TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie,
purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,
trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.
2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada tahun
1970. Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh
Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh
Dati I di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu :
maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga
kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
2.3 Etiologi
15
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk
Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban)
sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan
dalam penularan.
2.4 Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok
arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus
tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian
16
virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif)
merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah
menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap
virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina
yang dapat menularkan virus dengue.
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada
darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00
dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple
biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber
makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk
tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah
terjadi.
Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
17
berasal
dari
berbagai
wilayah,
maka
kemungkinan
perdarahan
pada
pasien
demam
berdarah
adalah
vaskulopati,
19
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan
darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien
mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat
setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba, pada saat akan terjadi
syok pasien mengeluh nyeri perut.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia (<100.000) dan
hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan
X. Pada pemeriksaan kimia darah hipoproteinemia, hiponatremia, dan hipokloremia.
Urine
Ditemukan albuminuria ringan
Sumsum Tulang
Gangguan maturasi
Serologi
antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk dalam uji ini
pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue blot.
20
Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
2.9 Diagnosis Banding
Demam dengue
Infeksi virus lainnya seperti campak, rubella, demam cikunguya
Leptospira, malaria, demam tifoid
ITP, leukemia, anemia aplastik
Sepsis atau meningitis bila mengalami demam disetai syok.
IgG
+
+
Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Tidak terbukti adanya infeksi
Infeksi pada 2-3 bulan
Keterangan
Diulang pada fase konvalesens
Diulang pada fase konvalesens
sebelumnya
SGOT dan SGPT
Gula darah sewaktu atas indikasi
Foto rongen dada dalam posisi AP atau right lateral decubitus
USG
AGD dan elektrolit (natrium, kalium, klorida) atas indikasi
CT/BT dan PT/aPTT atas indikasi
LP atas indikasi
CT-Scan atau MRI atas indikasi
2.11 Tatalaksana
1.
22
2.
Cairan per oral dan atau intravena (cairan rumatan, cairan rehidrasi sesuai
derajat dehidrasi, atau cairan resusitasi)
Cairan dapat berupa kristaloid, koloid.
Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma
hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid
yang diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
volume dan cairan intravaskuler yang adekuat.
Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
Pada pasien obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuhan
untuk menghitung volume cairan.
Tabel 1. Kecepatan cairan intravena
Keterangan*
Setengah rumatan
Rumatan (R)
Rumatan + 5% defisit
Rumatan + 7% defisit
10
3.
4.
5.
6.
Transfusi PCR, TC, FFP/Cryo atau dapat Whole Blood atas indikasi
7.
8.
23
9.
Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal jantung, serta
terjadinya shock ulang.
Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100 mg/kg BB setiap 6
jam i.v.
24
25
Kristaloid :
Ringer Laktat
5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
Koloidal :
Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)
Plasma.
26
2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau
2 x).
3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan larutan koloidal
(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.
2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang berkelanjutan.
Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah. Dapat diberikan
Valium 0,3 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak terjadi gangguan system
pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali. Bila penderita kejang dapat
diberikan kombinasi Valium (0,3 mg/kgBB) i.v. dan diikuti Dilantin (2
mg/kgBB/jam 3 kali sehari).
4. Oksigen
5. Koreksi asidosis Nabic dapat diberikan 1 2 mEq/kgBB, diberikan dengan
kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan
Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base defisit
6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi
7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa
diberikan dengan dosis :
27
8.Dopamine.
28
Edukasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tirah baring
Pengobatan utama adalah cairan
Monitor tanda kegawatan
Melaksanakan upaya pencegahan 3M plus
Identifikasi gejala serupa pada lingkungan; rumah
Formulir pelaporan kasus DBD ke dinas kesehatan untuk diberikan ke
RT/RW tempat tinggal pasien.
Indikator Medis
1.
2.
3.
29
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Perbaikan klinis
Produksi urin cukup
Tidak ditemukan distress napas dari pleura dan atau acites
Trombosit >50.000 dengan kecenderungan meningkat
Hematokrit stabil
Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal
Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut
Dua hari pasca syok
Mulai timbul ruam penyembuhan.
2.12 Prognosis
Kematian akibat demam berdarah dengue cukup tinggi.
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad sanationam: Bonam
Quo ad fungsionam: Bonam
2.13 Pencegahan
Memutuskan rantai penularan dengan cara :
Menggunakan insektisida :
Tanpa Insektisida :
seminggu.
Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah
dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
syok. Disfungsi multiple organ meningkatkan resiko kematian( satu organ 25%
kematian, dua organ 60% kematian, tiga organ atau lebih >85%)Angka kematian
syok pada anak menurun sebanding dengan tingkat edukasi yang baik, dimana
pengenalan awal syok dan management yang baik dan cepat memberi kontribusi
lebih.
Patofisiologi
Metabolisme aerobic sel bisa menghasilkan 36 Adenosin Triphosphate,
sedangkan pada sel yang kekurangan oksigen (syok) sel akan merubah system
metabolisme aerobic menjadi anaerobic, yang mana hanya menghasilkan 2 ATP
molekul tiap molekul glukosa dan hasil pembentukan dan penimbunan asam laktat.
Akhirnya metabolisme sel tidak cukup menghasilkan energi homeostasis sel,
sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran ion melalui membrane sel. Dimana
terjadi akumulasi sodium didalam sel dengan pengeluaran potassium dan
penumpukan cytosolic calsium. Sel menjadi membengkak, membrane sel hancur, dan
terjadilah kematian sel. Kematian yang luas dari sel menghasilkan kegagalan pada
banyak organ, jika irreversible maka pasien meninggal. Kekacauan metabolic sel
mungkin terjadi dari kekurangan oksigen yang absolute ( hipoksia syok ) atau
kombinasi hipoksia dan kekurangan substrat khususnya glukosa, disebut sebagai
iskemic syok.
Anak-anak bukan orang dewasa yang kecil. Kalimat ini harus dipahami
dengan benar ketika membicarakan distribusi total cairan tubuh dan respon
kompensasi kardiovaskular pada anak-anak selama keadaan insufisiensi sirkulasi
yang progresif. Gejala dan tanda syok yang dapat dengan mudah dilihat pada orang
dewasa mungkin tidak akan terlihat pada anak, mengakibatkan terlambatnya
pengenalan dan mengabaikan keadaan syok yang parah. Walaupun anak lebih besar
persentase total cairan tubuhnya tapi untuk melindungi mereka dari kolaps
kardiovaskular, peningkatan sisa metabolik rata-rata, peningkatan insensible water
32
loss, dan penurunan renal concentrating ability biasanya membuat anak lebih mudah
terjadi hipoperfusi pada organ. Gejala dan tanda awal dari berkurangnya volume
dapat tidak diketahui pada anak-anak, tapi sejalan dengan perkembangan penyakit,
penemuan gejala dan tanda menjadi dapat ditemukan sama seperti orang dewasa.
PRELOAD
CONTRACTILI
TY
HEART
RATE
STROKE
VOLUME
CARDIAC OUTPUT
Gejala Klinis
Kompensasi
Kehilangan Darah 25%
AFTERLOAD
SYSTEMIC VASCULAR
RESPONSE
BLOOD
PRESSURE
Dekompensasi
Irreversibel
25-40%
>40%
33
%
Frekuensi Jantung
Volume Nadi
Pengisian Kapiler
Takikardia +
Normal/Menurun
Normal/Meningk
Takikardia ++
Menurun +
Meningkat +
Takikardia/Bradikardi
Menurun ++
Meningkat --
Kulit
RR
Tingkat Kesadaran
at
Dingin, pucat
Takipnue +
Agitasi ringan
Dingin, mottled
Takipnue ++
Berkooperasi
Pucat mati
Sighing respiration
Bereaksi
hanya
pada rasa sakit atau
tidak responsive
Septik
Syok
Kardiogeni
Distributif
Hipovolemi
Obstruktif
Karakte
Infeksi
Kegagalan
1.Kelainan
Menurunnya
CO
rendah;
ristik
organisme
jantung
saraf:
jumlah
sianosis;
melepaskan
dalam
Menggangg
cairan :
tekanan
toksin
memompa
yang
darah untuk
keseimbang
mempengaru
memenuhi
an cairan
menurunnya
hi
kebutuhan
sehingga
CO;
distribusi
tubuh
memudahka
asidosis
darah,
metabolic
cardiac
terjadinya
membuat
output
asidosis
volume
dan lainnya
2.Overdosis
intravaskule
dosis obat
yang
berkurang
menggangg
dan perfusi
34
kejaringan
distribusi
menurun;
cairan
gangguan
keseimbang
an
Etiologi
Bakteri
Kardiomiopat
Anafilaksis
elektrolit
Enteritis
Tension
Virus
Toxin
Perdarahan
pneumotora
jamur
Kongenital
Reaksi
Luka bakar
Heart
Alergi
Diabetes
Pericardial
disease
insipidus
tamponade
Ischemic
Defisiensi
Insult
Adrenal
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
perdarahahn
luka bakar
cedera yang luas
dehidrasi
kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus
Patofisiologi
Syok hipovolemik yaitu syok yang terjadi karena kekurangan sirkulasi
didalam pembuluh darah oleh berbagai sebab, berkurangnya sirkulasi ini
mengakibatkan darah yang kembali ke jantung melalui vena akan berkurang.
Akibatnya darah yang masuk ke atrium kanan juga menurun, sebagai kompensasi atas
hal ini frekuansi jantung akan meningkat untuk menyesuaikan agar perfusi sistemik
dapat dipenuhi. Gejalanya akan tampak tekanan darah sistolik menurun dan denyut
nadi yang cepat.
Menurunya perfusi sistemik mengakibatkan organ mengalami iskemia,
sehingga akan merubah siklus metabolic dari aerobic menjadi anaerobic dimana
siklus ini menghasilkan residu asam laktat, asam amino dan asam fosfat di jaringan.
Hal ini menimbulkan asidosis metabolic yang menyebabkan pecahnya membrane
36
lisosom sehingga menimbulkan kematian sel. Hipoksia dan asidosis metabolic juga
menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena pulmonalis, hal ini menimbulkan
peninggiian tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi dan pengembangan paru.
Akibatnya dapat terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru, edema interstisial
dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat gangguan
pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala
akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.
Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial akan
masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun. Karena cairan
interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya cairan tersebut kedalam ruang
intraseluler, maka penambahan cairan sangat mutlak diperlukan untuk memperbaiki
gangguan metabolik dan hemodinamik ini. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi
kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan
memperbaiki metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Sekresi renin dari sel-sel
juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga pelepasan angiotensin I dan II juga
meningkat. Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan
kalium oleh ginjal.
Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi, selain
itu juga mempunyai sedikit efek inotropik positif pada miokardium. Efineprin
disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama menyebabkan
peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja kedua katekolamin ini dipotensiasi
oleh aldosteron. Peninggian sekresi hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis
posterior mengakibatkan resorpsi air ditubulus distal meningkat.
Syok Distributif
Syok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume darah
yang bersifat relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh darah cukup
37
namun terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga seolah-olah volume darah didalam
pembuluh darah berkurang. Syok distributive ada 3 bentuk:
1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah. Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti Escherichiacoli.
Tanda dan gejala shock septic:
Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik diawali
dengan:
a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri
b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output
3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh trauma
pada medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek otonom dan motorik
dibawah lesi. Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding pembuluh darah vasodilatasi
yang tak terkontrol, hasilnya penurunan resistensi pembuluh darah perifer sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama
dengan syok hipovolemik.
38
Syok Obstruktif
Terdapat penyumbatan yang menyebabkan aliran darah terganggu, pada
beberapa kondisi hal ini bisa menyebabkan timbulnya syok.
Contoh syok obstruktif
1. Cardiac tamponade : biasanya terjadi karena pericarditis yang menyebabkan
penimbunan cairan didalam rongga pericardium, cairan yang banyak menekan
jantung sehingga venus return menurun. Hal ini menyebabkan jantung tak
mampu mensuplai darah sesuai kebutuhan tubuh. Akibatnya tubuh bisa
kekurangan oksigen, terutama pada organ sehingga bisa menimbulkan shock
2. Tension pneumotorax : peningkatan tekanan intratorak sehingga venous
return terhambat, cardic output pun berkurang syok
3. Emboli massive paru : mengurangi aliran darah dari paru ke jantung, cardiac
output menurun syok
4. stenosis aorta : sebabkan aliran darah keluar dari ventrikel terhambat
perfusi berkurang syok
5. Tanda dan gejala sama dengan shock hypovolemic tapi ditambah dengan
6. peningkatan JVP
7. pulsus paradoksus karena tamponade jantung
Syok Kardiogenik
Syok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas fungsi
pompa jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung, paling sering yaitu
infark pada myocard. Syok kardiogenik juga bisa disebabkan aritmia. Syok ini jarang
terjadi pada anak-anak. Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok
hipovolemik ditambah dengan:
1. Takikardi dengan nadi yang sangat lemah
2. Hepatomegali
3. Gallop
39
4.
5.
6.
7.
8.
Murmur
Rasa berat di precordial
Kardiomegali
Hipertrofi jantung
Distensi V. Jugularis, dan peningkatan JVP
40