Anda di halaman 1dari 59

Pemeriksaan Diagnostik

I. Pemeriksaan Swab Vagina


A. DEFINISI VAGINA SWAB atau V-SWAB
Vagina swab adalah pemeriksaan cairan dari vagina dengan usapan, hasil usapan lalu
ditambahkan cairan fisiologis dan garam lalu ditunggu selama 4-5 menit. Swab V atau swab
vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti lendir yang terdapat
pada daerah vagina untuk diperiksa kuman-kuman apakah yang ada di dalamnya dengan
menggunakan bantuan bawah mikroskop.

B.TUJUAN
1. Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu mengalami
discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina.
2. Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan menggunakan
bantuan bawah mikroskop.

C. WANITA YANG MELAKUKAN VAGINA SWAB


1. Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang. Misalnya, keputihan yang
berulang.
2. Wanita yang mengalami radang panggul yang tak kunjung sembuh.
3. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada ibu yang sedang hamil, terutama yang kerapkali
mengalami kontraksi.

D. PROSEDUR VAGINA SWAB

1. Pengambilan Vagina Swab


a. Alat dan Bahan
1. Spekulum steril
2. APD lengkap
3. Senter
4. Lidi kapas seri
5. Tabung reaksi yang telah ditutup kapas berlemak
6. Baskom yang berisi desinkfektan
7. Garam Fisiologis

b. Prosedur Kerja
1. Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah suasana
mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan sample
2. Suruh pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk pengambilan
sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat paha
3. Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis
4. Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat serviks
5. Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan
6. Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula
7. Keluarkan perlahan
8. Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan
9. Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi
10. Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
11. Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.

2. Pembacaan Preparat
a. Alat dan Bahan
1. Mikroskop CX 31
2. Preparat / sediaan yang akan diamati

b. Prosedur Kerja
1. Siapkan mikroskop diatas meja kerja yang rata dan kokoh
2. Atur posisi duduk (ergonomi) yang baik agar tidak mengganggu pengamatan
3. Hidukan tombol on/off pada mikroskop untuk memulai langkah selanjutnya
4. Atur lampu 3,55.Taruh slide pada meja mikroskop
5. Atur lensa objek ke posisi 10x
6. Naikkan makrometer full katas
7. Turunkan pelan-pelan hingga menemukan lapang pandang
8. Setelah mendapatkan lapang pandang atur focus mata kanan dan mata kiri dengan
mengatur cincin diopter pada lensa okuler
9. Tutup diafragma
10. Naikkan kondensor, turunkan pelan-pelan hingga menemukan polygon (segi
banyak dengan sisi biru-biru tajam)
11. Setelah itu buka diafragma seluas lapang pandang
12. Teteskan oil imersi dengan mencari celah diantara lensa objektif
13. Putar lensa objektif 100x
14. Atur micrometer, jika kurang terang, terangkan dengan membesarkan lampu
15. Identifikasi bakteri gram apa yang ditemukan. Apabila ditemukan bakteri gram
positif akan ditemukan bakteri dengan warna ungu, sedangkan apabila ditemukan
bakteri gram negatif akan ditemukan bakteri dengan warna merah.

Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. In: Pemeriksaan Ginekologik. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,164-165.
2. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2.

Edisi6. Jakarta: EGC.

3. Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ, et al.

2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer Institute.
II. Pemeriksaan Pewarnaan gram, salin, KOH.
Pemeriksaan VVP

Ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk diagnosis BV (Bakterial Vaginosis) yaitu:

1. Kriteria Amsel yaitu bila didapatkan 3 atau lebih dari kriteria sekret vagina yang tipis dan
homogen, tes Whiff yang positif, adanya clue cell, dan atau pH vagina > 4,5. Berdasarkan
kriteria ini BV dapat terdiagnosis 90%.
2. Kriteria lain adalah kriteria Nugent yaitu bila didapatkan bakteri dengan bentukan:
A. Lactobacillus acidophilus (batang gram positif yan g besar)
B. Gardnerella vaginalis dan spesies Bacteroides (batang gram negatif atau gram kecil yang
bervariasi)
C. Spesies Mobiluncus (batang gram yang bervariasi).
Penilaian kriteria Nugent:

0 : bila tidak terdapat bentukan


1 : bila < 1 perlapang pandang
2 : bila 1-4 bentukan perlapang pandang
3 : bila 5-30 bentukana perlapang pandang
4 : bila > 30 bentukan perlapang pandang
Nilai 0-3 adalah flora normal, nilai 4-6 meragukan.

3. Kriteria Spiegel yaitu dengan melakukan pewarnaan gram. Hasil normal bila dari pewarnaan
didapatkan Lactobacillis acidophilus +3 atau +4 dengan atau tanpa Gardnella vaginalis. BV
bila pewarnaan menunjukan flora campuran (gram positif, gram negatif atau bakteria
dengan gram bervariasi) dan absen atau menurunnya L. acidophilus (0 sampai +2).
0 : tidak terdapat bentukan
1 : < 1 perlapang pandang
2 : 1-5 bentukan perlapang pandang
3 : 6-30 bentukan perlapang pandang
4 : >30 perlapang pandang
Cara pemeriksaan

1. Permeriksaan VVP yaiut melarutkan sekret vagina dengan satu atau dua tetes larutan 0,9%
NS, diletakan pada gelas preparat,ditutup dengan kaca peuntup kemudian dilihat dibawah
mikroskop untuk melihat adanya clue cell. Clue cell ditemukan 20% dari epitel vagina.
Sensitivitas pemeriksaan ini 60% dan spesifitasnya 98% untukdeteksi BV.
2. Tes Whiff dilakukan dengan meneteskan larutan KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas
preparat. Hasil positif bila bau amis. Bau ini berasal dari pembebasan amin dan asam organik
yang dihasilkan oleh alkalisasi bakteri anaerobik.
3. Pemeriksaan pH dilakukan dengan meletakan kertas pH pada sekret atau dinding vagina,
kemudian dibaca. pH vagina yang norma adalah 3,8-4,2. pH > 4,5 akan merubah pH dari
sampel sekret vagina.
Persiapan

1. 24 jam sebelum pemeriksaan tidak memaki:


Pembersih vagina
Tampon vagina
Vaginal suppositoria
2. Tidak sedang haid/perdarahan abnormal
Prosedur

1. Pemeriksaan ginelo;ogi dilakukan di meja ginekologis, posisi litotomi dengan alat spekulum
Sims, kertas pH meter dan lampu
2. Spekulum dimasukan ke vagina dan paprkan serviks secara jelas. Perhatikan sekret yang
tampak dan deskripsikan secara jelas (warna, bau, dan bentuk)
3. Tempelkan pH meter di dinding vagina selama +1 menit. Lihat perubahan warna kemudian
sesuaikan dengan indikator untuk menentukan pH.
4. Ambil sekret vagina dari dinding vagina lateral kiri dan kanan menggunakan spatula kayu/
spatula ayre. Kemudian lendir pada spatula diusapkan pada 2 kaca objek.
Kaca objek 1 : diberi 1 tetes NS, ditutup dengan kaca penutup
Kaca objek 2 : dibiarkan kering (untuk pemeriksaan jamur dengan KOH slide)
Kaca objekdikirim ke laboratorium denga pengantar untuk diperiksakan adanya clue cell,
trichomonas, yeast, leukosit dan lain-lain
5. Untuk melakukan tes Whiff, spatula yang telah diusapkan ke kaca objek ditetsi KOH 10% 1-3
tetes. Bila timbul bau amis hasil tes Whiff positif

Daftar Pustaka
Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ, et al.

2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer Institute.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. In: Pemeriksaan Ginekologik. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo,164-165.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2.

Edisi6. Jakarta: EGC.


III. Paps Smear
BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan sitologi vagina atau sering disebut Pap Smear test merupakan salah satu
metode diagnosis dini pada karsinoma servisis uteri dan karsinoma korporis uteri yang
dianjurkan dilakukan rutin (0,5 1 tahun sekali). Pada pemeriksaan ini bahan diambil dari
dinding vagina atau dari serviks (endo- dan ektoserviks) dengan spatel Ayre (dari kayu atau
plastik).
Sel-sel yang diambil pada Pap Smear kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk
melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel. Sitologi ginekologi pap smear adalah
ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita,
meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium. Pap Smear
merupakan suatu skrining untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai
keluhan sehingga dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang menjadi kanker atau
kanker stadium dini. Tindakan ini sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa
nyerinya.
Selain menurunkan angka kematian, pemeriksaan Pap Smear secara rutin dapat
mempermudah pengobatan, karena kanker serviks lebih awal diketahui. Di seluruh dunia,
diperkirakan sebanyak 500.000 kasus baru kanker serviks dan sebanyak 274.000 orang
meninggal akibat kanker serviks tiap tahunnya. Hal ini menjadikan kanker serviks sebagai
penyebab kematian tersering kedua akibat kanker pada wanita. Namun insiden kanker serviks
telah mengalami penurunan lebih dari 50 % dalam 30 tahun terakhir, hal ini disebabkan oleh
peningkatan skrining kanker serviks dengan sitologi servikal.
Pada kenyataannya, insiden kanker serviks di USA telah berkurang dari 14,8 kasus
per 100.000 wanita pada tahun 1975 menjadi 6,5 kasus per 100.000 wanita pada tahun 2006.
Meskipun secara global, insidensi dan prevalensi kanker serviks telah menurun drastis namun
pada negara berkembang hal tersebut masih tinggi akibat kurangnya program skrining, dan
diperkirakan 80% dari seluruh penderita kanker serviks meninggal pada negara berkembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Serviks
Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina bagian atas.
Terbagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut bagian supravaginal dan bagian bawah
disebut bagian vaginal (portio). Serviks merupakan bagian yang terpisah dari badan uterus
dan biasanya membentuk silinder, panjangnya 2,5-3 cm, mengarah ke belakang bawah.
Bagian luar dari serviks pars vaginalis disebut ektoserviks dan berwarna merah muda. Di
bagian tengah portio terdapat satu lubang yang disebut ostium uteri eksternum yang
berbentuk bundar pada wanita yang belum pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit bagi
wanita yang pernah melahirkan.

