Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Schrdinger


Persamaan Schrdinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan

untuk

memberikan imformasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan


differensial

akan

menghasilkan

pemecahan

yang

sesuai

dengan

fisika

kuantum.Walaupun dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat


digunakan sebagai bahan perbandingan. Untuk menghasilkan persamaan Schrdinger,
maka harus memenuhi 3 kriteria, sebagai berikut :
a.

Taat asas dengan kekekalan energi


Hukum kekekalan energi adalah jumlah energi kinetik ditambah energi

potensial bersifat kekal, artinya tidak bergantung pada waktu maupun posisi.
Persamaan Schrdinger harus konsisten dengan hukum kekekalan energi . Secara
matematis, hukum kekekalan energi dapat diungkapkan dengan rumusan:
K + V = Etot

p2
+ V ( x) = E
2m

(2.1)

Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan energi
potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai
energi total.
Dimana energi kinetik digunakan bukanlah dalam bentuk K =

1 2
mv . Karena
2

pada Persamaan Schrdinger berbicara tentang dunia atom. Sehingga digunakan


Prinsip ketidakpastian

, dengan h = 6,63 x 10 -34 J.s. Ketidakpastian

ini adalah sesuatu yang akurat dan pasti. Pada skala ini memberikan makna terhadap
gejala fisika dalam dunia atom. Dan karena momentum itu sebanding dengan
kecepatan. Ini berarti partikel tidak dapat memiliki posisi dan kecepatan yang akurat

Universitas Sumatera Utara

pada saat bersamaan, bahkan ketidakpastian dalam posisi dikalikan dengan


ketidakpastian momentum selalu lebih besar nilainya dari konstanta Planck sangat
kecil. Sehingga hanya digunakan dalam kawasan mikroskopik misalnya elektron.
b. Linear dan bernilai tunggal
Persamaannya haruslah Berperilaku Baik dalam pengertian matematikanya.
Pemecahannya harus memberi informasi tentang probabilitas untuk menemukan
partikelnya, walaupun ditemukan probabilitas berubah secara kontinu dan partikelnya
menghilang secara tiba-tiba dari satu titik dan muncul kembali pada titik lainnya,
namun fungsinya haruslah bernilai tunggal, artinya tidak boleh ada dua probabilitas
untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus linear , agar
gelombangnya memiliki sifat superposisi yang diharapkan sebagai milik gelombang
yang berperilaku baik.
c. Pemecahan partikel bebas sesuai dengan gelombang de Broglie tunggal
Tahun 1924 de Broglie menyatakan bahwa materi

mempunyai sifat

gelombang disamping sifat partikel. Bentuk persamaan diffrensial apapun, haruslah


taat azas terhadap hipotesis de Broglie. Untuk menyelesaikan persamaan matematik
bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahannya harus berbentuk
fungsi gelombang dengan panjang gelombang yang sama dengan h / p . Sesuai
dengan persamaan = h / p. Maka energi kinetik dari gelombang de Broglie partikel
bebas haruslah K = p2 / 2m = 2 k2 / 2m.
Bentuk persamaan harus taat azas dengan kekekalan energi seperti yang
dijelaskan diatas ( V + K = E ), K muncul dalam pangkat satu dan K = p2 / 2m =
2 k2 / 2m, sehinggga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k2
adalah dengan mengambil turunan kedua dari (x) = A sin kx terhadap x. Sehingga
dihasilkan Persamaan Schrdinger sebagai berikut:

d 2 ( x)
2m
2m
= k 2 ( x) = 2 k ( x) = 2 ( E V ( x)) ( x)
2
dx

2 d 2 ( x)
+ V ( x) = E ( x)
2m dx 2
(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Persamaan Schrdinger (2.2) diatas merupakan persamaan Schrdinger tidak


bergantung waktu dalam satu dimensi.

2.2 Probabilitas dan Normalisasi


Fungsi gelombang (x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang
gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Masalah yang muncul
ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo
(x) dan variabel fisika apakah yang bergetar? Ini merupakan suatu jenis gelombang
yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan
partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana |(x)|2 dx memberikan probabilitas
untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat probabilitas P(x) terhadap
(x) menurut persamaan Schrdinger sebagai berikut:
P(x)dx=|(x)|2dx

(2.3)

Tafsiran |(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu (x), walaupun


amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan
partikel antara x1 dan x2 adalah jumlah semua probabilitas P(x)dx dalam selang antara
x1 dan x 2 adalah sebagai berikut:
x2

x2

P( x)dx = ( x) dx
2

x1

(2.4)

x1

Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang
sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku:
+

( x)

dx = 1

(2.5)

Persamaan (2.5) dikenal dengan

syarat Normalisasi, yang menunjukkkan

bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari


persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya
ditentukan dari persamaan (2.5) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi
gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah


dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.4) akan selalu menghasilkan suatu
probabilitas yang terletak antara 0 dan 1.
Setiap pemecahan persamaan Schrdinger yang menghasilkan |(x)|2 bernilai
tak hingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak
hingga

untuk

menemukan

partikel

pada

titik

manapun.

