Uji Dilatometer
Uji dilatometer (Marchetti 1980, Schmertmann, 1988) merupakan uji sederhana untuk mengukur modulus tanah.
Alat ini berupa suatu blade dengan lebar 95 mm dan tebal 15 mm. Ditengahnya terdapat suatu plat lingkaran
yang dapat bergerak keluar jika dikembangkan.
Prosedur pengujian dilatometer mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1 Dilatometer dimasukkan kedalam lubang galian, lakukan pembacaan setelah dikoreksi (p1).
2 Membran dikembangkan dan tekanan dibaca saat mencapai 1.1. mm (p2).
3 Tekanan diturunkan dan saat membran kembali keposisi semula, kembali dibaca (p3).
4 Dilatometer diturunkan ke titik berikutnya dan langkah 1 s/d 3 diulang kembali.
Setiap pengujian hanya membutuhkan waktu 1-2 menit. Keuntungan utama dari dilatometer adalah bahwa alat
ini dapat memperkirakan tekanan at rest di lapangan. Disamping itu kemampatan tanah dapat diperoleh
(modulus subgrade).
Dari data diatas dapat diperoleh beberapa parameter dilatometer sebagai berikut :
1 Modulus dilatometer, Ed
Ed =34.7(p2-p1)
Kd
2
p1 u
po '
ID
3
p 2 p1
p2 u
Indeks Material, ID
Berdasarkan parameter tersebut maka jenis tanah, modulus, dan kekuatan gesernya dapat diperkirakan.
Pada umumnya laporan diatas disebut factual report yaitu berisi data-data apa adanya tanpa memberikan
engineering judgement ataupun rekomendasi. Dalam banyak hal di Indonesia, pekerjaan penyelidikan tanah
sering dituntut untuk melengkapi dengan desain dan rekomendasi.
Penurunan Seketika pada Tanah Berpasir
Penurunan elastik pada tanah berpasir dihitung dengan memasukkan faktor regangan (strain influence
factor) yang ditemukan oleh Hortman dan Schmertman (1978) ke dalam persamaan seperti dibawah
ini :
z2
Iz
E z
S e C1C 2 (q q)
(2.84)
dengan :
Iz = faktor regangan
1 0,5
Df = kedalaman pondasi
; Es = modulus Young
q
= beban merata yang bekerja pada dasar pondasi
Q
L.B
Variasi harga Iz untuk pondasi berbentuk persegi dan lingkaran diberikan sebagai berikut, Gambar 2.25 :
Iz = 0,1 pada kedalaman z
= 0
Iz = 0,5 pada kedalaman z
= z1 = 0,5.B
Iz = 0
pada kedalaman z
= z2 = 2.B
Variasi Iz untuk pondasi dengan nilai L/B 10 adalah :
Iz = 0,2 pada kedalaman z
=0
Iz = 0,5 pada kedalaman z
= z1 = B
Iz = 0
pada kedalaman z
= z2 = 4.B
Untuk nilai perbandingan L/B antara 1 dan 10 nilai-nilai Iz bisa diperoleh dengan cara interpolasi.
Dengan, B = lebar fondasi sedangkan L = panjang fondasi.
atau Es (ton/ft2) = 8 N
Es = 2.qc
(2.85)
(2.86)
dengan :
qc = perlawanan nilai tahanan konus
Sedangkan Schmertmann dan Hartman (1978) memberikan koreksi nilai-nilai tersebut:
Es = 2,5 qc
(untuk pondasi persegi dan lingkaran)
Es = 3,5 qc
(2.87)
(2.88)
(2.89)
(2.90)
qu
qc .A JHP.O
F1
F2
(4.51)
dimana :
qc = nilai konus (nilai rata-rata harga konus diambil 4.D di bawah ujung tiang dan 8.D di atas ujung tiang)
JHP = jumlah hambatan pelekat sepanjang tiang
A = penampang tiang
O = keliling tiang
F = faktor keamanan
4.5.2 Cara Schmertmann dan Nottingham (1975)
Daya dukung satu tiang :
qu = qp + qs
qp
(4.52)
(4.53)
18.D . f .A
qs K s,c .
L 8
L 0
L L
L 8.D
.A s
(4.54)
dimana :
qp = daya dukung ujung tiang
qs = daya dukung akibat lekatan
qc1 = nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah a b
qc2 = nilai konus minimum dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah b c
qc3 = nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 8.D di atas ujung tiang
Ks,c = faktor koreksi (Ks = 2 untuk pasir, Kc = 2 untuk lempung) lihat Grafik 8
D
fs
As
L
= diameter tiang
= hambatan lekatan tanah dari data sondir
= luas selimut tiang
= panjang total tiang
Untuk bore pile, Schmertmann (1978) menyarankan harga qc dikalikan 0,75 artinya untuk memperhitungkan
pengurangan tegangan efektif yang bekerja sepanjang tiang.
4.5.3 Cara Tumay dan Fakhroo (1981)
Daya dukung satu tiang :
qu = qp + qs
(4.55)
dimana :
qp = daya dukung ujung tiang (cara Schmertmann)
qs = daya dukung akibat gesekan kulit = L . O . fo
fo = unit lekatan = m . fs
fs
= JHP L
fs
JHP
L
O
m
= lekatan rata-rata
= jumlah hambatan lekatan sepanjang tiang
= panjang tiang
= keliling tiang
= koefisien lekatan (nilai : 0,50 s/d 10,0)