Ostium uteri internum dan ostium uteri eksternum dihubungkan oleh kanalis
servikalis yang dilapisi oleh epitel endoserviks. Biasanya panjang kanalis servikalis adalah
2,5 cm, berbentuk lonjong, lebarnya kira-kira 8 mm dan mempunyai lipatan mukosa yang
memanjang. Serviks sendiri disusun oleh sedikit otot polos (terutama pada endoserviks),
jaringan elastik, dan banyak jaringan ikat sehingga kanalis servikalis mudah dilebarkan
dengan dilator. Jika terjadi infeksi pada kanalis servikalis, dapat terjadi perlekatan dan
pembengkakan lipatan-lipatan mukosa sehingga spekulum endoserviks sulit ataupun tidak
mungkin dimasukkan sehingga tidak dapat dilakukan penilaian kanalis servikalis.

Pembuluh darah serviks berada pada bagian kanan kirinya. Arteri terutama berasal
dari cabang servikovaginalis arteri uterina, dari arteri vaginalis, dan secara langsung dari
arteri uterina. Serviks diinervasi oleh susunan saraf otonom baik susunan saraf simpatis
maupun saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis berasal dari daerah T5-L2 yang
mengirimkan serat-serat yang bersinaps pada satu atau beberapa pleksus yang terdapat pada
dinding abdomen belakang atau di dalam pelvis sehingga yang sampai di serviks adalah serat
post ganglionik. Serat parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps dalam pleksus
dekat atau dinding uterus. Karena otot lebih banyak terdapat di sekitar ostium uteri internum,
maka inervasi di daerah tersebut lebih banyak daripada di ostium uteri eksternum.

Saraf sensorik serviks sangat erat hubungannya dengan saraf otonom dan memasuki
susunan saraf pusat melalui daerah torakolumbal dan daerah sakral. Serat-serat dalam stroma
terlihat berjalan sejajar dengan serat otot walaupun ujung-ujung saraf sensorik belum pernah
ditemukan.

1. Histologi Serviks

Epitel Serviks terdiri dari dua macam epitel : bagian ektoserviks dilapisi oleh sel-sel
yang sama dengan sel-sel pada vagina yaitu epitel skuamosa, berwarna merah muda dan
tampak mengkilat. Bagian endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh epitel kolumner,
yang berbentuk kolom atau lajur, tersusun selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas
kedua epitel tersebut disebut sambungan skuamokolumner (SSK).

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologik pada epitel serviks dimana
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa, proses ini disebut metaplasia.
Metapalsia terjadi karena pH vagina yang rendah. Pada keadaan Ph vagina berada pada pH
terendah pada saat pra pubertas dan pra menopause. Hal ini dikarenakan pada saat tersebut
terjadi peningkatan esterogen. Peningkatan esterogen menyebabkan peningkatan glikogen di
vagina yang kemudian diubah oleh bakteri lactobacillus dderlein. Pada proses metaplasia
terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang terletak di bawah sel epitel kolumnar endoserviks
dan secara perlahan-lahan akan mengalami pematangan menjadi epitel skuamosa. Jordan
mengemukakan proses metaplasia sebagai berikut:

Fase pertama
Sel cadangan subkolumnar berproloferasi menjadi beberapa lapis, sel-sel
belum berdiferensiasi dan proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.

Fase kedua

Pembentukan beberapa lapis sel yang belum berdiferensiasi meluas ke bawah


dan ke samping sehingga menjadi satu.

Fase ketiga
Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah yang
licin permukaannya.
Gambar 1. Anatomi dan Histologi Serviks

Fase berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi, sel-sel akan mengalami
pematangan dan stroma jonjot yang terdahulu akan menghilang, sehingga terbentuk epitel
skuamosa metaplastik Akibat proses metaplasia ini secara morfogenetik terdapat dua
sambungan skumokolumnar. Pertama adalah SSK original dimana epitel skuamosanya asli
yang menutupi portio vaginalis bertemu dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan
antara kedua epitel berbetas jelas. Kedua adalah SSK fungsional yang merupakan pertemuan
epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SSK tersebut
disebut daerah transformasi.

Pembentukan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja melalui proses metaplasia,
tetapi juga melalui proses pembentukan langsung dari epitel skuamosa yang berhubungan
langsung dengan epitel kolumnar. Pemeriksaan histopatologi, kolkoskopi, dan mikroskop
elektron menunjukkan bahwa lidah-lidah epitel skuamosa asli tumbuh ke bawah dan
menyusup di antara sel-sel epitel kolumnar. Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami maturasi
dan secara bertahap akan mengantikan sel-sel epitel kolumnar diantaranya.

2.2. Definisi Pap Smear

Pap Smear atau tes Pap adalah suatu prosedur untuk memeriksa kanker serviks
pada wanita. Pap Smear meliputi pengumpulan sel-sel dari leher rahim dan kemudian
diperiksa di bawah mikroskop untuk mendeteksi lesi kanker atau prakanker. Tes Pap
merupakan tes yang aman, murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk
mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
Skrining utama dari kanker serviks selama 60 tahun terakhir adalah tes
Papanicolaou. Tes Papanicolaou, juga dikenal sebagai tes Pap atau Pap smear,
dikembangkan pada 1940-an oleh Georgios Papanikolaou. Pap smear mengambil nama
dari Papanikolau, yang merupakan seorang dokter yang meneliti, mengumumkan serta
mempopulerkan tentang teknik tersebut. Berkas penelitian yang dilakukan dengan ahli
patologi Dr Herbert Traut mempunyai dampak yang luar biasa pada pengurangan jumlah
kematian akibat kanker rahim di seluruh dunia. Pada awalnya diharapkan untuk
mendeteksi kanker leher rahim pada tahap awal, tetapi seiring waktu bahkan lesi pra-
kanker juga dapat terdeteksi.

2.3. Tujuan dan Manfaat Pap Smear

Tujuan dan manfaat pap smear, yaitu:


1. Evaluasi sitohormonal

Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan


pap smear yang bahan pemeriksaannya adalah sekret vagina yang berasal dari dinding
lateral vagina satu per tiga bagian atas.

2. Mendiagnosis peradangan

Peradangan pada vagina dan serviks pada umumnya dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan pap smear. Baik peradangan akut maupun kronis. Sebagian besar akan
memberi gambaran perubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan
organisme penyebabnya. Walaupun terkadang ada pula organisme yang tidak
menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan pap smear.

3. Identifikasi organisme penyebab peradangan

Dalam vagina ditemukan beberapa macam organisme/kuman yang sebagian


merupakan flora normal vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut. Pada umumnya
organisme penyebab peradangan pada vagina dan serviks sulit diidentifikasi dengan
pap smear, sehingga berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut, dapat
diperkirakan organisme penyebabnya.

4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini
atau lanjut (karsinoma/invasif).

Pap smear paling banyak dikenal dan digunakan adalah sebagai alat pemeriksaan
untuk mendiagnosis lesi prakanker atau kanker leher rahim. Pap smear yang semula
dinyatakan hanya sebagai alat skrining deteksi kanker mulut rahim, kini telah diakui
sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker leher rahim yang ampuh dengan
ketepatan diagnostik yang tinggi, yaitu 96% terapi didiagnostik sitologi tidak dapat
menggantikan diagnostik histopatologik sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti
setiap diagnosik sitologi kanker leher rahim harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi jaringan biopsi leher rahim, sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.

5. Memantau hasil terapi

Memantau hasil terapi hormonal, misalnya infertilitas atau gangguan endokrin.


Memantau hasil terapi radiasi pada kasus kanker leher rahim yang telah diobati
dengan radiasi, memantau adanya kekambuhan pada kasus kanker yang telah
dioperasi, memantau hasil terapi lesi prakanker atau kanker leher rahim yang telah
diobati dengan elekrokauter kriosurgeri, atau konisasi.

2.4. Indikasi tes pap smear

Tes Pap Smear diindikasikan untuk skrining lesi kanker dan lesi prakanker dari
serviks. Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi
aktifitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami
aktivitas seksualnya memeriksakan diri.
Abnormal sitologi serviks paling sering pada wanita muda dan hampir seluruh
kelainan sitologi pada remaja terselesaikan tanpa pengobatan. Wanita di bawah usia 21 tahun
terhitung hanya 0,1% yang mengidap kanker serviks dan tidak ada bukti yang kuat bahwa
skrining kanker serviks pada kelompok usia tersebut dapat menurunkan insidensi, morbiditas
atau mortalitas dari kanker serviks. Menyadari fakta tersebut dan kemungkinan skrining
kanker serviks menyebabkan evaluasi tidak perlu dan berpotensi berbahaya pada wanita
berisiko sangat rendah untuk keganasan, ACOG merevisi pedoman skrining kanker serviks,
yaitu dimulai saat usia 21 tahun, tanpa mempertimbangkan riwayat seksual sebelumnya.

Tabel.1 Summary of 2012 Screening Guidelines from the American Cancer Society,
American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for
Clinical Pathology
Parameter ACS Rekomendasi
Usia memulai Mulai skrining sitologi pada usia 21 tahun, tanpa mempertimbangkan
skrining riwayat seksual sebelumnya.
Skrining antara Skrining dengan sitologi saja setiap 3 tahun. * Pemeriksaan HPV tidak
usia 2129 harus dilakukan pada kelompok umur ini.
Skrining antara Skrining dengan kombinasi sitologi dan pemeriksaan HPV setiap 5 tahun
usia 30-65 (dianjurkan) atau sitologi saja setiap 3 tahun. * Skrining HPV saja secara
umum tidak direkomendasikan..
Usia berhenti Usia 65 tahun, jika wanita memiliki skrining awal negatif dan tidak
skrining dinyatakan risiko tinggi kanker serviks.
Skrining setelah tidak diindikasikan untuk wanita tanpa leher rahim dan tanpa riwayat lesi
histerektomi prakanker grade tinggi (misalnya, CIN2 atau CIN3) dalam 20 tahun
terakhir atau kanker serviks.
Wanita yang Skrining dengan rekomendasi yang sama dengan wanita tanpa vaksin
vaksin HPV HPV.
Pedoman ini tidak ditujukan pada populasi spesial ( seperti, wanita dengan riwayat kanker
serviks, wanita yang rahimnya terpapar dietilstilbestrol, wanita yang immunocompromised)
yang mungkin membutuhkan skrining lebih intensif atau alternatif lain.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pap Smear


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pap smear, yaitu :
1. Umur
Perubahan sel-sel abnormal pada leher rahim paling sering ditemukan pada
usia 35-55 tahun dan memiliki resiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker leher
rahim. Semakin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran, sebenarnya
proses kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja, tetapi pada seluruh organ
tubuh. Semua bagian tubuh mengalami kemunduran, sehingga pada usia lebih lama
kemungkinan jatuh sakit.
2. Sosial ekonomi
Golongan sosial ekonomi yang rendah sering kali terjadi keganasan pada sel-
sel mulut rahim, hal ini karena ketidak mampuan melakukan pap smear secara rutin.
3. Paritas
Paritas adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup. Paritas dengan jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau
dekat mempunyai resiko terhadap timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada leher
rahim. Jika jumlah anak menyebabkan perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut
rahim yang dapat berkembang pada keganasan.
4. Usia wanita saat nikah
Usia menikah <20 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami perubahan
sel-sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda sel-sel rahim masih belum
matang, maka sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh
sperma dan segala macam perubahanya, jika belum matang, bisa saja ketika ada
rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dan sel yang mati, sehingga kelebihan sel
ini bisa merubah sifat menjadi sel kanker.

2.6. Jenis-Jenis Test Pap Smear:


Ada 2 cara pemeriksaan Pap Smear:
a. Pemeriksaan Sitologi Konvensional
Keterbatasan pemeriksaan Sitologi Konvensional :
Sampel tidak memadai karena sebagian sel tertinggal pada brus (sikat untuk
pengambilan sampel), sehingga sampel tidak representatif dan tidak menggambarkan
kondisi pasien sebenarnya
Subyektif dan bervariasi, dimana kualitas preparat yang dihasilkan tergantung pada
operator yang membuat usapan pada kaca benda
Kemampuan deteksi terbatas (karena sebagian sel tidak terbawa dan preparat yang
bertumpuk dan kabur karena kotoran/faktor pengganggu)
b. Pemeriksaan Sitologi Berbasis cairan atau Liquid
Merupakan metode baru untuk meningkatkan keakuratan deteksi kelainan sel-sel leher
rahim. Dengan metode ini, sampel (cara pengambilan sama seperti pengambilan untuk
sampel sitologi biasa/Pap Smear) dimasukkan ke dalam cairan khusus sehingga sel atau
faktor pengganggu lainnya dapat dieliminasi. Selanjutnya, sampel diproses dengan alat
otomatis lalu dilekatkan pada kaca benda kemudian diwarnai lalu dilihat di bawah mikroskop
oleh seorang dokter ahli Patologi Anatomi.
Keungulan pemeriksaan sitologi berbasis cairan/Liquid :
a. Sampel memadai karena hampir 100 % sel yang terambil dimasukkan ke
dalam cairan dalam tabung sampel
b. Proses terstandardisasi karena menggunakan prosesor otomatis, sehingga
preparat (usapan sel pada kaca benda) representatif, lapisan sel tipis, serta
bebas dari kotoran/pengganggu
c. Meningkatkan kemampuan/keakuratan deteksi awal adanya kelainan sel leher
rahim
d. Sampel dapat digunakan untuk pemeriksaan HPV-DNA
Gambar 5. Gambaran Pemeriksaan Sitologi Konvensional dan berbasis
Cairan
2.7. Persiapan Pemeriksaan Pap Smear
a. Menghindari persetubuhan, penggunaan tampon, pil vagina, ataupun mandi berendam
dalam bath tub, selama 24 jam sebelum pemeriksaan, untuk menghindari
kontaminasi ke dalam vagina yang dapat mengacaukan hasil pemeriksaan.
b. Tidak sedang menstruasi , karena darah dan sel dari dalam rahim dapat mengganggu
keakuratan hasil pap smear.

2.8. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear

Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:


1. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek),
spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%.
2. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.

3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks
uterus, dan kanalis servikalis.

4. Periksa serviks apakah normal atau tidak.


5. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah

jam 12 dan diputar 360 searah jarum jam.


6. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi
tanda dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan.

7. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.


8. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi
anatomi.
Pada gambar dibawah ini, terdapat ilustrasi dari pemeriksaan Pap Smear.

Gambar 1. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear


2.9. Syarat Pengambilan Bahan
Penggunaan pap smear untuk mendeteksi dan mendiagnosis lesi prakanker dan
kanker leher rahim, dapat menghasilkan interpretasi sitologi yang akurat bila memenuhi
syarat yaitu:
1. Bahan pemeriksaan harus berasal dari porsio leher rahim.
2. Pengambilan pap smear dapat dilakukan setiap waktu diluar masa haid, yaitu sesudah
hari siklus haid ketujuh sampai dengan masa pramenstruasi.
3. Apabila klien mengalami gejala perdarahan diluar masa haid dan dicurigai
penyebabnya kanker leher rahim, sediaan pap smear harus dibuat saat itu walaupun
ada perdarahan.
4. Pada peradangan berat, pengambilan sediaan ditunda sampai selesai pengobatan.
5. Klien dianjurkan untuk tidak melakukan irigasi vagina (pembersihan vagina dengan
zat lain), memasukkan obat melalui vagina atau melakukan hubungan seks sekurang-
kurangnya 24 jam, sebaiknya 48 jam.
6. Klien yang sudah menopause, pap smear dapat dilakukan kapan saja.13

2.10. Interpretasi Hasil Pap Smear

Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear,


sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem
Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
2. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
3. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan
sampai sedang.
4. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
5. Kelas V : keganasan.

Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat
Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari:
1. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari
sepertiga lapisan epitelium.
2. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
3. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.

Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui
beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi
Bethesda 2001 adalah sebagai berikut :
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance (ASC-US) yaitu sel skuamosa
atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar, tipis
yang membentuk permukaan serviks.
b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah berarti
perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan
abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-
sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang


jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda
dengan sel-sel normal.
d. Squamous Cells Carcinoma

2. Sel glandular
a. Atypical Glandular Cells (AGC), specify endocervical, endometrial or not otherwise
specified (NOS)
b. Atypical Endocervical Cells, favor neoplastic, specify endocervical or not otherwise
specified (NOS)
c. Endocervical Adenocarcinoma In situ (AIS)
d. Adenocarcinoma. 15
2.11. Kelebihan Pap Smear :
Bisa dilakukan di berbagai rumah sakit dan bahkan ada di tingkat Puskesmas
Biaya pemeriksaan relatif murah dan terjangkau

2.12. Kekurangan Pap Smear


Sampel yang diambil tidak dari seluruh bagian serviks sehingga ada bagian
yang bisa jadi tidak terdeteksi
Mungkin tidak memperlihatkan kondisi sel yang sebenarnya
Akurasi antara 80% hingga 90%

2.13. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi jarang, hal ini berupa perdarahan ringan dan infeksi. Pasien harus
diedukasi tentang kemungkinan bercak darah yang keluar dari vagina segera setelah pap
smear dilakukan, karena hal ini dianggap normal.