Maka

harus

mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan faktor pengalinya


sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan
differensial menghasilkan (x) = A

+B

bagi seluruh daerah x > 0 , maka

syaratnya A = 0 agar pemecahannnya mempunyai makna fisika. Jika tidak |(x)|


akan menjadi tak hingga untuk x menuju tak hingga ( Tetapi jika pemecahannya
dibatasi dalam selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika
pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0.
Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan,dalam hal ini tidak dapat
menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung
pada kedudukannnya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan
setiap kooordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau
rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali (Eisberg,1970).

2.3 Penerapan Persamaan Schrdinger


Persamaan Schrdinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana
pemecahan persamaan Schrdinger, yang disebut fungsi gelombang, memberikan
informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.

2.3.1. Pada partikel Bebas


Yang dimaksud dengan Partikel Bebas adalah sebuah partikel yang bergerak
tanpa dipengaruhi

gaya apapun

dalam

suatu

bagian ruang,

yaitu,

F = - dV(x) / dx = 0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan.


Dalam hal ini, bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol.

Universitas Sumatera Utara

Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan P,


yang mengakibatkan energi totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam
mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrdinger tidak
bergantung waktu. Persamaan Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh dari
persamaan (2.2) berikut:

2 2 ( x)
+ V ( x) = E ( x)
2m x 2

(2.6)

Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaannya menjadi

2 2 ( x)

= E ( x)
2m x 2

(2.7)

Atau:

2 ( x) 2mE
+ 2 ( x) = 0
x 2

(2.8)

Karena:
2mE
k = 2

atau

2k 2
E=
2m

(2.9)

Dengan demikian diperoleh:

2 ( x)
= k 2 ( x)
2
x

(2.10)

Persamaan (2.8) adalah bentuk umum dari persamaan differensial biasa berorde dua,
dengan k2 adalah positif, dimana (x) merupakan kuantitas kompleks yang memiliki
bagian real (nyata) dan bagian imajiner, sehingga pemecahannnya adalah:
(x)=Asinkx+ B cos kx

(2.11)

Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan
memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak terkuantisasi).
Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan, karena integral

Universitas Sumatera Utara

normalisasi tidak dapat dihitung dari - hingga + , bagi fungsi gelombang itu.
(Krane, 1992).

2.3.2. Partikel dalam kotak


Untuk meninjau sebuah partikel yang bergerak bebas dalam sebuah kotak dalam
dimensi yang panjangnya L, dimana partikelnya benar-benar terperangkap dalam
kotak. Misalnya, sebuah manik-manik yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat
yang ditegangkan antara dua dinding tegar dan bertumbukan secara eksak dengan
kedua dinding. Potensial ini dapat dinyatakan
V(x) = 0,

0xL

V(x) = ,

x < 0, x > L,

V (x)=

V(x)=

V(x)=0

Gambar.2.1.Sumur Potensial yang bersesuaian dengan sebuak kotak yang dindingnya


keras tak berhingga.
Kita dapat memberi spesifikasi pada gerak partikel dengan mengatakan bahwa
gerak itu terbatas pada gerak sepanjang sumbu-x antara x = 0 dan x = L disebabkan
oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya
jika bertumbukan dengan dinding, energi totalnya tetap konstan.
Dari perbandingan Mekanika Kuantum,energi potensial V dari partikel itu
menjadi tak hingga di kedua sisi kotak, sedangkan V konstan di dalam kotak, dapat
dikatakan V = 0 seperti yang terlihat pada gambar (2.1) di atas. Karena partikel tidak
bisa memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar
kotak, sehingga fungsi gelombang = 0 untuk 0 x L. Maka yang perlu dicari

Universitas Sumatera Utara

adalah nilai di dalam kotak, yaitu antara x = 0 dan x = L . Persamaan Schrodinger


menjadi:

2 2m
+
E ( x) = 0
x 2 2

(2.12)

Berdasarkan pembuktian persamaan Diatas, didapat pemecahan sebagai berikut:


(x)=Asinkx+B coskx

(2.13)

=0 dan x = 0
Dari persamaan (2.13) diperoleh B = 0, maka:
(x) =Asinkx= 0

(2.14)

Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nilai A dan B, juga
belum menghitung nilai energi E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan
diterapkan persyaratan bahwa (x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang.
Dalam hal ini, akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x < 0 dan x > 0 bernilai
sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x > L dan x < L haruslah bernilai sama
di x = L. Jika x = 0, Untuk x < 0 Jadi harus mengambil (x) = 0 pada x = 0.
(0) =Asin 0 + B sin 0
(0) = 0 + B.1 = 0

(2.15)

Jadi,didapat B = 0. Karena =0 untuk x > L, maka haruslah berlaku (L) = 0,


(L) = AsinkL + Bcos kL = 0

(2.16)

Karena telah didapatkan bahwa B = 0,maka haruslah berlaku:


AsinkL = 0
Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang

(2.17)
memberikan (x) = 0 dan

2(x) = 0, yang berarti bahwa dalam kotak tidak terdapat partikel (Pemecahan tidak
masuk akal) atau sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = ,2,3,

(2.18)

Universitas Sumatera Utara

Dengan:
(2.19)

2mE
=k

Dari persamaan (2.18) dan persamaaan (2.19) diperoleh bahwa energi

partikel

mempunyai harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat
energisitas yaitu:

n 2 2 2
En =
2mL2

(2.20)

Fungsi gelombang sebuah partikel didalam kotak yang berenergi En ialah:

n = A sin

2mE n

(2.21)

Untuk memudahkan E0 =22/2mL2, yang mana tampak bahwa unit energi ini
ditentukan oleh massa partikel dan panjang kotak. Maka E = n2E0 dan demikian
partikelnya hanya dapat ditemukan dengan energi

E0, 4 E0, 9 E0, 16 E0 dan

seterusnya. Karena dalam kasus ini energi yang diperoleh hanya pada laju tertentu
yang diperkenankan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan

kasus klasik,

misalnya manik-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan


menumbuk kedua dinding secara secara elastik) dapat diberi sembarang kecepatan
awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut.
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu
yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut
keadaan stasioner (Disebut keadaanstasionerkarena ketergantungan pada waktu
yang dilibatkan untuk membuat ( x, t ), ( x, t )

tidak bergantung waktu). Hasil

pengukuran energi sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada
salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi (x)
belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan A. Untuk menentukannya, ditinjau

Universitas Sumatera Utara

kembali persyaratan normalisasi, yaitu ( x) dx = 1 . Karena (x)=0, kecuali untuk


2

0 x Lsehingga berlaku:
L

sin 2

2mE n
2

xdx = 1

(2.22)

Karena pada persamaan (2.20)

En =

n 2 2 2
2mL2

Maka diperoleh A = 2 / L . Dengan demikian, Pemecahan lengkap bagi fungsi


gelombang untuk 0 x L adalah:

n =

2
nx
sin
L
L

n=1,2,3,

(2.23)

Dalam gambar 2.2 akan dilukiskan berbagai tingkat energi, fungsi gelombang
dan rapat probabilitas

yang mugkin untuk beberapa keadaan terendah. Keadaan

energi terendah, yaitu pada n =1 , dikenal sebagai keadaan dasar dan keadaan dengan
energi yang lebih tinggi (n > 1) dikenal sebagai keadaan eksitasi.
n=1

n=3
n=2
x =0

x=a

Gambar.2.2. Fungsi gelombang sebuah partikel sumur potensial yang dibatasi


x0 = 0 menuju x = a dengan orde berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Partikel itu memiliki peluang untuk didapatkan di luar sumur. Jika sebuah
partikel dengan energi E0 dalam suatu daerah (kawat untuk manik-manik) dan
kemudian akan diukur kedudukannnya dengan pengukuran dilakukan berulang kali.
Maka akan ditemukan distribusi hasil pengukuran yang sama seperti 2 ( x) untuk
kasus n=1 hingga probabilitas terbesar x=L/2 dan berangsur-angsur berkurang saat
menjauhi pusatnya yang akhirnya menuju nol pada ujung-ujungnya (jika
menggunakan fisika partikel klasik, takkuantum, maka probabilitasnya tetap pada
semua titik di dalam kotak).
Jika pengukuran diulangi kembali, dengan pengecualian bahwa partikelnya
diberi energi sebesar 4E0. Bila diulangi semua pengukuran terhadap kedudukannnya ,
akan didapati bahwa distribusi ini sesuai dengan 2 ( x)

untuk n = 2. Maksimum

probabilitas pada x = L/4 dan x = 3L/4, sedangkan probabilitas nol terjadi pada
x = L/2. Dengan demikian partikelnya harus bergerak sedemikian rupa sehinggga
suatu waktu dapat ditemukan di x = L/4 dan x = 3L/4 tanpa menemukan di x = L/2.
Ini merupakan ilustrasi grafis mengenai perbedaan antara fisika klasik dan kuantum.
Tetapi bagaimana mungkin terjadi suatu partikel mencapai 3L/4 dari L/4 tanpa
melewati L/2 ? Ini adalah hal yang sulit dijawab jika adanya kecenderungan hanya
pada partikel, karena fisika kuantum cenderung pada pandangan gelombang.
Berbicara tentang kedudukan, fokusnya pada partikel dan berbicara tentang
gerak dari L/4 ke 3L/4 fokusnya pada gelombang. Untuk lebih jelasnya dapat
memperhatikan gambar 2.3 tentang beberapa tingkat energi terendah yang
diperkenankan dari partikel yang terbatas geraknya dalam kotak.
20

n=4

15
n2E0 10

n=3

n=2

n=1

Gambar.2.3. Tingkat energi dalam kotak secara konstan (Raymond,2006).

Universitas Sumatera Utara

2.4. Metode Numerik


Penerapan metode numerik

pada persamaan Schrdinger dirumuskan

dengan

persamaan differensial. Langkah pendahuluan yang ditempuh dalam menerapkan


metode ini adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta
syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti
daerah yang kontinu dengan suatu pola titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi
sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap sub luas.

2.5

Sistem Tri-Diagonal

Pemecahan persamaan differensial dengan menggunakan diskretisasi perbedaan


hingga (finite difference), seringkali melibatkan sistem persamaan linier (SPL) yang
mempunyai bentuk-bentuk khusus. Contoh berikut memberikan dua kemungkinan
bentuk SPL berikut;
a11 x1 + a12 x 2 = b1
a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 = b2
a32 x 2 + a33 x3 + a34 = b3

(2.24)

a 43 x3 + a 44 x 4 + a 45 = b4


a NN 1 x N 1 + a NN x N = bN
Dengan menggunakan notasi matriks, sistem persamaan (2.24) dapat dituliskan

a11
a
21
0

a12

0
0

a 22
a32

a 23
a33

a34

0
0
0

0
0
0

0 a N 1N 2
0
0

0
0
0

a N 1N 1
a NN 1

x1 b1
x b
2 2
x3 b3


a N 1N x N 1 bN 1

a NN x N bN
0
0
0

(2.25)

Universitas Sumatera Utara

Pada sistem tridiagonal tampak bahwa mayoritas dari elemen matriksnya


adalah nol. Komputasi dengan komputer dapat menghemat banyak ruang memori
dengan hanya menyimpan elemen yang ada di diagonal mayor dan dua sub diagonal
lainnya. Untuk sistem tridiagonal, digunakan tiga vektor a, d dan c untuk menyimpan
nilai elemen yang bukan nol sepanjang diagonal mayor dan subdiagonalnya sehingga
(2.25) menjadi:

d1
a
2
0

d2
a3

0
c2
d3

0
c3

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0 a N 1
0 0

c1

d N 1
aN

0 x1 b1
0 x 2 b2
0 x3 b3


c N 1 x N 1 bN 1

d N x N bN

(2.26)

Pemecahan SPL dengan koefisien matriks tridiagonal didasari oleh metode doolittle.
Pertama-tama matriks A didekomposisi menjadi LU, yaitu matriks segitiga bawah
dan segitiga atas sesuai algoritma Doolittle. Setelah dekomposisi (2.26) menjadi:

2
0

0
1

0
0
0

0 N

0
0
1

0 1 c1
0 0 2

0 0
1 0 0

0 0
c2 0

0 N 1
0 0
U

0 x1 b1
0 x 2 b2
x 3 = b3

c N 1
N x N bN
x

(2.27)

Setelah perkalian matriks persamaan (2.27) menjadi


0
0
c1
1
c +
0
c2
2 1 21 2
0
3 2
3c2 + 3 c3


0
0
0
0

0
0
0
0

0
0
0

0
0

0
0
0
x1 b1
x b

0
0
0
2 2
x3 b3 (2.28)

0
0
0
=


N 1 N 2 N 1cN 2 + N 1
cN 1 xN 1 bN 1

N N 1
N cN 1 + N xN bN

Universitas Sumatera Utara

Inti dari algoritma ini adalah mengubah elemen-elemen pada vektor a, d dan c dengan
vektor , dan c yang merupakan elemen-elemen dari L dan U, Jika dibandingkan
persamaan (2.28) dengan (2.26) maka tampak bahwa:

1 = d1 2 1 = a 2 2 = a 2 / 1
3 2 = a 3 3 = a 3 / 2

N N 1 = a N N = N / N 1

2 c1 + 2 = d 2 2 = d 2 2 c1
3c2 + 3 = d 3 3 = d 3 3c2

N c N 1 + N = d N N = d N N c N 1
Langkah-langkah di atas dapat dengan mudah diprogram, sebagai ilustrasi, 3 langkah
pertama program tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
d(1) = d(1)
a(2) = a(2) / d(1)

d(2) = d(2) a(2)*c(1)

a(3) = a(3) / d(2)

d(3) = d(3) a(3)*c(2)

Setelah elemen-elemen pada vektor a dan d dengan dan , persamaan (2.27) dapat
diproses lebih lanjut, jika Ux sebut saja g, maka persamaan (2.27) dapat dituliskan

2
0

0
1

0
L

0
0
1

0
0
0

0 N

0 g1 b1
0 g 2 b2
0 g 3 = b3


1 g N bN
g

(2.29)

Universitas Sumatera Utara

Dari (2.29) dapat diperoleh:


g1 = b1

2 g1 + g 2 = b2 g 2 = b2 2 g1
3 g 2 + g 3 = b3 g 3 = b3 3 g 2

(2.30)

N g N 1 + g N = bN g N = bN N g N 1

Dalam proses komputasi g disimpan dalam vektor b, yaitu elemen-elemen awal b


diganti dengan yang baru. Tiga langkah pertama dalam program tertulis sebagai
berikut:
b(1) = b(1)
b(2) = b(2) a(2)*b(1)
b(3) = b(3) a(3)*b(2)
karena g adalah U x maka:

1 c1
0
2

0 0
0 0

0
c2

0
0
L

0
0

N 1
0

x1 g1
x g
2 2
x3 = g3

c N 1
N x N g N
0
0

(2.31)

xN = g N / N

N 1 x N 1 + c N 1 x N = g N 1 x N 1 = ( g N 1 c N 1 x N ) / N 1
N 2 x N 2 + c N 2 x N 1 = g N 2 x N 2 = ( g N 2 c N 2 x N 1 ) / N 2

(2.32)

1 x1 + c1 x 2 = g1 x1 = ( g1 c1 x 2 ) / 1

Universitas Sumatera Utara

Dalam komputasi, tiga langkah pertama berbentuk:


x(N)

= b(N) / d(N)

x(N-1) = [ b(N-1)-c(N-1)*x(N)] / d(N-1)


x(N-1) = [ b(N-2)-c(N-2)*x(N-1)] / d(N-2)
Jika diperhatikan prosedur di atas adalah metode Doolittle yang diterapkan
pada sistem tridiagonal. Namun karena elemen dari matriks A kebanyakan nol maka
hanya digunakan tiga vektor dengan ukuran 1 x N untuk menyimpan elemen bukan
nol matriks A. Tekhnik ini sangat populer dengan algoritma Thomas, sesuai dengan
nama penemunya (Kosasih Buyung, 2006).

2.6

Metode Perbedaan Hingga

Metode perbedaan hingga adalah metode yang digunakan mengubah problem PDB
nilai batas dari sebuah problem kalkulus menjadi sebuah aljabar. Dengan metode ini
persamaan differensial ' dan " akan diaproksimasikan dengan menggunakan deret
Taylor. Deret Taylor adalah representasi fungsi matematika sebagai jumlahan tak
hingga dari suku-suku yang nilainya dihitung dari turunan fungsi tersebut di suatu
titik. Bentuk deret taylor dapat dituliskan sebagai berikut:
n

( x + h) = k ( x)
k =0

Dengan: Rn =

( h)
+ Rn
k!

(2.33)

h n (n)
( x + h), dengan.0 < < 1
n!

Jika: n , Rn 0
Maka deret Taylor dapat dituliskan dalam bentuk:

(2.34)

Universitas Sumatera Utara

Atau dapat dituliskan dalam bentuk:

( x + h ) = ( x ) + h ' ( x ) +

h2
" ( x) + ...
2!

(2.35)

(2.36)

h2
( x h) = ( x) h ' ( x) " ( x) + ...
2!

Jika dikurangi (2.35) dengan (2.36) dan nilai setelah pangkat 2 diabaikan atau
dianggap sangat kecil atau sama dengan nol (karena pada persoalan ini kita hanya
membutuhkan turunan pertama dan kedua sesuai dengan persamaan diffrensial orde
dua pada persamaan Schrodinger partikel bebas dan dalam kotak lihat persamaan
(2.8) dan (2.12) maka akan didapat:

' ( x) =

( x + h) ( x h)

(2.37)

2h

Apabila (2.35) ditambah dengan (2.36) akan diperoleh:

" ( x) =

( x + h) 2 ( x) + ( x h)

(2.38)

h2

Persamaan (2.37) (2.38) dapat

diterapkan dengan

membagi [ x0 , x N ] (lihat

gambar 2.4) menjadi N bagian dengan interval h:


h=

i=1

x N x0
N

i=2 i=3

(2.39)

i=N-1 i=N

Gambar 2.4. Pembagian Interval antara [ x0 , x N ].

Universitas Sumatera Utara

Dengan metode perbedaan hingga yang dicari adalah pada x tertentu:


xi +1 = xi + h

(2.40)

Jika i = 0 maka x1 = x0 + h dengan menggunakan notasi ini persamaan (2.37) dan


(2.38) dapat dituliskan:

' ( xi ) =

" ( xi ) =

( xi +1 ) ( xi 1 )

(2.41)

2h

( xi +1 ) 2 ( xi ) + ( xi 1 )

(2.42)

h2

Persamaan (2.41) dan (2.42) dikenal dengan aproksimasi perbedaan hingga.

2.7. Persamaan Differensial Biasa (PDB) dengan Nilai Batas


Pada persoalan engineering lebih sering dijumpai PDB tingkat 2 dengan kondisi batas
yang diberikan pada dua titik. Umumnya kedua titik ini ada pada batas-batas domain
permasalahan. Karena solusi yang dicari berada pada dua batas yang tertutup, maka
problem ini dikenal sebagai problem domain tertutup atau PDB dengan nilai batas.
Bentuk umum dari PDB dengan nilai batas adalah:

d 2
d
+ p( x)
+ q ( x) = f ( x)
2
dx
dx

x0 x x n

(2.43)

Dengan nilai-nilai batas:


A1 ( x0 ) + B1

d
( x0 ) =
dx

(2.44)

A2 ( x n ) + B2

d
( xn ) =
dx

(2.45)

Dimana : A1 + B1 0 dan A2 + B2 0

(2.46)

Universitas Sumatera Utara

Dari kondisi batas (2.44) dan (2.45), ada 3 kemungkinan jenis kondisi batas yang
mungkin diterapkan dalam PDB ini
1.

Nilai batas konstan (Tipe Dirichlet)


Nilai batas diberikan sebagai sebuah konstan. Contoh, jika A1 = 1 dan B1 = 0
maka ( x0 ) =

2.

Nilai batas Derivatif (Tipe Neuman)


Nilai batas yang diberikan sebagai sebuah nilai derivatif. Contoh, jika A1 = 0
dan B1 = 1 maka ' ( x0 ) =

3. Nilai batas campuran (Tipe Robin)


Nilai batas terdiri dari nilai konstan derivatif. Contoh, jika A1 = 1 dan B1 = 1
maka ( x0 ) + ' ( x0 ) =
Tergantung dari koefisien-koefisien p(x,y)

dan q(x,y), PDB (2.38) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:


1. PDB linier , jika p(x,y) dan q(x,y) berupa fungsi dari x saja atau berupa sebuah
bilangan konstan p(x,y) = p(x) atau p(x,y) = konstan
2. PDB non linier, jika p(x,y)dan q(x,y) merupakan fungsi dari x dan y.

2.8 Solusi Numerik Persamaan Schrdinger


Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Persamaan
Schrdinger dalam berbagai potensial yaitu pada partikel bebas (2.8), partikel dalam
kotak (2.12) disebut juga dengan persamaan diffrensial orde dua. Cara umum untuk
memecahkan persamaan tersebut dalam bentuk persamaan diffrensial biasa adalah
menuliskan persamaan tersebut dalam bentuk persamaan diffrerensial dengan syarat
batas.

Universitas Sumatera Utara

2.8.1 Partikel bebas


Persamaan Schrdinger pada partikel bebas (2.7) adalah sebagai berikut:

2 ( x)
= k 2 ( x)
2
x
Atau

2 ( x) 2mE
+ 2 ( x) = 0
x 2

pada persamaan (2.8)

Langkah-langkah yang digunakan untuk memecahkan persamaan Schrdinger dalam


berbagai potensial ke dalam bentuk numerik sebagai berikut:

Persamaan (2.8)
(2.43)

2 ( x) 2mE
+ 2 ( x) = 0 dikonversi ke persamaan umum PDB
x 2

2 ( x)
( x)
+ p( x)
+ q ( x) ( x) = f ( x) Sehingga diperoleh koefisien
2
x
x

dari persamaan (2.8)


2

Aproksimasi

' ( xi ) =
" ( xi ) =

beda

p(x) = 0 , q(x) =
hingga

( xi +1 ) ( xi 1 )
2h

2mE
dan f(x) = 0
2

turunan

dan

turunan

( xi +1 ) 2 ( xi ) + ( xi 1 )
h2

pertama

pada

persamaan

(2.41)

kedua

pada

persamaan

(2.42)

disubstitusikan ke persamaan (2.43) maka

didapatkan:

2
2
1 2 hp( x) ( xi 1 ) 2 h q( x) ( xi ) + 1 + 2 hp ( x) ( xi +1 ) = h f ( x)

(2.47)

Atau dapat disederhanakan

1
2
2
1 2 hp( x) i 1 2 h q( x) i + 1 + 2 hp ( x) i +1 = h f ( x)

(2.48)

Dengan memasukkan nilai p(x), q(x) dan f(x) pada langkah 1 ke persamaan
(2.48) maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

2 2mE
2
1 2 h(0) i 1 2 h 2 i + 1 + 2 h(0) i +1 = h (0)

(2.49)

[1] i 1 2 h 2 2mE
+ [1] i +1 = 0
2 i

(2.50)

2mE
+ i +1 = 0
2 i

i 1 2 h 2

(2.51)

Persamaan (2.51) diterapkan pada setiap titik diskresitasi, yaitu i =1, 2,,N-1
Sehinggga terbentuk sistem persamaan linier (SPL) dengan bentuk tri-diagonal yang
dapat dipecahkan dengan algoritma Thomas.

Dari persamaan (2.46) Untuk 1 i N-1 diperoleh:


i =1:

2mE
2 h 2 2 1

2mE
2 h 2 2 2 +

i = 2: 1

i =N-1: 0

i = 3:

+ 2

= 0

= 0

= 0

0+

2mE
2 h 2 2 3

N 2

2mE
2 h 2 2 N 1

= N

Dari i=1 hingga i= N-1 persamaan linier diatas dapat dinyatakan dalam bentuk
matriks dimensi NxN Sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Bila diambil: k 2 =

2 h 2 ( k 2 )

2mE
maka bentuk matriksnya menjadi:
2

1
2 h 2 (k 2 )
1
0
0

1 0
0
0
0


1
0
0
2 0
3 = 0
0
2 h 2 (k 2 ) 1


0
1 2 h 2 (k 2 ) N 1 N

(2.52)

Pemecahan metode numerik menggunakan metode beda hingga pada persamaan


(2.52) diatas akan mempermudah pembuatan programnya sehingga akan diperoleh
visualisasi dari persamaan Schrodinger pada partikel bebas.

2.8.2 Partikel dalam Kotak


Pada dasarnya persamaan Schrdinger pada partikel bebas identik dengan persamaan
Schrdinger dalam kotak sehingga memiliki pemecahan yang sama. Sehingga
metode-metode penyelesaian pada partikel bebas juga digunakan untuk mencari
solusi persamaan schrodinger pada partikel dalam kotak.

2.9 Program komputer


Program komputer adalah suatu urutan instruksi yang disusun secara sistematis dan
logis dengan menggunakan bahasa pemrograman untuk menyelesaikan suatu
masalah. Program komputer dapat digunakan untuk perhitungan numerik dan
eksprimen simulasi melalui pendekatan fisika komputasi.

2.9.1 Pengantar pemrograman MATLAB


MATLAB adalah singkatan dari MATrix LABoratory, suatu perangkat lunak
matematis yang menggunakan vektor dan matriks sebagai elemen data utama.

Universitas Sumatera Utara

MATLAB diciptakan di Universitas Mexico dan stanford University ditahun 70-an


dan saat ini dipasarkan Oleh Math Work Inc.
Elemen dasar :
A. Membuka paket MATLAB
a. Cari ikon MATLAB kemudian klik dengan cepat dua kali, jendela kerja
MATLAB akan muncul
b. Perintah (Command) dari MATLAB dituliskan dengan tanda >>
c. Setelah selesai menggunakan MATLAB, ketik quit dan [enter], atau klik File/Exit.
B.Operasi Aritmatika
Tabel 2.1 Operator Aritmatika
Operasi

Simbol

Contoh

Penambahan

2+3

Pengurangan

5-4

Perkalian

3*2

Pembagian

6/3

Pemangkatan

3^2

C.Variabel
Variabel pada MATLAB harus diberi nama.Nama variabel harus dimulai
dengan huruf, dan bisa diikuti dengan huruf lain atau angka maksimum 31 karakter.
Nama varibel dengan huruf besar (kapital) dianggap berbeda dengan nama variabel
yang ditulis dengan huruf kecil.
D.konstanta/tetapan
Beberapa tetapan yang berlaku pada Matlab adalah Sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

pi

nilai = 3,14452

eps

nilai epsilon, bilangan natural e =

inf

nilai tak berhingga ~

E.Tanda baca
%

Digunakan untuk mengawali komentar (command)

digunakan untuk memisahkan dua pernyataaan dalam sebaris

digunakan untuk memisahkan dua pernyataan tanpa echo

digunakan untuk melanjutkan statemen ke baris berikutnya.

2.9.2 input-output
MATLAB juga menyediakan instruksi untuk menerima data dari keyboard (input)
dan menampilkan nilai variabel ke monitor (output) yaitu:
a.Melakukan input : x =input(masukkan nilai x:)
b.Menampilkan nilai:disp(nilai dari x adalah)

2.9.3 Kontrol Program


MATLAB menyediakan beberapa instruksi yang memugkinkan pengguna membuat
program atau fungsi, antara lain instruksi pemilihan (seleksi) dan instruksi perulangan
(loop)
Instruksi seleksi:
a. Pemilihan bersyarat:
if (syarat-1)
instruksi-1

Universitas Sumatera Utara

else if
instruksi-2
else
instruksi-3
end.
Pemilihan diatas digunakan untuk memilih satu diantara beberapa instruksi sesuai
dengan syarat yang dipenuhi. Bila syarat 1 dipenuhi maka laksanakan instruksi 1 ,
bila syarat 2 dipenuhi, maka laksanakan instruksi 2 bila tidak ada syarat yang
dipenuhi maka laksanakan instruksi-3.
b. Pemilihan kasus
switch variabel
case 1 {nilai-1} instruksi-1
case 2 {nilai-2} instruksi-2
case 3 {nilai-3} instruksi-3

Otherwise instruksi n
End.
Instruksi seleksi ini akan memilih satu instruksi berdasarkan nilai yang
diberikan pada variabel. Bila nilainya adalah nilai -1 maka instruksi 1 dilaksanakan.
Bila nilainya adalah 2 maka instruksi 2 yang dilaksanakan. Bila nilainya adalah 2
maka instruksi 2 yang dilaksanakan.
Instruksi perulangan
a. Perulangan dengan for
for var = n1:n2:n3

Universitas Sumatera Utara

instruksi-instruksi
end
Perulangan yang dibatasi oleh nilai var, mulai dari n1 hingga n3 dengan
perubahan nilai sebesar n2 pada setiap putaran. Apakah n2=1 maka n2 tidak perlu
ditulis, sehingga bentuknya menjadi:
for var = n1: n3
instruksi-instruksi
end
b. Perulangan denganWhile
while (syarat)
insruksi-instruksi
end
Perulangan yang ditentukan oleh suatu syarat. Selama syarat terpenuhi maka
perulangan akan belangsung. (Suarga,2005).

2.9.4. Grafik MATLAB


MATLAB menyediakan fasilitas grafik yang dapat dipanggil dari baris perintah atau
perintah yang langsung dituliskan pada command window . Berikut adalah tekhnik
untuk memperoleh tampilan grafik yang lebih menarik dengan menggunakan
MATLAB.

1. Memberi judul dan Label pada Grafik


Untuk menambahkan judul grafik pada hasil plot harus menggunakan skrip
berikut : Tittle(----judulnya------);

Universitas Sumatera Utara

Dan untuk menambahkan label sumbu x pada hasil plot harus mengggunakan skrip
berikut : xlabel(---labelnya--------);
Dan untuk menambahkan label sumbu y pada hasil plot harus mengggunakan skrip
berikut : ylabel(---labelnya--------);
2. Memunculkan Grid pada Grafik
Latar belakang grafik secara default berwarna putih dan polos. MATLAB
menyediakan fungsi untuk membuat grid pada latar belakang grafik dengan
menggunakan fungsi grid on dan grid off.
3. Mengubah garis, tanda dan warna pada Grafik
Jika diinginkan tampilan data tidak dalam bentuk garis tepi berupa titik,
lingkaran atau kotak dan mungkin saja dalam warna yang berbeda-beda. Maka
tekhnik yang digunakan adalah

memberikan parameter input yang berhubungan

dengan fungsi plot, seperti berikut: Plot (z,y,symbol). Dimana x dan y adalah variabel
data yang akan diplot.Simbol adalah karakter yang akan digunakan untuk
menggantikan format tampilan default grafik.
(Hartanto, dan Prasetyo, 2003)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai