Anda di halaman 1dari 26

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie,
purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,
trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.
2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada tahun
1970. Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh
Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh
Dati I di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu :

Pertumbuhan penduduk yang tinggi


Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
Peningkatan sarana transportasi.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat,

maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga
kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
2.3 Etiologi
15

2.3.1 Agent Infeksius


Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup
B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae,
yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masingmasing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada
manusia.Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di
Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang
paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang
menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
2.3.2 Vektor Penular
Nyamuk

Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor

penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk
Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban)
sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan
dalam penularan.
2.4 Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok
arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus
tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian

16

virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif)
merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah
menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap
virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina
yang dapat menularkan virus dengue.
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada
darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00
dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple
biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber
makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk
tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah
terjadi.
Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
17

Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)


Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar.
Tempat-tempat umum itu antara lain :
Sekolah
Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan
kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.
Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya: Orang
datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah
penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.
Tempat umum lainnya seperti : Hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
Pemukiman baru di pinggiran kota, karena di lokasi ini, penduduk
umumnya

berasal

dari

berbagai

wilayah,

maka

kemungkinan

diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus


dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.
2.5 Pathogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang amat berbeda
akan tampak bila seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan. Hipotesis infeksi sekunder (the secamdary heterologous infection/ the
sequential infection hypothesis) menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat
terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi
berulang dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi amnestif
antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limsofit dengan menghasilkan titik tinggi antibodi Ig G antidengue.
Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
18

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi (virus antibody


complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen
pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitis dinding pembuluh darah dan merembesnya plasing dari ruang
intravascular ke ruang ekstravaskular.
2.6 Manifestasi Klinis
Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung selama 2-7 hari,
naik turun (demam bifosik). Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 0 C
dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada
saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seajan sembuh hati-hati karena
fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.
Tandatanda perdarahan
Penyebab

perdarahan

pada

pasien

demam

berdarah

adalah

vaskulopati,

trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravaskuler yang


menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti
retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungiva. Petechia merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat
pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan
gusi, melena dan hematemesis.
Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya
sekedar diraba sampai 2-4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar
berhubungan dengan adanya perdarahan.
Syok

19

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan
darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien
mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat
setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba, pada saat akan terjadi
syok pasien mengeluh nyeri perut.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia (<100.000) dan
hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan
X. Pada pemeriksaan kimia darah hipoproteinemia, hiponatremia, dan hipokloremia.
Urine
Ditemukan albuminuria ringan
Sumsum Tulang
Gangguan maturasi
Serologi

Uji serologi memakai serum ganda.


Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen menaikkan

antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk dalam uji ini
pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue blot.

20

Uji serologi memakai serum tunggal.


Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue yang

mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya uji Ig M


antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M.
2.8 Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
Uji tourniquet positif
Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
Hemetamesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih
Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah
dengue.
Derajat Penyakit (WHO, 1997)
Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi ialah uji
tourniquet positif.
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
21

Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
2.9 Diagnosis Banding

Demam dengue
Infeksi virus lainnya seperti campak, rubella, demam cikunguya
Leptospira, malaria, demam tifoid
ITP, leukemia, anemia aplastik
Sepsis atau meningitis bila mengalami demam disetai syok.

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah perifer (Hb, Ht, leukosit dan trombosit)


Pemeriksaan Ht dan trombosit secara berkala
Antigen NS1
IgG dan IgM Dengue
IgM
+
+
-

IgG
+
+

Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Tidak terbukti adanya infeksi
Infeksi pada 2-3 bulan

Keterangan
Diulang pada fase konvalesens
Diulang pada fase konvalesens

sebelumnya
SGOT dan SGPT
Gula darah sewaktu atas indikasi
Foto rongen dada dalam posisi AP atau right lateral decubitus
USG
AGD dan elektrolit (natrium, kalium, klorida) atas indikasi
CT/BT dan PT/aPTT atas indikasi
LP atas indikasi
CT-Scan atau MRI atas indikasi

2.11 Tatalaksana
1.

Parasetamol (bila T >38,50C)

22

2.

Cairan per oral dan atau intravena (cairan rumatan, cairan rehidrasi sesuai
derajat dehidrasi, atau cairan resusitasi)
Cairan dapat berupa kristaloid, koloid.
Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma
hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid
yang diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
volume dan cairan intravaskuler yang adekuat.
Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
Pada pasien obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuhan
untuk menghitung volume cairan.
Tabel 1. Kecepatan cairan intravena
Keterangan*
Setengah rumatan

Kecepatan cairan (ml/kg/jam)


1,5

Rumatan (R)

Rumatan + 5% defisit

Rumatan + 7% defisit

Rumatan + 10% defisit

10

* Catatan: sesuai untuk berat badan <20 kg

3.

Indikasi pemberian cairan intravena


a. Asupan cairan oral tidak adekuat atau muntah
b. Saat Ht terus naik 10-20% (bersamaan dengan penurunan trombosit)
walaupun telah direhidrasi oral.
c. Ancaman syok atau syok

4.

Pemantauan KU, kesadaran, tanda vital dan diuresis secara berkala

5.

Antagonis H2 dan penghambat pompa proton atas indikasi

6.

Transfusi PCR, TC, FFP/Cryo atau dapat Whole Blood atas indikasi

7.

Vitamin K1 iv pada perdarahan masif

8.

Antikonvulsan seperti fenitoin, fenoparbital dan diazepam jika terdapat


kejang

23

9.

Terapi oksigen atas indikasi

10. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati


11. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati atau dugaan infeksi bakteri
sekunder
12. Inotropik dan vasopressor kadang-kadang diperlukan pada Dengue Shock
Syndrome
13. Hemodialisis atau plasmafaresis pada kasus perburukan klinis dapat
dipertimbangkan
14. Pemberian diuretik pada kasus-kasus dengan overload cairan.
Tatalaksana DBD Pada penderita dewasa :
1. Cairan :

Infus NaCl 0,9 % / Dextrose 5 % atau Ringer Laktat

Plasma expander, apabila shock sulit diatasi.

Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12 24 jam maksimal 48 jam


setelah shock teratasi.

Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal jantung, serta
terjadinya shock ulang.

2. Tranfusi darah segar pada penderita dengan perdarahan masif. 3. Obat :

Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang dan/ atau dengan


gejala sepsis

Kortikosteroid : pemberiannya controversial Hati-hati pada penderita dengan


gastritis.

Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100 mg/kg BB setiap 6
jam i.v.

Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue (DBD)

24

25

Pada penderita DSS (DBD Grade III dan IV) anak-anak


1. Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :

Kristaloid :
Ringer Laktat
5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.

Koloidal :
Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)
Plasma.

1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam


faali ----> diberikan 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.

26

2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau
2 x).
3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan larutan koloidal
(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.
2. Tranfusi darah
Diberikan pada :

Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang berkelanjutan.

Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.


Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun <>

Antipiretika : yang diberikan sebaiknya Parasetamol (mencegah timbulnya


Efek samping pedarahan dan asidosis)

Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah. Dapat diberikan
Valium 0,3 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak terjadi gangguan system
pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali. Bila penderita kejang dapat
diberikan kombinasi Valium (0,3 mg/kgBB) i.v. dan diikuti Dilantin (2
mg/kgBB/jam 3 kali sehari).

4. Oksigen
5. Koreksi asidosis Nabic dapat diberikan 1 2 mEq/kgBB, diberikan dengan
kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan
Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base defisit
6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi
7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa
diberikan dengan dosis :

Hidrokortison 6 8 mg/kgBB/ 6 8 jam i.v.

Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.

27

Dexamethazon 1 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1 mg/kgBB/hari


i.v.

8.Dopamine.

28

Edukasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tirah baring
Pengobatan utama adalah cairan
Monitor tanda kegawatan
Melaksanakan upaya pencegahan 3M plus
Identifikasi gejala serupa pada lingkungan; rumah
Formulir pelaporan kasus DBD ke dinas kesehatan untuk diberikan ke
RT/RW tempat tinggal pasien.

Indikator Medis
1.
2.
3.

Bebas deman 24 jam tanpa antipiretik


Hemodinamik stabil
Kembalinya nafsu makan

29

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Perbaikan klinis
Produksi urin cukup
Tidak ditemukan distress napas dari pleura dan atau acites
Trombosit >50.000 dengan kecenderungan meningkat
Hematokrit stabil
Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal
Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut
Dua hari pasca syok
Mulai timbul ruam penyembuhan.

2.12 Prognosis
Kematian akibat demam berdarah dengue cukup tinggi.
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad sanationam: Bonam
Quo ad fungsionam: Bonam

2.13 Pencegahan
Memutuskan rantai penularan dengan cara :
Menggunakan insektisida :

Malathion (adultisida) dengan pengasapan


Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih.

Tanpa Insektisida :

Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih minimal 1x

seminggu.
Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah
dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

2.14 Syok pada Anak


Syok adalah syndrome gawat akut akibat ketidakcukupan perfusi dalam
memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
30

metabolik (kebutuhan oksigen) atau penurunan pasokan metabolik. Ketidakcukupan


akan pasokan oksigen mengakibatkan tubuh merespon dengan merubah metabolisme
energi sel menjadi anaerobic, akibatnya dapat terjadi asidosis laktat. Jika perfusi
oksigen ke jaringan terus berkurang maka respon system endokrin, pembuluh darah,
inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak stabil.
Syok adalah proses yang progresif, dimana apabila tubuh tidak mampu
mentoleransi maka dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ vital dan
dapat menyebabkan kematian. Syok memiliki pola patofisiologi, manisfestasi klinis,
dan pengobatan berbeda tergantung pada etiologinya. Hypovolemic dan septic syok
adalah syok yang paling sering dijumpai pada anak- anak, cardiogenik syok dijumpai
pada neonatus yang memiliki kelainan jantung congenital juga pasca bedah kelainan
jantung congenital syok bisa terjadi pada anak yang lebih dewasa.
Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan sindrom
kegagalan multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan oleh kekurangan
kardiak output (CO), sistemik vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah
hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh tekanan
pengisian ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke
ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi
vasokonstriksi di klasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh
vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan manajemen yang dini dari
berbagai tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan
perfusi jaringan yang adekuat sebelum kerusakan organ menjadi irreversible.
Epidemiologi
Kejadian syok pada anak dan remaja sekitar 2% pada rumah sakit di Amerika
serikat, dimana angka kematian sekitar 20-50% kasus. Hampir seluruh pasien tidak
meninggal pada fase hipotensi tapi karena hasil dari satu atau lebih komplikasi akibat
31

syok. Disfungsi multiple organ meningkatkan resiko kematian( satu organ 25%
kematian, dua organ 60% kematian, tiga organ atau lebih >85%)Angka kematian
syok pada anak menurun sebanding dengan tingkat edukasi yang baik, dimana
pengenalan awal syok dan management yang baik dan cepat memberi kontribusi
lebih.
Patofisiologi
Metabolisme aerobic sel bisa menghasilkan 36 Adenosin Triphosphate,
sedangkan pada sel yang kekurangan oksigen (syok) sel akan merubah system
metabolisme aerobic menjadi anaerobic, yang mana hanya menghasilkan 2 ATP
molekul tiap molekul glukosa dan hasil pembentukan dan penimbunan asam laktat.
Akhirnya metabolisme sel tidak cukup menghasilkan energi homeostasis sel,
sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran ion melalui membrane sel. Dimana
terjadi akumulasi sodium didalam sel dengan pengeluaran potassium dan
penumpukan cytosolic calsium. Sel menjadi membengkak, membrane sel hancur, dan
terjadilah kematian sel. Kematian yang luas dari sel menghasilkan kegagalan pada
banyak organ, jika irreversible maka pasien meninggal. Kekacauan metabolic sel
mungkin terjadi dari kekurangan oksigen yang absolute ( hipoksia syok ) atau
kombinasi hipoksia dan kekurangan substrat khususnya glukosa, disebut sebagai
iskemic syok.
Anak-anak bukan orang dewasa yang kecil. Kalimat ini harus dipahami
dengan benar ketika membicarakan distribusi total cairan tubuh dan respon
kompensasi kardiovaskular pada anak-anak selama keadaan insufisiensi sirkulasi
yang progresif. Gejala dan tanda syok yang dapat dengan mudah dilihat pada orang
dewasa mungkin tidak akan terlihat pada anak, mengakibatkan terlambatnya
pengenalan dan mengabaikan keadaan syok yang parah. Walaupun anak lebih besar
persentase total cairan tubuhnya tapi untuk melindungi mereka dari kolaps
kardiovaskular, peningkatan sisa metabolik rata-rata, peningkatan insensible water

32

loss, dan penurunan renal concentrating ability biasanya membuat anak lebih mudah
terjadi hipoperfusi pada organ. Gejala dan tanda awal dari berkurangnya volume
dapat tidak diketahui pada anak-anak, tapi sejalan dengan perkembangan penyakit,
penemuan gejala dan tanda menjadi dapat ditemukan sama seperti orang dewasa.

PRELOAD

CONTRACTILI
TY

HEART
RATE

STROKE
VOLUME

CARDIAC OUTPUT

Gejala Klinis
Kompensasi
Kehilangan Darah 25%

AFTERLOAD

SYSTEMIC VASCULAR
RESPONSE

BLOOD
PRESSURE
Dekompensasi
Irreversibel
25-40%
>40%

33

%
Frekuensi Jantung
Volume Nadi
Pengisian Kapiler

Takikardia +
Normal/Menurun
Normal/Meningk

Takikardia ++
Menurun +
Meningkat +

Takikardia/Bradikardi
Menurun ++
Meningkat --

Kulit
RR
Tingkat Kesadaran

at
Dingin, pucat
Takipnue +
Agitasi ringan

Dingin, mottled
Takipnue ++
Berkooperasi

Pucat mati
Sighing respiration
Bereaksi
hanya
pada rasa sakit atau
tidak responsive

Tipe dan Jenis Syok


Tipe

Septik

Syok

Kardiogeni

Distributif

Hipovolemi

Obstruktif

Karakte

Infeksi

Kegagalan

1.Kelainan

Menurunnya

CO

rendah;

ristik

organisme

jantung

saraf:

jumlah

sianosis;

melepaskan

dalam

Menggangg

cairan :

tekanan

toksin

memompa

Menyebabka nadi rendah

yang

darah untuk

keseimbang

mempengaru

memenuhi

an cairan

menurunnya

hi

kebutuhan

sehingga

CO;

distribusi

tubuh

memudahka

asidosis

darah,

metabolic

cardiac

terjadinya

membuat

output

asidosis

volume

dan lainnya

2.Overdosis

intravaskule

dosis obat

yang

berkurang

menggangg

dan perfusi

34

kejaringan

distribusi

menurun;

cairan

gangguan
keseimbang
an

Etiologi

Bakteri

Kardiomiopat

Anafilaksis

elektrolit
Enteritis

Tension

Virus

Toxin

Perdarahan

pneumotora

jamur

Kongenital

Reaksi

Luka bakar

Heart

Alergi

Diabetes

Pericardial

disease

insipidus

tamponade

Ischemic

Defisiensi

Insult

Adrenal

2.15 Syok Hipovolemik


Ini adalah syok yang paling umum ditemui, terjadi karena kekurungan volume
sirkulasi yang disebabkan karena kehilangan darah dan juga cairan tubuh. Kehilangan
darah dibagi menjadi dua yaitu perdarahan yang tampak dan tidak tampak.
Perdarahan yang tampak misal perdarahan dari luka dan hematemesis, sedangkan
perdarahan yang tak tampak misal perdarahan pada saluran cerna seperti perdarahan
tukak duodenum, cedera limpa, patah tulang. Kehilangan cairan terjadi pada luka
bakar yang luas dimana terjadi kehilangan cairan pada permukaan kulit yang hangus
atau terkumpul didalam kulit yang melepuh. Muntah hebat dan diare juga
mengakibatkan kehilangan banyak cairan intrvaskuler. Obstruksi ileus juga bisa
menyebabkan banyak kehingan cairan, juga pada sepsis berat dan peritonitis bisa
menyebabkan kehingan cairan.
Tanda dan Gejala
1. Anxietas, lemas, gangguan mental karena menurunya perfusi k eotak
2. HIpotensi karena menurunya volume sirkulasi
35

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nadi cepat, lemah karena penurunan aliran darah


Kulit dingin dan lembab karena vasokontriksi dan stimulasi kelenjar keringat
Oligouria karena vasokonstriksi arteri renalis
Pernafasan cepat dan dalam karena stimulasi saraf simpatis dan asidosis
Hipotermi karena menurunya perfusi dan penguapan keringat
Haus dan mulut kering karena kekurangan cairan
Lemah dan lelah karena inadekuat oksigenasi

Jenis cairan yang hilang


1. Darah
2. Plasma
3. Cairan ekstrasel
Penyebab
1.
2.
3.
4.
5.

perdarahahn
luka bakar
cedera yang luas
dehidrasi
kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus

Patofisiologi
Syok hipovolemik yaitu syok yang terjadi karena kekurangan sirkulasi
didalam pembuluh darah oleh berbagai sebab, berkurangnya sirkulasi ini
mengakibatkan darah yang kembali ke jantung melalui vena akan berkurang.
Akibatnya darah yang masuk ke atrium kanan juga menurun, sebagai kompensasi atas
hal ini frekuansi jantung akan meningkat untuk menyesuaikan agar perfusi sistemik
dapat dipenuhi. Gejalanya akan tampak tekanan darah sistolik menurun dan denyut
nadi yang cepat.
Menurunya perfusi sistemik mengakibatkan organ mengalami iskemia,
sehingga akan merubah siklus metabolic dari aerobic menjadi anaerobic dimana
siklus ini menghasilkan residu asam laktat, asam amino dan asam fosfat di jaringan.
Hal ini menimbulkan asidosis metabolic yang menyebabkan pecahnya membrane

36

lisosom sehingga menimbulkan kematian sel. Hipoksia dan asidosis metabolic juga
menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena pulmonalis, hal ini menimbulkan
peninggiian tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi dan pengembangan paru.
Akibatnya dapat terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru, edema interstisial
dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat gangguan
pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala
akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.
Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial akan
masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun. Karena cairan
interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya cairan tersebut kedalam ruang
intraseluler, maka penambahan cairan sangat mutlak diperlukan untuk memperbaiki
gangguan metabolik dan hemodinamik ini. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi
kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan
memperbaiki metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Sekresi renin dari sel-sel
juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga pelepasan angiotensin I dan II juga
meningkat. Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan
kalium oleh ginjal.
Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi, selain
itu juga mempunyai sedikit efek inotropik positif pada miokardium. Efineprin
disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama menyebabkan
peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja kedua katekolamin ini dipotensiasi
oleh aldosteron. Peninggian sekresi hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis
posterior mengakibatkan resorpsi air ditubulus distal meningkat.
Syok Distributif
Syok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume darah
yang bersifat relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh darah cukup

37

namun terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga seolah-olah volume darah didalam
pembuluh darah berkurang. Syok distributive ada 3 bentuk:
1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah. Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti Escherichiacoli.
Tanda dan gejala shock septic:
Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik diawali
dengan:
a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri
b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output

2. Syok anafilaktik: disebabkan karena reaksi anfilaktik terhadap allergen, antigen,


obat, benda asing yang menyebabkan pelepasan histamine yang menyebabkan
vasodilatasi. Juga memudahkan terjadinya hipotensi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
Tanda dan gejala syok anafilaktik :
a.
b.
c.
d.

erupsi kulit dan


edema local terutama pada muka
nadi cepat dan lemah
batu dan sesak nafas karena penyumbatan jalan nafas dan radang tenggorok

3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh trauma
pada medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek otonom dan motorik
dibawah lesi. Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding pembuluh darah vasodilatasi
yang tak terkontrol, hasilnya penurunan resistensi pembuluh darah perifer sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama
dengan syok hipovolemik.

38

Syok Obstruktif
Terdapat penyumbatan yang menyebabkan aliran darah terganggu, pada
beberapa kondisi hal ini bisa menyebabkan timbulnya syok.
Contoh syok obstruktif
1. Cardiac tamponade : biasanya terjadi karena pericarditis yang menyebabkan
penimbunan cairan didalam rongga pericardium, cairan yang banyak menekan
jantung sehingga venus return menurun. Hal ini menyebabkan jantung tak
mampu mensuplai darah sesuai kebutuhan tubuh. Akibatnya tubuh bisa
kekurangan oksigen, terutama pada organ sehingga bisa menimbulkan shock
2. Tension pneumotorax : peningkatan tekanan intratorak sehingga venous
return terhambat, cardic output pun berkurang syok
3. Emboli massive paru : mengurangi aliran darah dari paru ke jantung, cardiac
output menurun syok
4. stenosis aorta : sebabkan aliran darah keluar dari ventrikel terhambat
perfusi berkurang syok
5. Tanda dan gejala sama dengan shock hypovolemic tapi ditambah dengan
6. peningkatan JVP
7. pulsus paradoksus karena tamponade jantung

Syok Kardiogenik
Syok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas fungsi
pompa jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung, paling sering yaitu
infark pada myocard. Syok kardiogenik juga bisa disebabkan aritmia. Syok ini jarang
terjadi pada anak-anak. Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok
hipovolemik ditambah dengan:
1. Takikardi dengan nadi yang sangat lemah
2. Hepatomegali
3. Gallop

39

4.
5.
6.
7.
8.

Murmur
Rasa berat di precordial
Kardiomegali
Hipertrofi jantung
Distensi V. Jugularis, dan peningkatan JVP

40

Anda mungkin juga menyukai