Gambar 2. Alur penatalaksanaan hasil pap smear


BAB III
KESIMPULAN

Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher
rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman
dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan
yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
Pemeriksaan pap smear bertujuan sebagai evaluasi sitohormonal, mendiagnosis
peradangan, identifikasi organisme penyebab peradangan, mendiagnosis kelainan prakanker
(displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif) dan
memantau hasil terapi.
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi
aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami
aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pap smear,
antara lain umur, sosial ekonomi, paritas, dan usia wanita saat nikah.
Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya.
Dengan dilakukannya pap smear dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks
karena tes pap smear dapat secara akurat mendeteksi 90% dari kanker serviks, bahkan
sebelum gejalanya muncul.

DAFTAR PUSTAKA

4. U.S. Cancer Statistics Working Group. 2010. United States Cancer Statistics: 1999-2007

Incidence and Mortality Web-based Report. Atlanta (GA): Department of Health and

Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, and National Cancer

Institute.

5. Cervical cancer, human papillomavirus (HPV), and HPV vaccines: Key points for policy-

makers and health professionals. 31 December 2008. World Health Organization.

6. Diananda, R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta: Mirza Media

Pustaka.

7. Mayo Clinic. 2011. (http://www.mayoclinic.com/health/pap-smear/MY00090 diakses 18

Juli 2012).

8. Karjane NW, Chelmow D. Pap Smear. Medscape Medical News; 2012.

(http://emedicine.medscape.com/article/1947979-overview#showall diakses 18 Juli 2012).

9. Lestadi, Julisar. 2009. Sitologi Pap Smear : Alat Pencegahan & Deteksi Dini Kanker

Leher Rahim. Jakarta : EGC.

10. Cervical Cytology Screening. December 2009. ACOG Practice Bulletin.

11. Fitria, A. 2007. Panduan Lengkap Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta.

12. Soepardiman. 2002. Cermin Dunia Kedokteran: Pemeriksaan Pap Smear.


13. Rasjidi, Imam. 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta : Sagung Seto.

14. Octavia, Chintami. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Mengenai Pemeriksaan Pap Smear

di Kelurahan Petisah Tengah, Skripsi. Medan USU.

15. Marquardt, N., 2002. Cervical Neoplasma and Carcinoma. In: Marquardt, N.,

ed.Obstetrics and Gynecology, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,547-

565.

IV. Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

PENDAHULUAN
Di negara maju, skrining secara luas dengan metode pemeriksaan sitologi tes Pap telah
menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di
negara-negara berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya
menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan. Ada beberapa
kelemahan tes Pap diantaranya keterbatasan jumlah laboratorium sitologi dan tenaga
sitoteknologi terlatih, sehingga menyebabkan hasil tes Pap baru didapat dalam rentang waktu
yang relatif lama (berkisar 1 hari- 1 bulan). Skrining dengan metode tes Pap memerlukan
tenaga ahli, sistem transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat
dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari perempuan yang
menjalani dan mendapatkan hasil tes Pap juga menjalani evaluasi dan pengobatan yang
semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker
leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Masalah yang
berkembang akibat keterbatasan metode tes Pap inilah yang mendorong banyak penelitian
untuk mencari metode alternatif skrining kanker leher rahim. Salah satu metode yang
dianggap dapat dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun demikian perbandingan
masing-masing penelitian tentang IVA agak sulit dievaluasi karena perbedaan protokol dan
populasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sensitivitas IVA untuk mendeteksi High
Grade SIL berkisar 60-90 %. sehingga dapat dikatakan bahwa sensitifitas IVA setara dengan
sitologi walaupun spesifisitasnya lebih rendah.
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat
yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil
dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu
kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan
bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.

II.1 Definisi
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara
inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang.
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara
memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%.

II.2 Cara Kerja Asam Asetat


Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik
ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel
akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut
tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel
abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite). Daerah metaplasia
yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam
asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya
dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena
asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika
makin putih dan makin jelas, main tinggi derajat kelainan jaringannya.
Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Leher
rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan
tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat
akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
II.3 Tujuan Pemeriksaan IVA
- Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan
- Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

II.4 Keuntungan Metode IVA


Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes diagnosa lainnya adalah :
- Mudah, praktis, mampu laksana
- Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
- Alat-alat yang dibutuhkan sederhana
- Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
II.5 Jadwal Penatalaksanaan IVA
Program Skrining yang dianjurkan oleh WHO :
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun
2. Jika fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak
yang cukup signifikan.
6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila
hasil negatif (-) adalah 5 tahun

II.6 Syarat Mengikuti Test IVA


- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
II.7 Bahan dan Alat
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai
berikut:
a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.
c. Spekulum vagina
d. Asam asetat (3-5%)
e. Swab-lidi berkapas
f. Sarung tangan

Bahan dan alat pemeriksaan IVA

II.8 Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi


Pasien yang siap diperiksa ditempatkan pada meja gynekologi dengan posisi
lithotomi. Dengan spekulum, pemeriksa melihat leher rahim yang dipulas dengan kapas yang
dibasahi dengan asam asetat 3-5%. Tunggu selama 1-2 menit kemudian melihat hasil
pemeriksaan. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto
white epithelum.
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada
lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka).
Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak
dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah
menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona
transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks rahim dalam
kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum. Perempuan yang
akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan
yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang
ditemukan, bila ada, dicatat. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda,
sementara hasil positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi
prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan
sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi
putih tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan
sambungan skuamokolumnar (SSK) . Beberapa kategori temuan IVA tampak seperti tabel
berikut :

Kategori Temuan IVA


Normal Licin, merah muda, bentuk portio normal
Infeksi Servisitis (inflamasi, hiperemis)
Banyak fluor
Ektropion
Polip
Positif IVA Plak putih
Epitel acetowhite (bercak putih)
Kanker leher rahim Pertumbuhan seperti bunga kol
Mudah berdarah

Temuan Interpretasi
Negatif - tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)
- bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan
skuamokolumnar
Positif 1 (+) - samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih
yang ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari
sambungan skuamokolumnar
Positif 2 (++) - lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai
ke sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas,
tebal dan padat
- pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite
Deskripsi VIA positif. Berwarna keputihan agak tebal, berbatas tegas, pada pewarnaan
acetowhite sekitar os serviks sampai skuamokolumnar junction. Terdapat acetowhite ringan
pada epitel metaplastic imatur meluas sampai ke endoserviks.
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah biopsi yang dipandu
oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining menjalani
prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan diagnosis melalui biopsi yang
dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop
electrosurgical excision procedure (LEEP)1, laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.

II.9 Akurasi Pemeriksaan dengan Metode IVA


Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA berpotensi menjadi
alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya
terbatas. Namun demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di
berbagai negara berkembang.
Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-turut adalah
76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga bahwa metode IVA ini kurang spesifik,
angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.48 Penelitian lainnya
mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan di Cina, dilakukan oleh Belinson JL
dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2
atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher rahim. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi
adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%.2 Beberapa penelitian menunjukkan
sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi. Claey et al.3 melaporkan penelitiannya di
Nikaragua, bahwa metode IVA dapat mendeteksi kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan
kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes Pap. Berbagai penelitian telah menyatakan
bahwa skrining dengan metode IVA lebih mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah,
nyaman, praktis dan murah. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perbandingkan antara pap
smear dan IVA dalam berbagai aspek pelayanan.

II.10 Penatalaksanaan IVA


Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher
rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif
lesi atau kelainan pra kanker.
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati dengan
metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher
rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode
diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker
bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu
yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan
luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto. H,
2010)
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya
perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel
akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau
dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang
disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak
organ tubuh yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Memahami Kesehatan Reproduksi Perempuan.Jakarta;

EGC. 2009. Hal. 61-62.

Romauli, S. dan Vindari, A. 2011. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medik.

