Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin
dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam
suatukarbohidrat

yang

diragikan.

Proses

karies

ditandai

dengan

terjadinyademineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan


bahan organiknya. Halini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan
kerusakan pada jaringan pulpa sertapenyebaran infeksi ke jaringan periapikal
dan menimbulkan rasa nyeri. Sampai sekarang,karies masih merupakan masalah
kesehatan baik di negara maju maupun dinegara-negara bekembang. Data dari
Bank WHO (2000) yang diperoleh dari enamwilayah WHO (AFRO, AMRO,
EMRO, EURO, SEARO, WPRO) menunjukkan bahwa reratapengalaman karies
(DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2.4. Indeks karies diIndonesia sebagai
salah satu negara SEARO (South East Asia Regional Offices) saat iniberkisar
2.2,

untuk

kelompok

usia

yang

sama.

Kelompok

12

tahun

ini

merupakanindikator kritis, karena sekitar 76.97% karies menyerang pada usia


tersebut. Di negaraberkembang lainnya indeks karies 1.2 sedangkan indeks
target WHO untuk tahun 2010adalah 1.0. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT, 2004), prevelansi kariesdi Indonesia mencapai 90,05% dan ini
tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negaraberkembang lainnya. Karies
menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi danmulut masyarakat
Indonesia. Di Jepang, salah satu negara yang termasuk dalam WPRO(Western
Pacific Regional Offices), prevalensi karies di negara tersebut dilaporkan
sudahmenurun (National Survey of Dental Disease, 2005). Survei tahun 1975
menunjukkanbahwa satu dari 5 orang (20%) penduduk Jepang yang berusia 5564 tahun tidakmempunyai gigi (edentulos) namun pada survei tahun 2005, angka
ini menurun drastismenjadi satu dari 50 orang (2%). Sementara itu, prevalensi
edentulous di Indonesiadilaporkan mencapai 24% pada usia >65 tahun, padahal
target pencapaian tahun 2020adalah meningkatnya jumlah individu yang

mempunyai >21 gigi asli pada usia 35-44tahun dan 65-74 tahun. Hal yang
memprihatinkan dalam SKRT 2001 adalah motivasiuntuk menambal gigi masih
sangat rendah yaitu 4-5%, sementara besarnya kerusakangigi yang belum
ditangani dan memerlukan penambalan atau pencabutan mencapai 82,5%. Oleh
karena itu, masalah ini perlu mendapat perhatian yang serius agar
dapatdiupayakan cara pencegahan dan penanggulangannya.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pemeriksaan karies dengan
menggunakan teknik kolorimeter.
1.3 Manfaat Praktikum
Praktikum ini bermanfaat agar mahasiswa mapu melakukan pemeriksaan
karies dengan menggunakan teknik kolorimeter.

BAB II
ISI

2.1 Tinjauan Pustaka


Metode pemeriksaan karies dengan menggunakan teknik kolorimetri
merupakan salah satu pengukuran aktivitas karies dengan menggunakan

bakteriologik. Ketetapan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan aktifitas


karies sangat berguna bagi seorang dokter gigi. Dapat dipercaya dan ketepatan
suatu pemeriksaan aktivitas karies merupakan suatu keuntungan dalam melakukan
tindakan pencegahan dan kontrol terhadap studi tentang karies.
Metode pemeriksaan karies dengan menggunakan teknik kolorimetri
ditemukan oleh snyder. Kolorimetri adalah suatu metoda analisis kimia yang
didasarkan pada tercapainya kesamaan warna antara larutan sampel dan larutan
standar, dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dengan detektor mata.
Persyaratanlarutan

yang

harusdipenuhiuntukabsorbsisinartampakadalahlarutanharusberwarna.
Olehkarenaitumetodaspektroskopisinartampakdisebutjugadenganmetodakolorimet
ri dan alatnyadisebutdengankolorimeter. Kolorimeter didasarkan pada perubahan
warna larutan yang sebanding dengan perubahan konsentrasi komponen
pembentuk larutan. Oleh karena itu aspek kuantitatif merupakan tujuan
pengukuran dengan metoda ini. Contohnya adalah larutan nitrit dibuat berwarna
dengan pereaksi sulfanila-mida dan N-(1-naftil)-etilendiamin. Prinsip dasar dari
metoda kolorimetri visual adalah tercapainya kesamaan warna bila jumlah
molekul penyerap yang dilewati sinar pada ke dua sisi larutan persis sama.
Metoda ini dapat diterapkan untuk penentuan komponen zat warna ataupun
komponen yang belum bewarna, namun dengan menggunakan reagen pewarna
yang sesuai dapat menghasilkan senyawa bewarna yang merupakan fungsi dari
kandungan komponennya. Jika telah tercapai kesamaan warna berarti jumlah
molekul zat penyerap yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan
ini dijadikan dasar perhitungan.
Syarat pewarnaan ini antara lain :
1.

Warna yang terbentuk harus stabil

2.

Reaksi pewarnaan harus selektif

3.

Larutan harus transparan

4.

Kesensitifannya tinggi

5.

Ketepatan ulang tinggi

6.

Warna yang terbentuk harus merupakan fungsi dari konsentrasi

Cara analisis ini merupakan bahwa tua atau mudanya suatu warna larutan zat
atau senyawaan tergantung pada kepekatannya. Dalam visual kolorimetri biasanya
dipakai cahaya putih dari matahari atau cahaya lampu biasa dan biasanya dipakai
alat-alat pembanding yang sederhana yang disebut dengan color comparator atau
pembanding warna. Bila sebagai pengganti ketajaman mata kita diganti dengan
suatu photoelectric detektor maka alat itu disebut kolorimeter photoelectric.
Metoda kolorimetri terbagi atas 2 bagian yaitu :
1.

Metoda kolorimetri visual

Menggunakan mata sebagai detektornya. Metoda kolorimetri visual ini ada 4


macam yaitu :
1.

Metoda Standar Seri (Metoda Nessler)

Pada metoda ini dibuat sederetan larutan standar dan larutan sampel dalam
tabung yang berukuran sama dengan jenis yang sama pula. Kemudian warna
larutan sampel dibandingkan dengan salah satu warna dari larutan standar.
2.

Metoda Kesetimbangan

Pada metoda ini dilakukan cara membandingkan larutan sampel dengan larutan
standar yang didasarkan pada ketebalan larutan standar yang divariasikan. Metoda
kesetimbangan terbagi atas 3 antara lain :
1.

Sistem Silinder Hehner

Terdiri dari sepasang silinder yang persis sama dengan kran yang ada di
bawahnya. Umumnya bila tinggi kedua larutan sama, maka warnanya akan
berbeda. Untuk itu pengamatannya dilakukan secara vertikal. Untuk mencapai
kesamaan warna maka dilakukan dengan cara mengeluarkan larutan yang
konsentrasinya lebih pekat. Dengan demikian akan memperpendek panjang jalan
sinar pada permukaan larutan tersebut dan penyerapan menjadi berkurang.
Akibatnya warna larutan keduanya akan sama. Dalam percobaan ini sistem
silinder Hehner dimodifikasi dengan menggunakan 2 buah gelas ukur yang persis
sama. Gelas ukur sampel tetap, sedangkan gelas ukur yang berisi larutan standar
dihubungkan dengan labu ukur (yang juga berisi larutan standar) dengan

menggunakan pipa U dan selang karet yang akan membentuk suatu sistem bejana
berhubungan.
2.

Bajerum Comperator

Pada alat ini untuk mencapai kesamaan warna antara larutan sampel dengan
larutan standar dilakukan dengan cara menggeser larutan sampel disepanjang
skala yang berada di atas bajerum comperator. Bajerum comperator ini merupakan
suatu persegi panjang yang salah satu diagonalnya (diagonal depan) diisi dengan
larutan standar dan diagonal yang lain diisi dengan larutan blanko. Pengamatan
dilakukan secara horizontal.
3.

Dubous Colorimeter

Pada alat ini kesamaan warna dicapai dengan cara mengatur atau mengubah
jarak antara alas bejana dengan bagian bawah alat pelampung oplunger.
Pengamatan dilakukan dengan mengamati splitfield.
3.

Metoda Pengenceran

Menggunakan satu zat standar dan sejumlah buret yang berisi blanko.
Konsentrasi standar diencerkan dengan blanko sampai tercapai kesamaan warna.
Prinsip dasarnya : pada larutan standar ditambahkan blanko.
4.

Metoda Standar Sintetis

Zat yang diselidiki diperoleh dengan cara penambahan sejumlah komponen


standar terhadap suatu larutan blanko sampai terjadi kesamaan warna. Prinsip
dasarnya : pada blanko ditambahkan larutan standar
2.

Metoda fotometri

Menggunakan fotosel sebagai detektornya

Kendala-kendala yang dihadapipadametodaini :


1.

Reagen pewarna sulit didapat dan harganya mahal.

2.

Untuk mendapatkan warna spesifik dibutuhkan kondisi tertentu.

3.

Kepekaan detektor mata berbeda-beda.

Pemilihan prosedur kolormetri untuk penetapan zat akan bergantung pada


pertimbangan sebagai berikut :
1.

Metode kolorimetri seringkali akan memberikan hasil yang lebih tepat

pada konsentrasi rendah dibandingkan prosedur titrimetri ataupun gravimetri


padanannya. Selain itu prosedur kolorimetri lebih sederhana dilakukan daripada
prosedur titrimetri ataupun gravimetri.
2.

Suatu metode kolorimetri seringkali dapat diterapkan pada kondisi-kondisi

dimana tidak terdapat prosedur gravimetri ataupun titrimetri yang memuaskan,


misalnya untuk zat-zat hayati tertentu.
3.

Prosedur kolorimetri mempunyai keunggulan untuk penetapan rutin dari

beberapa komponen dalam sejumlah contoh yang serupa oleh dapat dilakukan
dengan cepat.
2.2 Metode Oral Tester
Oral tester adalah suatu perangkat pengukuranrisiko karies yang terdiri atas
pengukuran kuantitas saliva,uji bufer dan uji Streptokokus mutans dilengkapi
denganperangkat lunak. Cara ini dikembangkanoleh Dr. Takashi Kumagai,
seorang kariologis Jepang dariKlinik Gigi Tokuyama. Oral tester dapat dilakukan
dipraktek dokter gigi karena caranya sangat sederhana danwaktu yang dibutuhkan
sedikit yaitu tidak lebih dari 30menit.Sebelum dilakukan pemeriksaan,
biasanyapasien diberi penjelasan terlebih dulu tentang risikokaries dan cara
pengukurannya. Selain itu dijelaskantindakan apa saja yang akan dilakukan oleh
dokter gigimulai dari kunjungan pertama sampai akhir perawatan.Setelah itu baru
dilakukan pemeriksaan secara visualdiikuti dengan pemeriksaan yang meliputi
pengukurankuantitas saliva, uji bufer dan uji Streptokokus mutans.Hasil
pemeriksaan ini akan dijelaskan kepada pasien apakah pasien berisiko tinggi
atautidak. Selain itu, dijelaskan juga apa yang akan dilakukan oleh dokter gigi
kepada pasiententang strategi pemeliharaannya yang meliputi penyikatan gigi,
diet, tindakanProfesional Mechanical Tooth Cleaning (PMTC), pemberian fluor
dan silen.

Gambar . Oral tester yang merupakan perangkat pengukuran volume saliva, uji
bufer dan S. mutans (Tokuyama Dental)
2.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Buffer test paper
2. gelas ukur
3. saliva
4. Larutan reagaen
2.4 Prosedur Kerja
1. Saliva dikumpulkan selama 5 menit. Bagi yang salivanya sulit
diperoleh, dapatdirangsang dengan mengunyah permen karet tanpa rasa
selama 5 menit atau denganmenggosok gigi selama 30 detik.
2. Saliva yang sudah terkumpul selama 5 menit dimasukkan ke dalam
gelas ukur danvolumenya langsung dapat dilihat pada gelas ukur
tersebut. Untuk melihat daya bufersaliva, diambil 0,5 ml saliva dan
dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisilarutan reagen, tabung
dikocok dan dilihat perubahan warna yang terjadi dandisesuaikan
dengan Kartu warna (chart). Perubahan warna akan menunjukkan daya
bufernya.
3. Antigen diambil dari larutan saliva.

4. Pengukuran

Streptokokus

mutans

dilakukan

secara

immunochromatography danhasilnya dapat dilihat pada media yang


tersedia.
Tabel Kriteria pengukuran volume dan bufer saliva
Pengukuran

Volume saliva

>10ml

3,5-10 ml

<3,5 ml

(5 menit)
Bufer saliva

(saliva banyak)
Merah

(saliva sedang)
Orange

(saliva sedikit)
Kuning

(warna)

(Preventf baik)

(Preventif

(Preventif

sedang)

rendah)

BAB III
KESIMPULAN

Metode pemeriksaan karies dengan menggunakan teknik kolorimetri


merupakan salah satu pengukuran aktivitas karies dengan menggunakan
bakteriologik. Ketetapan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan aktifitas
karies sangat berguna bagi seorang dokter gigi. Dapat dipercaya dan ketepatan
suatu pemeriksaan aktivitas karies merupakan suatu keuntungan dalam melakukan
tindakan pencegahan dan kontrol terhadap studi tentang karies. Oral tester adalah
suatu perangkat pengukuranrisiko karies yang terdiri atas pengukuran kuantitas
saliva,uji bufer dan uji Streptokokus mutans dilengkapi denganperangkat lunak.

DAFTAR PUSTAKA
Ajeng Anggraeni, Anita Yuliati, dan Intan Nirwana. 2005. PENGUKURAN
RISIKO DAN EVALUASI KARIES GIGI.Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38.
No. 1 Januari 2005: 811.

10

Anda mungkin juga menyukai