Anda di halaman 1dari 105

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR
Reservoir adalah formasi batuan porous dan permeable dibawah
permukaan tanah yang dapat menyimpan minyak dan atau gas bumi. Cara
terdapatnya minyak bumi dibawah permukaan haruslah memenuhi 5 (lima) syarat
utama unsur pembentuk (petroleum system), yaitu :
1. Batuan induk, sebagai batuan yang menghasilkan

minyak atau gas bumi

apabila dalam kondisi fisika kimia telah matang dan potensinya ditentukan
berdasarkan TOC.
2. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas
bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang porous (beronggarongga ataupun berpori-pori) dan permeable (mudah meluluskan fluida).
3. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan yang non-permeable, terdapat
diatas suatu reservoir dan merupakan penghalang minyak dan gas bumi agar
tidak keluar dari reservoir, berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
4. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk
reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta
penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan dan menyebabkan
minyak dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir.
5. Adanya zona sesar, sebagai media migrasi minyak.
Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan
penyusunnya, fluida reservoir yang menempatinya dan kondisi reservoir itu
sendiri, yang satu sama lain akan saling berkaitan. Ketiga faktor itulah yang akan
kita bahas dalam mempelajari karakteristik reservoir.
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat dan shale atau kadang-kadang batuan vulkanik.

Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda,


demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen penyusun batuan serta macam
batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

S a n d s to n e
100 %
L im y
S a n d s to n e

S h a ly
S a n d s to n e

Sa n d y
L im e s to n e

L im e s to n e
100 %

Sa n d y
S h a le

S h a ly
L im e s to n e

L im y
S h a le

S h a le
100 %

Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)
Dari gambar di atas dapat dilihat komposisi atau komponen penyusun dari
suatu batuan.
2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir
Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui
mengingat macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat
dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.
Mineral merupakan zat-zat yang tersusun dari komposisi kimia tertentu yang
dinyatakan dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur
serta jumlahnya yang terdapat dalam mineral tersebut.

2.1.1.1. Batupasir

Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang


dimaksud batupasir disini adalah batuan detritus pada umumnya yang berkisar
dari lanau sampai konglomerat. Namun secara praktis hanyalah batupasir yang
dibahas. Batupasir merupakan reservoir yang paling penting dan paling banyak
dijumpai, 60 % dari pada semua batuan reservoir adalah batupasir.
Komposisi

mineral

dan

tekstur

menjadi

dasar

utama

dalam

mengklarifikasikan batupasir. Menurut Pettijohn, mineral utama penyusun


batupasir adalah quartz (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan rock fragment
(unstabil grain). Berdasarkan tekstur batuan, batupasir dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu : Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian
tersebut didasarkan pada jumlah kandungan mineral kwarsanya.
a.

Orthoquartzites
Orthoquartzite merupakan jenis batuan yang terbentuk dari proses

sedimentasi dengan tidak mengalami perubahan bentuk dan didapatkan terutama


dari mineral kuarsa (quartz). Mineral pengikatnya (semen) terutama adalah silika
dan orthoquartzite. Batuan ini juga merupakan jenis batuan sedimen yang relatif
lebih bersih yaitu bebas dari clay dan shale dengan komposisi kimia jenis ini
tersusun dari unsur silika yang tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur
penyusun lainnya, ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites


(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)
MIN.
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MgO
CaO
Na2O
K2 O
H2 O +
H2 O CO2
Total
A.
B.
C.
D.
E.

b.

A
95,32
....
2,85
0,05
....
0,04
T

B
99,45
....
....

0,30

....

1,44a)

....

....
100

....
....
....
....
....
16,10
....
2,01
99,88
99,91
100,2
100,3
99,51
99,52
99,6b)
101,1

0,30
T
0,13

Lorrain (Huronian)
St. Peter (Ordovician)
Mesnard (Preeambrian)
Tuscarora (Silurian)
Oriskany ( Devonian)

C
98,87
....
0,41
0,08
0,11
0,04
....
0,80
0,15

D
97,80
....
0,90
0,85
....
0,15
0,10

E
99,39
0,03
0,30
0,12
....
None
0,29

F
93,13
....
3,86
0,11
0,54
0,25
0,19

0,40

....

....

0,17

....

0,17

1,43a)

G
61,70
....
0,31
0,24
....
....
21,00
0,17
....

H
99,58
....
0,31
1,20
....
0,10
0,14
0,10
0,03

I
93,16
0,03
1,28

....

0,03a)

0,65

0,43
0,07
3,12
0,39

F. Berea (Mississippian)
G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
H. Sioux (Preeambrian)
I. Average of A H, inclusive.
a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.

Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur

mineral yang berbutir besar dan kasar, yaitu mineral kwarsa, clay, mika flake
{KAl2(OH)2AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan
beku, feldspar serta fragmen-fragmen batuan lainnya. Pemilahan (sortasi) butir
pada graywacke tidak bagus karena adanya matriks-matriks batuan. Hal ini juga
menyebabkan berkurangnya porositas batuannya. Material pengikatnya adalah
clay dan karbonat. Komposisi jenis kimia batupasir ini juga tersusun dari unsur
silika yang cukup tinggi, meskipun kadarnya lebih rendah dari orthoquartzite.

Tabel 2.2.
Komposisi Mineral Graywacke

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)

M I N E R AL
Quartz
Chert
Feldspar
Hornblende
Rock Fragments
Carbonate
Chloride-Sericite
T o t a l

45,6
1,1
16,7
....
6,7
4,6
25,0
99,7

46,0
7,0
20,0
....
. . . .a
2,0
22,5
97,5

24,6
....
32,1
....
23,0
....
20,0b
99,7

9,0
....
44,0
3,0
9,0
....
25,0
90,0

tr
....
29,9
10,5
13,4
....
46,2d
100,0

34,7
....
29,7
....
....
5,3
23,3
96,0

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).


B. Krynines average high-rank graywacke (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent limonitic subtance
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. Matrix

Graywacke banyak berasosiasi dengan turbidit ataupun diendapkan oleh


arus turbid. Di Indonesia graywacke masih belum ditemukan sebagai batuan
reservoir, akan tetapi di Amerika Serikat di cekungan Ventura dan cekungan Los
Angeles greywacke atau batu pasir turbit diketahui sebagai lapisan reservoir yang
cukup penting. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke terlihat pada
Tabel 2.2.
Komposisi graywacke tersusun dari unsur silica dengan kadar lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silica yang ada
bercampur dengan silikat (silicate). Secara terperinci komposisi kimia graywacke
dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3.
Komposisi Kimia Graywacke

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)


MINERAL

SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MnO
MgO
CaO
Na2O
P2 O3
SO3
CO2
H2 O +
H2 O
S

68,20
0,31
16,63
0,04
3,24
0,30
1,30
2,45
2,43
0,23
0,13
0,50
1,75
0,55
....

63,67
....
19,43
3,07
3,51
....
0,84
3,18
2,73
....
....
....
....

62,40
0,50
15,20
0,57
4,61
....
3,52
4,59
2,68
....
....
1,30
1,56
0,07
....

61,52
0,62
13,42
1,72
4,45
....
3,39
3,56
3,73
....
....
3,04
2,33
0,06
....

69,69
0,40
13,43
0,74
3,10
0,01
2,00
1,95
4,21
0,10
....
0,23
2,08
0,26
....

60,51
0,87
15,36
0,76
7,63
0,16
3,39
2,14
2,50
0,27
....
1,01
3,38
0,15
0,42

T o t a l

99,84

100,06

99,57

100,01

100,01

100,24

2,36

A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

c.

Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari mineral

quartz sebagai mineral yang dominan. Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran
dari butirannya tidak terlalu baik karena bersudut-sudut dan juga pemilahannya
tidak terlalu baik. Arkose biasanya didapatkan sebagai hasil pelapukan batuan
granit.
Komposisi mineral batuan arkose dapat ditunjukan pada Tabel 2.4. Arkose
mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquarzite, tetapi
kaya dengan alumina, lime, potash dan soda. Komposisi kimia arkose ditunjukkan
pada Tabel 2.5.

Tabel 2.4.
Komposisi Mineral Arkose

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)

M I N E R AL

D a)

E a)

F a)

Quartz

57

51

60

57

35

28

48

Microcline

24

30

34

Plaglioclase

11

....

35 b)

59 b)

64

43

Micas

....

....

....

....

Clay

....

....

....

....

Carbonate

c)

c)

c)

....

c)

Other

....

8 e)

4 e)

8 e)

c)

6 d)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A G, anclusive.
a)
. Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar; c). Present in amount under 1 %.
d)
. Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.

Tabel 2.5.
Komposisi Kimia Arkose

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)


MINERAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
T o t a l

69,94
....
13,15
0,70
T
3,09
3,30
5,43

82,14
....
9,75
1,23
....
....
0,19
0,15
0,50
5,27

73,32
....
11,31
3,54
0,72
T
0,24
1,53
2,34
6,16

80,89
0,40
7,57
2,90
1,30
....
0,04
0,04
0,63
4,75

76,37
0,41
10,63
2,12
1,22
0,25
0,23
1,30
1,84
4,99

1,01

0,64 a

0,30 a

1,11

0,83

....
....

0,12
0,19

75,57
0,42
11,38
0,82
1,63
0,05
0,72
1,69
2,45
3,35
1,06
0,05
0,30
0,51

....
0,92

....
....

0,21
0,54

99,1

100,18

100

100,2

99,63

100,9

2,48

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

2.1.1.2. Batuan Karbonat


Batuan karbonat secara umum terjadi karena adanya proses kimia yang
bekerja padanya, baik secara langsung maupun dengan perantaraan organisme.
Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone (batu
gamping), dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya.
a. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian besar
terbentuk dari kalsit, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%. Unsur
lainnya yang dianggap penting adalah MgO. Bila jumlah kandungan MgO
melebihi dari 1% atau 2% maka unsur tersebut menunjukkan adanya mineral
dolomite. Komposisi kimia limestone dapat dilihat pada tabel 2.6. dibawah ini.
Tabel 2.6.
Komposisi Kimia Limestone

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)


MINERAL

Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Li2 O
Organic

5,19
0,06
0,81

7,41
0,14
1,55
0,70
1,20
0,15
2,70
45,44
0,15
0,25
0,38
0,30
0,16
39,27
0,25
....
0,29

2,55
0,02
0,23
0,02
0,28
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
....
0,40

1,15
....
0,45
....
0,26
....
0,56
53,80

0,09
....

0,05
7,90
42,61
0,05
0,33
0,56
0,21
0,04
41,58
0,09
T
....

0,70
....
0,68
0,08
....
....
0,59
54,54
0,16
None
....
....
....
42,90
0,25
....
T

0,69
0,23
....
42,69
....
....
....

....
43,11
....
....
0,17

T o t a l

100,09

99,96

100,16

100,04

99,9

100,1

0,54

0,07

0,11
....
0,35
55,37
....
0,04
0,32

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. Indiana Limestone (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

b. Dolomite
Dolomite merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan unsur
karbonate lebih dari 50% (Pettijohn, 1958) dengan adanya proses dolomitisasi
yang bekerja. Batuan dengan unsur kalsit yang lebih besar dari dolomite disebut
dolomitic limestone, sebaliknya bila unsur dolomite lebih besar disebut
limycalcitic. Tabel 2.7. menunjukan komposisi kimia batuan dolomite pada
dasarnya hampir sama dengan komposisi kimia batuan limestone, kecuali unsur
MgO-nya merupakan unsur penyusun yang penting dan jumlahnya cukup besar
dengan silika yang rendah.

Tabel 2.7.

Komposisi Kimia Dolomite


(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)
MINER
AL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Sr O
Organic
T o t a l

....
....
....
....
....
....
21,90
30,40
....
....
....
....
....
47,7
....
....
....

2,55
0,02
0,23
0,02
0,18
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
0,01
0,04

7,96
0,12
1,97
0,14
0,56
0,07
19,46
26,72
0,42
0,12
0,33
0,30
0,91
41,13
0,19
none
....

3,24
....
0,17
0,17
0,06
....
20,84
29,56
....
....
....
43,54
....
....
....

24,92
0,18
1,82
0,66
0,40
0,11
14,70
22,32
0,03
0,04
0,42
0,36
0,01
33,82
0,16
none
0,08

0,73
....
0,20
....
1,03
....
20,48
30,97
....
....
....
....
0,05
47,51
....
....
....

100

100,06

100,40

99,90

100,04

100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite.


B. Dolomitic Limestone
C. Niagaran Dolomite

2.1.1.3.

0,30

D. Knox Dolomite
E. Cherty-Dolomite
F. Randville Dolomite

Batuan Lempung
Komposisi dasar batu lempung adalah mineral clay. Batu lempung (shale)

biasanya tidak dianggap sebagai batuan reservoir karena porositas dan


permeabilitasnya kecil tetapi di beberapa tempat batu lempung dapat
menghasilkan minyak atau gas. Shale merupakan batuan yang berlaminasi dan
tubuh lapisannya tipis, berbutir halus, kandungan mineralnya adalah lempung dan
silt.
Pada umumnya unsur penyusun batuan shale terdiri dari kurang lebih 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potassium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion, seperti terlihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8.
Komposisi Kimia Shale

(Pettijohn, F. J, New York, 1958.)


MINERAL

Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S O3
Organic
Misc.

58,10
0,54
15,40
4,02
2,45
....
2,44
3,11
1,30
3,24

60,15
0,76
16,45
4,04
2,90
T
2,32
1,41
1,01
3,60
3,82
0,89
0,15
1,46
0,58
0,88 a
0,04 b

60,64
0,73
17,32
2,25
3,66
....
2,60
1,54
1,19
3,69
3,51
0,62
....
1,47
....
....
0,38 c

56,30
0,77
17,24
3,83
5,09
0,10
2,54
1,00
1,23
3,79
3,31
0,38
0,14
0,84
0,28
1,18 a
1,98 c

69,96
0,59
10,52

0,17
2,63
0,64
0,80 a
....

55,43
0,46
13,84
4,00
1,74
T
2,67
5,96
1,80
2,67
3,45
2,11
0,20
4,62
0,78
0,69 a
0,06 b

T o t a l

99,95

100,84

100,46

99,60

100,00

100,62

5,00

3,47
0,06
1,41
2,17
1,51
2,30
1,96
3,78
0,18
1,40
0,03
0,66
0,32

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .

2.1.2. Sifat-sifat Fisik Batuan Reservoir


Sifat fisik batuan reservoir merupakan sifat penting batuan reservoir dan
berhubungan dengan fluida reservoir yang mengisinya dalam kondisi statis
maupun kondisi dinamis (jika ada aliran). Sifat fisik batuan reservoir yang
dibicarakan dalam bab ini meliputi : porositas, permeabilitas, saturasi,
wettabilitas, tekanan kapiler dan kompressibilitas batuan.
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

Vb Vs Vp

................................................................................... (2-1)
Vb
Vb

Keterangan :

Vb

= volume batuan total (bulk volume).

Vs

= volume padatan batuan total (volume grain).

Vp

= volume ruang pori-pori batuan.

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

volume pori total


100%
bulk volume

(2-2)

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.

volume pori yang berhubunga n


100%
bulk volume

................................. (2-3)

Gambar 2.2. menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non


efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.

C o n n e c te d o r
E ff e c t i v e
P o ro s ity
To t a l
P o ro s ity
Is o la te d o r
N o n - E ff e c t i v e
P o ro s ity

Gambar 2.2.
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L.;NewYork;1960)
Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang


bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah
proses pengendapan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) di transformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3 CaMg(CO3)2 + CaCl2
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
(Gambar 2.3.) menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus mempunyai
porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral, kompaksi, sementasi dan
lingkungan pengendapannya.

90
90

90

a . C u b ic (p o ro s ity = 4 7 , 6 % )

90

90

90

b . R h o m b o h e d ra l (p o ro s ity = 2 5 , 9 6 % )

Gambar 2.3.
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan

(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L.;NewYork;1960)


2.1.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas batuan merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan
suatu batuan porous untuk mengalirkan fluida tanpa merusak komponen batuan
itu sendiri. Permeabilitas merupakan tingkat hubungan ruang antar pori dalam
batuan. Henry Darcy (1856) mengungkapkan bahwa kecepatan alir fluida
melewati suatu media yang porous berbanding lurus dengan penurunan tekanan
per unit panjang dan berbanding terbalik terhadap viskositas fluida yang mengalir.
Persamaan permeabilitas tersebut dapat dilihat dalam Persamaan (2-4).
V

k dP
.............................................................................................(2-4)
dL

Keterangan :
V

= Kecepatan aliran, cm/sec.

= Viskositas fluida yang mengalir, cp.

= Permeabilitas, darcy.

dP/dL = Penurunan tekanan per unit panjang, atm/cm.


Tanda negatif dalam Persamaan (2-4) menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-4)
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state).
2. Fluida yang mengalir satu fasa.
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan.
4. Kondisi aliran isothermal.
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir


melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak
atau gas saja. Saturasi fluidanya adalah 100%.

Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang


mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.

Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif


dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang

dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100%
dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan panjanggnya
L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya
maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar.
Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan
akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L.;NewYork;1960)
k

Q. .L
..................................................................................(2-5)
A.( P1 P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

k ( darcy )

Q (cm 3 / sec). (centipoise).L(cm)


A( sq.cm).( P1 P2 )(atm)

...................................(2-

6)
Berdasarkan persamaan (2-6), maka dapat didefinisikan 1 Darcy adalah
dimana fluida dengan kekentalan (viskositas) sebesar 1 centipoise mengalir
dengan laju sebesar 1 cm3/detik melalui sebuah penampang sebesar 1 cm2 dengan
gradien tekanan sebesar 1 atm per cm. Dari persamaan (2-5) dapat
dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masingmasing untuk fluida yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai K o, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :
k ro

ko
,
k

k rg

kg
k

k rw

kw
k

(keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)


Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :
ko

Qo . o .L
................................................................................(2-7)
A.( P1 P2 )

kw

Q w . w .L
...............................................................................(2-8)
A.( P1 P2 )

dimana :
o

= viskositas minyak.

= viskositas air.

Harga-harga k o dan kw pada Persamaan 2-7 dan Persamaan 2-8 jika diplot
terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.5., yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So = 1 akan


sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya (titik A dan B)

Gambar 2.5.
Kurva Permeabilitas Relative untuk Sistem Minyak dan Air
(Ahmed, T, Houston, Texas, 2000)
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relative untuk
sistem minyak dan air, yaitu :
1.

Turunnya ko dengan cepat sebagai akibat naiknya Sw,


menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran minyak
dalam batuan tersebut, demikian pula sebaliknya.

2.

ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat


saturasi minyak dalam batuan (titik C), dengan kata lain di bawah saturasi
minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi
minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga
untuk air yaitu Swr (titik D).

3.

Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali


pada titik A dan B, sehingga :
ko kw 1

....................................................................................(2-9)

2.1.2.3. Saturasi
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume poripori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas
yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi
untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan berikut :

Saturasi minyak (So) adalah :


So

(2-10)

Saturasi air (Sw) adalah :


Sw

volume pori pori yang diisi oleh min yak


volume pori pori total

volume pori pori yang diisi oleh air


volume pori pori total

.. (2-11)

Saturasi gas (Sg) adalah :


Sg

volume pori pori yang diisi oleh gas


volume pori pori total

. (2-12)

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + So + Sw = 1 ................................................................................. (2-13)
Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :
So + Sw = 1

... (2-14)

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari saturasi


fluida antara lain adalah :

Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah, demikian juga
untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.

Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika


minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh
air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan
minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.

Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang poriporinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon
adalah :
So V + Sg V = (1 Sw ) V ............................................... (2-15)

2.1.2.4. Derajat Kebasahan (Wetabilitas)


Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi
oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible).
Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-menarik
antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor dari
tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas)
yang ada diantara matrik batuan.

wo

so

cos

so sw
wo

sw

O il

W a te r

S o lid

Gambar 2.6.
Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Gambar 2.6. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan


benda padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida
yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0 o - 180o, yaitu

antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (AT) dapat dinyatakan
dengan persamaan :
AT = so - sw = wo. cos wo, ..... (2-16)
Keterangan :
so

= tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm.

sw

= tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm.

wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm.


wo

= sudut kontak air-minyak.

Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatip ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.7. dan Gambar 2.8.
menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama dengan
hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.

= 30o

Is o - O c ta n e

= 83o

= 158

Is o - O c ta n e +
Is o - Q u i n o lin e
5 , 7 % Is o - Q u in o l in e

= 35o

N a p h th e n ic
A c id

Gambar 2.7.
Sudut Kontak Antara Permukaan Air
dengan Hidrokarbon pada Permukaan Silika
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

= 30

Is o - O c t a n e

= 48

= 54

Is o - O c t a n e +
Is o - Q u i n o li n e
5 , 7 % Is o - Q u i n o l in e

Gambar 2.8.

= 106

N a p h t h e n ic
A c id

Sudut Kontak Antara Permukaan Air


dengan Hidrokarbon pada Permukaan Kalsit
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak
cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang
demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan
oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan
minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.9. yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

a . O il W e t

b . W a te r W e t

P o r e s p a c e o c c u p ie d b y H O
R o c k m a trix
P o r e s p a c e o c c u p ie d b y O i l

Gambar 2.9.
Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.1.2.5. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada


antara permukaan dua fluida yang tidak saling campur dimana keduanya dalam
keadaan statis di dalam sistem kapiler. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah
perbedaan tekanan antara fluida non-wetting fasa (Pnw) dengan fluida wetting
fasa (Pw). Berdasarkan Gambar 2.10. sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas. Gaya-gaya yang bekerja pada sistem
tersebut adalah :
1.

Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT,


dimana r adalah jari-jari pipa kapiler.

2.

Sedangkan besarnya gaya dorong ke


bawah adalah r2hg( w- o).

Di reservoir biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan
minyak dan gas sebagai non-wetting fasa atau tidak membasahi, maka:
Pc Po Pw ...........................................................................................

(2-17)
Perbedaan tekanan permukaan antara minyak dengan air berhubungan dengan
perbedaan densitas dan ketinggian dari kenaikan air.
Pc = (w o) g h
Dimana:
w

= densitas air, gr/cm3.

= densitas minyak, gr/cm3 .

= spesifik gravity, w o, dyne/cm.

= ketinggian kenaikan air pada pipa kapiler, cm.

Gambar 2.10.
Hubungan Tekanan dalam Pipa Kapiler
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya keatas akan sama dengan
gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara matematis dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2 r AT = r2 g h
dan,

Pc = g h , AT = cos

maka:
Pc

2 cos
g h .....................................................................(2r

18)
dimana:
Pc

= tekanan kapiler, dyne/cm2.

= tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm.

cos = sudut kontak permukaan

antara dua fluida , dyne/cm.

= jari-jari lengkung pori-pori, cm.

= perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3.

= percepatan gravitasi, cm/dt2.

= tinggi kolom, cm.


Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh penting dalam reservoir yaitu

mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir dan mekanisme pendorong minyak


dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui ruang pori-pori reservoir sampai
mencapai batuan yang impermeable. Seperti pada Gambar 2.11. dapat dilihat
bahwa tekanan kapiler berhubungan dengan ketinggian di atas permukaan air
bebas (oil-water contact), sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan dalam
plot antara h vs Sw , Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan
mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.

Gambar 2.11.
Kurva Tekanan Kapiler vs Sw
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.1.2.6. Kompresibilitas Batuan


Pada formasi batuan, pada kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang
bekerja yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila
tekanan reservoar berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan
gaya ini terganggu.

Menurut Geerstma (1957), terdapat 3 (tiga) konsep kompressibilitas


batuan, antara lain :

Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material


padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.

Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan


terhadap satuan perubahan tekanan.

Kompesibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori


batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang uniform apabila

mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya. Perubahan bentuk


volume bulk batuan dinyatakan sebagai kompresibilitas Cr atau :
Cr

1 dVr
.
................................................................................... (2-19)
Vr dP

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :
Cp

dVp
1
.
.................................................................................. (2-20)
Vp
dP *

Keterangan:
Vr

= Volume padatan batuan.

Vp

= Volume pori-pori batuan.

= Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan.

P*

= Tekanan luar (overburden).

Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor


yang terpisah. Kompresibilitas total terbentuk dari pengembangan butir-butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompresibilitas efektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas. Dimana kompresibilitas turun
dengan naiknya porositas.
2.2. Karakteristik Fluida Reservoir

Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air (air formasi).
Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat.
Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan
endapan minyak.
2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dapat
berupa gas, cair atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus serta
tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Endapan hidrokarbon yang
berbentuk cair dikenal sebagai minyak bumi, sedangkan yang berbentuk gas
dikenal sebagai gas bumi.
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri homolog ini
mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat diketahui dari hubungan
dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah diketahui. Sedangkan
pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada jumlah atom
karbon pada struktur kimianya.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi, yang
berdasarkan jenis rantai ikatannya dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan
asiklik (parafin) dan golongan siklik.
1. Golongan Asiklik (Parafin)
Golongan asiklik atau alifat disebut juga alkan atau parafin ini mempunyai
rantai ikatan antar atom yang terbuka. Golongan ini terdiri dari hidrokarbon jenuh
dan hidrokarbon tak jenuh.
a). Hidrokarbon Jenuh

Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon
dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran ana (Inggris : ane). Tabel
2.9. menunjukkan contoh nama-nama anggota alkana sesuai dengan jumlah atom
karbonnya.
Tabel 2.9.
Sifat-sifat Fisik n-Alkana
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)
n

Name

Boiling Point Melting Point


o
o
F
F

Specific Gravity
60o/60 oF

1
2

Methane
Ethane

-258,7
-127,5

-296,6
-297,9

---

Propane

-43,7

-305,8

0,508

Butane

31,1

-217,0

0,584

Pentane

96,9

-201,5

0,631

Hexane

155,7

-139,6

0,664

Heptane

209,2

-131,1

0,688

Octane

258,2

-70,2

0,707

Nonane

303,4

-64,3

0,722

10

Decane

345,5

-21,4

0,734

11

Undecane

384,6

-15

0,740

12

Dodecane

421,3

14

0,749

15 Pentadecane

519,1

50

0,769

20

Eicosane

648,9

99

--

30

Triacontane

835,5

151

--

Pada tekanan dan temperatur normal (60 oF, 14,7 psia) empat alkana yang
pertama (C1 sampai C4) berbentuk gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih
(boiling point) karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana
(C5H12) sampai hepta dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang
mengandung 18 atom karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana
dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan
dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik
yang kurang beraturan.
Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan didalam gaya antar
molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan
titik didih diantara isomer-isomer alkana.
b). Hidrokarbon Tak Jenuh
Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh
karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap
dua yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon
tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene). Secara garis
besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana, sebagai bahan
perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)

Name
Ethylene
Propylene
1-butene
1-pentene

Formula
CH2 =CH2
CH2=CHCH3
CH2=CH CH2CH3
CH2=CH(CH2)2CH3

Boiling Point,
o
F

Melting Point,
o
F

-154,6
-53,9
20,7
86

-272.5
-301,4
-301,6
-265,4

Specific
Gravity,
60o/60 oF

0,601
0,646

1-hexene
1-heptene
1-octene
1-nonene
1-decene

CH2=CH(CH2)3CH3
CH2=CH(CH2)4CH3
CH2=CH(CH2)5CH3
CH2=CH(CH2)6CH3
CH2=CH(CH2)7CH3

146
199
252
295
340

-216
-182
-155

0,675
0,698
0,716
0,731
0,743

Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga peningkatan


titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya
mendekati 20-30 oC untuk setiap penambahan atom karbon. Secara kimiawi,
karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih reaktif bila
dibandingkan dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang dijelaskan di atas adalah yang hanya
mempunyai satu ikatan rangkap dua yang lebih dikenal dengan deretan olefin. Ada
juga hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai dua ikatan rangkap dua yang disebut
deretan diolefin.
Rumus umum seri diolefin adalah CnH2n-2, sedangkan penamaannya
menggunakan akhiran adiena, sebagai contoh adalah sebagai berikut :
CH2 = C = CH - CH3

CH2 = CH - CH = CH2

1,2 - Butadiena

1,3 - Butadiena

Derajat ketidakjenuhan dari seri diolefin lebih tinggi daripada seri olefin.
Secara kimiawi senyawa diolefin reaktif seperti olefin dan secara fisik mempunyai
sifat yang hampir sama dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh juga ada yang mempunyai ikatan rangkap
tiga, yang sering disebut sebagai seri asetilen. Rumus umumnya adalah C nH2n-2,
dimana terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang
berdekatan. Pemberian nama sama dengan deret alkena dengan memberikan
akhiran una. Sifat deret asetilen hampir sama dengan alkena, sedangkan sifat
kimianya hampir sama dengan alkena dimana keduanya lebih reaktif dari alkana.
2. Golongan Siklik
Golongan ini mempunyai rantai tertutup (susunan cincin). Golongan ini
terdiri dari naftalena dan aromatik. Golongan siklik dibagi menjadi dua golongan,
yaitu golongan naftena dan golongan aromatik.

a). Golongan Naftalena


Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan
atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh
tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini
adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftalena, sikloparafin atau
hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada (Tabel 2.11). Apabila dalam keadaan tidak
mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftalena atau sikloparafin ini adalah
CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat fisik keduanya
jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.
Tabel 2.11.
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftalena Aromat yang Polisiklis
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)
Name

Boiling
Point,
o
F

Melting Point,
o
F

Cyclopropane
Cyclobutane
Cyclopentane
Cyclohexane
Cycloheptane
Cyclooctane
Metylcyclopentane
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane
Methylcyclohexane
Cyclopentene
1, 3-cyclopentadiene
Cyclohexene
1,3-cyclohexadiene
1,4-cyclohexadiene

-27
55
121
177
244
300
161
210
198
214
115
108
181
177
189

-127
-112
-137
44
10
57
-224
-80
-184
-196
-135
-121
-155
-144
-56

Spesific
Grafity
60o/60 oF

Contoh dari senyawa hidrokarbon golongan naftalena adalah :

0,750
0,783
0,810
0,830
0,754
0,772
0,750
0,774
0,774
0,798
0,810
0,840
0,847

Gambar 2.12.
Contoh Seri Homolog Naftalena
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)
b). Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling, sebagai
berikut :

Gambar 2.13.
Contoh Seri Homolog Naftalena
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan benzena tidak
menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan olefin.
Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah
yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standar, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi
Air formasi mempumyai komposisi kimia yang berbada-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia air formasi
perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya. Dibandingkan
dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang lebih
tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini
menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan
terjadinya plugging (penyumbatan) pada formasi dan korosi pada peralatan
dibawah dan diatas permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi dan alumunium serta
bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk. Sedangkan komposisi
ion-ion penyusun air formasi seperti terlihat pada Tabel 2.12 terdiri dari kationkation Ca, Mg, Fe, Bad an anion-anion chloride, CO3, HCO3 dan SO4.
Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah
tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm)
sepertiyang ditunjukkan pada Tabel 2.12. Kation-kation air formasi antara lain
adalah : Calcium (Ca2+), Magnesium (Mg2+), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+) dan
Barrium (Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah
Chloride (Cl-), Carbonate (CO3) dan Bicarbonate (HCO3) serta Sulfat (SO4).
Tabel 2.12.
Komposisi Kimia Air Formasi
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)

Compoition Ion

Connate Water
From well # 23
Stover Faria,
McKean Country, Pa.
(Parts per million, ppm)

Sea Water
Parts per million

Ca++
Mg++
Na+
K+
SO4Cl
BrITotal

13,260
1,940
31,950
650
730
77,340
320
10
126,200

420
1,300
10,710
2,700
19,410
34,540

2.2.3. Sifat sifat Fisik Minyak


2.2.3.1. Densitas Minyak
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat massa suatu substansi
dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak (o) merupakan
perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft).
Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran densitas di permukaan
(laboratorium), dimana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi reservoir
sehingga akurasi pengukuran yang dihasilkan tidak tepat. Metode lain dalam
pengukuran densitas adalah dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada
komposisi minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah :
oSC

Xi

Xi

Mi

M i oSCi

.. (2-21)

Keterangan :
oSC

= densitas minyak (14,7 psia; 60 oF).

oSCi

= densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF).

Xi

= fraksi mol komponen minyak ke-i.

Mi

= berat mol komponen minyak ke-i.

Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific gravity minyak (o),


yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak terhadap densitas air,
yang secara matematis, dituliskan :

SG min yak

Bj min yak
Bj air

....................................................................(2-

22)
Hubungan antara SG minyak dengan API dinyatakan dengan :
API

141,5
131,5 .............................................................................
SG

(2-23)
Harga API untuk beberapa jenis minyak adalah :

Minyak ringan

: > 30 oAPI.

Minyak sedang

: 20 30 oAPI.

Minyak berat

: 10 20 oAPI.

2.2.3.2. Viskositas Minyak


Viskositas

minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak

terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran
tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise
(cp) atau gr/100 detik/1 cm. Viskositas merupakan perbandingan shear stress dan
shear rate. Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan
jumlah gas yang terlarut dalam minyak tersebut. Hubungan antara viskositas
minyak dengan tekanan ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14.
Hubungan Viskositas Minyak terhadap Tekanan
(Ahmed, T, Houston, Texas, 2000)
Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap tekanan ditunjukkan
pada Gambar 2.14. Dari gambar dapat dijelaskan bahwa :

Di atas tekanan buble point (Pb) kekentalan minyak akan turun terhadap
penurunan tekanan dari P1 ke Pb .

Di bawah tekanan buble point kekentalan minyak akan naik terhadap


penurunan tekanan, karena gas yang terlarut membebaskan diri dari
minyak.
Pada Gambar 2.15. diberikan viskositas pada 1 tekanan atm dan

temperatur resevoir sebagai fungsi gravity dari stock tank-barel, viskositas


minyak akan turun dengan naiknya temperatur dan viskositas minyak akan
berkurang dengan bertambahnya gas dalam larutan, sehingga dapat dibuat
korelasinya

Gambar 2.15.
Viscositas Minyak Reservoir pada
Tekanan 1 Atmosfir dan Temperatur Reservoir
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan persamaan :


F
y
x
A
v

..... (224)

Keterangan :

= viskositas, gr/(cm.sec).

= shear stress.

= luas bidang paralel terhadap aliran, cm2.

y / v

= gradient kecepatan, cm/(sec.cm).

2.2.3.3. Kelarutan Gas Dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya volume
gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan dan temperatur
reservoir, yang di permukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel,
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Faktor yang mempengaruhi Rs adalah :

Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .

Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.

Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

Gambar 2.16.
Rs sebagai Fungsi Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Apabila tekanan diturunkan, ternyata gas yang terlarut pada tekanan


tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya. Tekanan dimana gas mulai
keluar dari larutannya disebut dengan tekanan gelembung (bubble point pressure).
Kurva kelarutan konstan sebelum mencapai P b, gas terus keluar dari
larutannya dan mengakibatkan saturasi gas bertambah, sehingga kemampuan
mengalirnya minyak berkurang atau dengan kata lain permeabilitas efektif minyak
menurun.
2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume minyak
dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock tank barrel

minyak termasuk gas yang terlarut. Atau dengan kata lain sebagai perbandingan
antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan
volume minyak pada kondisi standard (14,7 psi, 60 F). Satuan yang digunakan
adalah bbl/stb.
Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan persamaan :
Bo = 0.972 + (0.000147 . F 1.175) (2-25)
g
1.25 T ... (2-26)
F R s .

Keterangan :
Rs

= kelarutan gas dalam minyak, scf/stb.

= specific gravity minyak, lb/cuft.

= specific gravity gas, lb/cuft.

= temperatur, oF.
Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan

oleh Gambar 2.17. Tekanan reservoir awal adalah Pi dan harga awal faktor
volume formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoir dibawah tekanan

F o r m a tio n - V o lu m e F a c to r, B o

buble point, maka gas akan keluar dan Bo akan turun

Bo b

Pb
0

R e s e r v o ir p re s s u re , p s ia
Gambar 2.17.
Ciri Alur Faktor Volume Formasi
terhadap Tekanan untuk Minyak

(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.17. diatas, yaitu :

1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas Pb, maka Bo akan naik
dengan berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume
sistem cairan bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan
minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu :
a. Differential Liberation.
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam
proses ini, penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian
fluida

meninggalkan

sistem.

Minyak

hanya

berada

dalam

kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu


dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses
ini berlangsung, maka komposisi total sistem akan berubah.
b. Flash Liberation
Merupakan proses pembabasan gas dimana tekanan dikurangi
dalam jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru
dibebaskan.
Harga Bo dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan
keadaan reservoir selama proses produksi berlangsung. Pada Gambar
2.18. terlihat bahwa harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil
daripada proses differential liberation.

800
600
D IF

400

FER

NT

S
GA
IA L

FL

L IB

S
GA
A SH

TI
ERA

L IB

ON

TI
ERA

ON

200
D I F F E R E N TIA L G A S L IB E R A TI O N

400

800

1200 1600

2000

2400

2800

1 ,6
1 ,4
1 ,2
1 ,0

S p e c i f ic G r a v it y o f
L ib e ra te d G a s (a ir = 1 , 0 )

1 ,8
O R IG IN A L R E S E R V O IR P R E S S U R E

G a s i n S o lu ti o n , o c u . f t/ B B L
( S T. o i l = 6 0 F )

1000

0 ,8
3200 3600

R e s e rv o ir P re s s u re , p s ia

Gambar 2.18.
Perbedaan Antara Flash Liberation dengan Differential Liberation
(Siregar, S, Dr.Ir, ITB, Bandung,1986)
2.2.3.5. Kompresibilitas Minyak
Kompresibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
Co

1 V

V P

.. (2-27)

Persamaan ini dapat dikembangkan dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :
P1

P1

1
V
P2

Co dP
P2

Co( P2 P1 ) ln

V2
V1

V2
e Co ( P 2 P1)
V1

Co

V2 V1
..................................................................................(2-28)
V1 ( P1 P2 )

Keterangan:
V1 = Volume pada tekanan P1

V2 = Volume pada tekanan P2


Persamaan 2-28 dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah
dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :

Co

B ob B oi
B oi Pi Pb

.... (2-29)

Keterangan :
Bob

= faktor volume formasi pada tekanan bubble point.

Boi

= faktor volume formasi pada tekanan reservoir.

Pi

= tekanan reservoir.

Pb

= tekanan bubble point.

2.2.4. Sifat sifat Fisik Air Formasi


2.2.4.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume , specific volume
dinyatakan dalam volume per satuan massa dan specific gravity, yaitu hubungan
antara densitas pengamatan dengan densitas pada kondisi awal atau pada tekanan
14.7 psia dan temperatur 60 F.
Beberapa besaran dan unit yang umum digunakan untuk menyatakan
densitas air formasi pada kondisi standar adalah sebagai berikut : 0.999010 gr/cc,
8.334 lb/gal, 62.34 lb/cuft, 350 lb/bbl (US) dan 0.01604 cuft/lb. Dari besaranbesaran satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
w =

1
0,01604
w
=
= 0,01604 w =
.(2-30)
62,34 v w
vw
62,34

Keterangan :
w

= specific gravity air formasi.

= density, lb/cuft.

vw

= specific volume, cuft/lb.

Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan dengan


densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :

wb
Vm
= w Bw ....................................................................................(2-31)
Vwb

Keterangan :
Vmb

= Specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft.

wb

= Density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft.

Bw

= Faktor volume formasi air, bbl/stb.

Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard)
dan faktor volume formasi ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi densitas
air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
2.2.4.2. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.19. yang merupakan
hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur, dengan
adanya kenaikan daripada viskositas air maka akan semakin rendah suhu dari air
formasi tersebut begitu juga sebaliknya. Kegunaan mengetahui perilaku
kekentalan air formasi pada kondisi reservoir terutama untuk mengontrol gerakan
air formasi di dalam reservoir.
W a t e r s a li n it y : 6 0 0 0 0 p p m

1 ,8

A b s o lu t V is c o s ity , c p

1 ,6

a t 1 4 , 7 p s ia

p re s s u re

a t 1 4 , 2 p s ia

p re s s u re

a t 7 1 0 0 p s ia p re s s u re
a t v a p o u r p re s s u re

1 ,4
1 ,2
1 ,0
0 ,8
0 ,6
0 ,4
0 ,2
0

50

100

150

200

Te m p e r a t u r,

250
o

300

350

Gambar 2.19.
Viscositas Air Formasi sebagai Fungsi Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.2.4.3. Kelarutan Gas dalam Air Formasi


Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Sifat kelarutan
air formasi (dalam gas) akan berpengaruh pada penanganan, pemprosesan, dan
pengangkutan gas alam. Kelarutan gas dalam air formasi tergantung pada tekanan,
temperatur, dan komposisi air formasi dan gas itu sendiri
Dari hasil penelitian, seperti terlihat pada Gambar 2.20. disimpulkan
beberapa pernyataan yang bersifat umum tentang kelarutan gas dalam air dan air
asin adalah sebagai berikut :
1.

Kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil jika dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak pada kondisi tekanan dan temperatur yang
sama.

2.

Pada temperatur yang tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik
dengan naiknya tekanan.

3.

Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan naiknya
berat jenis gas.

4.

Kelarutan gas alam dalam air asin akan berkurang dengan


bertambahnya kadar garam.

Gambar 2.20.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi
sebagai Fungsi Temperatur dan Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.2.4.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoar ke kondisi permukaan. Faktor volume air formasi
ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan,
pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya
suhu. Gambar 2.21. menunjukkan hubungan faktor volume formasi air dengan
tekanan.
Faktor volume formasi air formasi bisa ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Bw 1 Vwp 1 Vwt

.......(2-32)

Keterangan :
Bw

= faktor volume air formasi.

Vwt

= penurunan volume sebagai akibat penurunan temperatur, F .

= penurunan volume selama penurunan tekanan, psi .

W a t e r F o r m a t io n V o l u m e F a c t o r, b b l/ b b l

Vwp

1 ,0 7
1 ,0 6
1 ,0 5

250 F

1 ,0 4
1 ,0 3

2 0 0 oF

1 ,0 2
1 ,0 1

1 5 0 oF

1 ,0 0

1 0 0 oF

0 ,9 9
0 ,9 8

p u re w a te r
p u re w a te r a n d n a tu ra l g a s
0

1000

2000

3000

4000

5000

P re s s u re , p s ia
Gambar 2.21.
Faktor Volume Air Formasi
sebagai fungsi dari Tekanan dan Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Hubungan faktor volume air formasi dengan tekanan dan temperatur


ditunjukkan dengan Tabel 2.13 dan Tabel 2.14.
Tabel 2.13.
Faktor Volume Air Formasi Dengan Kandungan Gas
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)
Tekanan
Saturasi,
psia
1000
2000
3000
4000
5000

Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)


100

150

200

250

1,0045
1,0031
1,0017
1,0003
0,9989

1,0183
1,0168
1,0154
1,0140
1,0126

1,0361
1,0345
1,0330
1,0316
1,0301

1,0584
1,0568
1,0552
1,0537
1,0522

Tabel 2.14.
Faktor Volume Air Formasi Tanpa Kandungan Gas
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)
Tekanan
Saturasi,
psia
1000
2000
3000
4000
5000
6000

Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)


100

150

200

250

1,0025
0,9995
0,9966
0,9938
0,9910
0,9884

1,0153
1,0125
1,0095
1,0067
1,0039
1,0031

1,0335
1,0304
1,0271
1,0240
1,0210
1,0178

1,0560
1,0523
1,0487
1,0452
1,0418
1,0402

2.2.4.5. Kompresibilitas Air Formasi


Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya
kompresibilitas air murni (Cpw) tergantung pada tekanan, temperatur dan kadar gas
terlarut dalam air murni, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.22.

W a te r C o m p r e s s ib ility ,
C w x 1 0 6 , b b l/ b b l. p s i

3 ,6

3 ,2

s ia
1000 p
2000

3000
4000
5000
6000

2 ,8

2 ,4

60

100

C wp
140

180

Te m p e r a tu r e , F

1 V

V P

220

Gambar 2.22.
Harga Kompresibilitas Air Murni
Berdasarkan Temperatur dan Tekanan

T
260

(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

Secara matematik, besarnya kompresibilitas air murni dapat ditulis sebagai


berikut :
1 V

V P T

C wp

...........................................................................(2-33)

Keterangan:
Cwp

= kompresibilitas air murni, psi 1.

= volume air murni, bbl.

V; P

= perubahan volume (bbl) dan tekanan (psi) air murni.

Sedangkan pada air formasi yang mengandung gas, hasil perhitungan


harga kompresibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan adanya pengaruh gas
yang terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap harga kompresibilitas air dapat
dilakukan dengan menggunakan Gambar 2.23.

S o lu tio n C o m p re s s ib lity
W a te r C o m p re s s ib ility

1 ,3

1 ,2

1 ,1

1 ,0

10

15

20

G a s - W a t e r R a t io , c u . f t/ b b l

25

Gambar 2.23.
Koreksi Harga Kompresibilitas Air Formasi
terhadap Kandungan Gas Terlarut
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.3. Kondisi Reservoir


Kondisi reservoir secara tidak langsung telah sedikit disinggung pada saat
penjelasan mengenai sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir. Yang dimaksud
dengan kondisi reservoir meliputi tekanan reservoir dan temperatur reservoir,
yang ternyata sangat berpengaruh terhadap sifat fisik batuan maupun fluida

reservoir. Kondisi reservoir berhubungan dengan kedalamaan reservoir. Sehingga


untuk reservoir yang berbeda, kondisinya juga akan berbeda tergantung
kedalamannya,

pada

umumnya

bersifat

linier

walaupun

sering

terjadi

penyimpangan.
2.3.1. Tekanan Reservoir
Derajat kebasahan yang terjadi di dalam pori-pori batuan serta fluida yang
dikandungnya disebut tekanan formasi atau tekanan reservoir. Dapat diartikan
juga sebagai tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung didalamnya. Dengan adanya tekanan reservoir yang disebabkan oleh
gradien kedalaman tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya aliran fluida di
dalam formasi ke dalam lubang sumur yang mempunyai tekanan relatif rendah.
Besarnya tekanan reservoir ini akan berkurang dengan adanya kegiatan produksi.
Tekanan reservoir pada prinsipnya berasal dari:
1. Pendesakan oleh ekspansi gas (tudung gas) pada gas cap drive reservoir,
tenaga ini disebut dengan body force. Adanya pengaruh gravitasi karena
adanya perbedaan densitas antara minyak dan gas, maka gas dapat terpisah
dengan minyak sedangkan gas yang terpisah dengan minyak ini akan
berakumulasi pada tudung reservoir dan karena pengembangan ini maka
gas akan mendorong minyak kedalam sumur produksi
2. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan adanya beban formasi
diatasnya (overburden).
3. Pengembangan gas berupa gas bebas pada reservoir solution gas drive
dimana perbedaannya dengan reservoir gas cap drive dimana gas yang
terjadi tidak terperangkap tetapi merata sepanjang pori - pori reservoir.
4. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat kebasahan batuan.
Ada dua hal yang berlawanan yang perlu diperhatikan, yaitu pada suatu
interval tertentu tekanan akan naik hingga stabil, tetapi dengan bertambahnya
waktu maka tekanan akan turun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya
gangguan atau karena pengaruh interferensi sumur disekitarnya yang sedang
berproduksi, sehingga tekanan tersebut tidak stabil. Dengan alasan tersebut maka

tekanan dasar sumur biasanya diukur dalam interval waktu tertentu, kemudian
tekanan yang didapat dari hasil pengukuran diplot dan diekstrapolasikan untuk
mendapatkan tekanan static dari sumur tersebut.
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu tes yang harus
dilakukan adalah tes untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
formasi, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradien tekanan
formasi. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
fonnasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
ditemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.
2.3.1.1. Tekanan Hidrostatis
Tekanan Hidrostatis adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap
benda dipermukaan bumi yang merupakan besarnya gaya yang bekerja tiap satu
satuan luas. Tekanan Hidrostatis juga merupakan suatu tekanan yang timbul akibat
adanya fluida yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh ekspansi gas, dan
desakan oleh gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan
selama proses produksi berlangsung.
Secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut :
Ph

F
................................................................................................. (2-34)
A

Ph 0.052 D

..................................................................................... (2-35)

Keterangan :
Ph

= tekanan, psi.

= gaya bekerja pada daerah satuan luas yang bersangkutan, lb.

= luas pennukaan yang menerima gaya, inch2.

= densitas fluida rata-rata, lb/gallon.

= tinggi kolam fluida, ft.

Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida


diatasnya, secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut :
P = yxh ............................................................................................... (2-36)
Keterangan :
y

= tekanan hidrostatis.

= kedalaman.

2.3.1.2. Tekanan Overburden


Tekanan overburden adalah tekanan yang dialami oleh formasi akibat berat
batuan diatasnya. Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya
tekanan overburden adalah :
P0 = G0 x D ......................................................................................... (2-37)
Gmb Gfl
D1 ma fl .............................................. (2-38)
A

P0 =

Keterangan :
Po

= Tekanan overburden, psi.

Go

= Gradien tekanan overburden, psi/ft (umumnya sebesar 1 psi/ft).

= Kedalaman vertikal formasi, ft.

Gmb

= Berat matriks batuan formasi, lb.

Gfl

= Berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb.

= Luas lapisan, in2 .

= Porositas, fraksi.

ma

= Densitas matriks batuan, lb/cuft.

fl

= Densitas fluida, lb/cuft.

Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap


sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata 2,3
dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah 0,433 psi/ft
maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433 psi/ft = 1 psi/ft.
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,
yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet kedalaman

disebut gradien tekanan. Data-data tekanan reservoir, umumnya digunakan dalam


hal-hal sebagai berikut :
1. Menentukan karakteristik reservoir, terutama yang menyangkut hubungan
antara jumlah produksi dengan penurunan tekanan reservoir.
2. Bila digabungkan dengan data produksi, sifat-sifat fisik batuan dan fluida
reservoir, akan bermanfaat dalam penaksiran gas atau oil in place dan
recovery untuk berbagai jenis mekanisme pendorongan.
3. Memperkirakan hubungan antar sumur-sumur yang letaknya berdekatan
dan bagaimana sistemnya.
Suatu contoh kurva gradient tekanan terhadap kedalaman suatu lapangan
minyak dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24.
Kurva Gradien Tekanan terhadap Kedalaman
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.3.1.3. Tekanan Rekah


Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatis maksimum yang dapat ditahan
oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi tersebut. Besarnya
gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh tekanan overburden, tekanan formasi, dan
kondisi kekuatan batuan. Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika
meneliti kekuatan dasar casing.

Selain hasil log gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan memakai
prinsip leak off test yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit sedemikian rupa
sampai terlihat tanda-tanda formasi akan pecah, dengan ditunjukkan kenaikan
tekanan terus-menerus dan tiba-tiba menurun drastis.
Penentuan tekanan rekah dapat digunakan perhitungan diantaranya :
Pf
1 Pob 2 P

D
3 D
D

........................................................................... (2-39)

Keterangan :
Pf

= tekanan rekah, psi.

Pob

= tekanan overburden, psi.

= tekanan formasi, psi.

= kedalaman, ft.
Bila dianggap gradien tekana overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft maka

Persamaan (2-39) akan menjadi :


Pf
1
2P
1

D
3
D

.................................................................................. (2-40)

2.3.1.4. Tekanan Normal


Tekanan formasi normal adalah suatu tekanan formasi dimana tekanan
hidrostatis fluida formasi dalam keadaan normal sama dengan tekanan kolom
cairan yang ada dalam dasar formasi sampai permukaan. Bila isi dari kolom yang
terisi berbeda cairannya maka besarnya tekanan hidrostatis akan berbeda.
Gradien tekanan berhubungan dengan lingkungan pengendapan geologi.
Karena pada umumnya sedimen diendapakan pada lingkungan air garam, maka
banyak tempat di dunia ini mempunyai gradien tekanan antara 0,433 psi/ft sampai
0,465 psi/ft. Jadi formasi yang mempunyai gradien tekanan formasi antara 0,433
psi/ft samapi 0,465 psi/ft merupakan tekanan normal.
2.3.1.5. Tekanan Subnormal
Tekanan formasi subnormal adalah formasi yang mempunyai gradien
tekanan dibawah 0,433 psi/ft. Tekanan subnormal diakibatkan adanya rekahanrekahan batuan, atau adanya gaya diatrophisma (penekanan batuan dan isinya oleh

gaya pada kerak bumi). Mekanisme terjadinya tekanan subnormal dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Thermal Expansion
Karena batuan sedimen dan fluida dalam pori dipengaruhi oleh adanya
temperatur, jika fluida mengalami pengembangan maka densitas akan berkurang
dan juga tekanan akan berkurang.
b. Formation Foreshortening (Pengkerutan Formasi)
Selama kompresi akan ada beberapa lapisan yang melengkung perlapisan
teratas melengkung keatas sementara perlapisan terbawah melengkung kebawah
sedangkan lapisan tengah mengembang sehingga dapat menghasilkan zona
tekanan subnormal. Pada kondisi ini juga menyebabkan terjadinya overpressure
pada lapisan teratas dan terbawah.
2.3.1.6. Tekanan Abnormal
Tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang mempunyai gradien
tekanan lebih besar dari harga 0,465 psi/ft. Tekanan abnormal tidak mempunyai
komunikasi tekanan secara bebas sehingga tekanannya tidak akan cepat
terdistribusi dan kembali menuju tekanan normalnya. Tekanan abnormal berkaitan
dengan sekat (seal) terbentuk dalam suatu periode sedimentasi, kompaksi atau
tersekatnya fluida didalam suatu lapisan yang dibatasi oleh lapisan yang
permeabilitasnya sangat rendah.
Pada proses kompaksi normal, mengecilnya volume pori akibat dari
pertambahan berat beban diatasnya dapat mengakibatkan fluida yang ada didalam
pori terdorong keluar dan mengalir ke segala arah menuju formasi di sekitarnya.
Berat batuan diatasnya akan ditahan oleh partikel-partikel sedimen. Kompaksi
normal umumnya menghasilkan suatu gradient tekanan formasi yang normal.
Kompaksi abnormal akan terjadi jika pertambahan berat beban diatasnya
tidak menyebabkan berkurangnya ruang pori. Ruang pori tidak mengecil karena
fluida didalamnya tidak bisa terdorong keluar. Tersumbatnya fluida didalam ruang
pori disebabkan karena formasi itu terperangkap didalam formasi lain yang
menyebabkan permeabilitas sangat kecil.
Beberapa mekanisme terbentuknya tekanan abnormal adalah sebagai berikut :

1. Incomplete Sediment Compaction


Sedimentasi clay atau shale yang berlangsung sangat cepat mengakibatkan
terbatasnya waktu bagi fluida untuk membebaskan diri. Di bawah kondisi
normal porositas awal yang tinggi berkurang karena fluida terbebaskan
melalui permeabel sand atau penyaringan melalui shale atau clay. Jika
sedimentasi berlangsung cepat maka proses membebaskan fluida tidak
dapat terjadi, sehingga fluida terjebak didalamnya.
2. Faulting
Patahan dapat menyebabkan redistribusi sedimen, dan menempatkan zonezone permeabel berlawanan dengan zone-zone impermeabel, sehingga
terbentuk penghalang bagi aliran fluida. Hal ini akan mencegah keluarnya
fluida dari shale dibawah kondisi terkompaksi.
3. Kubah garam (Salt dome)
Gerakan keatas (intrusi) kubah garam dengan densitas rendah karena gaya
apung yang menerobos perlapisan sedimen normal akan menghasilkan
anomali tekanan.
4. Massive Shale
Shale yang tebal dan impermeabel akan menghalangi jalannya fluida
keluar dari porinya, sehingga fluida akan ditahan oleh shale yang
impermeabel. Dengan adanya pertambahan tekanan akibat tekanan
overburden yang bertambah oleh karena sedimentasi yang terus
berlangsung, maka fluida akan tertekan dan tertahan di dalam pori. Hal ini
akan mengakibatkan tekanan abnormal.
5. Charged Zone
Disebabkan oleh adanya migrasi fluida dari zone bertekanan tinggi ke
tekanan rendah pada zone yang tidak terlalu dalam. Hal ini terjadi karena
adanya patahan atau casing/penyemenan yang jelek. Tekanan tinggi ini
dapat menyebabkan terjadinya kick karena tidak ada lithologi yang dapat
mengidentifikasikannya.
6. Struktur antiklinal

Struktur geologi yang berbentuk antiklin perlu diwaspadai adanya tekanan


tinggi, terutama pada struktur antiklinal pada kedalaman yang tinggi.
2.3.2. Temperatur Reservoir
Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap
kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradien geothermis. Besaran
geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dimana harga rataratanya adalah 2F/100 ft. Gradien geothermis yang tertinggi adalah 4F/100 ft,
sedangkan yang terendah adalah 0,5 F/100 ft. variasi yang kecil dari gradien
geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis beberapa jenis batuan.
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + @ D

.....................................................................................(2-41)

Keterangan :
Td

= temperatur reservoir pada kedalaman D ft, F.

Ta

= temperatur pada permukaan F.

= gradien temperatur, F/100 ft.

= kedalaman, ft.

Suatu contoh kurva temperatur versus kedalaman dapat dilihat pada


Gambar 2.25. Kurva tersebut merupakan hasil survey dari suatu lapangan.
Kegunaan data temperatur formasi adalah untuk menentukan sifat-sifat fisik fluida
formasi.

4000

K e d a la m a n , ft

4500
5000
5500
6000
6500
7000
150

160

170

180

T e m p e r a t u r,

190
o

200

210

Gambar 2.25.
Gradien Temperatur Rata-rata untuk Suatu Lapangan
(Amyx, J.W., Bass, D.W. JR, Whitting, R.L , 1960)

2.4. Heterogenitas Reservoir


2.4.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas reservoir adalah variasi sifat-sifat fisik batuan dan fluida
dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Heterogenitas ini sebagai akibat adanya proses
pengendapan, patahan, lipatan, diagenesa dalam lithologi reservoir dan perubahan
atau jenis dan sifat dari fluida reservoir. Heterogenitas reservoir dapat terjadi pada
skala mikroskopis ataupun pada skala makroskospis. Heterogenitas dengan skala
mikroskopis yang terjadi pada batuan karbonat ini disebabkan karena adanya
matriks, fracture, vugs ataupun rongga-rongga dalam batuan. Untuk heterogenitas
reservoir dalam suatu skala makroskopis dan megaskopis yang meliputi batasan
fisik batuan, fault, batas fluida, perubahan ketebalan, perubahan litologi dan
beberapa lapisan yang mempunyai perbedaan sifat-sifat dalam lapisan tersebut.

Karakteristik reservoir lainnya yang berhubungan dengan heterogenita.s


adalah permeabilitas anisotropy. Resevoir anisotropy adalah reservoir yang
mempunyai variasi permeabilitas dalam arah aliran.
Anisotropy ini disebabkan oleh adanya proses pengendapan (channel fill
deposites) atau oleh proses tektonik (paralel fracture orientation). Anisotropy
dapat terjadi pada reservoir heterogen atau juga dapat terjadi pada reservoir yang
homogen. Anisotropy merupakarn hal yang berhubungan dengan reservoir yang
heterogen. Kebanyakan batuan reservoir mempunyai permeabilitas vertikal lebih
rendah dari pada permeabilitas horizontalnya sehingga akan terjadi anisotropy
dalam reservoir.
Heterogenitas reservoir biasanya merupakan sifat reservoir yang asli, dan
heterogenitas reservoir dapat juga terjadi pada formasi yang disebabkan oleh
perbuatan manusia. Heterogenitas reservoir yang disebabkan karena ulah kerja
manusia dan terjadi didekat lubang bor, hal ini disebabkan oleh invasi lumpur bor
selama proses pemboran berlangsung, peretakan hidrolic, pengasaman atau karena
terjadi injeksi fluida. Tingkat heterogenitas reservoir penting untuk mengetahui
adanya sistem heterogenitas.
2.4.2. Penyebab Heterogenitas Reservoir
Batuan reservoir merupakan batuan yang mempunyai porositas () dan
permeabilitas (k) terdistribusi secara tidak konstan untuk semua bagian yang luas,
dimana hal ini merupakan hasil proses sedimentasi, perlipatan, patahan juga
perubahan litologi setelah pengendapan dan perubahan dalam jenis kandungan
fluidanya. Sebagian reservoir dibentuk oleh hasil pengendapan dalam air atau
basin dalam tempo yang lama dan lingkungan pengendapan yang bermacammacam.
2.4.2.1. Lingkungan Pengendapan
Heterogenitas reservoir yang disebabkan oleh lingkungan pengendapan
akan berlanjut dengan proses yang mengikuti pengendapan itu sendiri. Proses
lanjut yang mempengaruhi keseragaman sifat batuan sedimen dapat berbentuk
kompaksi juga sementasi.

Adanya lingkungan pengendapan ini akan dapat memberikan gambaran


mengenai besar butir, bentuk atau jenis packingnya dan juga distribusi
penyebarannya. Sebagai contoh untuk lingkungan pengendapan marine, maka
batuan sedimen yang lebih berat akan terendapkan lebih dahulu pada bagian dekat
pantai atau zona bathyal dan abysal. Batuan yang lebih ringan berasosiasi dengan
batuan yang halus/lembut dalam hal ini adalah silt dan clay.
Dari antar batuan yang terendapkan tersebut terbentuk pori-pori dan
permeabilitas yang mana besarnya tergantung litologi, kompaksi dan posisi
strukturnya. Pembentukan porositas dan permeabilitas dari reservoir karbonat
berbeda reservoir batu pasir dalam proses lanjut dari pengendapannya, dimana
pada batuan karbonat terbentuk karena adanya lingkungan pengendapan akan
menambah semakin kompleks atau bertambah tidak seragamnya lapisan batuan
yang terbentuk.
2.4.2.2. Sedimentasi
Proses

sedimentasi

akan

melibatkan

tiga

faktor

yang

saling

berkesinambungan, yaitu erosi, transportasi dan pengendapannya itu sendiri.


Tiga proses pengendapan utama, yaitu sedimentasi mekanik, sedimentasi
organik dan sedimentasi kimiawi. Oleh sebab itu terbentuk bermacam-macam
jenis batuan karena proses-proses tersebut seperti batuan karbonat, evaporite,
silika dan sebagainnya. Sifat utama dari batuan sedimen yang merupakan
sebagian besar batuan reservoir adalah :
1.

Adanya bidang perlapisan yang menandakan adanya proses


sedimentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan struktur perlapisan, yaitu :
terdapatnya beda warna mineral, terdapatnya perbedaan ukuran butir,
terdapatnya struktur sedimen, perbedaan komposisi mineral dan perubahan
jenis batuan.

2. Sifat klastik/fragmen yang mencirikan bahwa butir-butir pernah lepas


3. Sifat bekas/jejak zat hidup, seperti koral (terutama pada batuan karbonat).

Batuan yang mengalami pelapukan, erosi dan transportasi akan mengalami


perubahan selama diendapkan pada lingkungannya. Faktor media, jarak dan
bentuk lingkungannya akan mempengaruhi besar butir, sortasi dan pembundaran.
Bentuk, susunan dan keseragaman butir batuan akan mempengaruhi besar
kecilnyaa porositas dan permeabilitas, oleh karena itu terjadi heterogenitas
reservoir. Sebab dengan bertambahnya kompleknya sedimentasi yang berlangsung
dan proses-proses yang ada kemudian menambah derajat ketidakseragaman.
2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Heterogenitas
2.4.3.1. Sedimentasi Tektonik Regional
Faktor sedimentasi tektonik regional, hal ini menyebabkan terjadinya
heterogen karena didalam suatu reservoir dimungkinkan adanya macam-macam
lingkungan pengendapan seperti lingkungan pengendapan darat, laut, dan transisi,
sehingga dengan adanya macam-macam lingkungan reservoir heterogen., juga
diagenesa karena diagenesa merupakan proses perubahan setelah terjadi
pengendapan yang akan menyebabkan harga-harga porositas-permeabilitas
berubah. Kemudian struktur geologinya, hal ini akan menyebabkan heterogen
karena reservoir dapat terjadi patahan, fault atau ketidakselarasan.
2.4.3.2. Komposisi dan Tekstur
Faktor komposisi dan tekstur, hal ini merupakan kontrol geologi untuk
mengetahui adanya heterogenitas reservoir secara makroskopis, karena komposisi
yang terdiri dari lithologi, mineralogi juga butiran (butiran, matriks dan cement)
akan berpengaruh pada harga porositas dan permeabilitas yang merupakan faktor
penentu adanya heterogenitas didalam reservoir.
2.4.3.3. Geometri Pori-pori
Faktor geometri pori-pori, hal ini dapat digunakan sebagai kontrol adanya
heterogenitas karena geometri pori-pori yang terdiri dari ukuran rongga pori (pore
throat size), ukuran tubuh pori (pore body size), peretakan (fracturing) dan
permukaan butir (surface rougness) akan mempengaruhi besar kecilnya porositaspermeabilitas, karena faktor-faktor tadi akan mempengaruhi pori-pori (volume
pori), juga bulk volume sebagai parameter penentu besar kecilnya porositas.

Demikian juga untuk permeabilitas akan dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor


tersebut diatas.
Jadi heterogenitas yang terjadi didalam reservoir parameter-parameter
yang dikontrol adalah porositas, permeabilitas juga saturasinya. Porositas
merupakan yang akan menentukan besar kecilnya fluida yang mengalir atau
dengan kata lain akan mempengaruhi permeabilitas dan juga saturasinya, sehingga
ketiga parameter tersebut merupakan faktor utama yang dikontrol yang dapat
dijadikan sebagai parameter penentu adanya heterogenitas reservoir. Dan
heterogenitas reservoir ini dapat terjadi pada batupasir karbonat atau batuan yang
lain.
2.4.4. Tipe-tipe Heterogenitas Reservoir
Setelah mengetahui parameter-parameter yang penting untuk mengetahui
terjadinya heterogenitas beserta penyebabnya, maka selanjutnya dapat dilakukan
pembagian jenis heterogenitas reservoir. Adapun pembagian jenis heterogenitas
reservoir tersebut ada dua macam, yaitu :
1. Heterogenitas vertikal.
2. Heterogenitas horizontal.
2.4.4.1. Tipe Heterogenitas Vertikal
Untuk mengetahui adanya jenis heterogenitas yang vertikal didalam
reservoir, maka yang harus diperhatikan adalah parameter-parameter penentunya
baik skala megaskopis, makroskopis, dan mikroskopis. Parameter-parameter
tersebut antara lain adalah porositas, permeabilitas, dan saturasi. Jadi
heterogenitas arah vertikal terlihat pada skala megaskopis ditunjukkan oleh
lingkungan pengendapan yang berlainan, diagenesa, dan struktur geologinya.
Faktor-faktor yang telah disebutkan tadi akan mempengaruhi komposisi,
mineralogi (butir, matriks, semen), juga teksturnya seperti ukuran butir, sortasi,
kekompakan, dan fabrics di dalam batuan. Dengan adanya pengaruh-pengaruh
tersebut

maka

terjadi

ketidakseragaman

reservoir

terutama

porositas,

permeabilitas, dan saturasi, dan hal ini disebut dengan heterogenitas vertikal
reservoir.
2.4.4.2. Tipe Heterogenitas Horizontal

Heterogenitas reservoir arah horizontal ini, dapat terjadi baik dalam skala
megaskopis, makroskopis, dan mikroskopis. Dalam skala megaskopis, terlihat
bahwa

reservoir

terbatas

luasnya,

strukturnya,

dan

akibat

diagenesa

mengakibatrkan ketidakseragaman secara horizontal dari tempat yang satu


terhadap tempat yang lainnya. Hal ini dapat terjadi untuk ukuran pori, sortasi,
porositas, ukuran butir, permeabillitas, saturasi air, dan kontinuitasnya, sehingga
akan mempengaruhi dalam penentuan cadangan.
Bila dilihat dalam skala makroskopis, baik untuk komposisi dan teksturnya
yang terdiri dari litologi, mineralogi (grains, matriks, dan semen) dan tekstur yang
terdiri dari ukuran butir, sortasi, kekompakan, dan fabirc akan berpengaruh secara
horizontal. Akibat dari sifat keseluruhan diatas, maka akan memberikan
kemampuan yang berbeda dari setiap titik dalam arah horizontal untuk
menampung minyak dan mengalirkannya.
2.4.5. Pengaruh Heterogenitas Reservoir terhadap Cadangan
Dengan mengetahui heterogenitas pada reservoir maka kita dapat
mengetahui pengaruh heterogenitas terhadap cadangan, yaitu :
1.

Adanya ketidakseragaman distribusi karakteristik batuan dan


perbedaan struktur sebagai pembatas reservoir, maka memungkinkan
terjadinya blok-blok dari suatu lapangan.

2.

Mengingat

heterogenitas

batuan

akibat

faktor

lingkungan

pengendapan, maka distribusi porositas dan permeabilitas tidak merata


mengakibatkan variasi produksi per sumur pada masing-masing blok.
3.

Akibat heterogenitas, terjadinya blok-blok pada suatu lapangan,


menyebabkan perbedaan recovery pada masing-masing blok, dikarenakan
harga permeabilitas, porositas, saturasi minyak, gas, dan air, maupun
ketebalan net pay yang berbeda.

4.

Prioritas penentuan jumlah dan letak sumur produksi akan


dikembangkan berdasarkan sisa dari blok-blok, volume reservoir,
produktivitas sumur-sumur dan radius pengurasan efektif sumur
sekitarnya.

Kontrol geologi yang mempengaruhi terjadinya heterogenitas vertikal


adalah beragamnya lingkungan penegendapan, diagenesa, dan sedimennya. Unsur
ini meliputi material sedimen, keadaan pembatas, energi mekanik, kimia dan
aktivitas biologis. Kontrol geologi yang mempengaruhi heterogenitas horizontal
adalah lingkungan pengendapan, diagenesa, struktur dan tektur sedimennya.
2.5. Jenis-jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : berdasarkan
perangkap reservoir, mekanisme pendorong, dan fasa fluida.
2.5.1. Berdasarkan Perangkap Reservoir
Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi (struktur
dan stratigrafi).
2.5.1.1. Perangkap Struktur
Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil, terbentuk
sebagai akibat peristiwa deformasi pada lapisan batuan dan sampai dewasa ini
merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur perangkap
yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat
menangkap minyak disebabkan oleh gejala tektonik atau struktur, misalnya
pelipatan dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsur utama
dalam pembentukan perangkap.
Ciri-ciri dari perangkap struktur adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kontinuitas sifat fisik batuan secara lateral yang relatif luas.
2. Memiliki lapisan air yang cukup dapat memberikan energi dorong kepada
minyak untuk bergerak.
a)

Perangkap Lipatan
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama.

Perangkap lipatan disebabkan oleh struktur perlipatan (folding) dan biasanya


berbentuk antiklin. Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan
penyekat dan penutup yang berada di atasnya dan dibentuk sedemikian sehingga
minyak tidak dapat lagi kemana-mana, baik dari arah atas maupun dari semua

arah horizontal. Gambaran sederhana jenis perangkap struktur lipatan dapat dilihat
pada Gambar 2.26.
Gambar 2.26. menggambarkan bahwa minyak tidak bisa mengalir ke atas
karena terhalang oleh lapisan penyekat, dan tidak bisa ke pinggir, karena terhalang
oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah pinggir, sedangkan ke arah
bawah terhalang oleh adanya batas air-minyak (bidang equipotensial).

Gambar 2.26.
Perangkap Struktur Lipatan
(Kristanto, Dedy; Yogyakarta, 1997)
Dalam menilai suatu perangkap lipatan, yang perlu diperhatikan adalah
volume tutupan (closure) pada perangkap bersangkutan. Volume tutupan suatu
perangkap adalah volume maksimum tempat atau wadah yang bisa diisi oleh
fluida hidrokarbon, yang mana harganya ditentukan oleh kedudukan titik limpah
perangkap yang bersangkutan. Titik limpah adalah titik terendah pada perangkap,
yang mana bila fluida hidrokarbon yang terkumpul pada perangkap melebihi titik
tersebut, maka fluida hidrokarbon akan melimpah dan berpindah ke tempat lain
yang lebih tinggi di luar perangkap yang bersangkutan. Volume tutupan
menentukan volume maksimum reservoir yang mungkin diisi fluida hidrokarbon.

b)

Perangkap Patahan
Perangkap patahan adalah perangkap yang terbentuk oleh peristiwa

patahan pada batuan porous dan permeabel yang berada di bawah lapisan tidak

permeabel. Perangkap ini memiliki penyekat berupa bidang sesar pada salah satu
sisinya maupun lebih. Suatu patahan (faulting) dapat berfungsi sebagai unsur
penyekat akumulasi hidrokarban agar tidak bermigrasi ke mana-mana dan dapat
juga sebagai media bagi minyak untuk bermigrasi. Besar-kecilnya tekanan yang
disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya
tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur
atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka
minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat.
Patahan yang berdiri sendiri tidak dapat membentuk perangkap reservoir.
Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap
yang betul-betul hanya disebabkan karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah.
Lapisan yang sejajar atau tidak miring tidak dapat membentuk perangkap
karena walaupun minyak tersekat pada arah pematahan, tetapi pada arah
lain tidak tersekat, kecuali kalau ketiga arah lainnya tertutup oleh berbagai
macam patahan.
2. Paling sedikit harus ada dua patahan yang berpotongan.
Jika hanya terdapat suatu kemiringan wilayah dan suatu patahan di satu
pihak, maka dalam suatu penampang kelihatannya sudah terjadi perangkap
yang terlihat pada Gambar 2.27. , tetapi harus dipenuhi juga syarat bahwa
perangkap atau penutup itu terjadi dalam tiga dimensi, maka dalam
dimensi lainnya harus terjadi juga pematahan atau menutup ke arah
tersebut.

Gambar 2.27.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan
dengan Kemiringan Wilayah dan Dua Patahan yang Berpotongan
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan penyekatnya atau suatu pelipatan.
Dalam hal ini, patahan merupakan penyekat ke suatu arah sedangkan pada
arah lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan ataupun
bagian dari perlipatan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.28.

Gambar 2.28.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan
dengan Pelengkungan Lapisan Penyekatnya
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah dari lapisan
penyekatnya.

Di suatu arah mungkin lapisan itu miring tetapi di pihak lainnya terdapat
patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh patahan
seperti pada Gambar 2.29.

Gambar 2.29.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan
dengan Pelengkungan Patahannya
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
2.5.1.2. Perangkap Stratigrafi
Perangkap stratigrafi adalah perangkap yang terbentuk sebagai akibat dari
bentuk tubuh batuan atau sifat hubungan stratigrafi suatu tubuh batuan dengan
tubuh batuan sekitarnya. Sifat hubungan stratigrafi secara lateral dapat berupa
pinch out, intertonguing, dan gradasi lateral. Sedangkan secara vertikal dapat
berupa keselarasan dan ketidakselarasan.
Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam
perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan
pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan
lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang sehingga merupakan
penghalang permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :
1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu
atau beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas
(Gambar 2.30.)

2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir


tersebut ke arah atas atau ke pinggir.
3. Keadaan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya
melokalisasi posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam
lapisan reesrvoir yang telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh
beberapa unsur tersebut di atas. Kedudukan struktur ini dapat disebabkan
oleh kedudukan pengendapan atau juga karena kemiringan wilayah.

Gambar 2.30.
Bentuk Perangkap Stratigrafi sebagai Akibat
Perubahan Sifat Lithologi
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
Perubahan sifat litologi/sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan reservoir
dapat disebabkan :
a. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan
penyekat menipis dan menghilang.

Gambar 2.31.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Pembajian

(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
b. Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah.

Gambar 2.32.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Penyerpihan
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
c. Persentuhan dengan bidang erosi.

Gambar 2.33.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Bidang Ketidakselarasan
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)

Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi


struktur tubuh batuan sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan
penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir
itu kecil dan sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena
seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Posisi
struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon pada bagian tubuh reservoir. Jika
tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting.
Perangkap tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan
horisontal. Jika bagian tengah tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah

perangkap struktur (antiklin). Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi


struktur lapisan reservoir harus sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh
reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi), merupakan penghalang
permeabilitas ke atas.
Levorsen (1954), membagi perangkap stratigrafi sebagai berikut :
1. Tubuh batuan reservoir terbatas (lensa)
a. Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.
b. Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm.
2. Pembajian, perubahan fasies ataupun porositas dari lapisan reservoir ke
suatu arah regional ataupun lokal dari :
a. Batuan reservoir klastik detritus.
b. Batuan reservoir karbonat.
3. Perangkap ketidak-selarasan.
2.5.1.3. Perangkap Kombinasi
Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan faktor bersama
dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas. Beberapa kombinasi antara unsur
stratigrafi dan unsur struktur adalah sebagai berikut :
1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian
Dalam Gambar 2.34. dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan dengan
pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak, pasir menghilang dan di
lain pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Maka jelaslah hal ini
sering terjadi pada perangkap stratigrafi normal.

Gambar 2.34.
Bentuk Perangkap Kombinasi Lipatan - Pembajian

(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
2. Kombinasi antara patahan dan pembajian
Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada
pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat
suatu kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan
diarah lain ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi
ditahan oleh pembajian (Gambar 2.35.).
Suatu perangkap kombinasi umumnya mempunyai dua tahap sejarah, yaitu :

Unsur stratigrafi menyebabkan batas permeabilitas dari batuan reservoir.

Unsur struktur menyebabkan deformasi yang melengkapi perangkap


tersebut.

Gambar 2.35.
Bentuk Perangkap Kombinasi Patahan - Pembajian
(Koesoemadinata H.R.P.;1980)
2.5.2. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
Pada umumnya reservoir minyak yang baru diketemukan mempunyai
kemampuan untuk mengalirkan fluida reservoirnya ke permukaan, karena masih
mempunyai tekanan yang tinggi. Selama proses produksi berjalan, tekanan
reservoir akan mengalami penurunan yang besarnya (kecepatannya) tergantung
pada laju produksi dan jenis mekanisme pendorong yang dimiliki oleh reservoir
tersebut.
Jenis-jenis

reservoir

berdasarkan

mekanisme

pendorong

dapat

dikelompokkan menjadi lima jenis tenaga pendorong, dimana yang satu


merupakan kombinasi dari yang lainnya, yaitu :

1. Solution Gas Drive atau Depletion Drive Reservoir.


2. Gas Cap Drive Reservoir.
3. Water Drive Reservoir.
4. Segregation Drive.
5. Combination Drive.
2.5.2.1. Solution Gas Drive Reservoir
Reservoir solution gas drive sering disebut juga sebagai reservoir
depletion drive. Reservoir jenis ini tenaga pendorongnya berasal dari gas yang
terbebaskan dari minyak karena adanya perubahan fasa pada HC ringannya yang
semula merupakan fasa cair menjadi fasa gas selama penurunan tekanan reservoir,
serta tidak adanya tudung gas mula-mula. Gas yang semula larut dalam zona
minyak kemudian terbebaskan lalu mengembang dan kemudian akan mendesak
minyak dan terproduksi secara bersamaan. (Gambar 2.36.)
Reservoir solution gas drive memiliki karakteristik, yaitu :
1. Penurunan tekanan reservoir yang cepat. Tidak ada fluida ekstra atau
tudung gas bebas yang besar yang akan menempati ruang pori yang
dikosongkan oleh minyak yang diproduksi,
2. Produksi minyak bebas air. Tidak ada water drive, sehingga sedikit atau
bahkan tidak ada air yang diproduksi bersama minyak selama umur
produksi,
3. Productivity Index juga turun dengan cepat,
4. Gas Oil Ratio mula-mula rendah kemudian naik dengan cepat akibat
terbebaskannya sejumlah gas dari minyak sampai maksimum, kemudian
turun akibat adanya ekspansi gas dalam reservoir,
5. Recovery Factor rendah. Produksi minyak dengan solution gas drive ini
biasanya merupakan recovery yang tidak efisien, harga RF berkisar 5 %
-30%.

Gambar 2.36.
Depletion Drive Reservoir
(Ahmed, T, Houston, Texas, 2000)

Gambar 2.37.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR
pada Solution Gas Drive Reservoir
(Cole, F.W.;Houston-Texas; 1969)
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela-sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih

kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir, hal
ini terus-menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi rendah. Bila
tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab
volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil produksi dan
gas oil ratio reservoir harganya

hampir sama.

Pada

Gambar 2.37.

memperlihatkan karakteristik tekanan dan GOR pada reservoir depletion drive.


Air yang diproduksikan dari reservoir ini sangat sedikit bahkan hampirhampir tidak ada. Hal ini karena reservoir jenis ini sifatnya terisolir, sehingga
meskipun terdapat connate water tetapi hampir-hampir tidak dapat diproduksi
atau ikut terproduksi bersama minyak.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5-30 %. Dengan demikian untuk
reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Sehingga bila sisa minyak ini akan diproduksikan
juga, maka perlu dipergunakan suatu energi tertentu ke dalam suatu reservoir
untuk mempengaruhi tekanan atau sifat fisik sistem fluida reservoirnya, sehingga
dengan demikian diharapkan sisa minyak yang tertinggi dapat diperkecil.
Dapat disimpulkan suatu reservoir solution gas drive mempunyai kelakuan
seperti dibawah ini :

Tekanan reservoir turun dengan cepat dan berlangsung secara kontinyu.

Perbandingan gas-minyak (GOR) mula-mula cukup rendah, kemudian


naik sampai maksimum dan turun dengan tajam.

Efisiensi perolehan minyak berkisar 5-30 %.

Produksi air dianggap tidak ada.

2.5.2.2. Gas Cap Drive Reservoir


Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama
kali diproduksikan, permukaan minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution gas drive

ditunjukkan pada Gambar 2.38. Reservoir gas cap drive memiliki karakteristik,
yaitu :
1.

Penurunan tekanan relatif cepat serta tidak adanya fluida ekstra


atau tudung gas bebas yang akan menempati ruang pori yang dikosongkan
oleh minyak yang diproduksi.

2.

GOR naik dengan cepat hingga maksimum kemudian turun


secara kontinu.

3.

Produksi air sangat kecil bahkan diabaikan.

4.

Recovery sekitar 20-60 %.

5.

Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan


permukaan ke bawah.air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali.
Karena tekanan reservoir relatif kecil penurunannya, juga minyak berada

di dalam reservoirnya akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka
untuk reservoir jenis ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20-60 %,
yang lebih besar jika dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga
residual oil yang masih tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup
adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis solution gas drive.

Gambar 2.38.
Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D;1973)

Gambar 2.39.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR
pada Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D;1973)
2.5.2.3. Water Drive Reservoir
Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang mendorong
minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap bersama-sama
dengan minyak pada batuan reservoirnya. Efisisensi pendesakan air biasanya lebih
besar dibandingkan dengan pendesakan oleh gas.
Apabila dilihat dari terbentuknya batuan reservoir water drive, maka air
merupakan fluida pertama yang menempati pori-pori reservoir. Tetapi dengan
adanya migrasi minyak bumi maka air yang berada disana tersingkir dan
digantikan oleh minyak. Dengan demikian karena volume minyak ini terbatas,
maka bila dibandingkan dengan volume air yang merupakan fluida pendesaknya
akan jauh lebih kecil (Gambar 2.40.)
Reservoir dengan jenis mekanisme pendorong water drive memiliki
karakteristik, yaitu :
1.

Penurunan tekanan sangat pelan atau relative stabil. Penurunan


tekanan yang kecil pada reservoir adalah karena volume produksi yang
ditinggalkan, digantikan oleh sejumlah air yang masuk ke zone minyak.

2.

Perubahan GOR selama produksi kecil, sehingga dapat dikatakan


bahwa GOR reservoir adalah konstan.

3.

Harga WOR naik tajam karena mobilitas air yang besar.

4.

Perolehan minyak bisa mencapai 60-80%.


Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah

mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi.
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35-75 % dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak
sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.

Gambar 2.40.
Water Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D;1973)

Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah
mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut di tinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi (Gambar 2.41.)
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35-75% dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak sisa
(residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
Dapat disimpulkan suatu reservoir dengan tenaga pendorong air ini
mempunyai kelakuan seperti dibawah ini :

Penurunan tekanan reservoir terlihat agak lambat.

GOR rendah dan relatif konstan.

WOR naik dengan cepat dan kontinyu.

Recovery-nya cukup tinggi yaitu sekitar 35-75%.

Gambar 2.41.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR
pada Water Drive Reservoir
(Ahmed, T; Houston, Texas, 2000)
2.5.2.4. Segregation Drive Reservoir
Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya
gravitasi).

Gravity drainage mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi


minyak dari suatu reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery
dari solution gas drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity drainage
ini. Demikian pula dengan reservoir-reservoir yang mempunyai energi pendorong
lainnya.
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas
cap) maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage
tersebut. Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan
mengadakan penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap).
Pada awal dari reservoir ini, gas oil ratio dari sumur-sumur yang terletak
pada struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur-sumur tersebut. Diharapkan dengan adanya program
ini perolehannya minyaknya dapat mencapai maksimum.
Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak, permeabilitas
zona produktif, dan juga dari kemiringan dari formasinya. Faktor-faktor
kombinasi seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah, mengalir
pada atau sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan
cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan
minyak dalam struktur lapisannya (Gambar 2.42.)
Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir
tidak ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang
ada. Jika produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan
tekanan dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas
yang terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat akan habis.
Recovery yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage ini
sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka recovery
yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa recovery dari gravity drainage ini
melebihi 80% dari cadangan awal (IOIP). Pada reservoir dimana bekerja juga
solution gas drive ternyata recovery-nya menjadi lebih kecil (Gambar 2.43.)

Dapat disimpulkan suatu reservoir jenis ini mempunyai kelakuan :

Penurunan tekanan relatif cepat.

GOR naik dengan cepat hingga maksimum kemudian turun secara


kontinyu.

Produksi air sangat kecil bahkan diabaikan.

Recovery sekitar 20-60 %.

Gambar 2.42.
Gravity Drainage Drive Reservoir
(Ahmed, T; Houston, Texas, 2000)

Gambar 2.43.
Karakteristik Gravity Drainage Reservoir (Segregation Drive)
(Ahmed, T; Houston, Texas, 2000)

2.5.2.5. Combination Drive Reservoir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama
combination drive reservoir.
Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas cap drive dengan water
drive. Sehingga sifat-sifat reservoirnya jadi lebih kompleks jika dibandingkan
dengan energi pendorong tunggal (Gambar 2.44.)
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap
akan mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada
pada bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak
sempat berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi
karena dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian
peristiwa depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak
yang masih tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya
tinggi dan efesiensi produksinya lebih tinggi.
Gambar 2.45. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan
reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas
sehingga gas oil ratio akan naik.
Dapat disimpulkan suatu reservoir jenis ini mempunyai kelakuan seperti
dibawah ini :

Penurunan tekanan relatif cukup cepat

WOR akan naik secara perlahan

Jika ada gas cap maka sumur-sumur yang terletak di struktur atas dari
reservoir tersebut akan mengalami peningkatan GOR dengan cepat.

Faktor perolehan dari combination drive adalah lebih besar dibandingkan


dengan solution gas drive tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gas
cap dan water drive.

Gambar 2.44.
Combination Drive Reservoir
(Van Pollen, H.K. and Associates , Inc, Tulsa.Oklohama,1980)

Gambar 2.45.
Karakteristik Combination Drive Reservoir
(Van Pollen, H.K. and Associates , Inc, Tulsa.Oklohama,1980)
2.5.3. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon

Fasa merupakan bagian dari zat yang mempunyai sifat jasmani yang nyata,
yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia secara seragam dalam keseluruhan. Fasa
yang penting yang terdapat dalam produksi hidrokarbon adalah fasa cair (minyak
atau kondensat) dan fasa gas (gas alam).
Diagram fasa adalah diagram tekanan dan temperatur yang merupakan
fungsi komposisi akumulasi hidrokarbon pada suatu reservoir. Gambar 2.46.
memperlihatkan diagram fasa untuk suatu fluida reservoir.

Gambar 2.46.
Diagram Fasa P & T Suatu Fluida Reservoir
(McCain, Jr., W.D., 1973)
Sesuai dengan letak titik tekanan dan temperaturnya pada diagram fasa,
maka reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yang masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Adapun pembagian kelompok
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Reservoir gas.

2. Reservoir gas kondensat.


3. Reservoir minyak, baik minyak jenuh maupun tidak jenuh.
Pembagian reservoir ini karena adanya perubahan fasa secara lamiah pada
saat fluida diproduksikan dari reservoir ke permukaan dengan berubahnya harga
tekanan dan temperatur.
2.5.3.1. Reservoir Minyak
2.5.3.1.1. Reservoir Minyak Berat
Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.47. Sebagai catatan disini adalah bahwa daerah dua fasa
mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari
minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoir.
Garis vertikal 1-2-3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan
temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis
yang putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang terjadi apabila
minyak meninggalkan reservoir dan mengalir melewati tubing menuju ke
separator.

Gambar 2.47.
Diagram Fasa dari Minyak Berat
(McCain, Jr., W.D., 1973)
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoir jenuh

(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak-banyaknya dan suatu


pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas. Pada titik 3
fluida yang tetap berada di reservoir terdiri dari 75% mol cairan atau 25% mol
gas.
Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur di dalam seperator
terletak hampir dekat dengan garis titik gelembung yang diperkirakan 85% mol
minyak diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi seperator. Karena
mempunyai prosentase cairan yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut low
shrinkage crude oil.
Apabila diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan
GOR permukaan sebesar 500 scf/stb dengan gravity 30 oAPI atau lebih. Cairan
produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.
2.5.3.1.2. Reservoir Minyak Ringan
Diagram fasa dari minyak ringan (high shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.48. Garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan dengan
temperatur tetap selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai pengertian yang
sama dengan diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan diturunkan di bawah
garis titik gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Titik 3 reservoir
mengandung 40% mol cairan.
Diperkirakan 65% fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh
karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi
minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan
minyak berat.
Apabila diproduksikan maka minyak ringan ini biasanya menghasilkan gas
oil ratio permukaan sebesar kurang lebih 8000 scf/stb dengan gravity sekitar
50oAPI. Cairan produksi biasanya berwarna gelap.

Gambar 2.48.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan
(McCain, Jr., W.D., 1973)
2.6. Perkiraan Cadangan Reservoir
2.6.1. Pengertian Cadangan
Cadangan minyak bumi dan gas bumi memiliki pengertian dinamis / tidak
pasti sehingga selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kelangsungan
produksi yang mengurangi cadangan tersebut, dengan kata lain dapat dihitung
secara periodik. Periode perhitungan cadangan tersebut meliputi: sebelum
pemboran dan pengembangan, sesaat setelah sumur berproduksi selama minimal
satu tahun dan sumur masih terus berproduksi, produksi telah mencapai tahap
lanjut dan sudah menurun serta produksi sumur sudah berakhir.
2.6.2. Metode Penentuan Cadangan
2.6.2.1. Metode Volumetris
Pada metode ini data-data batuan sudah diketahui dari beberapa sumur
eksplorasi, deliniasi, maupun pengembangan, sehingga batas-batas reservoir
sudah diketahui pasti. Untuk perhitungan cadangan secara volumetris diperlukan
peta isopach seperti terlihat pada Gambar 2.49 yaitu peta yang menggambarkan
ketebalan lapisan yang sama. Peta ini digunakan untuk menentukan volume
batuan total (bulk volume). Untuk menghitung volume batuan dari peta isopach
dapat dilakukan dengan persamaan pyramidal dan trapezoidal.

Metode volumetris dapat digunakan sebelum proses produksi berlangsung


karena perhitungannya tidak tergantung dengan sejarah produksi, melainkan
didasarkan pada analisa logging dan core untuk mendapatkan harga bulk volume,
porositas, permeabilitas dan saturasi serta analisa fluida formasi untuk
mendapatkan faktor volume formasi minyak.
Besarnya Original Oil In Place ditentukan dengan menggunakan
persamaan :
Oil, STB = 7758

A.h. avg 1 Swavg


Bo

.(2-

41)
Keterangan :
7758

= faktor konversi dari acre-ft ke barrel.

= luas reservoir, acre.

= ketebalan lapisan, ft.

avg = porositas rata-rata, fraksi.


Swavg = saturasi air rata-rata, fraksi.

Bo

= faktor volume formasi minyak, bbl/STB.

Harga porositas rata-rata diperoleh dari persamaan sebagai berikut :


avg

h ..(2-42)
h

Sedangkan harga saturasi air rata-rata diperoleh dengan menggunakan persamaan


sebagai berikut :
Swavg

Sw.h ...(2h

43)
2.6.2.2. Metode Material Balance
Metode ini hanya dapat digunakan apabila sumur telah berproduksi dan
tekanan reservoir sudah mengalami penurunan. Perkiraan cadangan dengan
menggunakan metode material balance didasarkan pada prinsip kesetimbangan
volume fluida didalam reservoir, yaitu antara keadaan awal dan akhir tanpa
memperhatikan proses pendesakan minyak yang terjadi didalam reservoir.

Anggapan-anggapan yang digunakan untuk menurunkan persamaan material


balance adalah :
1. Reservoir merupakan kesatuan, sehingga cara perhitungannya tidak tergantung
pada jumlah sumur yang diproduksikan. Reservoir bersifat isotropik dan
homogen, artinya tidak berorientasi terhadap arah dan tidak akan tergantung
pada waktu.
2. Keseimbangan antara massa gas dan minyak sempurna meskipun sebenarnya
keseimbangan ini tidak pernah tercapai, sehingga didalam reservoir terdapat
gas dalam jumlah sedikit, maka kondisi demikian dinamakan dua fasa.
3. Pada saat minyak dan gas mengalami penurunan tekanan pada temperatur
reservoir, fluida itu dalam keadaan seimbang.
4. Proses produksi dianggap isothermal.
5. Hubungan antara tekanan dan volume tidak tergantung pada jumlah masingmasing fluida reservoir.
Prinsip dari metode ini didasarkan atas kesetimbangan volume antara
produksi kumulatif dengan pengembangan fluida reservoir sebagai akibat adanya
penurunan tekanan, dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Ekspansi + influx = Withdrawal


keterangan :

Ekspansi adalah pengembangan volume

minyak, gas dan air konat

didalam reservoir

Influx adalah volume air yang merembes atau masuk kedalam zona
minyak

Withdrawal adalah minyak, gas atau air yang diproduksikan


Dengan mengetahui data produksi, data PVT, ukuran tudung gas dan water

influx, maka secara matematis persamaan material balance secara umum adalah
sebagai berikut :
N

44)

Np ( Bt ( Rp Rs ) Bg ( We Wp Bw ) )
(2Bt Bti ( mBti / Bgi ) ( Bg Bgi )

Keterangan :
Bt

= faktor volume formasi dua fasa, bbl / STB.


( sub skrip i menyatakan keadaan mulamula ).

= banyaknya cadangan minyak dalam reservoir, STB.

Np = produksi kumulatif minyak, STB.


Rp = kelarutan gas produksi kumulatif : Gp/Np , SCF/STB.
Gp = produksi kumulatif gas, SCF.
Rsi = kelarutan gas dalam minyak mula-mula, SCF / STB.
Rs

= kelarutan gas dalam minyak, SCF / STB.

Bo = faktor volume formasi minyak, bbl / STB.


Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl / STB.
Bg = faktor volume formasi gas, cuft / STB.
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, cuft / STB.
Bt

= faktor volume formasi total (dua fasa), bbl / STB.


= Bo + ( Rsi Rs ) Bg.

= perbandingan volume gas cap dengan volume minyak direservoir


awal.

We = water influx kumulatif, bbl.


Wp = produksi air kumulatif, STB.
Bentuk persamaan material balance tergantung dari jenis reservoir, tetapi secara
umum diperoleh dari perubahan volume minyak, air dan gas dalam reservoir saat
mulai produksi sampai beberapa waktu lamanya.
Untuk

depletion

drive

reservoir,

dimana

tenaga

pendorongnya

adalah

pengembangan gas terlarut dalam minyak, maka penurunan persamaan material


balance-nya dilakukan dua tahap, yaitu :
1. Bila tekanan reservoir di atas tekanan jenuh :

Ni

N p Bo
Bo Bo i

, ............................................................................ (2-45)

2. Bila tekanan reservoir di bawah tekanan jenuh :

Ni

N p Bo ( R p Rsi ) B g

Bo Boi ( Rs i Rs ) Bg

, .................................................... (2-46)

2.6.2.3. Metoda Decline Curve


Untuk memperkirakan

besarnya cadangan dan meramalkan ulah kerja

reservoir selain kedua metoda diatas dapat digunakan metoda decline curve.
Metode Decline Curve adalah suatu cara untuk memperkirakan besarnya
cadangan, berdasarkan data-data produksi setelah selang waktu tertentu. Syarat
utama pemakaian metoda ini adalah rate produksi telah menurun. Jenis analisa
decline curve terdiri dari pengeplotan produksi sumur versus waktu pada kertas
semilog dan mengupayakan penyesuaian data tersebut dengan suatu garis lurus,
selanjutnya diekstrapolasikan untuk masa yang akan datang. Cadangan dihitung
berdasarkan laju pengurasan rata-rata pertahun untuk laju pengurasan yang
diektrapolasi tersebut.
Asumsi-asumsi dalam metoda Decline Curve menganggap bahwa :
1. Reservoir bersifat homogen.
2. Pengurangan tekanan sebanding dengan jumlah minyak yang tertinggal,
sehingga untuk PI yang tetap, rate produksi sebanding dengan tekanan
reservoir.
3. Kelakuan reservoir dimasa lampau sesuai dengan masa sekarang dan masa
yang akan datang.
Secara umum decline curve dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan harga
eksponensial decline-nya (b). Harga b berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga
b=0, maka disebut sebagai exponential decline. Jika harga b adalah 0<b<1, maka
disebut dengan hyperbolic decline. Dan jika harga b=1, maka disebut dengan
harmonic decline. Untuk menentukan besarnya eksponen decline dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut :
a

47)

d .(ln .q )
dq / dt

dt
q

..........(2-

dq / dt ......(2-48)
dt

keterangan :
a

= nominal decline rate, 1/waktu.


tanda (-) menunjukkan arah slope.

a-1

= loss ratio (inverse dari nominal decline rate).

= exponent decline (turunan pertama dari loss ratio).

= laju produksi, BOPD.

dq/dt = perubahan laju produksi terhadap waktu, BOPD.


Sedangkan persamaan umum dalam decline curve diperoleh dari :
a Cq b

dq / dt
. (2-49)
q

dengan keterangan, C = constant


Antara a dan Cqb harganya adalah sebanding yaitu merupakan persamaan untuk
hyperbolic decline.(0<b<1)
Untuk initial condition maka :

ai
.........(2-50)
qib

ai
dq / dt
b 1 .....(2-51)
b
qi
q
Lalu dengan mengintegralkan Persamaan (2-51), maka :
t

t
ai
dq
0 qib .dt q q b1 ....(2i

52)

b.ai t
q b q ib .............(2qib
53)

b.ai t
1
1
b b .....(2-54)
b
qi
q
qi
q
b.ai t i
q

...(2-55)

qi
(b.a i t 1) b
q

.(2-56)

Sehingga diperoleh persamaan umum dalam decline curve, adalah :


q qi (1 b.ai .t )

1
b

..(2-

57)
Keterangan :
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi minyak pada saat terjadi decline (initial), BOPD
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
ai = initial nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
2.7. Data Produksi dan Performance Produksi
2.7.1. Sejarah Produksi Sumur
Sejarah produksi suatu sumur (Production History) menjadi salah satu
faktor

penting dalam perencanaan sumur-sumur kandidat injeksi air. Sejarah

produksi dapat diawali dengan mulai kapan sumur tersebut dibor dan berapa laju
aliran dari minyak (qo, bpd), gas (qg, MSCFD), air (qw, bpd). Data produksi ini
juga dilengkapi dengan jumlah kumulatif produksi tiap fluida perbulan (Np, Gp
dan Wp).
2.7.1.1. Laju Produksi Fluida
Production Test (tes produksi), adalah kegiatan pengukuran produksi suatu
sumur atau lapangan minyak dan dilakukan secara rutin. Data yang didapatkan
dari production test dapat berupa laju produksi (minyak, air, gas), water oil ratio
dan gas oil ratio.

Peralatan utama yang digunakan pada production test adalah separator


test. Setelah fluida produksi sumur dipisahkan dalam separator maka pada
masing-masing outlet fluida dilakukan pengukuran laju produksinya, dimana pada
separator tersebut terdapat outlet minyak maupun air yang dilengkapi dengan
metering controls, sedangkan laju produksi gas diukur dengan orifice meter.
A. Pengukuran laju produksi minyak.
Laju produksi cairan yang keluar dari separator test diukur dengan barrel
meter. Barrel meter yang sering digunakan adalah Turbin Meter dan Velocity
Meter, yaitu alat ukur yang sensitifitasnya sebanding dengan kecepatan arus
fluida. Laju produksi minyak diukur dengan persamaan berikut :
Q0 = Fm K (1 Shr) (1 BS&W) R 24/T ......(2-58)
keterangan :
QO

= laju produksi minyak pada kondisi standart, BOPD.

Fm

= koefisien barrel meter.

= koreksi volume ke suhu standart (60 F).

Shr

= shrinkage faktor, ditentukan dari shringkage tester atau grafik Bo.

BS&W = besarnya

kandungan

air

dan padatan, ditentukan dari

centrifuge sample yang diambil dari well head atau separator.


R

= selisih pembacaan barrel meter pada waktu pengetesan, jam.

= lama waktu pengetesan, jam.

B. Pengukuran laju produksi gas


Gas mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan jenis fluida lainnya
(minyak dan air) sehingga dalam pengukurannya tidak dapat dikumpulkan
melainkan harus diukur secara serentak. Alat yang biasa digunakan untuk
mengukur laju produksi gas adalah oriffice meter.
Prinsip kerja yang digunakan oleh oriffice meter untuk mengukur laju
produksi gas adalah perhitungan volume yang diadasarkan pada pressure loss
akibat adanya hambatan terhadap aliran atau dapat ditulis :
Qsc = C' Hw Pf

....(2-59)

keterangan :
Qsc

= laju alir gas pada kondisi standart, SCF/sec/psi.

C'

= konstanta oriffice meter, SCF/sec/inchi.

Hw

= perbedaan ketinggian, inchi.

Pf

= tekanan statik, psi.

C. Pengukuran laju produksi air


Jika separator test yang digunakan adalah separator tiga fasa, maka laju
produksi air (Qw) ditentukan dengan persamaan :
Qw = R 24/T

.....(2-60)

Sedangkan untuk separator yang hanya memisahkan gas dengan cairan maka laju
produksi air ditentukan dengan persamaan :
Qw = Qtotal Qo

......(2-61)

keterangan :
Qtotal

= total produksi cairan yang terukur.

2.7.1.2. Produksi Kumulatif (Cumulative Production)


Produksi kumulatif atau Actual Cumulative Production (Npt) adalah
jumlah hidrokarbon yang telah diproduksikan sampai waktu t.
2.7.2. Analisa Sumur
Dari data analisa sumur (well history) antara lain seperti data perbandingan
produksi gas terhadap minyak (GOR), data perbandingan produksi air terhadap
minyak (WOR), data perbandingan produksi gas terhadap total liquid (GLR), dan
data perbandingan produksi air terhadap produksi total liquid (water cut), serta
kadar air pada tekanan dasar aliran sumur tertentu.
2.7.2.1. Oil Cut dan Water Cut
Water cut dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi air dengan
laju produksi cairan total. Sedangkan oil cut dinyatakan sebagai perbandingan
antara laju produksi minyak terhadap laju produksi cairan total.
Water Cut =

QW
.............................................................................(2Qliquid

62)
Oil Cut
63)

QO
Qliquid

............................................................................(2-

2.7.2.2. WOR dan GOR


Data-data laju produksi dari hasil pengukuran pada separator test
kemudian digunakan untuk memperkirakan WOR dan GOR dengan menggunakan
persamaan :
WOR = Qw/Qo

o kw
w ko

............(2-64)

o k g

GOR = Qg/Qo

= g ko

..(2-65)

Persamaan diatas hanya berlaku untuk kondisi formasi, sedangkan untuk


kondisi permukaan laju produksi gas sama dengan Q o/Bg dan laju produksi
minyak sama dengan Qo/Bo ditambah dengan gas bebas yang semula terlarut
dalam minyak sebesar Rs. Sedangkan untuk WOR dipermukaan harganya
dipengaruhi oleh kelarutan gas dalam air. Pada kondisi permukaan kelarutan gas
dalam air sangat kecil dan kompressibilitas air kecil, maka Qw dapat dianggap
sama dengan laju produksi air dipermukaan. Maka persamaan GOR dan WOR
dipermukaan berubah menjadi sebagai berikut :
WORp =
GORp =

o K w
g K o Bo
o K g Bo
g K o Bg

..........(2-66)
Rs ...........(2-67)

dimana :
GOR

= gas oil ratio di reservoir, cuft/bbl.

GORp

= gas oil ratio di permukaan, cuft/bbl.

WOR

= water oil ratio di reservoir.

WORp

= water oil ratio di permukaan.

= viscositas minyak, cp.

= vicositas air, cp.

= viscositas gas, cp.

Bo

= faktor volume formasi minyak, bbl/scf.

Bg

= faktor volume formasi gas, bbl/scf.

Kg

= permeabilitas effektif gas, md.

Ko

= permeabilitas effektif minyak, md.

Kw

= permeabilitas effektif air, md.

Untuk kondisi diatas tekanan saturasi, maka produksi fluida reservoir


belum menghasilkan gas bebas, dalam hal ini GOR akan sama dengan jumlah gas
mula-mula yang terlarut dalam minyak (Rsi). Seiring dengan naiknya produksi
kumulatif minyak, tekanan akan turun sampai di bawah tekanan saturasinya
sehingga gas bebasakan bergerak ke permukaan dan saturasi gas disekitar lubang
sumur akan naik dan permeabilitas minyak akan turun, akibatnya GOR produksi
akan naik.
2.7.2.3. Analisa Inflow Performance Relationship
Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856)
dalam Persamaan (2-68). Persamaan tersebut selanjutnya dikembangkan untuk
kondisi aliran radial, dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk :

q 7.08 10 3

kh Pe Pwf

o Bo Ln re rw

................................................................(2-

68)
Keterangan :
q

= laju produksi, STB/hari.

= permeabilitas efektif minyak, md.

= ketebalan formasi produktif, ft.

Pe = tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi.


Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi.
o

= viskositas, cp.

Bo = faktor volume formasi, BBL/STB.


re

= jari-jari pengurasan sumur, ft.

rw = jari-jari sumur, ft.


Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menggunakan Persamaan (2-68)
tersebut adalah :
a. fluida berfasa tunggal.
b. aliran mantap (steady state).

c. formasi homogen dan arah alirannya horizontal.


d. fluida incompressible.
Dengan demikian apabila variabel-variabel dari Persamaan (2-68)
diketahui, maka laju produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.
Indek produktivitas adalah indek yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan suatu sumur pada kondisi tertentu untuk berproduksi. Secara
matematik, indek produktivitas (J) adalah perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu
dengan perbedaan tekanan dasar sumur dalam kondisi statik (P s) dan tekanan
dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), atau :
J

q
, BBL/hari/psi.....................................................................(2-69)
Ps Pwf

Dengan melakukan substitusi Persamaan (2-69) kedalam Persamaan (268), maka J dapat pula ditentukan berdasarkan sifaf-sifat fisik fluida reservoir,
batuan reservoir, serta geometri sumur dan reservoir, yaitu :
J 7.08 10 3

kh
................................................................(2 o Bo Ln re rw

70)
Faktor-faktor yang mempengaruhi PI adalah karakteristik batuan dan
fluida resrvoir, ketebalan lapisan dan mekanisme pendorong.
A. Karakteristik batuan reservoir
1. Permeabilitas
Permeabilitas adalah ukuran kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida.
Dengan turunnya permeabilitas maka fluida akan lebih sukar mengalir,
sehingga kemampuan berproduksi atau PI turun.
2. Saturasi
Saturasi adalah ukuran kejenuhan fluida dalam pori-pori batuan. Dalam
proses produksi, saturasi minyak berkurang dengan naiknya produksi
kumulatif minyak dan kekosongan diganti oleh air atau gas bebas.

Disamping itu proses produksi berlangsung terus dengan penurunan tekanan


sehingga timbul fasa gas yang mengakibatkan saturasi gas bertambah dan
saturasi minyak berkurang. Hal ini akan mengurangi permeabilitas efektif
terhadap minyak sehingga dapat menurunkan PI.
B. Karakteristik fluida reservoir
1. Kelarutan gas dalam minyak
Untuk tekanan reservoir yang lebih besar dari tekanan gelembung (bubble
point pressure), adanya drawdown pressure tidak mengakibatkan perubahan
terhadap permeabilitas karena fluida yang mengalir masih terdiri dari satu
fasa. Apabila tekanan reservoir lebih kecil dari tekanan gelembung (bubble
point pressure), maka adanya drawdown pressure dapat mengakibatkan
permeabilitas berkurang karena hadirnya saturasi gas yang dapat
menghambat aliran minyak ke permukaan. Dengan kata lain bahwa adanya
perubahan fasa dalam reservoir yaitu timbulnya fasa gas dalam bentuk
gelembung yang akan mengisi ruang pori-pori batuan akan menghalangi
aliran minyak sehingga harga PI akan turun.
2.

Faktor Volume Minyak


Diatas tekanan gelembung, penurunan tekanan akan menyebabkan naiknya
Bo akibat pengembangan minyak. Sedangkan dibawah tekanan gelembung
harga Bo turun dengan cepat karena penyusutan akibat dibebaskannya gas
yang terlarut. Dengan kata lain kenaikan harga Bo akan menurunkan harga
PI

3. Viskositas
Viskositas adalah ukuran ketahanan fluida terhadap pengaliran. Bila tekanan
reservoir sudah berada di bawah tekanan bubble point maka penurunan
takanan akan mengakibatkan bertambahnya gas yang dibebaskan dari
larutan, sehingga viskositas naik. Hal ini akan mempengaruhi harga PI.
C. Drawdown
Semakin besar drawdown, maka besar pula laju lirannya, sehingga PI naik.
Tetapi dengan semakin besarnya drawdown yang dikibatkan mengecilnya P wf,

sehinga di bawah tekanan saturasi akan mengakibatkan dibebaskannya gas yang


terlarut dalam hal ini akan menyebabkan turunya harga PI.
Dengan terbebaskannya gas yang semula larut

dalam minyak akan

mengakibatkan kehilangan tekanan yang besar dalam aliran vertikal ke


permukaan sehingga Tubing Head Pressure (THP) yang dihasilkan akan kecil,
dan ini memungkinkan ketidakmampuan untuk mengalirkan fluida selanjutnya ke
separator, karena tidak dapat mengatasi tekanan balik yang terjadi. Disamping itu
laju produksi minyak akan turun karena terhambat oleh aliran gas. Perlu kita
perhatikan bahwa, dengan membesarnya drawdown untuk formasi yang kurang
kompak dapat menimbulkan masalah terproduksinya pasir.
D. Ketebalan Lapisan
Semakin tebal suatu zona produktif, maka makin besar pula harga PI yang
berarti laju produksi juga dapat naik tetapi apabila lapisan tersebut diselingi oleh
lapisan tipis dari air maupun gas, maka laju produksi minyak akan berkurang.
Terproduksinya air dapat pula menyebabkan terjadinya scale yang mengurangi
kapasitas kerja dari alat-alat atau terjadi korosi pada alat. Untuk mencegah hal ini,
antara lain dengan memasang casing, sehingga menembus formasi/zona produktif,
kemudian diperforasi pada interval-interval minyaknya.
E. Mekanisme Pendorong
Kecepatan perubahan tekanan reservoir akibat proses produksi sangat
dipengaruhi oleh jenis mekanisme pendorong yang dimilikinya.
1. Solution Gas Drive
Semakin turun tekanannya semakin banyak gas yang dibebaskan dari
larutan, sehingga saturasi gas naik dan saturasi minyak turun yang
menyebabkan permebilitas efektif minyak (ko) turun, sehingga PI turun. Bila
tekanan masih berada di atas tekanan saturasi maka PI konstan, karena
belum ada gas yang dibebaskan .
2. Gas Cap Drive
Penurunan tekanan agak lambat dibandingkan dengan solution gas drive.
Hal ini disebabkan karena tenaga pendorong selain dari pengembangan gas

juga oleh pendesakan dari gas cap drive. Akibatnya penurunan PI tidak
secepat pada solution gas drive.
3. Water Drive
Selama pengosongan minyak dari reservoir oleh water influx, sehingga tidak
dapat mengimbangi pengosongan, maka tekanan akan turun sampai dibawah
tekanan saturasi, sehingga terbentuk fasa gas. Dalam kondisi ini dapat
terjadi aliran minyak, air dan gas, dimana PI-nya akan turun selama produksi
berlangsung.
Indek produktitas yang diperoleh dari hasil tes ataupun dari perkiraan,
hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan sumur untuk
berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur, ataupun untuk
melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga J tersebut dapat
dinyatakan secara grafis, yang disebut dengan grafik kurva Inflow Performance
Relationship (IPR). Berdasarkan definisi J pada Persamaan (2-69), untuk suatu
saat tertentu dimana Ps konstan dan J juga konstan, maka variabelnya adalah laju
produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (Pwf). Persamaan (2-69) dapat
diubah menjadi :
Pwf Ps

q
............................................................................................(2-71)
J

Berdasarkan anggapan diatas, maka bentuk garis dari Persamaan (2-71)


adalah merupakan garis lurus (Gambar 2.49.)
Titik A adalah harga Pwf pada saat q = 0, dan sesuai dengan Persamaan
(2-71), maka Pwf = Ps. Sedangkan titik B adalah harga q pada saat Pwf = 0, dan
sesuai dengan Persamaan (2-71), maka q = J Ps, dan harga laju produksi ini
merupakan harga laju produksi maksimum. Harga laju produksi maksimum ini
disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan batas laju produksi yang
diperbolehkan dari suatu sumur.
Apabila sudut OAB adalah , maka :
tan

OB Ps J

J .............................................................................(2-72)
OA
Ps

Dengan demikian J menyatakan 1/kemiringan dari garis kurva IPR.

Gambar 2.49.
Kurva IPR Linear
Bentuk dari IPR akan linear bila fluida yang mengalir satu fasa, Muskat
menyatakan apabila yang mengalir adalah fluida dua fasa (minyak dan gas), maka
bentuk kurva IPR membentuk kelengkungan dan harga J tidak lagi merupakan
harga yang konstan, karena kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu
untuk setiap harga Pwf.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Vogel terhadap sumur-sumur
yang berproduksi dari reservoir solution gas drive, maka diperoleh suatu hasil
disebut dimensionless IPR. Untuk tujuan praktis grafik IPR tak berdimensi
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis :
qo
Pwf
Pwf
1 - 2
0.8

q max
Ps
Ps

73)

........................................................(2-

Gambar 2.50.
Kurva IPR Tidak Linear
(Ahmed,T,Houston, Texas, 2000)
Persamaan diatas hanya dapat digunakan untuk Pwf yang lebih kecil dari
Pb. Sedangkan bila Ps diatas Pb maka sebagian dari kurva IPR merupakan garis
linear dan selanjutnya melengkung seperti terlihat pada (Gambar 2.50.)
Untuk kondisi tersebut diatas, maka perubahan IPR dapat dilakukan
dengan perluasan persamaan Vogel, yaitu :
qo qb
Pwf
Pwf
1 - 2
0.8

q max q b
Ps
Ps

................................................(2-

74)
Keterangan :
qo

= rate produksi minyak (data test), bbl/hari.

qmax

= rate produksi maksimum pada Pwf = 0, BOPD.

qb

= rate produksi pada saat Pwf = Pb, bbl/hari.

Pwf

= tekanan alir dasar sumur, psi.

Pb

= tekanan bubble point, psi.

Jadi harga J atau grafik IPR akan mengalami perubahan sesuai dengan
lamanya produksi.

2.7.2.4.Pressure Decline
Dari data penurunan tekanan kita dapat mengetahui apakah reservoir itu
masih mampu untuk memproduksi sendiri, ataukah harus dengan menggunakan
artificial lift.
2.7.3. Analisa Production Decline
2.7.3.1.

Decline Curve
. Decline Curve (analisa kurva penurunan produksi) adalah salah satu

metode untuk melakukan peramalan produksi yang akan datang dimana konsep
dasarnya adalah trend atau pola produksi dimasa lampu diperkirakan akan terjadi
juga dimasa yang akan datang.
Decline curve, seperti yang digunakan saat ini adalah plot laju produksi vs
waktu, dan plot laju produksi vs kumulatif produksi pada semilog, log-log
maupun pada kertas spesial dengan skala yang sudah pasti tapi yang paling umum
adalah pada semilog.
Estimasi cadangan dengan decline dapat dilakukan hanya dengan terlebih
dahulu melakukan peramalan produksi sampai batas ekonomi limitnya. Peramalan
produksi sampai batas ekonomi limitnya didasarakan hubungan antara laju alir
untuk setiap waktu (qt vs t, Gambar 2.51.) dan hubungan antara laju alir setiap
waktu dengan kumulatif produksinya (qt vs Npt, Gambar 2.52. )

Gambar 2.51.
Grafik Laju Produksi vs Waktu

Gambar 2.52.
Grafik Laju Produksi vs Produksi Kumulatif
Pada umumnya sumur produksi akan ditinggalkan pada saat biaya untuk
memproduksikan lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Prinsip ini adalah
prinsip ekonomi limit, di mana biaya produksi harus sama dengan pendapatan
yang diterima. Kerugian secara ekonomi akan terjadi jika tetap melanjutkan
produksi diluar statemen ini. Dasar estimasi cadangan dengan decline curve
terletak pada besarnya ekonomi limitnya. Besarnya ekonomi limit ini juga
menentukan umur produksi dan jumlah cadangan minyak yang akan
diproduksikan.
2.7.3.4.Ultimate Recovery
Estimated Ultimate Recovery (EUR) adalah estimasi jumlah cadangan
minyak yang bisa diproduksikan sesuai dengan teknologi, kondisi ekonomi dan
peraturan-peraturan yang ada pada saat itu dan diproduksikan sampai batas
ekonominya. Definisi ini dengan memperhitungkan pemikiran-pemikiran berikut:

Pertama, untuk menyatakan bahwa banyaknya minyak dan gas bumi sebagai
cadangan maka minyak dan gas bumi itu haruslah diproduksikan.

Kedua, minyak dan gas bumi harus secara ekonomis menguntungkan untuk
diproduksikan dengan teknologi yang ada pada saat diproduksikan.

Ketiga, dikarenakan minyak dan gas bumi belum diproduksikan dan tidak
memungkinkan untuk dilihat atau diukur kedalam reservoir minyak dan gas
bumi maka satu-satunya cara hanyalah melakukan estimasi atau perkiraan.

Keempat, dikarenakan cadangan yang ada adalah cadangan sisa, maka akan
ada ukuran waktu produksi yang berhubungan setiap cadangan yang
diperkirakan.
Estimated Original Oil in Place (Ni) adalah estimasi jumlah total

hidrokarbon mula-mula yang terperangkap dalam reservoir, baik yang bisa


diproduksikan maupun yang tidak dapat diproduksikan
Estimated Remaining Reserve (ERR) adalah estimasi cadangan yang masih
tertinggal di reservoir yang dapat diproduksikan dengan teknologi yang ada.
Ditinjau dari konsep decline curve , estimated remaining reserve adalah equivalen
dengan estimasi produksi kumulatif sampai ekonomi limitnya tercapai (Npta).
Salah satu konsep dasar dari peramalan metode decline curve adalah tidak
ada perubahan metode produksi, jadi jumlah total estimasi produksi kumulatif
sampai ekonomi limitnya tercapai bukanlah nilai akhir yang bisa diproduksikan
dari sumur produksi karena jika metode produksinya dirubah (misalnya dengan
metode EOR), maka akan ada cadangan sisa lagi yang akan bisa diproduksikan,
dimana besarnya tergantung dari jumlah minyak mula-mula (Ni) yang ada didalam
reservoir dan teknologi yang digunakan.
Recovery Factor (RF) adalah perbandingan antara estimated ultimate
recovery (EUR) dengan estimated original oil in place (Ni).
RF

EUR
.....(2-75)
Ni

Perhitungan estimasi jumlah cadangan minyak yang bisa diproduksikan (EUR)


dapat dilakukan dengan membuat persamaan matematis yaitu:
EUR = Cum + ERR..............................................................................(2-76)

Gambar 2.53.
Grafik Profil Produksi Kumulatif vs Laju Alir
Keterangan :
EUR

= Estimated Ultimate Recovery

Cum

= Actual Cumulative Recovery

ERR

= Estimated Remaining Reserved

dalam konteks decline curve, EUR adalah Npa, Cum adalah Npt, ERR adalah
Npta, maka :
EUR = Npt + Npta..(2-77)
Dimana harga Npt didapat dari data produksi dan Npta dari hasil plot antara laju
produksi pada setiap waktu t (qt) dengan produksi kumulatif setiap waktu t (Npt).

Anda mungkin juga menyukai