Anda di halaman 1dari 64

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA

(Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial)

Oleh
Drs. D a f i k, M.Sc.
NIP. 132 052 409

Program Pendikan Matematika


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Februari, 1999

Untuk Keluarga Tercinta

ii

Daftar Isi
Daftar Tabel

Daftar Gambar

vi

Kata Pengantar

vii

1 Konsep Dasar

1.1 Klasi kasi Persamaan Difrensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.2 Solusi PDB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.3 Metoda Penyelesaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.4 Masalah Nilai Awal (MNA) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2 PDB Linier Order Satu

13

2.1 PDB Linier Order Satu Homogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13


2.1.1 PDB Eksak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.1.2 Solusi PDB Eksak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.1.3 Faktor Integrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.1.4 Teknik Variabel Terpisah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2.2 PDB Linier Order Satu Nonhomogen . . . . . . . . . . . . . . . . 20
iii

3 Aplikasi PDB Order Satu

24

3.1 Masalah Dalam Mekanik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24


3.2 Pertumbuhan dan Peluruhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.2.1 Pertumbuhan Populasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.2.2 Peluruhan Radioaktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
3.3 Hukun Pendinginan Newton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
3.4 Campuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

4 PDB Linier Order Dua

38

4.1 PDB Order n Homogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38


4.2 PDB Order n Nonhomogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
4.3 PDB Order Dua . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
4.3.1 PDB Order Dua Homogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
4.3.2 PDB Order Dua Nonhomogen . . . . . . . . . . . . . . . . 46

iv

Daftar Tabel
4.1 Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen. . . . . . . 47

Daftar Gambar
1.1 Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 . . . . . . . . . . . . . . . . .

1.2 Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.1 Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi. . . . . . . . . 28


3.2 Proses campuran dalam tangki. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
3.3 Gerakan benda pada bidang miring. . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

vi

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahNya penulis
dapat menyelesaikan buku pegangan kuliah dengan judul "Persamaan Difer-

ensial Biasa (PDB): Masalah Nilai Awal dan Batas". Buku pegangan
ini dibuat untuk membantu mahasiswa menemukan refrensi utama mata kuliah
Persamaan Difrensial Biasa memandang cukup langkanya buku-buku persamaan
difrensial dalam bahasa Indonesia.
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana konsep Persamaaan difrensial secara
umum, PDB order satu homogen dan nonhomogen, PDB order dua atau lebih
serta aplikasi dari suatu PDB. Pokok bahasan ini disajikan dengan harapan mahasiswa memahami esensi dari persamaan difrensial dan sekaligus sebagai penunjang langsung materi perkuliahan. Dalam buku pegangan ini dilengkapi beberapa
fungsi dalam MAPLE programming serta latihan soal-soal tutorial untuk memperdalam wawasan pemahaman mahasiswa tentang PDB. Semua materi dalam
buku ini ditulis dalam

LATEX2E word processing sehingga ekspresi fungsi

matematik dapat disajikan dengan benar.


Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Jember.
vii

2. Dekan FKIP Universitas Jember.


3. Pimpinan Proyek Peningkatan Universitas Jember yang telah mendanai
pengembangan bahan ajar Mata Persamaan Diferensial I.
4. Ketua Program Pendidikan Matematika yang telah memberikan motivasi
dan rekomendasi penggunaannya dalam perkuliahan.
5. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyusunan
buku ajar ini.
Semoga bantuan rielnya mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T.
Akhirnya penulis berharap agar buku pegangan ini memberikan manfaat bagi
pembaca, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk penyempurnaan dikemudian hari.

Jember, Agustus 2003

Penulis

viii

Daftar Isi

ix

Daftar Tabel

Daftar Gambar

xi

BAB 1
Konsep Dasar
1.1 Klasikasi Persamaan Difrensial
Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui
perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam de nisi berikut.

De nisi 1.1.1 Persamaan Difrensial Suatu persamaan yang meliputi turunan


fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas
disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergantung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB)
dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difrensial Parsial (PDP)

Contoh 1.1.1 Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB


dan PDP.
1.

@y
@x

+ @y
@t + xy = 5
1

BAB 1. KONSEP DASAR


d2 y
dx2

dy
dx

2

2.

dy
dx

3.

@2y
@s2

4.

d3 y
dx3

5.

@u
@x

@u
+ @u
@y + @z = 5

6.

; 3x = 0

+ @y
@t ; y = 0

dy
dx

5

d2 y
dx2

3

d2 y
dx2

dy
dx

dy
dx

2

2

; x = 2y

= 7 xy

Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada
Persamaan Difrensial Biasa (PDB). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya
akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang hanya terikat
pada satu variabel bebas.

De nisi 1.1.2 Order Order suatu PDB adalah order tertinggi dari turunan
dalam persamaan F (x y y : : : y(n) ) = 0.
0

00

De nisi 1.1.3 Linieritas dan Homogenitas PDB Order n dikatakan linier


bila dapat dinyatakan dalam bentuk

a0 (x)y(n) + a1(x)y(n

1)

+    + an(x)y = F (x)

dimana a0 (x) 6= 0

Selanjutnya:
1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier
2. Bila koe sien a0 (x) a1 (x) : : : an (x) konstan dikatakan mempunyai koe sien
konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koe sien variabel.
3. Bila F (x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut
nonhomogen.

BAB 1. KONSEP DASAR

1.2 Solusi PDB


Berikut ini akan dijelaskan pengertian dan bentuk solusi suatu PDB.

De nisi 1.2.1 Suatu PDB order n yang ditulis dalam persamaan berikut:
;
F x y y y : : : y(n) ) = 0
0

(1.1)

00

dimana F adalah fungsi real dengan (n + 2) argumen akan mempunyai solusi


eksplisit dan implisit dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bila f adalah suatu fungsi dimana f 2 C (I ) dan f 2 C n (I ) untuk 8x 2 I
dan I adalah sebarang interval real, maka f dikatakan solusi eksplisit dari

(1.1) jika F x f f f : : : f (n) ) 2 C (I ) dan F x f f f : : : f (n) ) = 0


0

00

00

untuk 8x 2 I .
2. Sedangkan g(x y) = 0 disebut solusi implisit dari (1.1) jika fungsi g dapat ditransformasikan dalam fungsi eksplisit f 2 C (I ) untuk 8x 2 I dan
minimal satu merupakan solusi eksplisitnya.

Secara umum kedua solusi ini masih dikategorikan lagi kedalam tiga jenis
solusi yaitu
1. Solusi umum, yaitu solusi PDB yang mengandung konstanta esensial, katakanlah C . Sebagai contoh, diketahui sutau PDB y = 3y + 1 maka solusi
0

umunnya adalah y = ;1=3 + Ce3 x.




2. Solusi khusus, yaitu solusi yang tidak mengandung konstanta esensial yang
disebabkan oleh tambahan sarat awal pada suatu PDB. Misal PDB itu

y = 3y + 1 y(0) = 1 maka solusi khususnya adalah y = ;1=3 + 43 e3 x.


0

BAB 1. KONSEP DASAR

3. Solusi singular, yaitu solusi yang tidak didapat dari hasil mensubstitusikan
suatu nilai pada konstanta pada solusi umumnya. Contoh y = Cx + C 2
adalah solusi umum dari (y )2 + xy = y, namun demikian disisi lain PDB
0

ini mempunyai solusi singular y = ; 14 x2.

1.3 Metoda Penyelesaian


Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari
suatu PDB yaitu:
1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi
yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif
analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya
dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup eksibel untuk masalah-masalah yang komplek. Dengan komputer dapat diselesaikan
dengan software MATLAB atau MAPLE. Prosedur dalam MATLAB ditulis
sebagai berikut:
%Menggunakan fungsi dsolve
 dsolve('Dy=3*y+1, y(0)=1')
2. Metoda kualitatif . Solusi ini hanya dapat memberikan gambaran secara
geometris bagaimana visualisasi dari solusi PDB. Dengan mengamati pola
gra k gradien " eld" (direction eld) maka dapat diestimasi solusi PDB
itu. Keunggulannya dapat memahami secara mudah kelakuan solusi suatu
PDB namun fungsi asli dari solusinya tidak diketahui, dan juga kurang

BAB 1. KONSEP DASAR

eksibel untuk kasus yang komplek. Dengan MATLAB direction eld dapat
digambar sebagai berikut:
%Menggunakan fungsi eldplot atau DEplot
%Misal akan diamati pola solusi dari PDB y = 1 ; 2ty
 with(plots):
 eldplot(t 1 ; 2  t  y] t = ;1::4 y = ;1::2 arrows = LINE color = t)
%Atau dengan menggunakan fungsi DEplot
 eq1:=di(y(t),t)=1-2*t*y(t)
DEplot(eq1,y(t),t=-1..4,y=-1..2)
0

Hasil dari menjalankan fungsi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.1: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2


Atau dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam matematika untuk menggambar suatu fungsi, (lihat KALKULUS).
3. Metoda Numerik. Pada saat sekarang metoda ini merupakan metoda

BAB 1. KONSEP DASAR

yang sangat eksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkembangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang
mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat
divisualisir dalam gra k sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun
metoda ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi
yang dihasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah
satu metoda ang telah anda kenal adalah metoda EULER dengan rumus yn+1 = yn + hf (t y), (lihat catatan Algoritma dan Pemerograman).
Dibawah diberikan programming metoda EULER dengan menggunakan
MATLAB programming.
%Programming Untuk Menyelesaikan PDB
%y = y ; t2 + 1 y(0) = 0:5
%Dengan menggunakan metoda Euler
0

n=input('Jumlah iterasi :')


y(1)=0.5
t(1)=0
h=0.2
for i=2:n
fprintf('nn y(i) = 1:2  y(i ; 1) ; 0:2  t(i ; 1)2 + 0:2
t(i) = t(1) + (i ; 1)  h
end
plot(t,y)
hold on
f = t:2 + 2:  t + 1 ; 0:5:  exp(t)
plot(t,f,'o')

BAB 1. KONSEP DASAR

1.4 Masalah Nilai Awal (MNA)


Persamaan difrensial order satu secara umum ditulis dengan

dy = f (x y)
y = dx
0

dimana f adalah kontinyu atas variabel x y pada domain D (dalam bidang xy).
Misal (x0 y0) adalah titik pada D, maka masalah nilai awal yang berkenaan
dengan dengan y = f (x y) adalah masalah untuk menentukan solusi y yang
0

memenuhi nilai awal y(x0) = y0. Dengan notasi umum sebabagai berikut:

y = f (x y) y(0) = y0

(1.2)

Permasalahannya sekarang apakah solusi y(x) yang memenuhi y(x0) = y0


selalu ada (principle of existence) , kalau benar apakah solusi itu tunggal (principle of uniqueness). Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang
banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun
kualitatif. Untuk memudahkan pemeriksaan awal tentang dua hal ini dalam hal
ini dikembangkan teorema Lipschitz dan teorema Picard.

De nisi 1.4.1 (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f (t y) dikatakan memenuhi sarat


Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D 2

R2

jika ada konstanta L > 0

sedemikian hingga

jjf (t y1 ) ; f (t y2 )jj  Ljjy1 ; y2 jj


untuk sebarang (t y1 ) (t y2 ) 2 D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz.

BAB 1. KONSEP DASAR

De nisi 1.4.2 (Konvek) Suatu himpunan D 2 R 2 dikatakn konvek bila untuk


sebarang (t y1 ) (t y2 ) 2 D maka titik ((1 ; )t1 + t2 (1 ; )y1 + y2 ) juga
merupakan elemen dari D untuk  2 0 1].

Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut

(t , y )
1

(t , y )
1

(t , y )
2

(t 2 , y 2 )

Tidak Konvek

Konvek

Gambar 1.2: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2

Teorema 1.4.1 Teorema Lipschitz. Andaikata f (t y) terde nisi dalam himpunan konvek D 2 R 2 dan ada konstanta L > 0 dimana



df
 (t y)  L untuk semua (t y) 2 D
dy

(1.3)

maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz.

Teorema 1.4.2 Misal D = f(t y)ja  t  b ;1  y  1g dan f (t y) adalah


fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal

y (t) = f (t y)
0

a  t  b y(a) = 

mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a  t  b.

Contoh 1.4.1 y = 1 + t sin(ty) 0  t  2 y(0) = 0. Tentukan apakah


0

persamaan ini mempunyai solusi tunggal.

BAB 1. KONSEP DASAR

Penyelesaian 1.4.1 f (t y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai


rata-rata pada KALKULUS yaitu untuk sebarang y1 < y2 , maka ada bilangan

 2 (y1 y2) sedmikian hingga


f (t y2 ) ; f (t y1 ) = @ f (t  ) = t2 cos(t ):
y2 ; y1
@y
Kemudian

f (t y2 ) ; f (t y1 ) = (y2 ; y1)t2 cos(t )


jjf (t y2 ) ; f (t y1 )jj = jj(y2 ; y1 )t2 cos(t )jj
 jjy2 ; y1 jjjjt2 cos(t )jj
 jjy2 ; y1 jjjj 0max
t2 cos(t )jj
t 2
 

= 4jjy2 ; y1jj:
Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu jjf (t y1 ) ; f (t y2 )jj  Ljjy1 ; y2 jj,
dimana konstanta Lipschitznya adalah L = 4, berarti persamaan itu mempunyai
solusi tunggal.

Teorema 1.4.3 Teorema Picard. Suatu masalah nilai awal y = f (x y) y(x0) =


0

y0 mempunyai solusi tunggal y = (x) pada interval jx ; x0j 


, dimana
adalah
bilangan positif dan kecil sekali, bila
1. f 2 C (D) dimana D adalah daerah pada bidang xy, yaitu D = f(x y) a <

x < b c < y < dg


2.

@y
@x

2 C (D) yang memuat nilai kondisi awal (x0 y0 )

BAB 1. KONSEP DASAR

10

Latihan Tutorial 1
1. Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB dan PDP.
(a)

@y
@x

(b)

dy
dx

(c)

@2y
@s2

(d)

d3 y
dx3

(e)

@u
@x

@u
+ @u
@y + @z = 5

(f)

+ @y
@t + xy = 5
+

d2 y
dx2

dy
dx

2

; 3x = 0

+ @y
@t ; y = 0

dy
dx

5

d2 y
dx2

3

d2 y
dx2

dy
dx

dy
dx

2

2

; x = 2y

= 7 xy

2. Tentukan orde dan sifat-sifat kelinieran dari persamaan diferensial berikut


ini
(a)

@y
@x

(b)

d4 y
dx4

+3

(c)

d2 y
dx2

+ ysinx = 0

(d)

d6 u
dt6

d2 u
dt2

+ xy = xex

d2 y
dx2

5

+ 5y = 0
d5 u
dt5

+ t = 2u

(e) x2dy + y2 dx = 0
(f)

d2 y
dx2

(g)

d2 u
dt2

(h)

d3 y
dt3

5

+ xsiny = 0

4 q
=

d5 u
dt5

+ t = 2u

+ t dydt + (cos2t)y = t2

s
(i) (1 + s2) dds2y2 + s dy
ds + y = e

BAB 1. KONSEP DASAR


(j)

d4 y
dt4

(l)

+ ddt33y + ddt22y + y = 0

d3 y
dx3

(k)

d2 y
dt2

11

2

+ xtan2 (xy) = 0

+ dydt + (cos2(t + 2))y = t2

(m) (1 + t2 ) ddt22y + t dydt + tey = 0


(n)

d5 y
ds5

+ cosec(2s2 ; 2) = siny

3. Ulangilah soal nomor 2, tentukan sifat kehomgenan dari masing-masing soal


tersebut
4. Selidikilah apakah solusi yang diberikan merupakan solusi dari persamaan
diferensial berikut ini
(a) y + 2y ; 3y = 0 y1(t) = e
00

y2(t) = et

3t

(b) ty ; y = t2  y(t) = 3t + t2
0

y2(t) = e t + 3t

(c) y(4) + 4y(3) + 3y = t y1(t) = 3t

(d) 2t2y + 3ty ; y = 0

t > 0 y1(t) = t 21
R
(e) y ; 2ty = 1 y(t) = et2 0t e s2 ds + et2
00

y2(t) = t

5. Cermati apakah fungsi solusi dibawah ini merupakan solusi terhadap masalah
nilai awal yang bersesuaian
(a) y = ;y y(0) = 2
0

y(x) = 2e

(b) y + 4y = 0 y(0) = 1
00

y (0) = 0 y(x) = cos(2x)


0

(c) y + 3y + 2y = 0 y(0) = 0
00

y (0) = 1 y(x) = e x ; e
0

2x

6. Periksalaha mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz:

BAB 1. KONSEP DASAR


(a) f (t y) = y cos t

12
0t1

y(0) = 1

(b) f (t y) = 1 + t sin y

0t2

y(0) = 0

(c) f (t y) = 2t y + t2 e2

1t2

y(1) = 0

4t3 y
(d) f (t y) = 1+
t4

0t1

y(0) = 1

dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini.


7. Selidiki apakah persamaan diferensial berikut ini mempunyai solusi tunggal
pada interval yang memuat kondisi awal berikut
(a) y = ;1 ; 2y

y(0) = 0

(b) y = ;2 + t ; y
0

(c) y = e t + y
0

(d) y = ; xy
0

y(0) = 1

y(1) = 3

y(0) = 1

8. Tentukan untuk titik-titik (x0 y0) yang mana PDB berikut ini memenuhi
teori kewujudan dan ketunggalan dari Picard.
(a) y = xx2 +yy
0

(b) y = (2x ; y) 31
0

(c) y = (1 ; x2 ; 2xy2) 32
0

(d) 2xy = x2 + y2
0

BAB 2
PDB Linier Order Satu
2.1 PDB Linier Order Satu Homogen
PDB order satu dapat dinyatakan dalam

dy = f (x y)
dx
atau dalam bentuk derivatif

M (x y)dx + N (x y)dy = 0

(2.1)

2.1.1 PDB Eksak


De nisi 2.1.1 Misal F suatu fungsi dari dua variabel real, dan F kontinyu pada
turunan pertama pada domain D maka jumlah difrensial dF dide nisikan sebagai

(x y) dx + @F (x y) dy
dF (x y) = @F@x
@y
untuk semua (x y) 2 D.

13

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

14

De nisi 2.1.2 Persamaan 2.1 disebut difrensial eksak pada domain D jika ada
fungsi F dari dua variabel x y sedemikian hingga ekspresi tersebut sama dengan
jumlah dF (x y) untuk 8(x y) 2 D. Sesuaikan de nisi 2.1.1 dengan persamaan
2.1 diperoleh

(x y)
M (x y) = @F@x
(x y)
N (x y) = @F @y

Teorema 2.1.1 Persamaan 2.1 dengan M N kontinyu pada turunan pertamanyan


(M N 2 C 1 (D)) akan memenuhi dua kondisi berikut:
1. Bila 2.1 PDB eksak di D maka
2. Sebaliknya bila

@M (xy)
@y

@M (xy)
@y

@N (xy)
@x

= @N@x(xy) untuk 8(x y) 2 D

untuk 8(x y) 2 D maka dikatakan 2.1

adalah PDB eksak.

Bukti
Akan dibutkikan bagian pertama dari teorema ini. Jika 2.1 eksak di D maka

Mdx + Ndy adalah eksak difrensial di D. Dengan de nisi 2.1.1 dan 2.1.2, maka
terdapat suatu fungsi F sedemikian hingga

@F (x y) = M (x y) dan @F (x y) = N (x y)
@x
@y
untuk 8(x y) 2 D. Selanjutnya turunkan M terhadap y dan N terhadap x
diperoleh

@ 2F (x y) = @M (x y)
@x@y
@y

2
F (x y) = @N (x y)
dan @ @y@x
@x

Kita tahu bahwa

@F (x y) = @F (x y)
@x@y
@y@x

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

15

untuk 8(x y) 2 D, sehingga dapat disimpulkan

@M (x y) = @N (x y)
@y
@x
8(x y) 2 D.

Selanjutnya gunakan fakta ini untuk membuktikan bagian yang kedua.

2.1.2 Solusi PDB Eksak


Ada dua cara menyelesaikan PDB jenis ini, yaitu menggunakan prosedur dalam
teorema atau dengan teknik pengelompokan.

Contoh 2.1.1 Tentukan solusi PDB eksak (3x2 + 4xy)dx + (2x2 + 2y)dy = 0
Penyelesaian 2.1.1 Jelas persamaan ini adalah PDB eksak karena
@M (x y) = 4x = @N (x y)
@y
@x
8(x y) 2 D. Dengan menggunakan cara yang pertama maka kita mempunyai

@F (x y) = 3x2 + 4y dan @F (x y) = 2x2 + 2y


@x
@y
Integralkan bentuk pertama

F (x y ) =

M (x y)@x + (y) = (3x2 + 4xy)@x + (y)

Kemudian turunkan terhadap y

@F (x y) = 2x2 + d (y)
@y
dy
padahal kita punya

@F (x y) = N (x y) = 2x2 + 2y
@y

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

16

sehingga
2x2 + 2y = 2x2 + d dy(y) atau d dy(y) = 2y:
Integralkan persamaan terakhir ini diperoleh (y) = y2 + c0, dengan demikian

F (x y) menjadi
F (x y) = x3 + 2x2y + y2 + c0:
Bila F (x y) merupakan solusi umum maka keluarga solusi itu adalah F (x y) = c1
sehingga
) x3 + 2x2y + y2 + c0 = c1 atau x3 + 2x2y + y2 = c

yang merupakan solusi persamaan PDB eksak yang dimaksud.


Cara yang kedua adalah dengan menggunakan teknik pengelompokan, lihat catatan
dalam perkuliahan.

2.1.3 Faktor Integrasi


Faktor integrasi ini digunakan untuk menyelesaikan PDB order satu tidak eksak.
Langkah yang dimaksud adalah merubah PDB tidak eksak menjadi eksak. Renungkan lagi persamaan 2.1, bila @M@y(xy) 6= @N@x(xy) maka dapat ditentukan (x y)
sedemikian hingga

(x y)M (x y)dx + (x y)N (x y)dy = 0

(2.2)

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

17

merupakan PDB eksak. Sekarang bagaimana prosedur menentukan (x y), dapatlah digunakan teorema 2.1.1 diatas. Bila persamaan 2.2 eksak maka

@ ( M ) = @ ( N )
@y
@x
@ M + @M = @ N + @N
@y
@x
@x
 @M @N@y
@
;M
@y ; @x = N @
@x
@y
@
@
N @x ; M @y
(x y) = @M
@N
@y

@x

(2.3)

adalah merupakan formula faktor integrasi secara umum.

Contoh 2.1.2 Tentukan solusi PDB berikut ini


1. (4xy +3y2 ;x)dx+x(x+2y)dy = 0, bila faktor integrasinya hanya tergantung
pada x saja
2. (x2y + 2xy2 + 2x + 3y)dx + (x3 + 2x2 y + 3x)dy = 0, bila faktor integrasinya
hanya tergantung pada xy

Penyelesaian 2.1.2 Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita
bahas soal nomor 2. Jika tergantung pada xy ini berarti = (x y) misal

z = xy maka
@ = @ (z ) y atau @ = @ (z ) x
@x
@z
@y
@z
sedangkan

@M = x2 + 4xy + 3 dan @N = 3x2 + 4xy + 3:


@y
@x

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

18

Sekarang gunakan faktor integrasi 2.3 dan substitusikan nilai-nilai diatas ini,
maka didapat

=
=

@z =
@z =
z =

(x3 + 2x2y + 3x) @@z(z) y ; (x2y + 2xy2 + 2x + 3y) @@z(z) x


(x2 + 4xy + 3) ; (3x2 + 4xy + 3)
@
@z
1 @
Z 1
@
ln

= ez = exy
Dengan demikian faktor integrasinya adalah (x y) = exy . Sekarang soal nomor
dua menjadi PDB eksak dengan mengalikan faktor integrasi terhadap sukusukunya dimasing-masing ruas.

exy (x2y + 2xy2 + 2x + 3y)dx + exy (x3 + 2x2y + 3x)dy = 0


Dengan meyakini persamaan ini merupakan PDB eksak cara menyelesaikan sama
dengan teknik diatas yakni terdapat dua cara. Coba anda kerjakan sebagai

latihan

2.1.4 Teknik Variabel Terpisah


Bila persaman 2.1 kita transformasikan kedalam bentuk

f1(x)g1(y)dx + f2(x)g2(y)dy = 0

(2.4)

selanjutnya kalikan persamaan ini dengan g1(y)f2(x) maka akan diadapat

f1(x) dx + g2(x) dy = 0
f2(x)
g1(y)

(2.5)

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

19

Persamaan 2.4 tidak eksak namun persamaan 2.5 adalah eksak sehingga teknik
penyelesaiannya menyesuaikan. Bisa juga dengan mengintegralkan langsung bentuk itu menjadi

Z f (x)
Z g (x)
1
dx
+ 2 dy = 0
f2(x)
g1 (y)

Contoh 2.1.3 Tentukan solusi PDB berikut ini dengan menggunakan teknik pemisahan variabel.
1. (x + y)2 dx ; xydy = 0
2. (2xy + 3y2 )dx ; (2xy + x2)dy = 0

Penyelesaian 2.1.3 Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita
bahas soal nomor 2. Ambil suatu permisalan y = vx dan tentunya dy = vdx+xdv,
lalu substitusikan kedalam persamaan nomor 2.
(2x2v + 3x2v2)dx ; (2x2v + x2)(vdx + xdv) = 0
2x2vdx + 3x2v2 dx ; 2x2v2dx ; 2x3vdv ; x2vdx ; x3dv = 0

x2(v + v2 )dx ; x3(2v ; 1)dv = 0


1 dx ; (2v ; 1) dv = 0
x
(v + v2)
Jelas persamaan terakhir ini merupakan PDB eksak sehingga gunakan cara
yang sama untuk menyelesaikannya. Atau bisa diintegralkan langsung menjadi
Z (2v ; 1)
Z 1
x dx ; (v + v2 ) dv = 0
ln x + c0 + ln v ; 3  ln(1 + v) + c1 = 0
ln x + c0 + ln(y=x) ; 3  ln(1 + (y=x)) + c1 = 0
) ln x + ln(y=x) ; 3  ln(1 + (y=x)) = c

Persamaan terakhir adalah solusi umum dari PDB yang dimaksud.

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

20

2.2 PDB Linier Order Satu Nonhomogen


Pada umumnya PDB linier order satu nonhomogen dapat dinyatakan dengan

dy + P (x)y = Q(x)
dx
dy + P (x)y = Q(x)yn
dx

(2.6)
(2.7)

Untuk persamaan 2.6 dapat kita tulis dalam


(P (x)y ; Q(x))dx + dy = 0
sehingga

M (x y) = P (x)y ; Q(x) dan N (x y) = 1:


Sekarang

@M (x y) = P (x) dan @N (x y) = 0
@y
@x
dengan demikian persamaan ini bukan merupakan PDB eksak, sehingga perlu
ditentukan faktor integrasinya. Kita pilih faktor integrasi yang hanya tergantung
pada x, yaitu (x). sedemikian
( (x)P (x)y ; (x)Q(x))dx + (x)dy = 0
merupakan PDB eksak, yang berakibat bahwa

@ (x)P (x)y ; (x)Q(x)


@ (x)
=
@y
@x
Selesaikan bentuk ini didapat
P (x)dx = (1x) @ (x)
Z
ln j j = P (x)dx
) =e

P (x)dx

>0

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

21

Kalikan terhadap persamaan 2.6 didapat

P (x)dx dy

dx + e

P (x)dx P (x)y = Q(x)e P (x)dx

yang mana hal ini sama dengan


d eR P (x)dx y = Q(x)eR P (x)dx
dx

atau
R

P (x)dx y =

P (x)dx Q(x)dx + c

atau
)

y=e

P (x)dx R

P (x)dx Q(x)dx + c

(2.8)

Persamaan ini disebut Persamaan Bernoulli


Selanjutnya untuk persamaan 2.7 dapat kita tulis dalam

dy + P (x)y1 n = Q(x):
y n dx
;

Misal v = y1 n maka
;

dy
dx

dv sehingga persamaan diatas menjadi


= (1 1 n) yn dx
;

dv + (1 ; n)P (x)v = Q(x)(1 ; n)


dx
Misal Pp(x) = (1 ; n)P (x) dan Qq (x) = (1 ; n)Q(x) maka persamaan diatas
dapat direduksi kedalam bentuk
)

dv + P (x)v = Q (x)
q
dx p

adalah persaman sebagaimana 2.6, sehingga cara menyelesaikan sama.

Contoh 2.2.1 Tentukan solusi PDB berikut ini

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU


dy + 4xy = x
1. (x2 + 1) dx

2.

dy
dx

+ y = xy3

22

y(2) = 1

y(0) = 2

Penyelesaian 2.2.1 Soal nomor 1 dapat diselesaikan langsung dengan persamaan


2.8, sehingga

dy + 4x y = x
dx (x2 + 1) (x2 + 1)
x dan Q(x) = x sehingga dengan menggunakan
maka P (x) = (x24+1)
(x2 +1)

y=e

P (x)dx

P (x)dx Q(x)dx + c

y dapat ditentukan sebagai


2
4
y = 4(x2x+ 1)2 + 2(x2x+ 1)2 + (x2 +c 1)2

untuk y(2) = 1 maka substitusikan ke persamaan ini didapat c = 19, akhirnya


solusi khususnya adalah
) y=

x4 + x2 + 19
4(x2 + 1)2 2(x2 + 1)2 (x2 + 1)2

Ikuti langkah dalam prosedur yang telah diberikan untuk mengerjakan soal nomor
2. Anda kerjakan sebagai latihan

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU

23

Latihan Tutorial 2
1. Mana diantara soal-soal berikut ini yang merupakan PDB order 1 eksak.
(a) (y sec2 x + sec x tan x)dx + (tan x + 2y)dy = 0
(b) ( 2 + 1) cos rdr + 2 sin rd = 0
2s;1

(c)


ds +

s s2
t2
;


dt = 0

2. Selesaikanlah PD order 1 eksak berikut ini


(a) (2y sin x cos x + y2 sin x)dx + (sin2 x ; 2y cos x)dy = 0 y(0) = 3
(b)

xy
x y

1+8 2=3
2=3 1=3

dx +

x y
y

2 4=3 2=3 ; 1=3


4=3

!
dy = 0 y(1) = 8

3. Tentukan faktor integrasi untuk masing-masing soal berikut ini


(a) (x2y + 2xy2 + 2x + 3y)dx + (x3 + 2x2y + 3x)dy = 0, bila tergantung
pada xy
(b) (y3 ; 2x2y)dx + (2xy2 ; x3)dy = 0, bila tergantung pada x + y
4. Gunakan metoda variabel terpisah untuk menyelesaikan beberapa persoalan
berikut ini
(a) (x tan xy + y)dx ; xdy = 0
p
p
p
p
(b) ( x + y + x ; y)dx + ( x ; y ; x + y)dy = 0
5. Gunakan metoda Bernoulli untuk menyelesaikan PD berikut ini
dy + 3(x + 1)y = x ; 1
(a) (x2 + x ; 2) dx

(b)

dr
d

+ r tan = cos

r( pi4 ) = 1

BAB 3
Aplikasi PDB Order Satu
3.1 Masalah Dalam Mekanik
Misal 4x adalah perubahan jarak yang ditimbulkan benda bergerak selama
waktu 4t maka kecepatan rata-rata dide nisikan

x = xB ; xA :
vr = 4
4t t ; t
B

Selanjutnya kecepatan sesaat adalah


4x
v = lim0 vr = lim
t 0 4t
v = dx
dt (m=dt):
4!

4 !

v = dv
(m=dt2)
dt

Hukum 3.1.1 (Hukum Newton I) Hukum ini juga disebut hukum Kelembaman Newton yang berbunyi' setiap benda akan tetap berada pada keadaan diam

atau bergerak lurus beraturan kecuali jika benda itu dipaksa oleh gaya-gaya yang
bekerja pada benda itu'.
24

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

25

Hukum 3.1.2 (Hukum Newton II) Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya
yang bekerja pada sebuah benda berbanding lurus (sebanding) dengan besar
gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa kelembaman banda itu. Secara matematis dapat ditulis sebagai a = F=m atau F = ma dimana F adalah
gaya dan m suatu massa.
Analog dengan hukum Newton II ini, gerak jatuh bebas suatu benda dengan
berat W tanpa mengikutsertakan gaya gesek udara adalah

W = mg:
F dalam hal ini direpresentasikan dengan W dan a = g, sehingga bisa kita tulis
mg = W
ma
m dv
dt
dv
dx
m dx dt
dv
mv dx

= F
= F
= F
= F

adalah model dari PDB order satu.

Contoh 3.1.1 Benda dengan berat 8 newton dijatuhkan dari suatu ketinggian
tertentu, yang bearawal dari keadaan diam. Jika kecepatan benda jatuh itu v,
dan kecepatan gravitasi bumi adalah g = 10m=dt2, serta gaya gesek udara adalah

;2v. Tentukan ekspresi kecepatan v dan jarak x pada saat tertentu.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

26

Penyelesaian 3.1.1 Hukum newton mengatakan F = ma atau P F = ma.


Dalam hal ini f1 = W = 8 newton (gaya kebawah), dan F2 =gaya gesek udara
= ;2v (gaya keatas) sehingga

m dv
dt = F1 + F2
8 dv = 8 ; 2v
10 dt
1 dv = 10 dt
8 ; 2v
8
Karena benda berawal dari keadaan diam maka v(0) = 0, sehingga model PDB
sekarang adalah
1 dv = 10 dt
8 ; 2v
8
v(0) = 0
Integralkan kedua ruasnya didapat
1
10 t + c
; ln(8 ; 2v) + c0 =
1
2
8
ln(8 ; 2v) = ; 5 t + c2
2
(8 ; 2v) = e 52 t+c2
;

2v = ;Ce 52 t + 8
v = 12 (8 ; Ce 52 t )
;

Dengan memasukkan nilai awal v(0) = 0 maka c = 4 sehingga ekspresi kecepatan


adalah

v(t) = 4 ; 2e 25 t:
;

Selanjutnya untuk menentukan ekspresi jarak maka rubah v(t) kedalam v =

dx
dt

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

27

sehingga model PDB sekarang adalalah

dx = 4 ; 2e
dt
x(0) = 0

5
2

Dengan cara yang sama untuk solusi PDB ini maka ekspresi jarak terhadap waktu
adalah

x(t) = 4t ; 45 e 25 t + 45

3.2 Pertumbuhan dan Peluruhan


Jika Q menunjukkan jumlah, kuantitas atau kualitas sesuatu dalam waktu t,
maka perubahan (bertambah=pertumbuhan atau berkurang=peluruhan) yang
disimbulkan dengan

dQ
dt

berbanding lurus dengan kuantitas Q, dengan kata lain

dQ = rQ pertumbuhan
dt
dQ = ;rQ peluruhan
dt

3.2.1 Pertumbuhan Populasi


Jika y adalah jumlah populasi dalam waktu t, k adalah konstanta proportionalitas
atau tingkat pertumbuhan maka model PDB pertumbuhan populasi adalah

dy = ky
dt
y(t0 ) = y0

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

28

Selanjutnya bila k berubah-ubah maka dapat kita ganti dengan h(y) yang dapat
dipilih h(y) = r ; ay maka model pertumbuhan menjadi

dy
dt

= (r ; ay)y

dy = r(1 ; y )y dimana K = r
dt
K
a
y(t0) = y0
PDB ini dikenal dengan persamaan Verhulst atau persamaan Logistik. Solusi
kualitatif persamaan ini untuk r dan K positip adalah tertera dalam Gambar

1.5
x
1

-3

-2

0.5
0

-1

-1

-0.5

y(x)

Asymptotic solution

2.5

3.1.

Gambar 3.1: Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi.

Contoh 3.2.1 Pertumbuhan populasi memenuhi model sebagai berikut


dx = 1 x ; 1 x2
dt 100 (10)8
Bila tahun 1980 jumlah populasinya 100,000 maka
1. berapa besar populasi tahaun 2000
2. tahun berapa jumlah populasi akan menjadi 2 tahun 1980
3. berapa jumlah populasi terbesar untuk t > 1980

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

29

Penyelesaian 3.2.1 Bila tahun 1980 jumlah populasi 100,000 maka dapat dikatakan
x(1980) = 100 000 sehingga model PDB sekarang adalah
dx = 1 x ; 1 x2
dt
100 (10)8
x(t0) = x0
Rubah kedalam kedalam PD dengan variabel terpisah
1
dx = dt
(10) x ; (10) 8x2
2

Integralkan kedua ruasnya

1
dx
2
(10) x(1 ; (10) 6x)
Z 1
6
+ (10) 6 dx
100
x 1 ; (10) x
;

100 ln x ; ln(1 ; (10) 6x) + c0
x
ln
1 ; (10) 6x
x
1 ; (10) 6x
x
1 ; (10) 6x
;

=
=

Z
Z

dt
dt

= t + c1
= t + c2
100
t
= e 100 +c2

= ce 100

t
100
ce
x =
1 + (10) 6ce 100t
;

Terapkan nilai awal x(1980) = 100 000 didapat c = 9(10)


e19:8 sehingga
6

6
x(t) = 1 + 9e10
19:8

t=100

(3.1)

Dengan demikian beberapa pertanyaan itu dapat diselesaikan sebagai berikut


1. jumlah populasi tahun 2000 artinya t = 2000. Substitusikan nilai t ini
kedalam persamaan 3.1 didapat x = 119 495. Dengan demikian jumlah
populasi tahun 2000 adalah 119,495 orang.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

30

2. jumlah populasi 2 tahun 1980, berarti x = 200 000. Substitusikan nilai

x ini kedalam persamaan 3.1 didapat t = 2061. Dengan demikian jumlah


populasi akan dua kali lipat tahun 1980 dicapai pada tahun 2061.
3. Besar populasi untuk waktu yang tidak terbatas (t ! 1) berarti
6
x = tlim 1 + 9e10
19:8 t=100
6
x = tlim 1 + 9e1019:8et=100
!1

!1

x = 106 = 1 000 000

Dengan demikian jumlah maksimum populasi untuk waktu yang tidak terbatas adalah satu juta orang.

3.2.2 Peluruhan Radioaktif


Contoh 3.2.2 Radioaktif isotop Thorium-234 meluruh pada tingkat yang sebanding dengan jumlah isotop. Jika 100 mg dari material meluruh menjadi 82.04 mg
dalam satu minggu, maka
1. tentukan ekspresi jumlah pada saat tertentu
2. tentukan interval waktu sehingga isotop itu meluruh menjadi setengah dari
jumlah semula.

Penyelesaian 3.2.2 Gunakan rumus peluruhan. Misal Q jumlah isotop Thorium234 maka dalam waktu t model peristiwa peluruhan itu adalah

dQ = ;rQ
dt
Q(0) = 100

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

31

Kemudian selesaikan PDB ini akan diperoleh

Q(t) = 100e

rt

Kemudian terapkan sarat kedua, yakni dalam satu minggu (7 hari) isotop menjadi 82.04 mg artinya Q(7) = 82:04 mg akan didapat nilai r, sedemikian hingga
ekspresi jumlah terhadap waktu (hari) adalah

Q(t) = 100e

0:02828t

Dengan mengetahui ekspresi ini akan menjadi mudah untuk mengerjakan pertanyaanpertanyaan diatas. (Teruskan sebagai latihan.)

3.3 Hukun Pendinginan Newton


Perubahan suhu suatu benda atau bahan yang mengalami proses pendinginan
sebanding dengan perbedaan antara suhu benda dan suhu disekitarnya. Dengan
demikian bila Suhu benda itu adalah x dan suhu sekitarnya itu adalah xs maka
proses pendinginan Newton terhadap waktu t digambarkan dengan

dx = k(x ; x ) k > 0
s
dt
dimana k adalah konstanta tingkat pendinginan.

Contoh 3.3.1 Suatu benda dengan suhu 80oC diletakkan diruangan yang bersuhu
50oC pada saat t = 0. Dalam waktu 5 menit suhu benda tersebut menjadi 70oC ,
maka
1. tentukan fungsi suhu pada saat tertentu
2. tentukan besarnya suhu benda pada 10 menit terakhir

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

32

3. kapan suhu menjadi 60o C

Penyelesaian 3.3.1 Dengan memahami persoalan ini maka model PDB proses
pendinginan dapat ditulis sebagai

dx = k(x ; 50)
dt
x(0) = 80 dan x(5) = 70
Solusi dari persamaan itu adalah
ln(x ; 50) + c0 = kt + c1
(x ; 50) = cekt

x = 50 + cekt
Masukkan nilai awal maka nilai c = 30 sehingga persamaan menjadi

x = 50 + 30ekt
Dan masukkan kondisi kedua didapat

; 1
ek = 23 5
sehingga ekspresi terakhir menjadi

; t
x(t) = 50 + 30 32 5
Selanjutnya anda selesaikan pertanyaan diatas dengan memakai ekspresi ini.

3.4 Campuran
Suatu bahan dengan konsentrasi terterntu dicampur dengan bahan lain dalam
suatu tempat sehingga bahan bercampur dengan sempurna dan menjadi campuran lain dengan konsentrasi berbeda. Bila Q menunjukkan jumlah bahan pada

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

33

saat tertentu, maka perubahan Q terhadap t ditunjukkan dengan dQ


dt . Kemudian
bila proses yang terjadi adalah terdapat campuran masuk dan campuran yang
keluar, dimana laju jumlah bahan masuk dinyatakan dengan proses IN dan laju
jumlah bahan keluar dinyatakan dengan proses OUT maka

dQ = IN ; OUT
dt
v =r liter/min
k =s gram/liter

v =r liter/min

K= L liter
Q(0) = Q_0 gram

Gambar 3.2: Proses campuran dalam tangki.


Dimana bila laju masuk sama dengan laju keluar maka

IN = kv = sr gram=liter
Q v = Qr gram=liter
OUT = K
L

Contoh 3.4.1
Suatu tangki mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam.
Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk
kedalam tangki dengan laju 4 liter/menit dan bercampur dengan sempurna, kemudian campuran itu diperkenankan keluar dengan laju 4 liter/menit.
1. Formulasikan masalah nilai awal tersebut

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

34

2. Tentukan jumlah garam Q setiap saat.

Penyelesaian 3.4.1 Formula campuran adalah


dQ = IN ; OUT:
dt
Diketahui s = 1 gram=liter r = 4 liter=menit L = 200 liter dan Q(0) = 100
didapat

IN = kv = s gram=liter r liter=menit = 4 gram=liter


Q v = Q gram=liter r liter=menit = 4Q gram=liter
OUT = K
K
200
Sehingga
1. Model PDBnya adalah

dQ = 4 ; 4Q = 4 ; Q
dt
200
50
Q(0) = 100
2. Dengan menyelesaikan PDB ini didapat ekspresi jumlah garam setiap saat

Q(t) = 200 ; 100e

t=50

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

35

Latihan Tutorial 3
1. Suatu benda yang massanya 50 kg dari keadaan diam di suatu puncak bergerak diatas bidang miring dengan panjang 20 m dari puncak ketanah,
dan sudut kemiringan 45o (lihat Gambar 1). Bila koe sien gesek kinitis

k = 0:2. Tentukan: (i) ekspresi fungsi kecepatan dalam waktu t, (ii)


berapa jarak yang ditempuh benda selama 5 detik, dan (iii) berapa waktu

t yang dibutuhkan untuk mencapai tanah.


f gesek

45

45

Gambar 3.3: Gerakan benda pada bidang miring.


fPetunjuk : uraikan gaya-gaya yang bekerja pada benda dan ingat

fgesek = k  N g.
2. Suatu benda dengan massa konstan m ditembakkan tegak lurus keatas menjauhi permukaan bumi dengan kecepatan awal V0 km=dt2. Bila diasumsikan
tidak ada gesekan udara namun berat benda berubah dalam jarak-jarak tertentu terhadap bumi, maka tentukan
(a) model matematik dari kecepatan V (t) selama benda itu meluncur
(b) tentukan V0 untuk mencapai ketinggian maksimum 100 km

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

36

(c) tentukan maksimum V0 supaya benda yang ditembakkan tadi tidak


kembali kebumi.
(Petunjuk : gunakan g = 0:098 km=dt2, jari-jari bumi R = 6378:388 km
dan fungsi berat dalam jarak x terhadap bumi yang umumnya dinyatakan
2
sebagai w(x) = (mgR
R+x)2 )

3. Model pertumbuhan populasi dapat ditulis dalam persamaan dydt = ry T1 y ;

1 untuk r dan T konstanta positip, maka


(a) gambar gra k f (y) dan y.
(b) tentukan model gra k y dan t untuk memberikan gambaran solusi
kualitatif dari PD tersebut.
4. Jam 10.00 WIB seseorang mengambil secangkir kopi panas dari microwave
oven dan meletakkan di ruang tamu dengan maksud untuk meminumnya
setelah agak dingin. Awal mula suhu kopi adalah 95oC . Selanjutnya 10
menit kemudian besar suhu kopi menjadi 75oC . Asumsikan suhu ruang
tamu itu adalah konstan 27oC .
(a) Berapa besar suhu kopi pada jam 10.18 WIB
(b) Orang ini suka meminum kopi yang suhunya antara 55oC sampai 60oC ,
maka antara jam berapa dia harus minum kopi itu.
5. Sebuah tangki besar awal mula berisi 300 liter larutan yang mengandung
5 kg garam. Larutan lain yang mengandung garam de-ngan konsentrasi
1
2

kg/liter dituangkan kedalam tangki dengan laju 5 liter/menit dan campu-

ran dalam tangki mengalir keluar dengan laju 3 liter/menit.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU

37

(a) Tentukan model matematik tentang banyaknya garam dalam tangki


setiap saat.
(b) Bila kapasitas maksimum tangki 750 liter tentukan domain waktu t
sehingga model diatas tetap berlaku.
(c) Pada poin (b) berapa besar konsentrasi larutan pada saat tangki penuh.
(d) Bila tangki tidak mempunyai kapasitas maksimum, tentukan konsentrasi larutan untuk jangka waktu tak terbatas.
6. Suatu tangki berkapasitas 500 liter mula-mula berisi 200 liter larutan yang
mengandung 100 gram garam. Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk kedalam tangki dengan laju 3 liter/menit
dan campuran dalam tangki diperkenankan keluar dengan laju 2 liter/menit.
Tentukan model matematik yang menyatakan banyaknya garam dalam tangki
setiap saat (sebelum dan sesudah tangki penuh).

BAB 4
PDB Linier Order Dua
Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum PDB order n.

4.1 PDB Order n Homogen


De nisi 4.1.1 Bila f1 f2 : : : fm adalah fungsi kontinyu pada sebarang x 2 a b]
dan c1 c2 : : : cm adalah konstanta sebanyak m maka kombinasi linier fungsi ini
ditulis dengan c1 f1 + c2 f2 +    + cm fm

De nisi 4.1.2 Fungsi f1 f2 : : : fm dikatakan tergantung linier pada interval


a b] bila terdapat c1 c2 : : : cm yang tidak semuanya nol sedemikian hingga c1f1 +

c2f2 +    + cmfm = 0 untuk sebarang x 2 a b], dan dikatakan bebas linier bila
semua c1 c2 : : : cm sama dengan nol.

Teorema 4.1.1 Suatu PDB disajikan dalam


a0 (x)y(n) + a1(x)y(n

1)

+    + an(x)y = 0
38

dimana a0 (x) 6= 0:

(4.1)

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

39

Misal f1 f2 : : : fm solusi sebanyak m maka solusi umum PDB ini merupakan


kombinasi bebas linier dari fungsi-fungsi ini, yaitu y = c1 f1 + c2 f2 +    + cm fm .

Bukti : Turunkan solusi umum ini sebanyak n kali kemudian substitusikan


kedalam persamaan (4.3).

y = c1f1 + c2f2 +    + cmfm


y = c1f1 + c2f2 +    + cmfm
...
0

y (n

1)

= c1f1(n

1)

+ c2f2(n

1)

+    + cmfm(n

1)

y(n) = c1f1(n) + c2f2(n) +    + cmfm(n)



(n)
(n)
(n)
maka a0(x) c1f1 + c2f2 +    + cmfm + a1(x) c1f1(n 1) + c2f2(n 1) +    +


(n 1)
cmfm
+    + an(x) c1f1 + c2f2 +    + cmfm = 0, dan dapat disederhanakan

(n)
(n 1)
menjadi c1 a0(x)f1 + a1(x)f1 +    + an(x)f1 + c2 a0(x)f2(n) + a1 (x)f2(n 1) +


(n 1)
(n)
   + an (x)f2 +    + cm a0 (x)fm + a1 (x)fm +    + an (x)fm = 0. Analog
;

dari persamaan (4.3) maka ruas kiri persamaan terakhir akan sama dengan nol,
sehingga terbukti y = c1f1 + c2f2 +    + cmfm merupakan solusi umum.

De nisi 4.1.3 Misal f1 f2 : : : fm adalah fungsi riel yang kontinyu pada turunan ke (n ; 1) dalam interval a b] maka


 f1
f2

f2
 f
W (f1 f2 : : : fn ) =  .1
..
 ..
.

 f1(n 1) f2(n 1)
0

:::

fn

:::

fn

..
.

..
.

: : : fn(n

1)









disebut determinan matrik "Wronskian" yang terde nisi pada a b].

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

40

Teorema 4.1.2 Fungsi-fungsi solusi f1 f2 : : : fn dari PDB homogen order n


dikatakan bebas linier bila W (f1 f2 : : : fn ) 6= 0

Contoh 4.1.1 Buktikan bahwa


1. Jika sin x cos x merupakan solusi dari y + y = 0 maka y = c1 sin x + c2 cos x
00

juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas linier.
2. Jika ex e

e2x merupakan solusi dari y ; 2y ; y + 2y = 0 maka y =


00

00

c1ex + c2e x + c3e2x juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas
;

linier.

Cara sederhana untuk menyelesaikan PDB homogen order n ini adalah dengan
cara mereduksi ordernya.

Teorema 4.1.3 Suatu PDB


a0 (x)y(n) + a1(x)y(n

1)

+    + an(x)y = 0

a0(x) 6= 0

maka permisalan y = f (x)v akan mengurangi order PDB menjadi (n ; 1).

Contoh 4.1.2 Salah satu solusi PDB (x2 + 1)y ; 2xy + 2y = 0 adalah f1 = x
00

maka tentukan solusi umumnya.

Penyelesaian 4.1.1 Misal


f2 = y = f1v = xv
y = v + xv
0

y = 2v + xv :
00

00

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

41

Substitusikan kedalam PDB pada persoalan ini didapat x(x2 +1)v +2v = 0 dan
00

misal w = v maka
0

x(x2 + 1) dw
dx + 2w = 0
dw = ; 2w
dx
x(x2 + 1)
1 dw = ; 2 dx
w
x(x2 + 1)

2
x
2
= ; ; + 2
x (x + 1) dx

ln w = ln x 2 + ln(x2 + 1) + ln c
ln w = ln 12 (x2 + 1)
x
;

sehingga solusi umunnya adalah


) w=

1 (x2 + 1):
x2

Sementara w = v , maka persamaan terakhir dapat diperoses menjadi


0

dv = c(x2 + 1)
dx
x2
2
dv = (x x+2 1) pilih c = 1

1
dv = 1 + x2 dx
v = x ; x1 :
;

Sekarang f2 = f1v = x x ; x1 = x2 ; 1 maka solusi umum dari PDB diatas
adalah
) y = c1 x + c2 (x2 ; 1):

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

42

4.2 PDB Order n Nonhomogen


Suatu PDB order n nonhomogen disajikan dalam bentuk

a0(x)y(n) + a1 (x)y(n

1)

+    + an(x)y = F (x)

a0(x) 6= 0

(4.2)

Teorema 4.2.1 Bila u adalah solusi umum PDB homogen dari persamaan (4.4)
dan v solusi khusus persamaan (4.4) maka u + v adalah solusi umum PDB nonhomogen.

Misal diberikan PDB y + y = x. Bila solusi umum PDB y + y = 0 adalah


00

00

yu = c1 sin x + c2 cos x dan solusi khusus y + y = x adalah yk = x maka solusi


00

umum PDB ini adalah y = yu + yk atau y = c1 sin x + c2 cos x + x.

4.3 PDB Order Dua


4.3.1 PDB Order Dua Homogen
Suatu PDB order dua dide nisikan dengan persamaan

p(x)y + q(x)y + r(x)y = 0


00

(4.3)

bila p q r adalah fungsi konstan maka dapat ditulis dengan persamaan berikut

ay + by + cy = 0:
00

(4.4)

Persamaan karakteristik dari persamaan ini diperoleh dengan cara memisalkan

y = ert
y = rert
0

y = r2ert
00

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

43

sehingga persamaan (4.4) menjadi

ar2 ert + brert + cert = 0


(ar2 + br + c)ert = 0:
Bila ert 6= 0 maka ar2 + br + c = 0 merupakan persamaan karakteristik dari PDB
order dua homogen dengan dengan koe sien konstan, dan y = ert merupakan
solusi dari persamaan (4.4).

Akar-Akar Riel dan Berbeda


Bila persamaan karakteristik mempunyai akar-akar riel dan berbeda (D > 0)
maka ditemukan r1 6= r2 sehingga solusi PDB dalam persamaan (4.4) adalah
)

y = c1er1t + c2er2t :

Misal diberikan PDB y + 5y + 6y = 0 maka persamaan karakteristiknya


00

adalah r2 + 5r + 6 = 0, dengan akar-akar r1 = ;2 dan r2 = ;3, sehingga solusi


umumnya y = c1e

2t

+ c2e 3t. Selanjutnya bila diterapkan nilai awal y(0) = 2


;

dan y (0) = 3 maka nilai c1 c2 dapat diperoleh dengan cara menurunkan solusi
0

umum dua kali, yaitu y = ;2c1e


0

2t

; 3c2e

3t

dan y = 4c1e
00

2t

+ 9c2e

3t

substitusikan kedua nilai awal itu kedalam persamaan ini, diperoleh sistem

c1 + c2 = 2
;2c1 ; 3c2 = 3

dimana c1 = 9 dan c2 = ;7 dan solusi khususnya menjadi y = 9e

2t

Contoh 4.3.1 Selesaikan persoalan berikut


1. 4y ; 8y + 3y = 0 y(0) = 2 y (0) = 12
00

; 7e 3t .
;

dan

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

44

2. 6y + 4y + 3y = 0 y(0) = 4 y (0) = 0
00

3. y + 5y + 3y = 0 y(0) = 1 y (0) = 0
00

Akar-Akar Komplek
Persamaan karakteristik persamaan PDB order dua homogen adalah ar2 +br +c =
0. Jika D < 0 maka akar-akarnya adalah bilangan komplek, yaitu r1 =  + i
dan r2 =  ; i , dengan demikian solusi kompleknya adalah

y1 = c1e(+i)t
y2 = c1e(

(4.5)

i)t

(4.6)

Teorema 4.3.1 (Teorema Taylor) Jika f (t) mempunyai n + 1 turunan kontinyu pada interval a b] untuk beberapa n 0 dan bila t t0 2 a b] maka

f (t)  pn(t) + Rn+1(t)


n
pn(t) = f (t0) + (t ;1!t0) f (t0) +    + (t ;n!t0) f (n)(t0 )
Zt
1
Rn+1(t) = n! (t ; t)nf (n+1)(t)dt
t0
n+1
= (t ; t0 ) f (n+1)( )
(n + 1)!
0

untuk  antara t0 dan t.

Dengan menerapkan teorema ini maka aproksimasi untuk fungsi-fungsi berikut


pada t0 = 0 adalah:

3
2
X n
eat = 1 + at + (at2!) + (at3!) +    = (atn!)
n=0
3
5
2n 1
1
X
sin at = (at) ; (at) + (at) ;    = (;1)n 1 (at)
1!
3!
5!
(2n ; 1)!
n=1
0
2
4
X n (at)2n
(
at
)
(
at
)
(
at
)
cos at = 0! ; 2! + 4! ;    = (;1) (2n)!
n=0
1

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

45

Selanjutnya dalam ekspresi solusi komplek eit dapat ditulis sebagai berikut
2
3
eit = 1 + it + (it2!) + (it3!) + : : :
X n (at)2n X n 1 (at)2n 1
=
(;1)
+ i (;1)
(2n)! n=1
(2n ; 1)!
n=0
= cos t + i sin t:
1

Dengan menerapkan persamaan terakhir ini maka solusi komplek (4.5) dan (4.6)
menjadi

;

y1 = e(+i)t = et cos t + i sin t
;

y2 = e( i)t = et cos t ; i sin t :
;

Bila keduanya dijumlahkan dan dikurangkan maka

u(t) = y1 + y2 = 2et cos t


v(t) = y1 ; y2 = 2iet sin t:
Abaikan bilangan 2 dan 2i dengan pertimbangan diganti dengan konstanta esensial lainnya maka solusi umum PDB dengan persamaan akar karakteristik komplek adalah

y = c1u(t) + c2v(t) = c1et cos t + c2et sin t :

Suatu contoh dapat ditunjukkan untuk menyelesaikan PDB y + y + y =


00

0. Persamaan karakteristik PDB ini adalah r2 + r + 1 = 0 sehingga akar-akar


kompleknya adalah r12 = ; 12  i
umunya y = c1e

1
2

t cos

3
4

t + c2e

1
2

3
4

. Jadi  = ; 12 dan =

t sin

3
4

t.

3
4

sehingga solusi

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

46

Akar-Akar Riel dan Sama


Untuk kasus ini, persamaan karakteristik ar2 + br + c = 0 akan mempunyai

D = b2 ; 4ac = 0 sehingga r1 = r2 = ; 2ba . Dengan demikian salah satu solusi


PDB adalah yk = e

b
2a

t.

Misal solusi umumnya adalah y = v(t)yk (t) = v(t)e

b
2a

maka

b v(t)e
2a
b t
y = v (t)e 2a ; ab v (t)e
y = v (t)e
0

00

00

b
2a

t;

b
2a

b
2a

t+

b2 v(t)e
4a2

b
2a

Sehingga dengan mensubstitusikan kedalam PDB ay + by + cy = 0 diperoleh






2
b
b
b
a v (t) ; a v (t)+ 4a2 v(t) + b v (t) ; 2a v(t) + cv(t) e 2ba t = 0: Bila e 2ba t 6= 0

2
b
maka av (t)+ ; 4a + c = 0: Karena b2 ; 4ac = 0 maka persamaan ini menjadi
av (t) = 0 dimana solusi umumnya adalah v(t) = c1t + c2. Dengan demikian
00

00

00

00

solusi umum PDB dengan akar persamaan karakteristik berulang adalah:


)

y = v(t)y1 (t) = c1e

b
2a

t + c2 te

b
2a

4.3.2 PDB Order Dua Nonhomogen


Suatu PDB disajikan dalam persamaan berikut:

Ly] = y + p(t)y + q(t)y = g(t)

(4.7)

Ly] = y + p(t)y + q(t)y = 0

(4.8)

00

00

Teorema 4.3.2 Jika Y1 dan Y2 adalah solusi persamaan (4.7) maka Y1 ; Y2


adalah solusi persamaan (4.7). Dan bila y1 y2 solusi persamaan (4.7) maka

Y1(t) ; Y2(t) = c1y1(t) + c2y2(t)

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

47

Ini berarti solusi umum dari persamaan (4.7) adalah

y(t) = |c1y1(t){z+ c2y2}t +yk (t)


solusi homogen

Diberikan PDB y ; 3y ; 4y = 3e2t. Solusi persamaan homogennya adalah


00

yh = c1e t + c1e4t . Kemudian akan ditentukan solusi persamaan nonhomogen


;

dengan memisalkan yk = Ae2t sebagai solusi. Berikutnya adalah menentukan nilai

A yang dalam dalam hal ini diperoleh dari menurunkannnya dua kali yk = 2Ae2t
0

dan yk = 4Ae2t kemudian mensubstitusikan kedalam PDB diperoleh A = ; 21 .


00

Sehingga solusi umumnya adalah y = c1e t + c1e4t ; 12 e2t :


;

Permasalahan yang paling banyak dihadapi nantinya adalah bagaimana membuat permisalan untuk menentukan solusi khusus yk . Kadangkala pemisalahan
itu harus diulang dua kali untuk menentukan koe sien yang tepat bagi solusi ini.
Oleh karena itu untuk memudahkannya diberikan panduan berikut.

gi (t)
n
Pn(t) = a0t + a1tn 1 +    + an
Pn(t) eat
sin t
at
Pn(t)e
cos t
;

Yi(t)
s
n
t (A0t + A1 tn 1 +    + aN )
ts (A0tn + A1tn 1 +    + aN )eat
;

ts (A0tn + A1tn 1 +    + aN )eat cos t+



n
n
1
at
(A0t + A1t +    + aN )e sin t
;

Tabel 4.1: Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen.

Contoh 4.3.2 Selesaikan persoalan berikut


1. y ; 3y ; 4y = 2 sin t
00

2. y ; 2y ; 3y = ;8et cos 2t
00

3. y ; y ; 2y = 5e5t + 2 sin 3t ; 18et cos 4t


00

00

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

48

Variasi Parameter
Diberikan PDB nonhomogen

y (t) + p(t)y (t) + q(t)y(t) = g(t)


00

(4.9)

maka yh(t) = c1y1(t) + c2y2(t) adalah solusi PDB homogen

y + p(t)y + q(t)y = 0:
00

(4.10)

Kemudian bila c1 diganti dengan u1(t) dan c2 dengan u2(t) maka diperoleh

y(t) = u1(t)y1(t) + u2(t)y2 (t)

(4.11)

adalah solusi umum persamaan (4.9). Turunkan satu kali

y (t) = u1(t)y1 (t) + u1(t)y1(t) + u2(t)y2(t) + u2(t)y2(t):


0

Set

u1(t)y1 (t) + u2(t)y2(t) = 0


0

(4.12)

maka

y (t) = u1(t)y1(t) + u2(t)y2(t)


0

y (t) = u1(t)y1(t) + u1(t)y1 (t) + u2(t)y2(t) + u2(t)y2 (t):


00

00

00

Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan (4.9) diperoleh





u1(t) y1 (t)+p(t)y1(t)+q(t)y1(t) +u2(t) y2 (t)+p(t)y2(t)+q(t)y2(t) +u1(t)y1 (t)+
u2(t)y2(t) = g(t). Suku pertama dan kedua adalah sama dengan nol, karena y1 y2
00

00

adalah solusi PDB (4.11) sehingga

u1(t)y1(t) + u2(t)y2 (t) = g(t)


0

(4.13)

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

49

Dua persamaan (4.12) dan (4.13) akan membentuk sistem persamaan linier
dimana u1(t) dan u2(t) dapat ditentukan sebagai berikut:
0



 0 y2(t) 


 g(t) y2(t) 
u1(t) = W (y y )(t) = ; y2(tW)g(t) :
1 2
0



 y1(t) 0 


 y1(t) g(t)  y1(t)g(t)
u2(t) = W (y y )(t) = W :
1 2
0

Sehingga

y2(t)g(t) dt + c
1
Z y (t)gW(t)
1
u2(t) =
W dt + c2:
u1(t) =

Dan solusi umum (4.11) menjadi

R
R
y(t) = ; y2(Wt)g(t) dt y1(t) +

y1 (t)g(t) dt y (t)
2
W

Sebagai contoh dapat diselesaikan PDB y +4y = 3 csc t. Persamaan homogen00

nya adalah y +4y = 0 dengan persamaan karakteristik r2 +4 = 0 dan mempunyai


00

akar komplek r12 = 0  2i. Dengan demikian solusinya yh = c1 cos 2t + c2 sin 2t.
Dari keseluruhan soal ini dapat disimpulkan bahwa g(t) = 3 csc t y1 (t) = cos 2t
dan y2 = sin 2t sehingga y1(t) = ;2 sin 2t dan y2(t) = ;2 sin 2t. Dengan mene0

rapkan prosedur diatas maka



 0 y2(t) 


 g(t) y2(t) 
2t csc t
u1(t) = W (y y )(t) = ; 3 sin
2
2cos 2t + sin2 2t]
1 2
0

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

50



 y1(t) 0 


 y1(t) g(t) 
u2(t) = W (y y )(t) = 32 csc t ; 3 sin t
1 2
0

Dengan proses yang sederhana diperoleh

u1(t) = ;3 sin t + c1
u2(t) = 23 ln j csc t ; cot tj + 3 cos t + c2
Sehingga solusi umumnya adalah
3
) y(t) = c1 cos 2t + c2 sin 2t ; 3 sin t cos 2t + 3 cos t sin 2t + ln j csc t ; cot tj sin 2t
2

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA

51

Latihan Tutorial 4
1. Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial order dua
berikut ini:
(a) y ; 2y ; 8y = 4e2x ; 21e
00

3x

(b) y + 2y + 5y = 6 sin 2x + 7 cos 2x


00

(c) 2y + 32y ; 2y = 6x2ex ; 4x2 + 12


00

(d) y + 4y = 4 sin 2x + 8 cos 2x


00

(e) y + y ; 2y = 6e
00

2x

+ 3ex ; 4x2

(f) y ; 6y + 5y = 24x2ex + 8e5x


00

(g) y ; 4y + 5y = 6e2x cos x


00

(h) y + 4y = 4 sin 2x + 8 cos 2x


00

(i) y + y ; 6y = 10e2x ; 18e3x ; 6x ; 11


00

(j) y + 4y = 12x2 ; 16x cos 2x


00

(k) 4y ; 4y + y = ex=2 + e
00

(l) y + 2y + 10y = 5xe


00

x=2

2x

(m) y + 6y + 5y = 2ex + 10e5x


00

(n) y + 2y + 4y = 13 cos 4x
00

2. Selesaikan masalah nilai awal berikut ini:


(a) y ; 4y + 3y = 9x2 + 4
00

y(0) = 6 y (0) = 8

(b) y + 5y + 4y = 16x + 20ex


00

y(0) = 0 y (0) = 3
0

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA


(c) y ; 8y + 15y = 9xe2x
00

y(0) = 5 y (0) = 10

(d) y + 7y + 10y = 4xe


00

00

y(0) = 2 y (0) = 0

6x

y(0) = ;2 y (0) = 0

2x

y(0) = 0 y (0) = 4

(h) y ; 10y + 29y = 8e5x


00

2x

(g) y + 4y + 13y = 18e


00

y(0) = 0 y (0) = ;1

3x

(f) y + 6y + 9y = 27e
00

(e) y + 8y + 16y = 8e

y(0) = 0 y (0) = 8

(i) y ; 4y + 13y = 8 sin 3x


00

52

y(0) = 1 y (0) = 2
0

(j) y ; y ; 6y = 8e2x ; 5e3x

y(0) = 1 y (0) = 2

(k) y ; 2y + y = 2xe2x + 6ex

y(0) = 1 y (0) = 0

00

00

Daftar Pustaka
Boyce, W. E. & Diprima, R. C. 1997. Elementary Dierential Equations and
Boudary Value Problems. John Wiley & Sons, Inc. Singapore
Burden, R. L. and Faires, J. D. 1997.Numerical Analysis. Brooks/Cole Publishing
Company. U.S.
Lambert, J.D. 1993. Numerical Methods for Ordinary Dierential Systems. John
Wiley & Sons, Inc. Singapore
Powell, M.J.D. 1981. Approximation Theory and Methods. Cambridge University
Press. U.K.
Ross, S. L. 1989. Introduction to Ordinary Dierential Equations. John Wiley &
Sons, Inc. New York. U.S.
Shampine, L. F. & Baca, L.S. 1989. Computer Solution of Ordinary Dierential
Equations: The Initial Value Problem. Freeman. San Francisco.

53

Anda mungkin juga menyukai