V. Pemeriksaan Kehamilan USG perabdominal

Pemeriksaan USG obstetri dasar, wajib dikuasai oleh setiap ahli obstetri dan
ginekologi, karena ilmu ini akan diaplikasikan dalam praktetk sehari-hari. Dalam melakukan
pemeriksaan USG, tentu saja harus berdasarkan indikasi, baik itu untuk mengetahui keadaan
janin, ketuban ,plasenta, dan sebagainya.
Indikasi dalam pemeriksaan USG ada 5 macam, diantaranya:
1. Indikasi Obstetri, misalnya untuk mengetahui keadaan janin, plasenta, ketuban,
kelainan congenital, dll
2. Indikasi Ginekologi, misalnya kecurigaan terhadap adanya tumor seperti mioma uteri,
kistoma ovarii, dll
3. Indikasi Onkologi,
4. Indikasi Endokrinologi dan reproduksi, misalnya untuk melihat keadaan genitalia
interna pada pasien-pasien infertile
5. Indikasi Uroginekologi, misalnya untuk memeriksa fistula .
Kapankah kita melakukan pemeriksaan USG?
Menurut WHO, pemeriksaan USG untuk keperluan antenatal, sebaiknya dilakukan
sesuai usia gestasi, satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan satu
kali pada trimester ke tiga. Selebihnya dilakukan bila ada indikasi seperti pecah ketuban
sebelum waktunya, kehamilan lewat waktu, dsb.
Persiapan Sebelum Pemeriksaan
Sebelum melakukan pemeriksaan, tentu kita harus memiliki persiapan yang cukup,
diantaranya adalah:
1. Pencegahan Infeksi
Merupakan hal yang wajib, dan sudha menjadi standar hampir di semua instansi kesehatan,
misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, membersihkan
transduser USG sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan, menggunakan kondom dalam
melakukan pemeriksaan USG transvaginal / transrectal, atau pun USG invasive, membuang
sampah pada tempatnya
2. Persiapan Alat dan ruangan
a. Tentunya alat USG harus dimiliki, dan ruangan yang cukup luas dan ber AC, sehingga
keawetan alat dapat dijaga. Suplai listrik yang cukup, dan backup power listrik jika sewaktu-
waktu mati lampu/arus listrik terputus .
b. Jelly untuk melakukan pemeriksaan dan tissue untuk melindungi baju pasien dari jelly
dan membersihkan transduser
c. Bed periksa untuk pasien, dan ruang untuk ganti baju pasien
d. Ruang tunggu untuk pasien yang dipisahkan dari ruang periksa
e. Toilet untuk pasien , terutama untuk pasien yang kandung kemih penuh setelah
pemeriksaan
f. Tempat minum , agar pasien-pasien yang dalam pemeriksaannya diperlukan dalam
keadaan kandung kemih penuh.
g. Tempat sampah dan tempat cuci tangan

3. Persiapan Pasien
a. Informed Consent, sangat penting, buatlah pasien mengerti bahwa pemeriksaan USG
bukanlah pemeriksaan dewa, maksudnya adalah pemeriksaan USG tidak 100% benar, USG
masih memiliki tingkat kesalahan yang cukup dalam membuat kesalahan diagnosis.
b. Bagi pasien-pasien yang dalam kehamilan muda, diperlukan kandung kemih yang
penuh agar batas uterus menjadi lebih jelas/tegas.
4. Persiapan Pemeriksa
a. Pemeriksa harus mengetahui dengan jelas apa indikasi pemeriksaan USG yang akan
dilakukannya.
b. Pemeriksa harus memiliki ilmu pengetahuan dan skill yang cukup dalam melakukan
pemeriksaan.

Macam Pemeriksaan USG:


1. USG transabdominal
2. USG transvaginal
3. USG transrectal
4. USG transperineal
5. USG Invasif.
Pemeriksaan USG Obstetri dibagi berdasarkan usia gestasi kehamilan, di antaranya
adalah:
1. Pemeriksaan USG Trimester I
2. Pemeriksaan USG Trimester II
3. Pemeriksaan USG Trimester III

PEMERIKSAAN USG TRIMESTER I


Pada pemeriksaan USG trimester pertama, terutama jika pasien hamil dengan usia
gestasi dibawah 10 minggu, penggunaan USG transvaginal adalah metode yang lebih baik
daripada menggunakan USG transabdominal. Karena keakuratan USG transvaginal pada usia
kehamilan muda lebih akurat daripada USG transabdominal. Yang harus dinilai oleh
pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan USG trimester I adalah:
1. Ada tidaknya kehamilan
2. Lokasi Kehamilan
3. Tanda Kehidupan Janin
4. Jumlah Janin
5. Usia Gestasi
6. Tanda Kegagalan Kehamilan
7. Kelainan Kongenital
Ad.1. Ada Tidaknya Kehamilan
Jika Pasien datang dan mengaku hamil, dengan penampilan seperti wanita yang tidak hamil,
sebelum melakukan pemeriksaan ada baiknya kita lakukan tes kehamilan dulu, bisa dengan
menggunakan test pack. Hal ini dapat membantuik kita dalam mendiagnosis kehamilannya.
Sedangkan dengan pemeriksaan USG , Jika wanita tersebut hamil, pada kehamilan sekitar 4-5
minggu , dapat kita temukan adanya kantong kehamilan pada cavum uterusnya.
Ad.2. Lokasi Kehamilan
Menentukan lokasi kehamilan sangat penting, meskipun terlihat sepele. Terutama jika tes
kehamilan positif, sedangkan kita tidak menemukan kantong kehamilan dalam cavum
uteri, bisa ada dua kemungkinan, yang pertama adalah pasien tersebut memang hamil dan
usia kehamilan masih sangat munda (diabawah 4 minggu), sehingga kantong kehamilan tidak
terlihat, atau kehamilannya tidak berada dalam uterus.
Ad.3. Menentukan Tanda Kehidupan Janin
Tanda kehidupan janin dapat didiagnosis dengan melihat adanya pulsasi pada embrio, dan hal
ini dapat terlihat pada usia kehamilan 5-6 minggu. Jika kita menemukan kantung kehamilan
tanpa menemukan pulsasi, jangan cepat mengira itu adalah death conceptus, namun
sebaiknya pasien disuruh control 1-2 minggu lagi, untuk menunggu, mungkin saja memang
pulsasi belum benar-benar terlihat.
Ad.4. Menentukan Jumlah Janin
Menentukan jumlah janin dapat dilakukan mulai pada saat kantong gestasi terbentuk (usia
gestasi 4-5 minggu) . Kehamilan multiple, kita menentukannya bila ditemukan adanya
kantong kehamilan lebih dari satu , atau kita menemukan yolk sac yang lebih dari satu.
Apabila kita menemukan pada trimester I, harus dikonfirmasi lagi pada pemeriksaan
selanjutnya. Dalam memeriksa kehamilan multiple, kita harus dapat menentukan khorionitas
dan amnionitas, dimana hal ini akan berhubungan dengan adanya komplikasi pada
saat melahirkan. Amnionitas dapat dilihat dari jumlah amnionnya. Sedangkan khorionitas
dapat dilihat dari batas / sekat antara kedua amnion, apabila batasnya memiliki ketebalan
>2mm (sering disebut (lambda sign) maka kehamilan tersebut memiliki dua khorion, namun
jika kurang dari 2 mm, (sering disebut T sign), makan kehamilan tersebut memiliki satu
khorion.
Gambaran USG hamil kembar pada usia gestasi 5 minggu dengan dua kantung gestasi

Gambaran USG hamil kembar pada usia gestasi 5 minggu dengan dua yolk sac.

Gambaran kehamilan kembar pada usia gestasi 10 minggu. Pada gambar ini, terlihat bahwa
kehamilan multiple nya terdiri dari dua amnion, dan dua khorion.

Ad.5. Menentukan Usia Gestasi


Usia gestasi dapat ditentukan dengan mengukur diameter kantong gestasi (GS), panjang
kepala-bokong embrio (Crown Rump Length /CRL), dan diameter yolksac (YS). Sebelum
kita membicarakan mengenai pengukuran pengukuran tersebut, ada baiknya kita mengetahui
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada kehamilan:
Usia Kehamilan 4 minggu
Pada kehamilan 4 minggu biasanya hanya akan terlihat kantong gestasi berdiameter 2-5mm,
tertanam dalam endometrium. Yolk Sac biasanya belum dapat teridentifikasi

Usia Kehamilan 5 minggu


Kantong gestasi tampak dalam cavum uteri, dikelilingi endometrium, dan berisi embrio yamg
tampak seperti garis lurus menempel pada yolk sac.
Pada usia kehamilan ini kadang sudah dapat terlihat denyut jantung janin (pulsasi)

Usia Kehamilan 6 minggu


Bentuk embrio mulai berubah dari lurus menjadi sedikit fleksi,
Ductus vitellinus tampak menghubungkan embrio dengan yolk sac.
Panjang embrio berkisar 4-10mm

Usia Kehamilan 8 minggu


Embrio tampak terpisah dari yolk sac dan dihubungkan melalui ductus vitellinus, berbentuk
seperti huruf C dengan bagian kepala tampak dominan
Mulai terlihat tonjolan ekstremitas
CRL berkisar 11-16mm
Sudah mulai dapat dibedakan struktur kepala dari bagian tubuh janin
Setelah mengetahui peristiwa-peristiwa penting pada kehamilan trimester pertama diatas, kita
dapat menyimpulkan kapankah kita mulai bisa mengukur kantong gestasi, yaitu pada usia
kehamilan , kapan kita mulai bisa mengukur CRL, dan mengukur yolksac.
Mengukur Kantung Gestasi (Gestational Sac / GS)
Penentuan usia gestasi dengan mengukur kantong gestasi hanya dilakukan bila echo
janin beluim tampak
Dilakukan pada usia kehamilan 4-6 minggu
Dapat dilihat sejak kehamilan 4 minggu via transvaginal dan 5-6 minggu via
transabdominal
Pengukuran dilakukan dari tepi bagian dalam ke tepi bagian dalam
Kesalahan pengukuran sekitar 1-2 minggu
Kandung kemih pasien tidak boleh terlalu penuh karena akan mempengaruhi bentuk
dan hasil pengukuran
Gestational Sac masih relevan / akurat diukur sampai usia kehamilan 6 minggu

Mengukur Panjang Kepala-Bokong Janin (Crown Rump Length / CRL)


Dapat diukur pada usia kehamilan 8-12 minggu
Diukur pada posisi netral (mendatar)
Pengukuran diukur dari kepala sampai bokong
Jangan sampai ekstremitas dan yolk sac ikut terukur
Tingkat kesalahan sekitar 5-7 hari
Masih relevan diukur sampai usia gestasi 12 minggu
Mengukur diameter Yolk Sac (YS)
Normalnya berbentuk hampir bulat seperti cincin dengan bagian tengah anekoik
Diameter sekitar 4-6mm
Dapat diidentifikasi pada usia gestasi 6 minggu
Diameter maximum 6mm pada usia kehamilan 10 minggu

Ad.6. Tanda Kegagalan Kehamilan


Tanda kegagalan kehamilan dapat kita ketahui dengan melihat berbagai hal sebagai berikut:
Kejadian penting dalam trimester I tidak ditemukan
Diameter rata-rata kantong gestasi >10mm tanpa yolk sac
Diameter rata-rata kantong gestasi >18mm tanpa embrio
Panjang CRL > 5mm namun tak tampak pulse

Ad.7. Penapisan Kelainan Bawaan


Kelainan congenital , sebenarnya sudah dapat diperkirakan mulai dari pemeriksaan trimester
pertama. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam mendiagnosis adanya kelainan
congenital mayor pada janin:
Nuchal Translusensi
Nasal Bone
Fokus echogenik intrakardiac
Echogenik bowels
Empat tanda di atas sudah dapat ditentukan pada penapisa trimester pertama. Dengan
menjumpai salah satu dari empat tanda di atas, kemungkinan besar janin tersebut akan
mengalami kelainan congenital pada saat lahirnya.
1. Nuchal Translusensi
Pengukuran ketebalan jaringan di daerah tengkuk
Sebagai deteksi dini kelaina kromosom (sindroma down)
Usia gestasi 10-14 minggu
Pengukuran dilakukan tegak lurus terhadap kulit tengkuk ke arah luar sampai daerah
seperti pita tipis di atas kulit
Bila NT>3mm , maka kita curiga sindroma down

Gambar di atas menunjukkan nuchal translusensi yang masih dalam batas normal
Gambar di atas menunjukkan penebala nuchal yang mencapai 8.3cm, Hal ini merupakan
tanda bahwa adanya kelainan kromosom pada janin ini.
2. Nasal Bone
Dilakukan pada kehamilan 11-14 minggu dan panjang CRL 45-84mm
Tampilan gambar diperbesar tampak selurh kepala dan bagian atas thoraks
Potongan mid sagital
Pada daerah hidung harus tampak tiga buah garis hiperekhoik, garis bagian atas adalah kulit
hidung, dibawahnya garis tulang hidung, dan yang ketiga adalah kelanjutan dari hidung yang
berada diatas garis hidung, letaknya harus lebih tinggi
Gambaran hidung janin normal, di daerah hidung tampak tiga buah garis hiperekhoik, garis
bagian atas adalah kulit hidung, dibawahnya garis tulang hidung, dan yang ketiga adalah
kelanjutan dari hidung yang berada diatas garis hidung, yang letaknya lebih tinggi

Gambaran janin yang tidak memiliki tulang hidung, dimana hanya terlihat dua hiperekhoik
saja.
3. Fokus echogenik intrakardiac
Tampak sebagai suatu struktur yang berwarna putih terang
Terletak pada ventrikel kiri
Dilakukan pada usia gestasi 10-14 minggu
Pertanda kelainan kromosom
Pada gambaran potongan melintang jantung (four chamber view) di atas, Nampak adanya
suatu struktur yang hiperekhoik pada ruang jantung, menunjukkan adanya kelainan pada
janin ini.
4. Echogenik bowels
tampak sebagai massa usus yang tampak lebih padat dan ekhogenik (putih terang)
Pertanda kelainan kromosom

PEMERIKSAAN USG OBSTETRI DASAR : Pemeriksaan Trimester II dan III

Pemeriksaan pada trimester kedua dan ketiga berbeda dengan pemeriksaan trimester pertama,
pada pemeriksaan ini , janin sudah terbentuk, dimana hal-hal yang harus diperhatikan pada
trimester ke II dan III adalah:
1. Keadaan Janin
2. Usia gestasi
3. Cairan Ketuban
4. Plasenta

Ad.1. Keadaan Janin


Yang harus diperhatikan dalam memeriksa keadaan janin adalah:
Janin hidup / mati , dengan cara kita mencari pulsasi jantung janin
Jumlah Janin , kita perhatikan apakah tunggal/multipel , jika lebih dari satu janin, harus
ditentukan khorionitas dan amnionitas
Kelainan kongenital Mayor :lebih jelas dapat di lihat pemeriksaan USG trimester I
Presentasi dan letak janin , jika usia gestasi sudah memasuki trimester III, harus
diperhatikan letak janin, apakah memanjang / melintang, oblique , dan presentasi / bagian
terbawahnya, apakah presentasi kepala , atau presentasi bokong.

Ad.2. Usia Gestasi


Menentukan usia gestasi pada usia gestasi trimester II dan III berbeda dengan trimester I,
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Diameter biparietal (Biparietal Diameter / BPD)
Diameter Oksipito Frontalis (Occipito Frontal Diameter / OFD)
Lingkar Kepala (Head Circumference / HC)
Panjang Humerus (Humerus Length / HL)
Lingkar perut (Abdominal Circumference / AC)
Panjang Femur (Femur Length / FL)

Banyak sekali cara menentukan usia gestasi pada trimester II dan III, namun yang essensial /
wajib dalam pemeriksaan adalah:
a. Diameter Biparietal (Biparietal Diameter/ BPD)
Sebelum mengukur diameter biparietal , kita harus mendapatkan gambaran potongan
melintang kepala, adapun syarat2nya adalah:
- Gambaran seperti bola rugby
Echo garis tengah terletak simetris dari anterior ke posterior kepala dan berjalan sepanjang
kepala
Kavum septum pelusidum membelah echo garis tengah pada sepertiga anterior kepala

Diameter biparietal diukur dari parietal yg satu ke parietal yg lain, dari outer-inner, atau
outer-outer

b. Lingkar Kepala (head circumference/ HC)


Dalam mengukur lingkar kepala, cara menampilkan kepala sama dengan cara menampilkan
kepala untuk mengukur BPD. Lingkar kepala diukur pada sisi luar tulang kepala (outer-outer)
c. Diameter Antero-Posterior (antero-posterior diameter)
Dalam mengukur diameter antero-posterior, cara menampilkan kepala sama dengan cara
menampilkan kepala untuk mengukur BPD. Diameter antero-posterior diukur dengan cara
mengukur jarak dari os occipital ke os frontal, diukur outer-outer.

Tampilan potongan melintang kepala yang baik untuk mengukur BPD, HC dan APD. Kepala
berbentuk seperti bola rugby, terlihat echo garis tengah dan septum pelusidum yang
memotong di sepertiga, dan terlihat thalamus.

d. Mengukur lingkar perut (Abdominal Circumference / AC)


Sebelum mengukur lingkar perut, kita harus bisa dulu menampilkan potongan melintang
perut yang benar, caranya adalah:
Ambil potongan longitudinal tubuh janin sehingga tampak gambaran vertebra, dan jantung ,
setelah tampak jantung, putar transducer 90 derajat hingga tampak gambaran transversal
jantung,
lalu gerakkan transducer beberapa milimeter ke inferior hingga tampak gambaran vertebra,
gaster, dan vena umbilikal dalam satu bidang potong
Setelah mendapatkan potongan melintang abdomen yang baik, maka dapat diukur diameter
abdomen, yang diukur dari sisi luar kulit.
Gambar diatas adalah gambaran potongan melintang abdomen yang baik, dimana terlihat
vertebrae, gaster dan vena umbilical.

e. Mengukur Panjang Femur (femur length / FL)


Pertama tentukan letak kepala
Lakukan rotasi sampai tampak vertebra sampai daerah lumbal atau sakrum
Lakukan rotasi 45 derajat ke kiri atau ke kanan untuk mencari gambaran femur yang baik
Untuk mendapatkan femur yg baik, transduser harus sejajar dengan femur.
Panjang femur diukur dari ujung ke ujung

Gambaran diatas adalah contoh gambaran femur yang baik, dan femur sejajar transduser,
panjang femur diukur dari ujung-ujung.

Ad.3. Pemeriksaan Cairan Amnion


Pengukuran volume cairan amnion telah menjadi suatu komponen integral dari pemeriksaan
kehamilan untuk melihat adanya resiko kematian janin. Hal ini didasarkan bahwa penurunan
perfusi uteroplasenta dapat mengakibatkan gangguan aliran darah ginjal dari janin ,
menurunkan volume miksi dan menyebabkan terjadinya oligohidroamnion

Pemeriksaan cairan amnion dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemeriksaan secara
subjektif, pemeriksaan dengan vertical deep single pocket, dan dengan metode AFI (Amniotic
Fluid Indeks) yang diperkenalkan oleh Phelan.

Secara Subjektif:
Membutuhkan pengalaman yang cukup
Secara subjektif dikatakan normal bila: tampak sebagian tubuh janin melekat pada dinding
uterus, dan sebagian lagi tidak menempel ,diantara tubuh janin dan dinding uterus masih
terdapat cairan amnion

Secara Single Pocket


1. Berdasarkan satu kuadran saja
2. Diambil kantong terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh janin
3. Tidak boleh ada bagian janin yang terletak di dalam area pengukuran tersebut
Gambar di atas adalah contoh pengukuran secara single pocket, dimana yang diukur adalah
jarak vertical terjauh antara bagian janin dan dinding uterus, dan tidak ada bagian janin
yang terletak dalam area pengukuran tersebut

Interpretasi pengukuran cairan amnion berdasarkan single pocket

Hasil Pengukuran Interpretasi


>2cm , <8cm Volume cairan amnion normal
>8cm Polihidramnion
8-12cm Polihidramnion ringan
12-16cm Polihidramnion sedang
>16cm Polihgidramnion berat
>1cm , <2cm Borderline, evaluasi ulang
<1 cm Oligohidramnion

Pengukuran Amnion dengan metode Phelan (4 kuadran / AFI)


Abdomen dibagi atas 4 kuadran
Setiap kuadran diukur indeks cairan amnionnya
Pengukuran harus tegak lurus dengan
Bidang horizontal dan tidak ada boleh ada bagian janin diantaranya

Pemeriksaan cairan amnion menurut Phelan, abdomen dibagi atas 4 kuadran, dan setiap
kuadran diukur indeks cairan amnionnya

Gambar di atas menunjukkan cara meletakkan probe yang benar pada perut pasien.

Interpretasi Pengukuran cairan amnion dengan metode AFI

Hasil Pengukuran Interpretasi


>2cm , <8cm Volume cairan amnion normal
>8cm Polihidramnion
8-12cm Polihidramnion ringan
12-16cm Polihidramnion sedang
>16cm Polihgidramnion berat
>1cm , <2cm Borderline, evaluasi ulang
<1 cm Oligohidramnion

Ad. 4. Pemeriksan Plasenta


Pada pemeriksaan plasenta hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah:
Menentukan letak plasenta : untuk menentukan apakah letak plasenta normal (di fundus /
corpus uteri, atau abnormal (plasenta previa/plasenta marginal/plasenta letak rendah)
Menentukan grade maturasi plasenta : untuk menentukan apakah kehamilan tersebut cukup
bulan (aterm) atau tidak.
Menentukan kelainan plasenta
Menentukan adanya lilitan tali pusat
Gambar di atas adalah tingkat gradasi plasenta beserta ciri-cirinya.

VI. Kuretase
A. PENGERTIAN KURETASE
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan).Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok
kuret) ke dalam kavum uteri. Sebelum melakukan kuretase, penolong harus
melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus.Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya
perforasi.
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim.Jaringan
itu sendiri bisa berupa tumor, selaput rahim, atau janin yang dinyatakan tidak
berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis, tidak ada cara lain
jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H. Taufik Jamaan, Sp.OG )
Sebuah kuret adalah alat bedah yang dirancang untuk mengorek jaringan biologis atau
puing di sebuah biopsi, eksisi, atau prosedur pembersihan.(Michelson, 1988).

B. TUJUAN KURETASE
Menurut ginekologi dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada
dua yaitu:
a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
b. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada rahim,
apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda, tindakan yang
dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang harus dilakukan
pasien sebelum menjalani kuret.

C. KAPAN KURETASE HARUS DILAKUKAN


Kuretase bukan ditujukan untuk menggugurkan janin dalam kandungan. Masih
banyak kasus lain yang lebih penting untuk dilakukan tindakan kuretase, karena
masalah tersebut bisa mengganggu kesehatan.
Kuretase tak bisa asal dilakukan.Selain harus ada indikasi medis, juga harus ada
persetujuan dari pasangan suami-istri. Dan, keputusan tersebut ditentukan oleh tim
dokter dari hasil diagnosa.
Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menjalani kuretase:

1. Jiwa ibu terancam oleh kehamilan


Ada kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu mempunyai
kelainan.Seperti kelainan jantung atau paru-paru.Wanita dengan kelainan organ
penting berisiko tinggi bila hamil. Misalnya, mengalami kelainan pada paru-paru,
untuk berbaring saja sesak apalagi kalau hamil, dimana ada tekanan pada paru-paru
risikonya akan makin besar.

2. Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar.Namun, ada kalanya terjadi perdarahan
hebat pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas.Pada
kondisi ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan
yang masih tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi.Perdarahan pascapersalinan
ini bisa langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga satu minggu atau satu bulan
kemudian.

3. Ada gangguan haid


Kuretase bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang mengalami
perdarahan akibat gangguan haid.Gangguan haid seperti itu, seringkali tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan. Begitupun dengan perdarahan yang terjadi pada wanita
usia di atas 40 tahun, yang juga terjadi akibat gangguan haid. Pada kondisi seperti itu,
harus dilakukan kuretase, dengan dua tujuan.Pertama, untuk menghentikan
perdarahan akibat adanya sisa-sisa jaringan yang masih tertinggal dan kedua untuk
mencari kepastian apakah jaringan tersebut ganas atau tidak. Bila mengandung
keganasan, akan ditentukan pengobatan selanjutnya sehingga keganasan tersebut
segera dapat dihentikan atau diminimalkan.
4. Kehamilan bermasalah
Wanita yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur, hamil kosong,
ataupun janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi dengan kuretase untuk
mengeluarkan sisa-sisa jaringan.Untuk mencegah perdarahan yang bisa saja terjadi.
Banyak wanita yang takut menjalani kuretase.Tapi, bila mengalami masalah seperti
yang telah disebutkan, mau tidak mau kuretase harus dilakukan demi menyelamatkan
nyawa.Tindakan kuretase sebaiknya dilakukan pada trimester pertama atau maksimal
janin berusia 12 minggu.Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar, dan
keamanannya cukup tinggi. Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam
kandungan usia 4-5 bulan pun bisa dilakukan meski risikonya lebih tinggi.
Tindakan kuretase memang relatif aman dilakukan saat usia kehamilan baru
menginjak trimester pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya efek samping
sangat kecil.
Indikasi Kuretase :
1. Abortus incomplete( keguguran saat usia kehamilan < 20 mg dengan didapatkan
sisa-sisa kehamilan, biasanya masih tersisa adanya plasenta). Kuretase dalam hal ini
dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena
keguguran.Mekanisme perdarahan pada kasus keguguran adalah dengan adanya sisa
jaringan menyebabkan rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik sehingga pembuluh
darah pada lapisan dalam rahim tidak dapat tertutup dan menyebabkan perdarahan.
2. Blighted ova( janin tidak ditemukan, yang berkembang hanya plasenta ). Dalam
kasus ini kuretase harus dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan
berkembang menjadi suatu keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas ganas
pada kehamilan.
3. Dead conseptus( janin mati pada usia kehamilan < 20 mg ). Biasanya parameter
yang jelas adalah pemeriksaan USG, dimana ditemukan janin tetapi jantung janin
tidak berdenyut. Apabila ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg, diperlukan obat
perangsang persalinan untuk proses pengeluaran janin kemudian baru dilakukan
kuretase. Akan tetapi bila ditemukan saat usia kehamilan < 16 mg dapat langsung
dilakukan kuretase.
4. Abortus MOLA( tidak ditemukannya janin, yang tumbuh hanya plasenta dengan
gambaran bergelembung2 seperti buah anggur, yang disebut HAMIL ANGGUR ).
Tanda-tanda hamil anggur adalah tinggi rahim tidak sesuai dengan umur
kehamilannya.Rahim lebih cepat membesar dan apabila ada perdarahan ditemukan
adanya gelembung-gelembung udara pada darah.Hal ini juga dapat menjadi suatu
penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.
5. Menometroraghia( perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus haid ).
Tindakan kuretase dilakukan disamping untuk menghentikan perdarahan juga dapat
digunakan untuk mencari penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal atau adanya
tumor rahim ( myoma uteri ) atau keganasan ( Kanker endometrium ) setelah hasil
kuretase diperiksa secara mikroskopik ( Patologi Anatomi jaringan endometrium ).

D. PERSIAPAN SEBELUM KURETASE


1. Konseling pra tindakan :
a) Memberi informed consent
b) Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita
c) Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan:
d) garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan
e) memeriksa keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan.
2. Pemeriksaan sebelum curretage
a) USG (ultrasonografi)
b) Mengukur tensi dan Hb darah
c) Memeriksa sistim pernafasan
d) Mengatasi perdarahan
e) Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit

3. Persiapan tindakan
a). menyiapkan pasien
mengosongkan kandung kemih
membersihkan genetalia eksterna
membantu pasien naik ke meja ginek
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru
paru dan sebagainya.
Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan
ketalar.
Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari
ruangan
Puasa: Saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya.
Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan
maksimal.
Cek adanya perdarahan
Dokter akan melakukan cek darah untuk mengetahui apakah pasien mengalami
gangguan perdarahan atau tidak. Jika ada indikasi gangguan perdarahan, kuret akan
ditunda sampai masalah perdarahan teratasi. Namun tak menutup kemungkinan kuret
segera dilakukan untuk kebaikan pasien. Biasanya akan dibentuk tim dokter sesuai
dengan keahlian masing-masing, dokter kandungan, dokter bedah, dokter hematologi,
yang saling berkoordinasi. Koordinasi ini akan dilakukan saat pelaksanaan kuret,
pascakuret, dan sampai pasien sembuh.

Persiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang
kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada
pula yang biasa-biasa saja.Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit
tidaknya kuret sangat individual.Sebab, segi psikis sangat berperan dalam
menentukan hal ini.Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret,
maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah
kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan
bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.
Walhasil, dokter akan menambah dosisnya.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa
takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang
diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik.Untuk itu sebaiknya sebelum
menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat
berjalan dengan baik.Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk
mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi
masalah yang ada.Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti
suami, orangtua, sahabat, dan lainnya. Bila diperlukan, gunakan jasa psikolog apabila
ibu tak yakin dapat mengatasi masalah ini sendirian seperti :
Mengganti baju pasien dengan baju operasi
Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas
Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan
Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan, kemudian
pasien dibius dengan anesthesi narkose
Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG
Bebaskan area yang akan dikuret

4. Persiapan petugas
a) mencuci tangan dengan sabun antiseptic
b) memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
c) Perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan
digunakan dalamtindakan kuret
d) Alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan
5. Persiapan alat dan obat :
a) Alat tenun, terdiri dari :
baju operasi
laken
doek kecil
sarung meja mayo
b) Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic :
Speculum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIMS/L (2) ukuran S/M/L)
speculum 2 Buah.
Sonde (penduga) uterus:
a. untuk mengukur kedalaman rahim
b. untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
Cunam muzeus atau Cunam porsio
Bermacam macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 SET)
Cunam tampon (1 buah)
Pinset dan klem
Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
Menyiapkan alat kuret AVM
Ranjang ginekologi dengan penopang kaki
Meja dorong / meja instrument
Wadah instrumen khusus ( untuk prosedur AVM )
AVM Kit (tabung, adaptor, dan kanula)
Tenakulum (1 buah)
Klem ovum/fenster (2 buah)
Mangkok logam
Dilagator/ busi hegar (1 set)
Lampu sorot
Kain atas bokong dan penutup perut bawah
Larutan anti septik (klorheksidin, povidon iodin, lkohol)
Tensimeter dan stetoskop
Sarung tangan DTT dan alas kaki
Set infus
Abocatt
Cairan infus
Wings
Kateter Karet 1 buah
Spuit 3 cc dan 5 cc

6. Obat-obatan :
Analgetik ( petidin 1-2 mg/Kg BB
Ketamin HCL 0.5 ml/ Kg BB
Tramadol 1-2 mg/ BB
Sedativa ( diazepam 10 mg)
Atropine sulfas 0.25- 0.50 mg/ml
Oksigen dan regulator
E. PERAWATAN SETELAH KURETASE
Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Harus
menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat,
tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya
benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur.Obat yang diberikan biasanya
adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit.Jika ternyata muncul keluhan, sakit yang
terus berkepanjangan atau muncul perdarahan, segeralah memeriksakan diri ke
dokter.Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret yang kedua karena bisa saja ada sisa
jaringan yang tertinggal.Jika keluhan tak muncul, biasanya kuret berjalan dengan baik
dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.
Hal-hal yang perlu juga dilakukan:
a) Setelah pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien
dan terus memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum
b) Setelah itu pasien dipindahkan ke recovery room
c) Melakukan observasi keadaan umum pasien hingga kesadaran pulih
d) Pasien diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi
keadaan pasien sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.
e) Konseling pasca tindakan
f) Melakukan dekontaminasi alat dan bahan bekas operasi

F. DAMPAK SETELAH KURETASE


Terkadang kuret tidak berjalan lancar.Meskipun telah dilakukan oleh dokter
kandungan yang sudah dibekali ilmu kuret namun kekeliruan bisa saja terjadi.Bisa
saja pada saat melakukannya dokter kurang teliti, terburu-buru, atau jaringan sudah
kaku atau membatu seperti pada kasus abortus yang tidak ditangani dengan cepat.
Berikut adalah dampaknya:
a. Perdarahan
Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi
perdarahan.Untuk itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa
sedikit pun.Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret kedua harus segera
dilakukan.Biasanya hal ini terjadi pada kasus jaringan yang sudah membatu.Banyak
dokter kesulitan melakukan pembersihan dalam sekali tindakan sehingga ada jaringan
yang tersisa. Namun biasanya bila dokter tidak yakin sudah bersih, dia akan memberi
tahu kepada si ibu, Jika terjadi perdarahan maka segera datang lagi ke dokter.
b. Cerukan di Dinding Rahim
Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan cerukan di
dinding rahim. Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan
rahim.
c. Gangguan Haid
Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim, dikhawatirkan
akan mengganggu kelancaran siklus haid.
d. Infeksi
Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa
memicu terjadinya infeksi.Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang
basah oleh cairan seperti darah.
e. Kanker
Sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%.Namun bila kuret
tidak dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak mendapatkan
penanganan yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker.Disebut kanker
trofoblast atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di dinding rahim.
EFEK SAMPING DARI TINDAKAN KURETASI
a) Rahim berlubang
Kuretase memungkinkan terjadinya lubang pada rahim, atau di dunia kedokteran
disebut perforasi uterus.Hal itu bisa terjadi karena pada saat hamil, dinding rahim
sangat lunak, sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya lubang akibat pengerokan sisa-
sisa jaringan.
Risiko terjadinya lubang pada rahim semakin besar bila kuretase dilakukam pada ibu
yang hamil anggur.Sebab, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum sampai pada
tindakan keretase.Pada hamil anggur, perut ibu biasanya cukup besar.Usia tiga bulan
saja biasanya sudah seperti enam bulan. Karena itu, sebelum kuretase dilakukan,
dokter akanmengevakuasi posisi kehamilan menggunakan vacuum lebih dulu, baru
mengerok menggunakan sendok tajam untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan.
b. Infeksi
Tindakan kuretase memungkinkan terjadinya infeksi, akibat adanya perlukaan.Tapi,
dengan pengobatan yang tepat, infeksi itu biasanya cepat sembuh.
c. Sindrom Asherman
Sindrom Asherman adalah terjadinya perlekatan pada lapisan dinding dalam
rahim.Karena lengket, jaringan selaput lendir rahim tidak terbentuk lagi.Akibatnya,
pasien tidak mengalami haid.Ini memang bisa terjadi, karena selaput lendir rahim
terkikis habis saat tindakan kuretase.Tapi hal itu masih bisa diatasi dengan pemberian
obat, sehingga pasien bisa haid kembali.
d. Keluar vlek
Vlek-vlek darah bisa saja keluar setelah tindakan kuretase dilakukan, sampai satu
minggu kemudian.Keluarnya vlek-vlek darah itu sangat wajar.Tapi, bagaimanapun
harus tetap dikonsultasikan pada dokter, agar bisa diwaspadai.Sebab, bisa saja
keluarnya vlek tersebut karena adanya gangguan pada fungsi pembekuan darah.
e. Mual dan pusing
Mual dan pusing bisa terjadi akibat pembiusan yang dilakukan.Tapi, kalau muntah
pada saat pasien sedang tidak sadar diri, hal itu perlu diwaspadai.
f. Nyeri
Rasa nyeri, terutama di perut bagian bawah, bisa timbul setelah tindakan kuretase
dilakukan. Untuk menguranginya, dokter biasanya akan memberikan obat-obatan
pereda nyeri. Dan biasanya akan cepat hilang.

G. TEKNIK PENGELUARAN JARINGAN


Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi),
jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
1. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus
2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90 untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut
3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa
masuk
4. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC


Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo . 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai