmani teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan
(jalan, bersepeda santai, jogging, berenang). Latihan jasmani sebaiknya
10

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Perlu dibatasi atau
jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak (menonton
televisi).

Farmakologis
Intervensi farmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue ) : sulfniturea dan glinid
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
c. Penghambat absorbs glukosa : penghambat glukosidase alfa

BAB III
SIMPULAN
1. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus: Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) dan
Diabetes Melitus Tipe Lain: Defek genetik funsi sel-, Defek genetik kerja insulin,
Endokrinopati, Sindroma genetik lain, dll.
3. Perbedaan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2 adalah DM tipe 1 disebabkan karena
kerusakan sel- sehingga tidak dapat memproduksi insulin sedangkan Dm tipe 2
disebakan karena resistensi insulin sehingga walaupun insulin banyak di dalam
peredaran darah namun tidak dapat berikatan dengan reseptornya.

11

4. Manifestasi DM adalah gejala Khas: polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan berat


badan sedangkan gejala tidak khas: lemas, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatalgatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, dll.
5. Komplikasi metabolik akut adalah ketoasidosi diabetik, HHNK, dan hipoglikemia.
6. Komplikasi kronik jangka panjang adalah mikrovaskular: retinopati, nefropati,
neuropati perifer, sedangkan makrovaskular: infak mikard, TIA, strok, dll.
7. Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah: edukasi, perencanaan makan, latihan
jasmani, pemantauan gula darah sendiri.
8. Penatalaksanaan farmakologi adalah sulfonilurea, glinid, biguanid, tiazolidindion, dan
penghambat glukosasidase alfa.

DAFTAR PUSTAKA

Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidsons Principles and Practice of Medicine. 20th Edition.
Elsevier. 2006.
Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L. Harrisons
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008.
Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E. Danforth's Obstetrics
and Gynecology, 10th Edition. Copyright 2008 Lippincott Williams & Wilkins.
Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2007. Hal: 138-139.
Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd. Elsevier. 2005.
Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005. Hal: 886-888, 1262,
Pollreisz, Andreas. Schmidt-Erfurth, Ursula. Diabetic

CataractPathogenesis,

Epidemiology and Treatment. Journal of Ophthalmology. 2009.


Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 8,
9, 10, 19, 20, 21, 22, 25, 34-41, 127, 128, 129, 161-168, 172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 253, 254, 255,
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006. Hal: 1887, 1880.
12

Yanoff, Myron. Duker, Jay S. 2008. Ophthalmology, 3rd ed. Elsevier

13

Anda mungkin juga menyukai