Anda di halaman 1dari 50

BAB II

STUDI GEOLOGI

2.1. Studi Geofisika


Penemuan obyek-obyek geologi, termasuk mineral-mineral ekonomis,
dibawah permukaan pada awalnya merupakan suatu kebetulan. Ilmu fisika belum
berperan, sebab obyek-obyek geologi tersebut belum dipahami dengan baik,
sehingga sifat-sifat fisika, serta prinsip-prinsip fisika untuk mendeteksinya belum
diketahui.
Kemudian para ahli geologi berusaha menggambarkan keadaan bawah
permukaan yang ditemukan dengan bantuan informasi hasil pemboran (core,
cutting, dll). Dengan pengetahuan tentang keadaan bawah permukaan tersebut
terbitlah ide tentang metode fisika yang dapat dipakai untuk mencari obyek-obyek
bawah permukaan. Inilah awal berkembangnya ilmu geofisika eksplorasi, yang
mempelajari tentang bagaimana mengukur dan menghitung besarnya efek fisika
(gravitasi, magnetik, seismik, dll) dari suatu obyek bawah permukaan yang dicari.
Secara umum prosedur intepretasi yang dipakai oleh ahli geofisika adalah
membandingkan efek fisika terukur yang ditimbulkan oleh suatu obyek dibawah
permukaan (misal kubah garam, sesar, dll) dengan efek fisika terhitung dengan
formula-formula tertentu dari suatu model standar. Perbandingan yang baik
menunjukkan bahwa intepretasi bersifat realistik.
Dalam menerapkan setiap metode geofisika untuk mengeksplorasi keadaan
geologi bawah permukaan bumi perlu diingat hukum-hukum geologi yang
mengontrol keberadaan dan konfigurasi obyek-obyek geologi. Dengan kata lain
pola pikir matematis dalam ilmu fisika harus dipadukan dengan pola pikir
naturalis dalam ilmu geologi.
Dalam perencanaan penelitian geofisika, dilakukan pemilihan metode
yang didasarkan antara lain pada :
1. Sifat fisik batuan didaerah penelitian yang akan merespon metode
pengukuran yang dipakai. Sifat fisik batuan tersebut dapat diketahui atau
diperkirakan berdasarkan hasil penelitian geologi.

2. Tingkat survey dan akses survey.

2.1.1. Metode Gravitasi


Gravitasi menurut Hochstein (1982) didefinisikan sebagai gaya yang
bekerja pada suatu satuan massa dipermukaan bumi. Pengukuran gravitasi teoritis
merupakan pengukuran nilai gravitasi dengan menggunakan rumus-rumus
gravitasi, berdasarkan derajat lintang ditempat yang diukur.
Hukum dasar untuk metode gravitasi menggunakan Hukum Newton I dan
Hukum Newton II.

Hukum Newton I
F=Gx

m1 .m2
r2

Hukum Newton II
F=mxa

Dimana :
F = gaya tarik menarik antara 2 massa m1 dan m2
G = konstanta gravitasi
R = jarak
A = percepatan

2.1.1.1. Kegunaan Penyelidikan Metode Gravitasi


Dalam penyelidikan dengan menggunakan metode gravitasi, besaran yang
diukur secara aktual bukanlah gaya tarik gravitasional yang sebenarnya dari bumi,
akan tetapi variasi dari satu titik ke titik yang lain dipermukaan bumi yang terletak
saling berdekatan.
Adanya variasi nilai gravitasi ini disebabkan karena kondisi bumi :

Tidak seragam (non uniform)

Tidak berbentuk pola

Mengalami rotasi
Perbedaan nilai percepatan gravitasi antara dua titik dimuka bumi

bermacam-macam, ada yang hanya kecil (kurang dari 0,1 mgal). Untuk itu dalam

pengukuran diperlukan alat yang peka terhadap perubahan-perubahan nilai


percepatan gravitasi meskipun kecil.
Harga gravitasi disuatu tempat dimuka bumi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :

Lintang

Elevasi

Topografi

Efek pasang surut (efek tidal)

Densitas batuan
Guna penyelidikan metode gravitasi adalah untuk mengetahui besarnya

nilai gravitasi secara lateral. Hal tersebut merupakan pencerminan kontras


densitas batuan dibawahnya. Densitas dari beberapa tipe batuan mempunyai
interval harga tertentu. Bila harga tersebut dapat dibedakan dari batuan lainnya
yang berdekatan secara lateral, maka dapat menimbulkan anomali gravitasi.
Sehingga anomali dalam gaya gravitasi dapat dihubungkan dengan adanya
bentuk-bentuk geologi yang terpendam. Hal tersebut akan sangat membantu
dalam proses eksplorasi minyak bumi atau mineral-mineral ekonomis yang lain.

2.1.1.2. Prosedur Penelitian Metode Gravitasi


Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian metode gravitasi
adalah :
a. Tahap persiapan, meliputi :

Persiapan personel, perijinan dan administrasi

Alat (gravimeter)

b. Tahap operasi lapangan. Yang perlu diperhatikan dalam tahap ini :

Medan (topografi)

Kondisi geologi

Vegetasi

Kelembaban

Kesampaian daerah

Waktu

c. Tahap reduksi data.


Pada tahap ini, data yang diperoleh dilapangan harus dikoreksi terhadap
elevasi, lintang dan topografi. Sebagian besar gravimeter memberikan pembacaan
nilai gravitasi relatif, sehingga untuk memperoleh nilai gravitasi absolut teramati
[gobs], harus dilakukan koreksi-koreksi sebagai berikut :

Kalibrasi alat
Semua pembacaan alat gravimeter adalah dalam pembagian skala arbitrer.
Kalibrasi perlu dilakukan untuk mengkorversikan pembacaan alat tersebut
kedalam satuan miligal. Kalibrasi umumnya dilakukan dengan melakukan
pengukuran menggunakan alat gravimeter pada dua titik yang telah
diketahui nilai gravitasi relatif atau absolutnya.

Koreksi pasang surut karena pengaruh efek pasang-surut.


Alat gravimeter ini sangat peka sehingga gaya tarik gravitasional matahari
dan bulan sangat berpengaruh pada alat tersebut. Besarnya perubahan ini
bervariasi terhadap lintang, waktu bulanan, waktu tahunan. Perubahan
gravitasi akibat pasang surut ini berkisar antara 0,2 0,3 mgal. Pada bulan
penuh atau mati perubahan gravitasi 0,05 mgal/jam dan pada bulan
seperempat kurang dari 0,005 mgal/hari.

Kesalahan alat (instrument drift)


Drift adalah penyimpangan pembacaan nilai gravitasi dari waktu ke waktu.
Koreksi drift dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan pembacaan
gravimeter pada saat pengukuran gravitasi di suatu tempat, baik secara
matematis maupun grafis. Koreksi drift dilakukan untuk menghitung
besarnya penyimpangan harga pengukuran yang terjadi diantara
pengukuran awal dan akhir dititik acuan (base station).

Mengikat dengan gravitasi absolut referensi.


Referensi gravitasi absolut didapat dari beberapa lokasi stasiun gravitasi
yang ada diseluruh dunia, seperti dilapangan terbang, dipelabuhan,
universitas, dll.

Data yang harus dipersiapkan adalah :


1. Nilai gravitasi disetiap stasiun relatif terhadap stasiun pangkal (referensi)
2. Jam pembacaan
3. Elevasi stasiun pengukuran dapat diperoleh dari peta topografi
4. Posisi lintang stasiun pengukuran
d. Tahap pembuatan peta.

Gambar 2.1.
Diagram Alur Pengolahan Data Gravitasi
(Kearey, P & Brooks, M, 1991)

2.1.1.3. Anomali Bouger


Variasi medan magnet oleh gravimeter pada permukaan tanah umumnya
mencangkup beberapa efek, antara lain : perubahan ketinggian, medan disekitar

titik amat, kecepatan bumi dan yang lainnya yang mengakibatkan intepretasi
geologi tidak relevan lagi. Untuk menghitung perbedaan harga pembacaan medan
gravitasi (anomali bouger) maka data lapangan harus dikoreksi lagi antara lain :
1. Gaya berat normal
2. Koreksi udara bebas
3. Koreksi bouger (bouger correction)
4. Koreksi medan (terrain correction)
5. Koreksi pasang surut (tidal correction)
6. Koreksi drift (drift correction)
7. Anomali bouger

Gambar 2.2.
Contoh Peta Anomaly Bouger Gunung Wind River, Wyoming
(Billings, P.M., 1986)

2.1.2. Metode Magnetik


Metode ini dimaksudkan untuk mendapatkan data intensitas total medan
magnet pada suatu daerah, yang berguna untuk membantu dalam eksplorasi dan
eksploitasi lanjutan, sedangkan tujuannya adalah untuk menafsirkan kondisi
bawah permukaan, terutama untuk :

1. Eksplorasi minyak bumi, yaitu untuk mengetahui bentuk permukaan


basement, struktur geologi bawah permukaan dan ketebalan batuan
sedimen.
2. Eksplorasi mineral bijih, yaitu untuk menentukan lokasi dan bentuk
penyebaran dari jebakan bijih secara vertikal dan lateral, misalnya untuk
menentukan penyebaran urat kuarsa dalam granit.

2.1.2.1. Pengumpulan Data


Tahap pengumpulan data meliputi :
a. Tahap persiapan
1. Pengenalan lapangan untuk prospek bijih
2. Penentuan arah lintasan
3. Penyiapan alat magnetometer
4. Penyiapan blanko pengukuran
b. Tahap pengukuran

Menentukan titik pengukuran yaitu dengan cara grid dan ditentukan


stasiun dasar.

Pengukuran dilakukan dengan cara looping dan semua titik yang


diukur pada hari itu dikonversikan ketitik atau stasiun dasar.

Pada hari berikutnya stasiun dasar diukur kembali untuk konversi


pengukuran yang dilakukan pada hari itu. Demikian seterusnya hingga
semua titik terukur.

Dari beberapa looping kemudian dicari nilai rata-ratanya maka akan


menghasilkan nilai netral.

Untuk survei lokal atau detail :


a. Dilakukan dengan membuat jaringan tertutup.
b. Waktu yang digunakan untuk menempuh satu looping tidak lebih
dari dua jam.
c. Setiap looping dimulai dari stasiun dasar.
Untuk survei regional :
a. Jarak antar titik amat hingga beberapa kilometer.

b. Pembacaan setiap titik amat sebanyak lima kali dengan tempat


yang berpindah.
c. Pada stasiun dasar ditempatkan magnetometer lain disertai plotter
mengamati variasi harian.

2.1.2.2. Pengolahan Data


a. Pengolahan data dan koreksi
Nilai intensitas magnetik rata-rata disekitar titik amat dihitung dengan
menggunakan rumus statistika yaitu :
Br = 1/n x Bi ... (2-1)
Dimana :
Br = Nilai intensitas magnetik rata-rata
Bi = Nilai medan magnetik total titik amat dilapangan
Ralatnya dengan menggunakan persamaan :
SD = ((Bi Br)2 / (n-1)) . (2-2)
Koreksi pada pengukuran lokal adalah :

Koreksi waktu

Koreksi dasar

b. Pembuatan data grid


Pembuatan data grid dilakukan bila lokasi tiap titik amat dilapangan
tersebar secara acak, sehingga data dapat disajikan secara teratur.
Pembagian grid ini menggunakan persamaan interpolasi kuadratis, dimana
Bg = nilai anomali medan total yang hendak diketahui
Bi = nilai medan magnet total titik amat dilapangan
Di = jarak titik amat dengan titik grid
Iv = diambil dari satu sampai k (biasanya k = 6)

10

2.1.2.3. Data Survei Geomagnet


Suatu survei geomagnet pada suatu daerah dilakukan untuk mencari
anomali magnetik. Lokasi pengukuran tersebar secara acak dan pembacaan setiap
titik amat dilakukan sebanyak lima kali.

Gambar 2.3.
Contoh Peta Anomaly Magnetic Zona Rekah Murray,
Samudra Pasifik Timur
(Billings, P.M., 1986)

2.1.3. Metode Seismik


Metode seismik merupakan cabang geofisika yang dapat digunakan untuk
memperoleh informasi tentang sifat fisik batuan yang membentuk kulit bumi
sampai pada analisa struktur dan keadaan stratigrafi bawah permukaan.

Gambar 2.4.
Sistem Dasar Metode Seismik
(Billings, P.M., 1986)

11

Sistem dasar metode seismik dapat dilihat pada gambar 2.4. suatu sumber
getar (source) akan menghasilkan gelombang seismik, yang bila mengenai suatu
permukaan akan dipantulkan atau dibiaskan atau sebagian dipantulkan dan
sebagian dibiaskan. Suatu alat penerima (receiver) akan merekam waktu yang
dibutuhkan gelombang tersebut untuk merambat dari sumber getar ke penerima.
Berdasarkan travel time tersebut dapat ditentukan kecepatan gelombang ketika
melalui lapisan batuan. Kecepatan ini tergantung pada lithologi, umur, kedalaman,
densitas, porositas, kandungan fluida dan lain-lain.
Intepretasi seismik dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, adalah untuk
menentukan ketebalan suatu lapisan batuan, struktur geologi, stratigrafi dan
penyebaran lapisan batuan, yang akhirnya dipergunakan untuk menggambarkan
struktur bawah permukaan dalam bentuk peta struktur (structure map) dan peta
ketebalan (isopach map atau isocohron map).

2.1.3.1. Jenis Jenis Seismik


Ide dasar dari pekerjaan seismik sebenarnya cukup sederhana. Energi yang
dihasilkan dari sumber dan dipancarkan kedalam bumi sebagai gelombang
seismik, pada saat bertemu dengan bidang perlapisan yang berfungsi sebagai
reflektor, akan memantul kembali kepermukaan dan kemudian akan dideteksi oleh
geophone yang terekam dipermukaan bumi.
Jenis seismik ada dua macam, yaitu seismik bias (refraction) dan seismik
pantul (reflection).

Seismik bias (refraction)


Seismik refraksi digunakan untuk penelitian yang dangkal (< 30 km).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat seismik
gelombang seismik refraksi adalah :
- Densitas batuan
- Ketetatapan elastik media
- Jenis batuan
- Porositas dan permeabilitas
- Fluida yang mengisi pori-pori batuan

12

- Umur batuan

Seismik pantul (reflection)


Seismik refleksi digunakan untuk penelitian geologi atau geofisika yang
dalam (> 30 km). Karena hal ini lebih efektif sehingga seismik refleksi
dapat mencapai inti bumi bagian dalam (inner core). Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang seismik pantul sama
dengan seismik bias.
Dobrin (1976), membagi gelombang seismik menjadi empat jenis, yaitu :

Gelombang kompresi
Gelombang partikel yang berasosiasi dengan gelombang ini adalah
merapat dan meregangnya jarak antar partikel. Arah pergerakan partikel
selalu searah dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang kompresi
mempunyai kecepatan rambat gelombang terbesar dibanding dengan
gelombang elastik lainnya. Gelombang kompresi dapat merambat pada
segala media. Dalam operasi gelombang ini disebut sebagai gelombang
primer atau gelombang longitudinal.

Gelombang shear
Partikel pada gelombang shear bergerak tegak lurus terhadap arah
penjalaran gelombang. Gelombang ini disebut juga gelombang sekunder
atau gelombang transversal.

Gelombang Raleigh
Gelombang ini hanya bergerak pada permukaan bidang batas material
padat. Gerakan partikel selalu pada bidang vertikal, bersifat elip dan
berlawanan arah dengan arah penjalaran gelombang. Amplitudo
gelombang ini akan turun secara eksponensial sesuai dengan kedalaman.
Gelombang relaigh berperan sebagai ground roll, yaitu salah satu jenis
gelombang pengganggu didalam operasi seismik dilapangan.

Gelombang love
Gelombang ini merambat didekat permukaan bumi, dan hanya teramati
jika ada kontak antara lapisan berkecepatan rendah dan lapisan
berkecepatan tinggi. Gerakan partikel selalu horizontal dan bersifat

13

dispersi, yaitu sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan panjang gelombang.


Love membuktikan bahwa gelombang ini menjalar karena ada pantulan
berganda antara atas dan bawah lapisan berkecepatan rendah. Gelombang
ini jarang teramati didalam rekaman seismik karena gerakan partikelnya
selalu horizontal.

2.1.3.2. Peralatan Survei Seismik


Alat-alat yang butuhkan untuk survey seismik pada umumnya terdiri atas
Source, receiver, seismic cable dan recorder.
a. Source
Sejak survei pertama pada tahun 1920-an, ledakan memegang peranan
penting sebagai sumber gelombang seismik. Mulanya digunakan dinamit,
kemudian digantikan oleh bahan peledak lain yang lebih aman seperti
ammonium nitrat.
Pada kebanyakan survei, bahan peledak diledakkan dalam lubang dengan
kedalaman bervariasi, umumnya dibawah zona pelapukan. Ledakan juga
dapat dilakukan disurvei marine, tetapi sparker dan air gun lebih sesuai.
b. Receiver
Survei seismik dilakukan dengan meletakkan beberapa receiver dilokasi
yang berbeda dan menggunakannya untuk mendeteksi getaran yang
dihasilkan oleh source. Receiver ini disebut sebagai geophone atau
seismometer, yang dapat digunakan didarat dan juga dilaut. Tetapi
kebanyakan survei dilaut menggunakan hidrophone yang peka terhadap
perubahan tekanan air yang disebabkan oleh gelombang seismik yang
melaluinya. Receiver merubah getaran mekanis dari source menjadi arus
listrik yang kemudian dialirkan ke recorder (alat perekam).
c. Seismic cable
Sinyal geophone, yang berupa arus listrik dialirkan dari geophone ke
sistem alat perekam (recorder) oleh seismic cable.

14

d. Recorder
Recorder menerima sinyal listrik yang bervariasi dari geophone, dan
menyimpan informasi tersebut dalam bentuk seismogram, yaitu diagram
yang menunjukkan variasi amplitudo terhadap waktu. Sejak tahun 1960-an
alat perekam telah menggunakan teknologi komputer.

2.1.3.3. Operasi Perekaman Seismik (Field Works)


Secara berurutan kegiatan-kegiatan survei seismik dilapangan dibagi tiga
kelompok utama yaitu : surveying, drilling dan recording.

Kegiatan surveying
Kegiatan ini bertujuan mempersiapkan daerah telitian bagi survei lintasan
untuk membuat rintisan line seismik. Penyelidikan seismik ini
memerlukan penetuan koordinat dan elevasi dari posisi setiap titik tembak
secara tepat. Dengan demikian posisi lintasan dan titik tembak dapat
digambarkan dalam peta.
Kegiatan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- pembuatan lintasan, rintis, bridging dan step
- pembuatan bench mark
- penempatan titik tembak dan interval group geophone
- pengukuran topografi, elevasi, kordinat dan pembuatan peta
Regu rintis bertugas membuat lintasan seismik dan menentukan patokpatok titik tembak (shoot point) serta interval group geophone.
Bila melalui sungai, rawa mereka perlu membangun asteps dan step
ladder. Kadang-kadang diperlukan pula membangun helipad.
Regu survei topografi bertugas :
- Mengukur elevasi dan koordinat patok-patok titik tembak.
- Mengukur interval group geophone.
- Memasang pengukur bench mark.
- Memasang plat aluminium pada pohon ditiap-tiap lima titik tembak,
menurut nomor titik tembak bersangkutan.

15

Bench mark dengan besi cor beton, sengaja dipasang ditiap-tiap ujung
lintasan atau ditempat yang dikenal dengan mudah dilapangan, misalnya
ditepi sungai dan hampir umum terdapat disetiap intersection.
Sekarang ini dengan cara peletakan susunan geophone dan pola
penembakan tertentu (system mulfold) dapat kita peroleh posisi CDP
(Cammon Depth Point) yang artinya setiap titk pada satu bidang pantul
akan beberapa kali dilalui oleh gelombang seismik dengan sudut datang
yang berbeda-beda.

Pemboran lubang tembak


Pada eksplorasi didarat, regu pemboran bertugas membuat lubang tembak
(shoot hole) ditiap-tiap patok yang telah disiapkan oleh regu perintis. Hal
ini dimaksudkan untuk menempatkan dinamit sebagai sumber energi
dibawah zona pelapukan, umumnya lubang dibuat dengan kedalaman 15
meter sampai 30 meter.

Perekaman seismik (seismic recording)


Dalam tahap perekaman diperlukan kerjasama antar regu, baik regu
penembak, dinamit, kabel, geophone, instrument dan lain-lain. Juga perlu
diperhatikan apakah instrument sudah siap dioperasikan, jenis dinamit dan
jenis rentangan kabel sudah tepat dengan kondisi lapangan.
Secara singkat jalannya perekaman dapat diterangkan sebagai berikut :
Gelombang seismik yang dipancarkan oleh ledakan dinamit menembus
kedalam bumi. Sebagian gelombang tersebut akan terpantul kembali
kepermukaan bila bertemu dengan bidang lapisan (reflector). Gelombang
pantul ini yang masih bercampur dengan noise ditangkap oleh geophone
dan diteruskan ke instrument. Noise yang menyertainya disaring oleh
system di instrument, sesudah itu diubah menjadi digital. Dan kemudian
masuk unit pengontrol. Dari sini signal digital diteruskan kepada tape
transport untuk direkam dalam pita magnetik. Hasil rekaman ini kemudian
diproses untuk memperoleh hasil akhir berupa penampang seismik
(seismic section).

16

2.1.3.4. Proses Pengolahan Data Seismik


Hasil perekaman masih merupakan data mentah yang harus diolah lebih
lanjut. Hal ini diakibatkan oleh beberapa sebab antara lain :
a. Selalu ikut terekamnya bermacam-macam gangguan yang disebabkan
noise bersamaan dengan sinyal seismik yang dikehendaki. Noise ini dapat
disebabkan oleh bermacam-macam hal, antara lain sumber getaran seismik
yang menjalar kelintasan yang tidak diinginkan, sumber getaran lain diluar
sumber getaran seismik sebenarnya. Dengan kata lain noise adalah sesuatu
yang selalu terdapat pada rekaman seismik, tetapi sama sekali tidak ada
hubungannya dengan struktur bawah permukaan.
b. Sinyal seismik setelah menjalar melalui lapisan-lapisan bawah tanah akan
mengalami perubahan bentuk karena pengaruh karakteristik batuan.
Akibat bentuk sinyal tadi akan mengalami kombinasi atau konvulasi yang
meregangkannya menjadi bentuk gelombang yang lain.
c. Suatu rekaman seismik yang terlihat pada monitor merupakan data mentah
yang belum dikoreksi terhadap pengaruh topografi (koreksi stratik) dan
pengaruh oleh sebab perbedaan offset (jarak shoot point terhadap
geophone), yang disebut koreksi dinamik.
d. Adanya fenomena migrasi horizon yang mengakibatkan titik-titik
dilapisan bawah tanah yang memantulkan tidak tepat dibawah shoot point
yang bersangkutan, walaupun data seismik tersebut telah mengalami
koreksi dinamik.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka harus dilakukan pengolahan data
lapangan. Teknik prosesing data ini pada prinsipnya akan meliputi :
- Editing : yaitu mengatur dan meniadakan trace-trace yang bisa mengacau
langkah- langkah proses berikutnya.
- Filtering terhadap noise.
- Pe-convolusi, untuk menghilangkan efek dari lapisan dangkal yang
menimbulkan revibrasi.

17

- Koreksi statik, untuk menghilangkan pengaruh topografi dan lapisan


yang lapuk dipermukaan. Koreksi ini bertujuan membawa posisi titik
tembak dan geophone kesatu bidang datar yang sama (datum paine).
- Analisa kecepatan dari lapisan-lapisan pemantul.
- Koreksi dinamik, dimaksudkan untuk mengusahakan agar semua trace
pada rekaman seismik seolah-olah terjadi pada peristiwa pantulan
normal, sehingga tidak tergantung lagi pada offset yang berlain-lainan.
Prosedur pengambilan dan pengolahan data terus dikembangkan guna
meningkatkan kualitas rekaman, meningkatkan rasio signal terhadap noise. Signal
adalah rekaman getaran seismik, sedangkan noise adalah rekaman gelombang
yang tidak diinginkan, yang dapat berasal dari gerakan angin, lalu lintas, aktivitas
industri dan lain-lain.
Susunan geophone yang digunakan untuk menangkap gelombang seismik
disebut spread. Intepretasi seismogram akan lebih mudah dilakukan bila geophone
disusun pada garis lurus. Beberapa pola spread dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5.
Beberapa Pola Spread Survey Seismik Refleksi
(Billings, P.M., 1986)

Proses pengambilan data yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 2.6.
suatu sumber getar diledakkan dalam lubang, getarannya ditangkap oleh geophone
dan dialirkan ke recorder yang menyimpannya dalam bentuk seismogram.

18

Gambar 2.6.
Ilustrasi Proses Pengambilan Data Lapangan
(Billings, P.M., 1986)

Gambar 2.7.
Contoh Hasil Seismogram
(Billings, P.M., 1986)

2.1.3.5. Teknik Intepretasi Seismik


Tujuan terpenting dalam intepretasi seismik adalah mengolah data seismik
menjadi informasi geologi sebanyak mungkin, terutama dalam bentuk struktur
struktur geologi. Intepretasi yang dilakukan sangat memerlukan pengalaman
dalam membaca pola-pola seismik yang menunjukkan adanya patahan, lipatan
dan kondisi stratigrafi tertentu.
Penampang seismik yang dihasilkan merupakan penampang waktu (time
section). Penampang ini dapat dikonversi ke kedalaman (depth section). Namun
konversi ini terkadang tidak tepat karena tidak akuratnya perhitungan yang
dilakukan. Karena itu para intepreter umumnya bekerja dengan time section. Bila
informasi tentang kedalaman dibutuhkan untuk beberapa bagian yang khusus,
perhitungan tambahan dapat dilakukan.

19

Beberapa penampang seismik menghasilkan citra yang dapat dengan


mudah diintepretasi. Patahan ditunjukkan oleh refleksi yang diskontinyu. Bidang
patahan umumnya miring, yang akan terlihat jelas pada penampang seismik yang
searah dengan arah kemiringan patahan tersebut. Untuk patahan dengan
kemiringan kurang dari 400, agak sulit deteksi dengan penampang seismik.
Patahan mendatar (strike slip fault) yang menyebabkan perpindahan sepanjang
patahan juga sulit untuk dideteksi. Hal ini baru akan terlihat jika ada
penyimpangan bentuk struktur utama.
Refleksi yang bergelombang menunjukkan lapisan yang terlipat. Tetapi
banyak pula penampang seismik yang cukup membingungkan. Untuk
mengintepretasi keadaan stratigrafi dari penampang seismik dibutuhkan
pengetahuan tentang seismik eksplorasi, sedimentologi dan perubahan relatif
muka laut, juga geomorfologi.
Untuk mengungkapkan fenomena data seismik pantul dalam arti geologi,
seorang interpreter harus menguasai faktor data dan penguasaan ilmu geologi.
Integrasi dalam intepretasi memerlukan pertimbangan berbagai aspek
seperti :
- Pertimbangan pengaruh kondisi geologi dan topografi terhadap mutu data.
- Integrasi penampang geologi dan penampang-penampang seismik.
- Pertimbangan dari segi stratigrafi, lithologi, facies dan yang lainnya yang
dimaksudkan untuk memilih horizon.
- Pertimbangan geologi regional, pola tektonik regional, posisi cekungan dan lainlain.
Langkah-langkah yang diambil untuk intepretasi penampang seismik pada
prinsipnya meliputi :
1. Korelasi dengan sumur pengikat (tie well)

Adalah untuk membandingkan horizon atau garis pada penampang


seismik dengan formasi yang telah diketahui kedalamannya dari sumur
pemboran.

Harga kedalaman yang diukur, dari sea level sebagai datum.

20

2. Penentuan horizon yang dipetakan

Horizon seismik yang ditentukan, sebaiknya pada atau berdekatan


dengan lapisan yang di perkirakan produktif atau mewakili parameter
marker stratigrafi, dan horizon tersebut menerus sepanjang lintasan.

Bila horizon hanya bersifat lokal (setempat), harus dicarikan horizon


lainnya, yang penyebarannya menerus.

Memiliki karakter amplitudo yang mudah dikenal.

3. Tracing atau mengikuti lapisan yang dipetakan sepanjang penampang


seismik dan diberi warna tertentu.

Dalam tracing harus dikenali adanya patahan dari gejala-gejala


nampak ada pada penampang seismik, seperti adanya pergeseran
horizon dan lain sebagainya.

Pencantuman harga didaerah up block dan down block, untuk


menggambarkan throw patahan.

4. Seluruh garis seismik yang telah di trace, harga TWT (two way time) yang
didapatkan, diplot pada peta dasar lintasan seismik. Titik yang sama
nilainya dihubungkan dengan membentuk garis kontur.
Gejala-gejala adanya sesar dapat dikenali pada penampang seismik dengan
memperhatikan :

Ketidakmenerusan horizon

Adanya pola difraksi

Perubahan pola mendadak horizon

Adanya perubahan penebalan atau penipisan diantara dua horizon

Rusaknya data didaerah patahan atau menimbulkan shadow


Data sumur yang dipakai untuk pengenalan dan penamaan horizon :

Lithologic log

Well log

Penetration rate

Well velocity survey

Synthetic Seismogram

21

Dari hasil intepretasi yang dibuat, akan menghasilkan peta-peta sebagai


berikut :
- Peta struktur (structure map)

Contoh : Peta Struktur Top Formasi A

Contoh : Peta Struktur Top Basement


- Peta ketebalan (isochrone map atau isopach map)

Isochrone map (dalam waktu atau TWT)

Isopach map (dalam meter atau feet)

Contoh : Isochrone map of Formasi A (dalam waktu atau TWT)

Contoh : Isopach map of Formasi A (dalam meter atau feet)

Gambar 2.8.
Contoh Impedansi Akustik Relatif Dari Data Seismik
Tanpa Ikatan Data Sumur
(Courtesy of Pertamina, Raguwanti,R., 2004)

22

Gambar 2.9.
Contoh Impedansi Akustik Absolut Dari Data Seismik
Dengan Ikatan Data Sumur Well-01
(Courtesy of Pertamina, Raguwanti,R., 2004)

Gambar 2.10.
Contoh Intepretasi Horizon Seismik 3D
Top Formasi Baturaja
(Courtesy of Pertamina, Raguwanti,R., 2004)

23

Gambar 2.11.
Contoh Tie-Well To Seismic Terhadap Data Seismik
Sebagai Imput Pembuatan Model Geologi
(Courtesy of Pertamina, Raguwanti,R., 2004)

Gambar 2.12.
Contoh Model Geologi (Earth Model)
(Courtesy of Pertamina, Raguwanti,R., 2004)

2.2. Petrologi
Petrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang batuan
pembentuk kulit bumi, yang mencangkup mengenai cara terjadinya, komposisi,

24

klasifikasi batuan tersebut dan hubungannnya dengan proses proses geologi dan
sejarah geologinya. Batuan sendiri didefinisikan sebagai masa yang terdiri dari
satu atau lebih macam mineral yang mempunyai komposisi kimia dan mineral
tertentu, yang membentuk satuan terkecil dari kulit bumi sehingga dengan jelas
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dalam sejarah pembentukannya, batuan mengalami jentera batuan sebagai
berikut :

Gambar 2.13.
Jentera Batuan
(Pettijohn,F.J.,1957)

Batuan sebagai mineral-mineral yang membentuk kulit bumi secara genesa


dapat dibagi menjadi 3 jenis batuan, yaitu:
1. Batuan Beku (igneous rock)
Adalah

kumpulan

terlocking

agregat

mineral-mineral

silikat

hasil

penghabluran magma yang mendingin.


2. Batuan sedimen (sedimentary rock)
Adalah batuan hasil lithifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau
hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme.
3. Batuan Metamorf (methamorphic rock)

25

Adalah batuan yang berasal dari suatu batuan induk yang mengalami
perubahan tekstur dan komposisi pada fasa padat sebagai perubahan kondisi
fisika (tekanan dan temperatur).

2.2.1. Batuan Beku


Berdasarkan cara terbentuknya batuan beku berasal dari hasil pembekuan
magma dibawah permukaan bumi atau pembekuan lava dipermukaan. Menurut
Turner dan Vanhogen (1960) istilah magma digunakan untuk semua bahan yang
mobile (bergerak), di alam berupa larutan silica pijar, dan mempunyai temperatur
tinggi.
Pada umumnya sifat atau ciri-ciri batuan beku adalah :
1. Kristalin
2. Butirannya interlocking secara rapat
3. Masif
Mineral-mineral dari batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya
terbentuk pada saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos keatas,
peristiwa tersebut dikenal dengan istilah penghabluran.

2.2.1.1. Komposisi Mineral Batuan Beku


Beberapa mineral pembentuk batuan beku khususnya batuan gunung api
adalah sekelompok mineral feldspatoid merupakan kelompok mineral yang
terbentuk pada temperatur tinggi diatas 1000oC dengan tekanan yang sangat
rendah.
Olivin dan kelompok mineral feldspatoid ini merupakan mineral-mineral
yang terjadi akibat kondisi magma tidak atau kurang jenuh. Jika larutan magma
jenuh akan silika, maka olovin dan feldspatoid ini tidak akan pernah terbentuk.
Sehingga mineral-mineral olivin dan feldspatoid yang berasal dari magma
tidak jenuh, dan tidak akan ditemukan bersama-sama dengan mineral kwarsa
dalam satu batuan. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya kandungan silica,
maka olivin dan feldspatoid akan cenderung berubah menjadi feldspar dan
piroksen.

26

Bowen membuat suatu urut-urutan penghabluran mineral-mineral silikat


yang disebut sebagai Bowen Reaction Series. Bowen membuat urut-urutan ini
berdasarkan kenaikkan temperatur yang mempengaruhi kondisi dari silica.
Reaction Bowen Series dapat dilihat pada (Gambar 2.14.).
Dalam penamaan batuan dan genesa batuan sering dikenal istilah-istilah
berikut:
-

Mineral Primer
Mineral primer adalah mineral-mineral penyusun batuan beku yang
kehadirannya sangat menentukan nama suatu batuan.

Mineral Tambahan
Pada umumnya dapat menentukan nama batuan jika kehadirannya dibawah
sepuluh persen, tetapi jika kehadirannya diatas sepuluh persen, maka nama
batuan tersebut dibelakangnya.

Gambar 2.14.
Bowen Reaction Series
(Pettijohn,F.J.,1957)

27

Tabel 2-1.
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok
Batuan Beku Yang Dibentuk
(Pettijohn,F.J.,1957)

Mineral Pembentuk
Batuan

Asosiasi Mineral

Batuan Yang
Terbentuk

Olivin

Olivin 100 %
Olivin + Piroksin

Dunit (ultra basa)


Peridotit (u. basa)

Piroksin

Piroksin 100 %
Piroksin + Plagioklas

Piroksenit (u.basa)
Gabro (ultra basa)

Plagioklas

Plagioklas 100 %
Plag. + Pir. + Amphibole
+ Feldsfar

Anortosit (u. basa)


Andesit Diorit
(intermediate)

Biotit Sebagaimana telah dijelaskan


Biotit + K diatas
Feldsfar
Granodiorit
- suatu
bahwa jenuh
tidaknya
+ Plag. Asam + Kwarsa
Granit (asam)
magmasangat ditentukan oleh kandungan silica didalam magma tersebut.

2.2.1.2. Sifat Fisik Batuan Beku


Untuk mengetahui sifat fisik batuan beku haruslah diketahui sifat tekstur
dan struktur dari batuan tersebut.
Kehadiran mineral tambahan akan merupakan nama batuan jika hadir
diatas 10% dari total mineral penyusun, misalnya granit biotit, granit muskovit,
granit hornblende. Mineral biotit, muskovit, dan hornblende hadir diatas 10%.
Penambahan nama dibelakang dari suatu batuan khususnya granit ini
dianggap sangat penting untuk menentukan magma induknya serta proses-proses
yang terjadi selama magma induk tersebut menuju ke permukaan.

2.2.2. Batuan Sedimen


Berdasarkan genesanya batuan sedimen berasal dari hasil pengendapan
melalui berbagai proses yang terjadi.
Secara garis besar dibedakan atas dua kelompok uatama, yaitu:
1. Kelompok batuan sedimen klastik

28

2. Kelompok batuan sedimen non klastik


Secara genetik batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Batuan Sedimen Mekanis / Klastik
Batuan sedimen mekanis terbentuk karena proses pelapukan mekanis dan
pengendapan material hasil rombakan batuan awal dan bersifat fragmental,
klastik membutir. Keberadaan batuan sedimen klastik ini hampir mendominasi
seluruh batuan sedimen yang ada pada kerak bumi. Kedalam kelompok ini
termasuk juga batuan piroklastik / epiklastik, yaitu batuan hasil pengendapan
material vulkanik oleh angin dan medium air.
2. Batuan Sedimen Kimiawi / Non Klastik
Batuan sedimen kimiawi dapat terbentuk karena proses pelapukan kimia,
membentuk sedimen residu, maupun hasil pengendapan larutan garam yang
berifat hablur kristalin, akibat proses penguapan / evaporasi. Proses
pembentukan batuan sedimen kimiawi ini tanpa melalui transportasi,
mengendap ditempat asal dan bersifat non klastik.
3. Batuan Sedimen Organik
Batuan sedimen organik terbentuk karena akumulasi material organik yang
terjebak atau terendapkan pada suatu lingkungan khusus , sehingga terawetkan
dengan baik dan mengalami diagenesa. Batuan sedimen organik ini dapat
bersifat klastik atau non klastik, tergantung teksturnya / proses yang
berpengaruh.

2.2.2.1. Komposisi Kimia Batuan Sedimen


Analisa batuan sedimen cukup penting untuk mengetahui proses geokimia
dan evolusi dari berbagai jenis batuan sedimen. Analisa kimia batuan secara
lengkap memerlukan waktu dan kemampuan teknis. Diantara sedimen yang tidak
begitu halus identifikasi biasanya cukup diwakili komposisi kimia secara kasar.
Untuk sedimen yang halus seperti shale, ini sulit untuk mengidentifikasi semua
mineralnya dengan mikroskop biasa. Dalam keadaan seperti ini analisa kimia
dapat lebih akurat untuk mengklasifikasikan batuan dalam jenis lithologinya.

29

Komposisi kimia batuan sedimen adalah sangat bervariasi sebab batuan


sedimen merupakan hasil proses kimia skala panjang dan proses pemecahan
mekanik. Batuan sedimen menunjukkan perbedaan yang lebih besar didalam
komposisi kimia dimana elemen utama dihitung dengan metode aliran semi mikro,
jejak elemen dengan prosedur spektrokimia dan molibdenum dengan metode
spektro sinar x.
Rata rata batuan sedimen mengandung lebih kurang 50% SiO2 , 13%
Al2O3 , 6% CaCO3 , 5% campuran FeO dengan Fe2O3 , 5% CO2 , dan kurang dari
5% tiap unsure pokok lain seperti MgO, KO2 dan Na2O. Seperti dapat
diperkirakan batuan sedimen rata-rata mempunyai komposisi yang sama
memberikan kesan sandstone (SiO2), shale (Al2O3), dan limestone (CaO dan CO2).
Komposisi tunggal sandstone menggambarkan kelebihan yang besar dari kwarsa.
Komposisi yang lebih kompleks dari shale menunjukkan adanya mineral clay dan
lebih banyak dari komponen lain dari sandstone.

2.2.2.2. Sifat Fisik Batuan Sedimen


Struktur batuan sedimen disebut juga sebagai tekstur batuan sedimen
dalam skala yang lebih besar, yang biasanya berhubungan dengan faktor luar.
Karena batuan sedimen terdiri dari batuan sedimen klastik dan non klastik, maka
struktur batuan sedimen juga dibedakan menjadi struktur sedimen klastik dan non
klastik. Beda kedua struktur terutama diakibatkan karena proses kimia maupun
organik.

2.2.2.3. Struktur Batuan Sedimen


1. Struktur Batuan Sedimen Klastik
Macam struktur batuan sedimen klastik ada dua, yaitu struktur perlapisan
dan struktur bidang perlapisan. Struktur perlapisan merupakan sifat utama dari
batuan sedimen yang menghasilkan bidang-bidang sejajar sebagai hasil dari
proses pengendapan, dimana faktor-faktor seperti perbedaan ukuran butir,
komposisi mineral, perubahan macam batuan dan warna mineral merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi adanya struktur perlapisan tersebut.

30

Gambar 2.15.
Gradded Bedding
(Pettijohn,F.J.,1957)

Gambar 2.16.
Pemilahan: a. Baik; b. Sedang; c. Buruk
(Pettijohn,F.J.,1957)

Macam struktur perlapisan antara lain:


a. Perlapisan sejajar
b. Perlapisan pilihan, apabila perlapisan tersusun atas besar butir dari halus
semakin ke bawah semakin kasar.
c. Perlapisan silang siur, apabila bidang perlapisan saling berpotongan.

31

Gambar 2.17.
Perlapisan Sejajar (Laminasi)
(Pettijohn,F.J.,1957)

Gambar 2.18.
Perlapisan Silang Siur (Cross Bedding)
(Pettijohn,F.J.,1957)

Sedangkan macam struktur bidang perlapisan adalah:


a. Struktur Gelembur Gelombang (Ripple Mark)
Apabila

permukaan

bidang

perlapisan

nampak

diakibatkan oleh faktor-faktor seperti angin ataupun air.


b. Struktur Rekah Kerut (Mud Crack)
c. Struktur Track trail

32

bergelombang

yang

Gambar 2.19.
Struktur Bidang Perlapisan:
a. Gelembur gelombang (ripple mark)
b. Rekah kerut (mud crack)
c. Cetak beban (load coast)
(Pettijohn,F.J.,1957)

2. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik


Struktur sedimen batuan non klastik yang penting ada tiga, yaitu:
a. Fosilliferus, dimana komposisi batuannya terdiri dari fosil (sedimen organik).
b. Oolitik, adalah merupakan suatu fragmen klastik yang diselubungi oleh
mineral non klastik dan biasanya mineral carbonate.
c. Bioherm dan Biostorm.

2.2.3. Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah hasil ubahan dari batuan asal (batuan beku,
batuan sedimen atau batuan metamorf) akibat perubahan temperatur , tekanan atau
keduanya. Proses ubahan berlangsung dalam suasana padat melalui proses
isokimia, dimana susunan kimia batuan tidak berubah. Yang berubah hanyalah
susunan mineraloginya sehingga terbentuk mineral baru.

33

Gambar 2.20.
Lokasi-lokasi Batuan Metamorf
(Pettijohn,F.J.,1957)

2.2.3.1. Klasifikasi Batuan Metamorf


Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan batuan metamorf. Metode
yang paling sederhana dan praktis adalah membagi batuan metamorf menjadi dua
golongan, yaitu berdasarkan foliasinya. Pembagian dan penamaan batuan
metamorf berdasarkan sumber panas dapat dibagi menjadi :
1. Matamorf lokal
Disebut metamorf lokal karena penyebaran dari metamorf ini sangat
terbatas. Metamorf lokal dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Metamorf kontak atau thermal
Batuan metamorf ini terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung
dengan tubuh magma, dengan lebar antara dua sampai tiga kilometer.
Faktor yang mempengaruhi adalah temperatur yang tinggi.
b. Metamorf dislokasi
Batuan metamorf jenis ini dijumpai pada daerah yang mengalami
dislokasi, misalnya : daerah sesar. Proses ini terjadi pada lokasi dimana
massa batuan mengalami pengerutan.
2. Metamorf regional

34

Tipe batuan metamorf ini meliputi :


a. Metamorf dinamothermal
Terjadi pada kulit bumi bagian dalam. Faktor yang mempengaruhi
adalah tekanan dan temperatur yang sangat tinggi. Proses metamorf
lebih intensif jika diikuti oleh orogenesa.
b. Metamorf burial
Metamorf jenis ini tidak ada hubungannya dengan orogenesa maupun
intrusi. Proses metamorfosa terjadi pada daerah geosinklin. Sebagai
akibat pembebasan sedimen dibagian atas. Maka lapisan sedimen
bagian bawah dari cekungan akan mengalami proses metamorfosa.

2.3.2.2. Komposisi Mineral Batuan Metamorf


Pada hakekatnya, komposisi mineral batuan metamorf ada dua, yaitu :
1. Mineral Stress
Suatu mineral yang terbentuk dan stabil dalam kondisi tekanan (P) dan
temperature (T), dimana mineral ini dapat berbentuk pipih atau tabular,
prismatik.
Contoh : mika, kyanit, termolit, aktinolit, zeolit, silimanit, hornblende, klorit,
straulit, serprntin, epidot.
2. Mineral Anti Stress
Suatu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan (P) dimana
biasanya berbentuk equidimensional.
Contoh : kuarsa, kalsit, feldspar, kordierit, granit.

2.3.2.3. Struktur Batuan Metamorf


Struktur batuan metamorf pada hakekatnya ada dua macam :
1. Foliasi
Adalah sifat perlapisan (foliates = daun/berdaun).
Namun harus dibedakan dengan lapisan sedimen. Disini terjadi penyusunan
kristal-kristal daripada mineral-mineral secara pertumbuhan dalam arah
panjang dari mineral.

35

2. Non Foliasi
Struktur non foliasi ini dalam batuan metamorf dicirikan dengan tidak
terdapatnya suatu penjajaran mineral-mineral yang ada dalam batuan
metamorf.

2.3. Stratigrafi
Stratigrafi merupakan cabang ilmu geologi yang berhubungan dengan
pemerian, pengaturan, organisasi, maupun klasifikasi batuan yang berlapis. Secara
luas stratigrafi membahas urut-urutan dan hubungan kejadian macam-macam
batuan dialam dimana dari kejadian yang ada mengakibatkan tersusunnya
berbagai jenis batuan di kulit bumi.

2.3.1. Perlapisan Sedimen


Dari pengertian diatas sering terdapat pengertian bahwa mempelajari
stratigrfi adalah sama dengan mempelajari batuan sedimen, mengingat batuan
sedimen mempunyai ciri khusus di alam karena tersusun secara berlapis sehingga
dapat mencerminkan atau memberi arti kronologi dari lapisan yang ada tentang
urut-urutan perlapisan ditinjau dari kejadian yang berpengaruh pada waktu
pengendapannya maupun umur setiap perlapisan.
Karena sifat batuan sedimen berlapis-lapis, maka didalam mempelajari
stratigrafi mengenal beberapa istilah yang menggambarkan lapisan yang ada,
seperti stratum atau meniarap yang mempunyai arti sebagai suatu kesatuan ciri di
bawahnya. Dengan demikian antara stratum satu dengan lainnya dibatasi oleh
adanya ciri-ciri yang membedakan diantara keduanya.
Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan sedimen, maka dapat
dipermudah tentang pemerian, pengaturan dan hubungan lapisan batuan satu
terhadap lainnya yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi dimana batas
satuan stratigrafi satu dengan lainnya tidak harus saling berhimpit, bahkan dapat
saling berpotongan satu sama lain.
Mengingat bahwa perlapisan sedimen dibentuk oleh proses pengendapan
pada suatu lingkungan tertentu, maka Weimar berpendapat bahwa prinsip

36

penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses pertumbuhan lateral (lateral


accreation), yang didasarkan pada kenyataan bahwa :
a. Akumulasi pada batuan umumnya searah dengan arah aliran media transport
sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan saling
tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang
diendapkan.
b. Endapan diatas suatu akumulasi sedimentasi umumnya cenderung membentuk
sudut terhadap lapisan sedimenasi dibawahnya.
Pendapat Weimer ini sebenarnya merupakan pengembangan atau
modifikasi dari beberapa prinsip stratigrafi secara tradisional, seperti :
1. Hukum Super Posisi (Steno, 1669)
Lapisan yang termuda menempati bagian yang teratas dalam suatu urutan
pengendapan yang tak terganggu.
2. Hukum Horizontalitas (Steno, 1669)
Lapisan yang miring, pada mulanya adalah horizontal. Yang diartikan
bahwa sebagai lapisan-lapisan sedimen diendapkan secara hampir horizontal
dan tidak dapat sejajar dengan permukaan dimana sedimen tersebut
diendapkan.
3. Hukum Unformitarianisme (Hutton, 1785)
Proses-proses geologi yang berlangsung sekarang, juga terjadi dimasa
lampau (The present is the key to the fast). Dari ketiga asas stratigrafi diatas,
terlihat bahwa ketiganya merupakan aspek prinsip dari akumulasi sedimen
yang merupakan hubungan antara lapisan-lapisan satu dengan lainnya secara
vertikal. Dengan kenyataan yang ada di lapangan hubungan ini disebut sebagai
profil vertikal yang merupakan obyek stratigrafi.
Karena tidak semua sistem stratigrafi dapat tersingkap, maka informasi
dibawah permukaan sangat diperlukan untuk mendukung penelitian stratigrafi
secara menyeluruh, oleh karenanya perlu dilakukan pengumpulan data bawah
permukaan selengkapnya dari lubang-lubang sumur yang dibuat untuk maksud
tersebut. Dengan makin berkembangnya teknologi, untuk mendapatkan data
bawah permukan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti refleksi

37

geofisika, seismik, dsb, sehingga profil stratigrafi dapat diketahui secara lebih
baik dan teliti yaitu dengan jalan membuat korelasi baik dari data sumur
pemboran maupun kombinasi data sumur dan korelasi hasil dari seismik.
Untuk korelasi yang dilakukan dengan beberapa data sumur pemboran,
biasanya korelasi ini tidak hanya menggabungkan satu titik pada sumur satu
dengan titik pada sumur lainnya. Tetapi hubungan ini harus didasarkan dengan
kesamaan lithologi dan kesamaan umur lithologinya, dimana umur lithologinya
dapat diketahui dari fosil yang terkandung didalam batuan yang ikut terendapkan
bersama, sehingga untuk maksud ini perlu dibedakan baik ciri lithologi maupun
fosil yang menunjukkan umur lithologinya.

2.3.2. Korelasi Stratigrafi


Korelasi merupakan suatu pekerjaan menghubungkan titik-titik kesamaan
waktu dengan cara membuat pembanding suatu satuan batuan ujung satu terhadap
satuan batuan ujung lainnya. Sehingga untuk memudahkan korelasi diperlukan
data-data sebagai bukti untuk korelasi. Jika digunakan umur batuan, maka
umurnya harus sama, tetapi jika digunakan lithologinya maka umur batuan tidak
perlu sama.
Pekerjaan

korelasi

juga

merupakan

pekerjaan

untuk

melakukan

rekonstruksi keadaan bawah permukaan, maka dalil-dalil dibawah ini sangat


diperlukan untuk merekonstruksi bentuk-bentuk bangunan stratigrafi.
1. Dalil I : Bidang perlapisan dan lapisan adalah unsur utama pembentuk suatu
stratigrafi, bentuk struktur dan menentukan hubungan stratigrafi, tektonik
antara satuan dengan bentuk tersebut diatas.
2. Dalil II : Bidang perlapisan merupakan bidang kesamaan waktu.
3. Dalil III : Dalam keadaan normal, lapisan dibawah lebih tua dibandingkan
lapisan yang berada diatas. Ini merupakan prinsip superposisi, Steno 1669.

2.3.2.1. Korelasi Lithostratigrafi


Lithostratigrafi menggolongkan lapisan-lapisan dibumi berdasarkan
satuan-satuan yang menggambarkan kesamaan lithologi yang mana penentuannya

38

didasarkan pada gejala-gejala batuan yang dapat diamati dilapangan dan


penentuan batas penyebaran batuan tidak tergantung pada batas waktu. Ciri-ciri
lithologi meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala
lithologi.
Mengingat batuan sedimen secara fisik dialam dicirikan oleh keadaan
berlapis-lapis, maka penentuan batas lapisan yang didasarkan pada satuan
lithostratigrafi merupakan sentuhan antara dua lapisan yang berlainan ciri
lithologinya yang ditunjukkan oleh suatu bidang nyata yang terdapat perubahan
lithologi dan apabila bidang perubahan tidak nyata, maka batasnya merupakan
bidang yang diperkirakan kedudukannya.
Untuk mengetahui satuan lithostratigrafi, maka perlu diperhatikan sifat
fisik batuan itu sendiri yang didasarkan sifat karakteristik fisiknya yang berbentuk
seragam dan biasanya sifat lapisan batuan tersebut dipisahkan dalam satuan
lithostratigrafi resmi dan satuan lithostratigrafi tak resmi dimana untuk satuan
resmi memberi arti bahwa satuan tersebut sudah umum dipakai secara
internasional berdasar sandi stratigrafi yang ada, misalnya : Formasi Batu Raja.
Sedangkan tingkatan-tingkatan satuan resmi adalah kelompok, formasi dan
anggota. Adapun aturan atau ciri dan tingkatan satuan seperti tertuang dalam kitab
stratigrafi yang berlaku. Untuk satuan tak resmi biasanya dipakai untuk suatu
daerah yang belum pernah dilakukan pemetaan geologi, sehingga pencirian daerah
tersebut hanya berdasarkan pada lihologi yang dominan saja dengan memakai
satuan batuan tersebut, seperti batu gamping, dsb.

2.3.2.2. Korelasi Biostratigrafi


Batuan biostratigrafi merupakan suatu lapisan atau kelompok lapisan yang
dapat dipersatukan oleh kandungan fosil atau sifat paleontology lainnya, sehingga
dapat dibedakan dari lapisan sekitarnya. Menurut sandi stratigrafi yang berlaku,
pembagian biostratigrafi ini dimaksudkan untuk menggolongkan lapisan-lapisan
batuan dibumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan
kandungan dan penyebaran fosil yang ada pada lapisan batuan.

39

Seperti telah diketahui bahwa peristiwa pengendapan di muka bumi, selain


membawa material batuan biasanya ikut pula terendapkan sisa-sisa organisme
yang disebabkan peristiwa fisika maupun kimia oleh alam memungkinkan
organisme ini terpelihara baik struktur maupun ciri organismenya yang disebut
fosil. Dengan demikian fosil ini dapat digunakan sebagai penciri dari suatu lapisan
batuan tertentu, oleh karenanya satuan biostratigrafi secara sederhana dapat
ditentukan atas dasar ada tidaknya kandungan fosil di dalam lapisan batuan baik
berupa fosil maupun kumpulan fosil-fosil dari jenis tertentu.
Karena fungsinya sebagai ciri suatu lapisan batuan dan karena fosil-fosil
terdapat dalam jumlah banyak dan mempunyai varietas beraneka yang diendapkan
bersama-sama dengan lapisan yang membawanya, maka fosil ini dapat dijadikan
petunjuk umur batuan maupun ciri khusus lainnya dari lapisan yang
membawanya, karena jenis kehidupan dimasa lampau juga mencirikan dimana
jenis kehidupan itu berada. Disamping itu sebagai sisa-sisa kehidupan yang
pernah ada, fosil juga dapat digunakan sebagai indikator yang baik untuk
lingkungan pengendapan masa lalu.
Dengan diikuti ciri-ciri dan perkembangan evolusi spesiesnya, maka
fosil-fosil ini sangat berharga terutama fosil dapat terkikis, terangkat atau
terendapkan kembali sebagai fosil rombakan pada suatu endapan lain yang lebih
muda, maka fosil-fosil rombakan ini tidak dapat dipakai sebagai dasar satuan
biostratigrafi.

2.4. Geologi Struktur


Didalam mempelajari struktur geologi dihadapkan oleh beberapa obyek,
yaitu: kapan bentuk struktur terjadi, kondisi fisik yang membentuk struktur dan
bentuk struktur yang terjadi serta mekanismenya.
Secara umum bentuk struktur kulit bumi dimulai sejak bumi dianggap
mulai ada hingga sekarang. Sepanjang sejarah geologi diawali pembentukan kulit
bumi merupakan faktor penting dan berperan dalam penentuan bentuk struktur
kulit bumi. Pembentukan struktur sangat dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur, dimana distribusi gaya menghasilkan struktur geologi. Pada umumnya

40

gaya-gaya yang membentuk dan mengakibatkan struktur geologi adalah gaya


kompresion, tension, dan couple. Akibat gaya-gaya ini maka bentuk kulit bumi
akan selalu berubah tergantung gaya yang mempengaruhi dan biasanya terdapat
tiga fasa perubahan.
Apabila gaya yang bekerja terhadap material tidak cukup kuat untuk suatu
perubahan bentuk dan ukuran materinya disebut perubahan elastis. Jika gaya yang
bekerja melebihi batas elastis, maka akan terjadi perubahan bentuk materi yang
disebut sebagai perubahan plastis. Pada perubahan plastis ini hanya sebagian kecil
materi yang kembali kepada bentuk aslinya dan apabila gaya ini terus menerus
makin besar maka akan berkembang dan menghasilkan rekahan-rekahan.
Dengan kenyatan yang ada dan akibat gaya-gaya pembentuk kulit bumi,
maka dibentuk struktur kulit bumi seperti : sesar, lipatan , dan ketidakselarasan.

2.4.1. Struktur Sesar


Sesar (fault) atau patahan adalah suatu rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan yang terjadi antara
bagian-bagian yang berhadapan dengan arah yang sejajar dengan patahan.
Kenampakan yang penting dari patahan ini adalah adanya beda gerak
sejajar pada permukaan patahannya. Adapaun bentuk dan macam patahan dialam
ini sangat beragam. Baik berdasarkan geometrinya, posisi lapisan batuan, pola
patahan maupun besar kemiringan yang terjadi pada sesar, ukuran panjang
maupun kedalaman sesar dapat berkisar antara beberapa centimeter sampai
ratusan kilometer.
Bentuk-bentuk sederhana dari sesar antara lain sesar naik, sesar turun, dan
sesar mendatar. Beberapa ciri untuk mengetahui sesar adalah :
a. Ciri-ciri langsung yang dapat menunjukkan suatu gejala sesar, yaitu dengan
melihat adanya pemisahan pada suatu bentuk yang semula menerus, dengan
catatan bahwa rekahan tersebut tersingkap atau dapat diamati juga dari
pemboran. Bisa berupa perulangan atau hilangnya lapisan batuan.

41

b. Gawir-gawir sesar (fault scraps) : terbentuk akibat gejala sesar yang baru.
Dapat dikenal dengan mudah pada peta topografi atau potret udara. Sering
disertai dengan adanya perbedaan vegetasi.

Gambar 2.21.
Graben Pada Antiklin
(Billings, P.M., 1986)

c. Jalur kataklastis : kenampakan sesar pada batuan yang homogen. Gejala sesar
pada batuan kristalin agak sukar dikenali disebabkan tidak adanya
lapisan-lapisan penunjuk. Kadang hanya dapat diketahui dari mikroskop.
d. Cermin sesar atau gores-gores sesar (slicken side) : adanya gores-gores pada
bidang sesar dapat digunakan untuk menentukan gerak relative dari
bagian-bagian

yang

digeser.

Kepingan-kepingan

cermin

sesar

dapat

memberikan indikasi adanya sesar.


e. Persentuhan yang tiba-tiba dan tidak biasa antara batuan berumur tua dengan
batuan muda.
f. Struktur-struktur minor, seperti : breksi sesar, drag dan rekahan- rekahan halus
sepanjang garis sesar.

42

2.4.2. Struktur Lipatan


Lipatan (folding) diibaratkan sebagai naik turunnya batuan dipermukaan
bumi yang ditunjukkan dengan bentuk perlapisan seperti terdapat pada batuan
sedimen, batuan vulkanik, dan batuan metamorf.
Menurut kejadiannya lipatan dapat diklasifikasikan sebagai hasil gejala
tektonik maupun bukan tektonik. Sebagai hasil gejala tektonik, lipatan dihasilkan
karena adanya gaya yang langsung bekerja pada kulit bumi, seperti : horizontal
compression, tension intrusi magma, dan kubah garam atau gaya-gaya vertikal
lainnya. Sebagai gejala non tektonik biasanya lipatan dihasilkan karena
dipengaruhi oleh beda gravitasi disekitar muka bumi, adanya glasiasi, dsb.
Penyebab terjadinya lipatan adalah adanya gaya-gaya horizontal atau
vertikal. Apabila suatu lempeng dikenai gaya horizontal searah atau sejajar, maka
lempeng akan berubah strukturnya dan terjadi gejala pelengkungan atau bending.
Akibatnya apabila kedua gaya bekerja bersamaan maka akan terbentuk suatu
struktur lipatan.
Terjadinya lipatan disamping disebabkan oleh adanya gaya luar tersebut,
proses perlipatan juga disebabkan oleh faktor alamiah pada waktu proses
sedimentasi dan karena tempat sedimentasinya.
Untuk mengetahui kedudukan perlipatan, maka perlu diketahui arah
lapisan batuan. Arah lapisan batuan ini ditunjukkan oleh adanya strike dan
kemiringan yang secara umum didefinisikan sebagai arah garis atau tempat
kedudukan yang dibentuk oleh perpotongan bidang perlapisan dengan horizontal.
Sedangkan kemiringan didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk antara bidang
perlapisan dengan bidang horizontal.
Ada dua macam struktur lipatan, yaitu struktur antiklinal dan struktur
sinklinal. Struktur antiklinal adalah unsur struktur pelipatan dengan bentuk
convex, sedangkan bentuk struktur sinklinal merupakan struktur pelipatan dengan
bentuk concave ke atas.

43

Gambar 2.22.
Jenis-Jenis Lipatan
(Asikin, S., 1979)

Gambar 2.23.
Kenampakan Lipatan Dan Sesar Naik Pada Seismik
(Robinson, E.S. and Coruh,C ., 1988)

44

2.4.3. Ketidakselarasan
Ketidakselarasan merupakan struktur yang menggambarkan adanya suatu
selang masa waktu atau masa tenggang yang merupakan masa tidak terjadinya
proses sedimenasi pada suatu urutan bagian atas, dimana masa tenggang ini diisi
oleh proses erosi dan tektonik.
Ketebalan formasi yang hilang atau diwakili oleh bidang ketidakselarasan
dapat berkisar beberapa ribu meter sampai nol meter. Beberapa ketidakselarasan
dapat bergabung menjadi satu , juga satu atau lebih kelompok lapisan-lapisan
dapat membaji dan menjelma menjadi satu bidang ketidakselarasan.
Berdasarkan syarat terjadinya dan hubungan yang ada antara batuan diatas
dan dibawah bidang ketidakselarasan, maka struktur ketidakselarasan dibagi
menjadi empat macam, yaitu :
a. Angular Unconformity : suatu ketidakselarasan dimana antara batuan diatas
dan dibawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut.
b. Disconformity :
dibawah

bidang

suatu ketidakselarasan dimana antara batuan diatas dan


ketidakselarasan,

posisinya

sejajar

terhadap

bidang

ketidakselarasan, tidak sejajar dengan bidang perlapisan.


c. Non Conformity : merupakan ketidakselarasan dimana perlapisan batuan
dibawah bidang ketidakselarasan terdiri dari batuan beku.
d. Para Conformity : suatu ketidakselarasan dimana urutan lapisan batuan diatas
dan dibawah bidang ketidakselarasan sejajar.
Pada hakekatnya bidang ketidakselarasan bukan merupakan bidang
perlapisan ataupun bidang kesamaan waktu, sehingga secara prinsipil tidak dapat
dikorelasikan. Akan tetapi bidang ketidakselarasan adalah bidang erosi dan
merupakan batas fisik antara dua kelompok sistem sedimentasi.

2.5. Peta Geologi


Adalah peta yang menggambarkan keadaan geologi suatu daerah. Peta
geologi sangat penting untuk dipelajari mengingat bahwa data geologi
mencangkup peta geologi.

45

2.5.1. Jenis-jenis Peta Geologi


Data geologi mencangkup geologi permukaan dan geologi bawah
permukaan. Data geologi permukaan merupakan peta geologi berupa peta
topografi dan peta geologi bawah permukaan meliputi peta kontur struktur, dan
peta isopach.

2.5.1.1. Peta Topografi


Hakekat dari interpretasi peta topografi adalah sebagai pelengkap ilmu
geologi dengan pelatihan teknik penafsiran geologi melalui peta topografi.
Pengertian peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk, penyebaran
dan ukuran dari roman muka bumi yang kurang lebih sesuai dengan daerah
sebenarnya.
Fungsi Peta Topografi
Secara khusus peta topografi digunakan untuk merekam segala data
geologi, misalnya :
-

penyebaran batuan

struktur geologi

morfologi suatu daerah dan sebagainya.


Selain itu juga untuk memudahkan rekonstruksi genesa (cara terjadinya)

konfigurasi aspek-aspek geologi diatas.

2.5.1.2. Peta Bawah Permukaan (Sub-Surface Mapping)


Pekerjaan terpenting dalam metode geologi adalah membuat peta isopach
dan peta kontur struktur berdasarkan distribusi ketebalan, kemiringan lapisan,
sifat-sifat fisika dan jenis fosil yang dikandungnya. Pada daerah-daerah yang
batuannya tersingkap pembuatan peta-peta tersebut akan lebih mudah dilakukan
daripada daerah yang batuannya tidak tersingkap seperti rawa-rawa , dibawah air,
untuk itu digunakan metode geofisika.
A. Peta Kontur Struktur
Merupakan suatu peta yang menggambarkan sebagian bentuk-bentuk
permukaan bumi yang bersifat alami dengan menggunakan garis-garis kontur.

46

Pengertian kontur adalah garis yang digambarkan dalam peta yang


menunjukkan titik-titik yang sama tingginya dari suatu bidang referensi tertentu.
Umumnya bidang yang dipakai adalah permukaan air laut. Dengan
demikian pada peta ini yang dapat dilihat hanya bentang alamnya saja. Sedangkan
bentuk-bentuk yang stuktural tidak digambarkan disini.
Bentang alam digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur dapat berupa
bentuk kubah morfologi, lembah yang telah mengalami erosi, cekungan, lereng
yang landai dan curam, bentuk massa, serta bentuk koimbinasi dari bentuk
diatasnya.
B. Peta Isopach
Peta isopach merupakan peta yang menggambarkan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik pada elevasi yang sama pada puncak lapisan.
Dengan demikian dikenal adanya istilah net sand isopach map, net oil
isopach map, dan net gas isopach map.
Jaringan peta isopach adalah peta yang menunjukkan garis-garis secara
sendiri-sendiri yang menghubungkan titik-titik pada ketebalan yang sama disebut
garis isopach. Ahli-ahli reservoir menggunakan peta ini untuk menentukan bulk
volume produktif dari reservoirnya, peta kontur digunakan untuk menyiapkan peta
isopach dimana terdapat data-data minyak-air, gas-air, atau gas-minyak (gas oil
contact) dan sebagainya. Garis kontaknya adalah nomor garis isopach, volumenya
didapat dari plannimeter (ilmu ukur datar) pada luas daerah antara garis-garis
isopach dari seluruh reservoirnya atau pada setiap unit yang dipertimbangkan.
Persoalan utama dalam suatu peta dari tipe ini adalah interpretasi sebenarnya dari
tebal bersih pasir dari logging (well log), dan melukiskan daerah produktif
lapangan seperti yang pada kontak antar fluida-fluidanya, fault (patahan), barrier
(penghalang), karena permeabilitas pada kontur subsurface.
1. Net Sand Isopach
Net sand isopach adalah peta yang menggambarkan garis-garis ketebalan
bersih dari lapisan produktif yang sama, dimana ketebalan bersih tersebut
merupakan ketebalan total dari lapisan produktif yang telah dikoreksi terhadap
lithologi cut-off. Lithologi cut-off dapat berupa lapisan-lapisan sisipan yang

47

berada diantara lapisan produktif dan lapisan-lapisan yang tidak produktif yang
menyebar di lapisan produktif.
Gambar 2.24. dan Gambar 2.25. memperlihatkan prosedur pembuatan net
sand isopach. Diawali dengan menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketebalan total lapisan produktif yang sama, kemudian ditentukan batas minyakair serta koreksi ketebalan. Dengan menghubungkan titik-titik ketebalan bersih
lapisan produktif serta mengikuti pola kontur batas-batas minyak air, akan
didapatkan net sand isopach.

Gambar 2.24.
Prosedur Awal Pembuatan Net Sand Isopach Map
(Warno Husodo, 1985)

Gambar 2.25.
Prosedur Akhir Pembuatan Net Sand Isopach Map.
(Warno Husodo, 1985)

48

2. Net Oil Isopach


Net oil isopach adalah peta yang menggambarkan garis-garis yang
mempunyai ketebalan bersih minyak dari lapisan produktif yang sama, dimana
peta tersebut dibuat berdasarkan data net sand isopach.
Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut : tentukan ketebalan bersih
lapisan produktifnya, tentukan ketebalan bersih minyak dari ketebalan lapisan
produktif tersebut, ketebalan bersih minyak dimulai dari garis batas minyak-air
(WOC)

dan

berakhir

pada

garis

batas

gas-minyak

(GOC).

Dengan

menghubungkan titik-titik ketebalan bersih minyak, didapatkan net oil isopach


map dimana kontur nol feet dimulai dari garis batas minyak-air (WOC).
3. Net Gas Isopach
Net gas isopach adalah peta yang menggambarkan garis-garis yang
mempunyai ketebalan bersih gas dari lapisan produktif yang sama, dimana peta
tersebut dibuat berdasarkan data net sand isopach.
Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut : tentukan ketebalan bersih
lapisan produktifnya, tentukan ketebalan bersih gas dari ketebalan lapisan
produktif tersebut, ketebalan bersih gas dimulai dari garis batas gas-air (GWC)
dan berakhir pada puncak ketebalan bersih lapisan produktifnya. Dengan
menghubungkan titik-titik ketebalan bersih gas, didapatkan net gas isopach map
dimana kontur nol feet dimulai dari garis batas gas-air (GWC).
C. Peta Isoporosity
Isoporosity map adalah peta yang menggambarkan garis-garis kesamaan
porositas, dimana pembuatannya mengikuti pola ketebalan lapisan produktifnya.
Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut : tentukan porositas masing
masing sumur yang ada, tentukan harga porositas dari lapisan produktifnya yang
tidak terdapat pada sumur-sumur produksi, yaitu dengan cara korelasi harga
porositas dari lapisan yang sama. Hubungan titik-titik dengan harga porositas
yang sama, maka isoporosity map didapatkan.

49

D. Peta Isopermeability
Merupakan peta yang konturnya menunjukkan tempat-tempat yang
memiliki harga permeabilitas yang sama. Pembuatan peta ini dilakukan dengan
memperhatikan harga permeabilitas dari masing-masing sumur.
E. Peta Isosaturation
Peta

ini

menghubungkan

garis-garis

kontur

yang

menunjukkan

tempat-tempat dengan harga saturasi yang sama. Pembuatan peta ini dengan
memperhatikan batas minyak-air dan saturasi air dari sumur-sumur yang ada.
Karena daerah dengan saturasi air yang besar terletak dekat dengan batas
minyak-air, maka pembuatan peta ini akan mengikuti pola batas minyak-air.

2.5.2. Manfaat Peta Geologi


Perhitungan cadangan distribusi cadangan suatu reservoir dapat dilakukan
setelah diketahui distribusi harga ketebalan lapisan, distribusi porositas dan
distribusi saturasi air. Data-data tersebut diperoleh dari hasil digitasi melalui
transparan overlay sistem grid terhadap peta-peta isopach, isoporosity, dan
isosaturasi air.
A. Perhitungan Distribusi Cadangan Minyak
Distribusi cadangan minyak dari suatu reservoir dapat diketahui atau
dibuat dengan menghitung besarnya cadangan minyak disetiap grid yang termasuk
dalam luasan reservoir. Untuk menghitung besarnya cadangan minyak disetiap
grid, dapat digunakan persamaan volumetric sebagai berikut:
Nt = 7758 x Aoi x hoi x oi x ( 1 Sw ) .... (2-3)
dimana :
Nt = oil in place pada grid ke i , bbl
Aoi = luas grid ke i, acre.
hoi = ketebalan zona minyak pada grid ke i, feet
oi= porositas pada grid ke i, fraksi
Sw = saturasi air pada grid ke i, fraksi

50

Setelah besarnya cadangan minyak disetiap grid dihitung, maka


harga-harga tersebut dicantumkan pada grid-grid yang bersangkutan, Dengan
demikian dapat dilihat distribusi cadangan minyak di seluruh reservoir tersebut.
Dengan diketahui distribusi cadangan minyak diseluruh reservoir, dapat
dibuat peta iso-oil yaitu peta yang garis konturnya menunjukkan tempat-tempat
yang mempunyai cadangan minyak sama.
Apabila besarnya cadangan minyak diseluruh grid dijumlahkan, maka
akan diperoleh besarnya cadangan minyak diseluruh reservoir. Jadi oil in place di
seluruh reservoir dapat dihitung dengan persamaan :
n
OIP = Nt ... (2-4)
n -1
n
= 7758 Aoi x hoi x oi x ( 1 Sw )... (2-5)
n-1
dimana :
OIP = Oil in place dari seluruh reservoir, bbl
n

= jumlah grid pada zona minyak

B. Perhitungan Distribusi Cadangan Gas


Distribusi cadangan gas dari suatu reservoir dapat diketahui atau dibuat
dengan menghitung besarnya cadangan gas disetiap grid yang termasuk dalam
luasan reservoir. Besarnya cadangan gas disetiap grid, dapat dihitung dengan cara:
Gi = 43560 x Agi x hgi x gi x ( 1 Sw ) ..(2-6)
dimana :
Gi = gas in place pada grid ke i , cuft
Agi = luas grid ke i, acre.
hgi = ketebalan zona gas pada grid ke i, feet
gi= porositas pada grid ke i, fraksi
Sw = saturasi air pada grid ke i, fraksi

51

Setelah besarnya cadangan gas disetiap grid dihitung, maka harga-harga


tersebut dicantumkan pada grid-grid yang bersangkutan, Dengan demikian dapat
dilihat distribusi cadangan gas di seluruh reservoir tersebut.
Dengan diketahui distribusi cadangan gas diseluruh reservoir tersebut,
dapat dibuat peta iso-gas merupakan yang peta garis-garis konturnya
menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai cadangan gas sama. Dengan peta
ini dapat diketahui jalur atau daerah gas.
Untuk mengetahui besarnya cadangan gas diseluruh reservoir, maka
cadangan gas dari semua grid dijumlahkan, jadi gas in place dapat dihitung
dengan persamaan :
n
GIP = Gi ....(2-7)
n -1
n
= 43560 Agi x hgi x gi x ( 1 Sw ). (2-8)
n-1
dimana :
GIP = Gas in place dari seluruh reservoir, bbl
n

= jumlah grid pada zona gas

52

Anda mungkin juga menyukai