Anda di halaman 1dari 14

ORAL BIOLOGI II

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TERHADAP KARIES

Kelompok 14 Tiara Wardana Akmal Satibi Ikhwan Sri Rahmawati Martha D. Simarmatha Rillya Afriza 04101004057 04101004058 04101004059 04101004060 04101004062

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M. Si.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TERHADAP KARIES Pemeriksaan laboratorium terhadap karies dapat dilakukan secara klinik, mikrobiologi, biokimia dan radiologi. Bahan pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan adalah plak, saliva, jaringan pulpa dan periapeks. Cara pemeriksaannya bisa berupa : uji mikroskopis, uji kultur dengan menggunakan media, uji imunologi, uji aktivitas enzim, uji keasaman dan pemeriksaan genetik2. Tujuan pemeriksaan laboratorium karies: 1. Mengidentifikasi kelompok atau individu yang memiliki resiko tinggi karies. 2. Menjelaskan kebutuhan preventif perseorangan dan motivasi individu 3. Mengawasi efektivitas program pendidikan kesehatan 4. Menjamin aktivitas karies pada level bawah sebelum dimulai prosedur restorasi yang ekstensif 5. Menyajikan indeks keberhasilan terapeutik yang diukur dari kebiasaan pasien terhadap pengurangan jumlah s.mutans dan lactobacillus dalam rongga mulut Syarat ideal pemeriksaan aktivitas karies menurut Snyder: 1. Harus memiliki dasar teoritis yang jelas 2. Menunjukkkan korelasi maksimum dengan status klinis 3. Akurat dan dapat dilakukan pengulangan 4. Sederhana 5. Mahal 6. Tidak membutuhkan banyak waktu 1. Pemeriksaan Diagnosis dan Deteksi Karies1 a. Pemeriksaan Klinis Secara Visual Karies pada permukaan halus Dapat dilakukan dengan sondasi, ketika sonde tersangkut pada pit dan fisure maka kemungkinan sudah terjadi lesi karies. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan secara visual dengan ditemukannya lesi berwarna putih (white spot) atau coklat pada permukaan halus.

Karies pada permukaan proksimal Karies proksimal meliputi daerah serviks hingga titik kontak. Pemeriksaan secara visual klinis sangat sulit dilakukan karena tertutup oleh gigi yang berdekatan. Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan probe briault namun jika dilakukan penekanan yang cukup keras maka dapat mengakibatkan terbentuknya kavitas yang lebih lebar. Ketika melakukan pemeriksaan probing, gigi yang diperiksa harus benar-benar bersih dan kering agar lesi karies dapat terlihat. Karies sekunder Merupakan karies yang umumnya ditandai dengan diskolorisasi pada tepi tumpatan. Perubahan warna ini juga dapat disebabkan oleh korosi dari amalgam atau pantulan cahaya dari amalgam melalui email yang relatif transparan. Perubahan warna pada daerah sekitar tumpatan dapat juga menunjukkan proses demineralisasi. Umunya berwarna putih atau kecokelatan.

b. Pemeriksaan Radiografi Gambaran radiologi memberikan informasi yang sangat berguna dalam mendiagnosis lesi karies. Meskipun gambaran radiologi tersebut dapat menunjukan karies yang tidak dapat ditentukan secara klinis, namun kedalaman lesi yang dapat dideteksi oleh sinar-X hanya sekitar 500 Karies pada pit dan fisure Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan bitewing. Gambaran yang dapat dilihat hanya menunjukkan lesi pada daerah dentin, sedangkan pada email sangat halus sehingga tidak begitu terlihat. Karies pada permukaan proksimal Pemeriksaan juga dilakukan dengan bitewing, gambaran yang ditunjukkan berupa daerah segitiga gelap di email. Gambaran radiografi ini juga dapat mendeteksi demineralisasi namun tidak dapat mendiagnosa kegiatan lesi. Karies pada permukaan akar proksimal juga terlihat pada radiografi bitewing. Karies sekunder .

Radiografi bitewing sangat penting dalam mendiagnosa karies sekunder yang biasanya terjadi pada daerah servikal di area stagnasi plak. Oleh karena itu bahan restorasi harus bersifat radiopak.

c. Metode Laser Flourensis Laser flourensis dibuat secara komersil untuk membantu deteksi karies oklusal. Alat ini akan memancarkan sinar dengan panajang gelombang 655 nm yang ditransmisikan melalui serat kaca ke ujung handpiece. Ujung alat ini diletakkan pada permukaan gigi yang diperiksa. Sinar laser akan masuk kedalam gigi. Serat yang berbeda pada ujung akan menerima refleksi dan flourensi dari lesi yang diduga diproduksi dari bakteri porfirin. Cahaya yang diterima diukur dan intensitasnya

mengindikasikan ukuran dan kedalaman lesi karies. Reproduksibilitas alat ini terbukti sangat baik tetapi memberikan nilai yang salah jika ada pewarnaan atau kalkulus.1

d. Tooth Separation Teknik ini adalah salah satu pengembangan dari ortodonti yang bertujuan untuk memberikan jarak antara kedua gigi sebelum meletakkan band. Sebuah bahan cetak yang elastis ditekan diantara titik kontak menggunakan alat khusus. Setelah beberapa hari terdapat jarak diantara kedua gigi sehingga dapat dilakukan probing untuk mendeteksi adanya lesi karies. Cara lain adalah menggunakan sedikit material elastomer yang di injeksikan diantara gigi. Setelah beberapa menit material dapat dilepaskan

dengan probing dan hasil cetakan diperiksa apakah terdapat cetakan lesi atau tidak.1

e. Transmited Light Teknik ini merupakan teknik yang sangat membantu dalam mendiagnosa karies proksimal. Sebuah lesi karies memiliki indeks bias yang lebih rendah sehingga memberikan gambaran yang lebih gelap. Pada gigi posterior digunakan sumber cahaya yang lebih kuat dan harus menggunakan fiber optik agar diperoleh diameter fokus yang lebih kecil sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas. Teknik ini sangat baik digunakan pada pasien gigi berjejal dan wanita hamil.1

2. Pemeriksaan Aktivitas Dan Resiko Karies a. Pemeriksaan plak Tes Swab Prinsip : Metode ini bersifat kualitatif yaitu hanya memeriksa pH. Cara kerja: Plak diambil pada daerah sepertiga servikal gigi, kemudian dimasukkan ke larutan aquadest dan langsung diukur dengan pH meter. Keuntungan: Pengujian dapat memprediksi terjadinya karies pada anak yang beresiko rendah atau tanpa pengalaman karies Tidak memerlukan pengumpulan saliva.

Tabel : Interpretasi hasil dari Tes Swab pH Larutan < 4,1 4,2-4,4 4,5-4,6 > 4,6 Aktivitas karies Ada aktivitas karies Aktif karies Sedikit aktivitas karies Tidak ada aktivitas karies

Sumber : ShaferS Textbook of Oral Pathology (6Th edition), 2009

Kolorimetri Prinsip: Kolorimeter merupakan teknik fotometri absorpsi yang mengukur kuantitas dari suatu substansi berdasarkan jumlah cahaya yang dihasilkan. Pemeriksaan terhadap plak digunakan kariostat, yaitu kolorimeter untuk mendeteksi secara dini aktivitas karies gigi. Kariostat adalah larutan semisintetik yang berisi: 20% sukrosa, 2% tryptose, 0,02% sodium azide dan indikator warna BCG (Brom Cresol Green), BCP (Brom Cresol Purple). Kariostat dalam tabung sebanyak 2 ml warna biru keunguan. Cara kerja: Sampel diambil dari plak gigi, dengan kapas swab steril yang dioleskan pada seluruh permukaan bukal gigi rahang bawah dan atas. Kapas swab tersebut dikocokkan pada larutan kariostat. Kemudian tabung kariostat diinkubasi secara aerob pada inkubator pada suhu 37 C selama 48 jam. (Sedangkan Soeherwin Mangundjaja, 1995) kariostat diinkubasi secara anaerob pada suhu 370C selama 72 jam.

Tabel : Interpretasi hasil dari Tes Kolorimetri Warna Larutan biru keunguan hijau hijau kuning kuning pH Larutan 6,5 + 0,3 5,5 + 0,3 4,7 + 0,3 4,0 + 0,3 Aktivitas karies + ++ +++
Sumber : Diktat : Oral Biologi (2006)

Perubahan warna pada tabung sampel tersebut dicocokkan pada tabung standar warna. Mutans Screening Metode ini bersifat semi kuantitatif. Cara kerja :

Plak diambil dengan cara tes SWAB, kemudian dimasukkan kedalam larutan Ringer dan dikocok sampai homogen. Larutan plak dioleskan pada plat agar dan diinkubasi secara aerob pada 37oC selama 72 jam. Kultur diperiksa dibawah mikroskop dan total koloni dihitung pada 10 lapangan penglihatan.

b. Pemeriksaan Saliva Buffer Capacity Prinsip : Buffer capacity dapat diukur kuantitasnya melalui pH meter dan indikator warna. Tes ini mengukur jumlah asam (mm) yang dibutuhkan untuk menurunkan pH antara 7-6 atau jumlah asam dan basa yang diperlukan untuk memperoleh warna tertentu pada indikator pH. Dapat diukur dengan menggunakan pH meter atau indikator warna (kertas lakmus). Cara kerja : 5ml saliva (1 jam setelah makan) dimasukkan kedalam labu takar. pH diatur sampai dengan pH 7 dengan menambahkan asam/basa. Kemudian masukkan asam laktat sampai pH 6 dan jumlah asam laktat yang ditambahkan dikonversi ke miliequivalent per liter. Buffer capacity mempunyai hubungan terbalik dengan aktivitas karies.

Keuntungan : Mudah untuk dilakukan.

Kekurangan : Tidak berhubungan adekuat dengan aktivitas karies. Snyder Test Prinsip : Mengukur kemampuan mikroorganisme saliva untuk membentuk asam organik dari medium karbohidrat. Media berisi zat warna indikator seperti Bromocresol hijau. Merupakan tes untuk mengukur bakteri pembentuk asam (bakteri asidogenik) dan bakteri tahan asam (bakteri asidurik). Cara kerja : Saliva pagi hari sebelum sarapan dikumpulkan dengan stimulasi paraffin wax selama 3 menit kemudian diambil 0,2 ml. Spesimen saliva dimasukkan ke dalam tabung agar glukosa snyder yang mengandung indikator warna Brom Cresol Green. Spesimen dikocok dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24, 48 dan 72 jam. Perubahan warna dijadikan pembanding dengan tabung agar Snyder yang tidak diinokulasikan dengan saliva sebagai

pembanding.

Tabel 2 : Interpretasi hasil dari Snyders Test Waktu dalam jam Warna Aktivitas karies Warna Aktivitas karies 24 kuning Terlihat Hijau Lanjutkan test 48 Kuning Defenitif Hijau Lanjutkan test 72 Kuning Terbatas Hijau Inaktif

Sumber : ShaferS Textbook of Oral Pathology (6Th edition), 2009

Kelebihan: Relatif mudah untuk dilakukan dan biaya relatif murah. Kekurangan: Membutuhkan waktu yang lebih lama. Perubahan warna kadang-kadang tidak jelas. Berpotensi mengukur sifat asidogenik bakteri tetapi terbatas pada nilai prediksi saja karena tidak semua bakteri ada pada sampel Lactobacillus Count Prinsip : Ditemukan pertama kali oleh Hadley (1933). Tes ini memperkirakan jumlah bakteri asidogenik dan asidurik dalam saliva pasien dengan menghitung jumlah koloni. Koloni ini dihitung pada media agar (5.0) setelah di okulasi dengan sampel saliva. Dasar tes ini adalah media selektif yang mendukung pertumbuhan bakteri asidurik. Cara kerja : Saliva sebelum makan pagi dikumpulkan dengan rangsangan paraffin wax selama 3 menit. Spesimen dikocok dan diencerkan dengan NaCl 0,9% dengan perbandingan 1:10 (1 ml saliva + 9ml NaCl 0,9%). Dikocok kembali dan larutan tersebut, diencerkan 1:100 (1ml larutan 1:10 + 9ml NaCl 0,9%). Diambil 0,4 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan kedalam medium plat agar.

Spesimen diinkubasi pada suhu 37 C selama 3-4 hari. Jumlah koloni yang terbentuk dihitung.

Tabel : Interpretasi hasil dari Lactobacillus Count Jumlah laktobasilus/ml saliva 0-1000 1000-5000 5000-10.000 >10.000 Kekurangan: Tidak akurat meprediksi terjadinya karies dan sepenuhnya meniadakan pertumbuhan bakteri asidurik lainnya. Membutuhkan peralatan yang rumit. Untuk mendapatkan hasil dan melakukan penghitungan Aktivitas karies Sedikit atau tidak ada Slight Moderate Marked
Sumber : Buku Ajar Biologi Oral , Harun G, 1999

membutuhkan waktu yang cukup lama. S. mutans Level in Saliva Prinsip : Tes ini mengukur jumlah koloni per unit saliva yang diperoleh dari kultur sampel. Kelebihan: Karena frekuensi S.mutans lebih tinggi dari lactobacillus sebelum inisiasi lesi karies maka tes ini dapat ditambahkan dalam manajemen karies. Kekurangan: Sulit membedakan antara infeksi kariogenik dengan infeksi bawaan. S. mutans merupakan flora plak dalam mulut (<1%) dan cenderung berada pada tempat-tempat tertentu. Dip-Slide Method For S.mutans Count Prinsip :

Metode ini digunakan untuk memperoleh tingkat pertumbuhan S.mutans dalam saliva. Cara kerja : Parafin digunakan untuk merangsang produksi saliva, kemudian saliva dikumpulkan pada suatu wadah yang mengandung MSA (Mitis Salivarius Agar) dengan sukrosa 20% . Permukaan agar dibasahi dan kelebihan saliva dapat dibuang. Dua buah cawan mengandung 5g bacitrac ditempatkan pada masingmasing 20 mm agar. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam tabung tertutup dan di inkubasi selama 48 jam pada suhu 37C. Salivary Reductase Test Prinsip : Tes ini mengukur aktivitas enzim reduktase bakteri yang ada pada saliva. Cara kerja : Saliva dikumpulkan dengan mengunyah paraffin dan ditempatkan pada suatu tabung, sampel diletakkan pada sebuah tabung. Kemudian sampel dicampurkan dengan diaxo resorsinol. Pengukuran dilakukan dengan membaca perubahan warna setelah 15 menit tanpa dilakukan inkubasi. Keuntungan : Tidak membutuhkan inkubasi dan hasil cepat diperoleh Kekurangan : Hasil tes bervariasi antara setelah makan dan setelah menyikat gigi Alban Test Cara kerja : 60 gram agar uji snyder dicampurkan dengan 1L air kemudian didihkan diatas api kecil.Setelah mencair agar dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 5 mL. Tabung di autoklaf selama 1,5 menit dan dibiarkan dingin kemudian dimasukkan ke dalam lemari es.

Kemudian 2 tabung alban diambil dari lemari es dan pasien diminta untuk mengeluarkan saliva ke dalam tabung. Tabung diberi label dan diinkubasi selama 4 hari pada suhu 37C.

Keuntungan : Sederhana dan biaya relatif murah. Diagnosa bernilai jika memiliki hasil negatif. Kekurangan : Membutuhkan peralatan yang lebih banyak Perubahan warna tidak begitu terlihat jelas berdasarkan penilaian subjektif. Fosdick Calcium Dissolution Test Prinsip: Tes ini mengukur jumlah email (mg) yang larut dalam larutan asam selama 4 jam yang terbentuk dari air liur pasien yang dicampurkan dengan glukosa dan email bubuk. Cara kerja: Pasien diminta untuk mengunyah paraffin untuk merangsang saliva, 25 mL dikumpulkan dan sebagiannya dianalisis untuk melihat kandungan kalsium. Saliva yang tersisa dimasukkan dalam tabung steril setinggi 8 inchi dan ditambahkan 0,1 gram bubuk email. Tabung disegel dan dikocok selama 4 jam pada suhu tubuh kemudian dianalisis kembali kandungan kalsiumnya. Kelebihan : Dalam studi terbatas korelasi yang dilaporkan baik. Kekurangan : Tidak mudah dan membutuhkan peralatan yang rumit. Mahal dan membutuhkan tenaga ahli. Ora Test Prinsip:

Tes ini dikembangkan oleh Rosenberg pada tahun 1989 untuk menghitung mikroba oral. Dasar tes ini adalah tingkat deplesi oksigen oleh mikroorganismme dalam sampel susu yang ditambahkan dengan campuran saliva. Dalam kondisi normal enzim bakteri aerobic dehidrogenase mentransfer proton atu elektron ke oksigen. Setelah oksigen digunakan oleh mikroorganisme maka terjadi perubahan warna akibat konsentrasi metilen biru dan leuko metilen biru sehingga dapat diperoleh gambaran aktivitas mikroorganisme aerob pada rongga mulut. Cara kerja: Pasien berkumur dengan 10 mL susu steril selama 30 detik, sehingga diperoleh ekspektoran.Sebanyak 3 mL susu dipindahkan ke dalam tabung tertutup dengan menggunakan jarum suntik sekali pakai. Ditambahkan 0,5 mL metilen biru 0,1 %, kemudian dikocok dan diletakkan pada tempat yang terang. Setiap 10 menit tabung diamati untuk melihat perubahan warna pada bagian dasar.Waktu dicatat hingga terbentuk perubahan warna membentuk cincin setinggi 6mm. Semakin tinggi tingkat infeksi maka waktu yang dibutuhkan untuk perubahan warna semakin cepat. Hal ini mencerminkan level mikroba pada rongga mulut. Keuntungan : Ekonomis dan mMembutuhkan sedikit bahan. Mudah dipahami bagi pemula dan tidak toksik Kekurangan : Tidak spesifik terhadap bakteri tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kidd, Edwina A.M. Joyston Sally. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penaggulangannya. Alih Bahasa: Narlan Sumawita, Faruk Safrida. Jakarta: EGC. 2. Shafer, Hine, and Levy. 2009. Shafers Textbook of Oralphatology 6th Edition. Delhi : Elseiver. 3. HA, Gunawan. 1999. Buku Ajar Biologi Oral Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Biologi Oral FKG UI. 4. Hiranya P, Megananda, dkk. 2009. Ilmu Pecegahan Penyakit Jaringan keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai