B.TUJUAN
1. Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu mengalami
discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina.
2. Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan menggunakan
bantuan bawah mikroskop.
b. Prosedur Kerja
1. Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah suasana
mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan sample
2. Suruh pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk pengambilan
sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat paha
3. Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis
4. Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat serviks
5. Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan
6. Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula
7. Keluarkan perlahan
8. Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan
9. Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi
10. Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
11. Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.
2. Pembacaan Preparat
a. Alat dan Bahan
1. Mikroskop CX 31
2. Preparat / sediaan yang akan diamati
b. Prosedur Kerja
1. Siapkan mikroskop diatas meja kerja yang rata dan kokoh
2. Atur posisi duduk (ergonomi) yang baik agar tidak mengganggu pengamatan
3. Hidukan tombol on/off pada mikroskop untuk memulai langkah selanjutnya
4. Atur lampu 3,55.Taruh slide pada meja mikroskop
5. Atur lensa objek ke posisi 10x
6. Naikkan makrometer full katas
7. Turunkan pelan-pelan hingga menemukan lapang pandang
8. Setelah mendapatkan lapang pandang atur focus mata kanan dan mata kiri dengan
mengatur cincin diopter pada lensa okuler
9. Tutup diafragma
10. Naikkan kondensor, turunkan pelan-pelan hingga menemukan polygon (segi
banyak dengan sisi biru-biru tajam)
11. Setelah itu buka diafragma seluas lapang pandang
12. Teteskan oil imersi dengan mencari celah diantara lensa objektif
13. Putar lensa objektif 100x
14. Atur micrometer, jika kurang terang, terangkan dengan membesarkan lampu
15. Identifikasi bakteri gram apa yang ditemukan. Apabila ditemukan bakteri gram
positif akan ditemukan bakteri dengan warna ungu, sedangkan apabila ditemukan
bakteri gram negatif akan ditemukan bakteri dengan warna merah.
Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. In: Pemeriksaan Ginekologik. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,164-165.
2. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2.
3. Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ, et al.
2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer Institute.
II. Pemeriksaan Pewarnaan gram, salin, KOH.
Pemeriksaan VVP
Ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk diagnosis BV (Bakterial Vaginosis) yaitu:
1. Kriteria Amsel yaitu bila didapatkan 3 atau lebih dari kriteria sekret vagina yang tipis dan
homogen, tes Whiff yang positif, adanya clue cell, dan atau pH vagina > 4,5. Berdasarkan
kriteria ini BV dapat terdiagnosis 90%.
2. Kriteria lain adalah kriteria Nugent yaitu bila didapatkan bakteri dengan bentukan:
A. Lactobacillus acidophilus (batang gram positif yan g besar)
B. Gardnerella vaginalis dan spesies Bacteroides (batang gram negatif atau gram kecil yang
bervariasi)
C. Spesies Mobiluncus (batang gram yang bervariasi).
Penilaian kriteria Nugent:
3. Kriteria Spiegel yaitu dengan melakukan pewarnaan gram. Hasil normal bila dari pewarnaan
didapatkan Lactobacillis acidophilus +3 atau +4 dengan atau tanpa Gardnella vaginalis. BV
bila pewarnaan menunjukan flora campuran (gram positif, gram negatif atau bakteria
dengan gram bervariasi) dan absen atau menurunnya L. acidophilus (0 sampai +2).
0 : tidak terdapat bentukan
1 : < 1 perlapang pandang
2 : 1-5 bentukan perlapang pandang
3 : 6-30 bentukan perlapang pandang
4 : >30 perlapang pandang
Cara pemeriksaan
1. Permeriksaan VVP yaiut melarutkan sekret vagina dengan satu atau dua tetes larutan 0,9%
NS, diletakan pada gelas preparat,ditutup dengan kaca peuntup kemudian dilihat dibawah
mikroskop untuk melihat adanya clue cell. Clue cell ditemukan 20% dari epitel vagina.
Sensitivitas pemeriksaan ini 60% dan spesifitasnya 98% untukdeteksi BV.
2. Tes Whiff dilakukan dengan meneteskan larutan KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas
preparat. Hasil positif bila bau amis. Bau ini berasal dari pembebasan amin dan asam organik
yang dihasilkan oleh alkalisasi bakteri anaerobik.
3. Pemeriksaan pH dilakukan dengan meletakan kertas pH pada sekret atau dinding vagina,
kemudian dibaca. pH vagina yang norma adalah 3,8-4,2. pH > 4,5 akan merubah pH dari
sampel sekret vagina.
Persiapan
1. Pemeriksaan ginelo;ogi dilakukan di meja ginekologis, posisi litotomi dengan alat spekulum
Sims, kertas pH meter dan lampu
2. Spekulum dimasukan ke vagina dan paprkan serviks secara jelas. Perhatikan sekret yang
tampak dan deskripsikan secara jelas (warna, bau, dan bentuk)
3. Tempelkan pH meter di dinding vagina selama +1 menit. Lihat perubahan warna kemudian
sesuaikan dengan indikator untuk menentukan pH.
4. Ambil sekret vagina dari dinding vagina lateral kiri dan kanan menggunakan spatula kayu/
spatula ayre. Kemudian lendir pada spatula diusapkan pada 2 kaca objek.
Kaca objek 1 : diberi 1 tetes NS, ditutup dengan kaca penutup
Kaca objek 2 : dibiarkan kering (untuk pemeriksaan jamur dengan KOH slide)
Kaca objekdikirim ke laboratorium denga pengantar untuk diperiksakan adanya clue cell,
trichomonas, yeast, leukosit dan lain-lain
5. Untuk melakukan tes Whiff, spatula yang telah diusapkan ke kaca objek ditetsi KOH 10% 1-3
tetes. Bila timbul bau amis hasil tes Whiff positif
Daftar Pustaka
Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ, et al.
2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer Institute.
PENDAHULUAN
Pemeriksaan sitologi vagina atau sering disebut Pap Smear test merupakan salah satu
metode diagnosis dini pada karsinoma servisis uteri dan karsinoma korporis uteri yang
dianjurkan dilakukan rutin (0,5 1 tahun sekali). Pada pemeriksaan ini bahan diambil dari
dinding vagina atau dari serviks (endo- dan ektoserviks) dengan spatel Ayre (dari kayu atau
plastik).
Sel-sel yang diambil pada Pap Smear kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk
melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel. Sitologi ginekologi pap smear adalah
ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita,
meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium. Pap Smear
merupakan suatu skrining untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai
keluhan sehingga dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang menjadi kanker atau
kanker stadium dini. Tindakan ini sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa
nyerinya.
Selain menurunkan angka kematian, pemeriksaan Pap Smear secara rutin dapat
mempermudah pengobatan, karena kanker serviks lebih awal diketahui. Di seluruh dunia,
diperkirakan sebanyak 500.000 kasus baru kanker serviks dan sebanyak 274.000 orang
meninggal akibat kanker serviks tiap tahunnya. Hal ini menjadikan kanker serviks sebagai
penyebab kematian tersering kedua akibat kanker pada wanita. Namun insiden kanker serviks
telah mengalami penurunan lebih dari 50 % dalam 30 tahun terakhir, hal ini disebabkan oleh
peningkatan skrining kanker serviks dengan sitologi servikal.
Pada kenyataannya, insiden kanker serviks di USA telah berkurang dari 14,8 kasus
per 100.000 wanita pada tahun 1975 menjadi 6,5 kasus per 100.000 wanita pada tahun 2006.
Meskipun secara global, insidensi dan prevalensi kanker serviks telah menurun drastis namun
pada negara berkembang hal tersebut masih tinggi akibat kurangnya program skrining, dan
diperkirakan 80% dari seluruh penderita kanker serviks meninggal pada negara berkembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Serviks
Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina bagian atas.
Terbagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut bagian supravaginal dan bagian bawah
disebut bagian vaginal (portio). Serviks merupakan bagian yang terpisah dari badan uterus
dan biasanya membentuk silinder, panjangnya 2,5-3 cm, mengarah ke belakang bawah.
Bagian luar dari serviks pars vaginalis disebut ektoserviks dan berwarna merah muda. Di
bagian tengah portio terdapat satu lubang yang disebut ostium uteri eksternum yang
berbentuk bundar pada wanita yang belum pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit bagi
wanita yang pernah melahirkan.
Ostium uteri internum dan ostium uteri eksternum dihubungkan oleh kanalis
servikalis yang dilapisi oleh epitel endoserviks. Biasanya panjang kanalis servikalis adalah
2,5 cm, berbentuk lonjong, lebarnya kira-kira 8 mm dan mempunyai lipatan mukosa yang
memanjang. Serviks sendiri disusun oleh sedikit otot polos (terutama pada endoserviks),
jaringan elastik, dan banyak jaringan ikat sehingga kanalis servikalis mudah dilebarkan
dengan dilator. Jika terjadi infeksi pada kanalis servikalis, dapat terjadi perlekatan dan
pembengkakan lipatan-lipatan mukosa sehingga spekulum endoserviks sulit ataupun tidak
mungkin dimasukkan sehingga tidak dapat dilakukan penilaian kanalis servikalis.
Pembuluh darah serviks berada pada bagian kanan kirinya. Arteri terutama berasal
dari cabang servikovaginalis arteri uterina, dari arteri vaginalis, dan secara langsung dari
arteri uterina. Serviks diinervasi oleh susunan saraf otonom baik susunan saraf simpatis
maupun saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis berasal dari daerah T5-L2 yang
mengirimkan serat-serat yang bersinaps pada satu atau beberapa pleksus yang terdapat pada
dinding abdomen belakang atau di dalam pelvis sehingga yang sampai di serviks adalah serat
post ganglionik. Serat parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps dalam pleksus
dekat atau dinding uterus. Karena otot lebih banyak terdapat di sekitar ostium uteri internum,
maka inervasi di daerah tersebut lebih banyak daripada di ostium uteri eksternum.
Saraf sensorik serviks sangat erat hubungannya dengan saraf otonom dan memasuki
susunan saraf pusat melalui daerah torakolumbal dan daerah sakral. Serat-serat dalam stroma
terlihat berjalan sejajar dengan serat otot walaupun ujung-ujung saraf sensorik belum pernah
ditemukan.
1. Histologi Serviks
Epitel Serviks terdiri dari dua macam epitel : bagian ektoserviks dilapisi oleh sel-sel
yang sama dengan sel-sel pada vagina yaitu epitel skuamosa, berwarna merah muda dan
tampak mengkilat. Bagian endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh epitel kolumner,
yang berbentuk kolom atau lajur, tersusun selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas
kedua epitel tersebut disebut sambungan skuamokolumner (SSK).
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologik pada epitel serviks dimana
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa, proses ini disebut metaplasia.
Metapalsia terjadi karena pH vagina yang rendah. Pada keadaan Ph vagina berada pada pH
terendah pada saat pra pubertas dan pra menopause. Hal ini dikarenakan pada saat tersebut
terjadi peningkatan esterogen. Peningkatan esterogen menyebabkan peningkatan glikogen di
vagina yang kemudian diubah oleh bakteri lactobacillus dderlein. Pada proses metaplasia
terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang terletak di bawah sel epitel kolumnar endoserviks
dan secara perlahan-lahan akan mengalami pematangan menjadi epitel skuamosa. Jordan
mengemukakan proses metaplasia sebagai berikut:
Fase pertama
Sel cadangan subkolumnar berproloferasi menjadi beberapa lapis, sel-sel
belum berdiferensiasi dan proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.
Fase kedua
Fase ketiga
Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah yang
licin permukaannya.
Gambar 1. Anatomi dan Histologi Serviks
Fase berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi, sel-sel akan mengalami
pematangan dan stroma jonjot yang terdahulu akan menghilang, sehingga terbentuk epitel
skuamosa metaplastik Akibat proses metaplasia ini secara morfogenetik terdapat dua
sambungan skumokolumnar. Pertama adalah SSK original dimana epitel skuamosanya asli
yang menutupi portio vaginalis bertemu dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan
antara kedua epitel berbetas jelas. Kedua adalah SSK fungsional yang merupakan pertemuan
epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SSK tersebut
disebut daerah transformasi.
Pembentukan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja melalui proses metaplasia,
tetapi juga melalui proses pembentukan langsung dari epitel skuamosa yang berhubungan
langsung dengan epitel kolumnar. Pemeriksaan histopatologi, kolkoskopi, dan mikroskop
elektron menunjukkan bahwa lidah-lidah epitel skuamosa asli tumbuh ke bawah dan
menyusup di antara sel-sel epitel kolumnar. Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami maturasi
dan secara bertahap akan mengantikan sel-sel epitel kolumnar diantaranya.
Pap Smear atau tes Pap adalah suatu prosedur untuk memeriksa kanker serviks
pada wanita. Pap Smear meliputi pengumpulan sel-sel dari leher rahim dan kemudian
diperiksa di bawah mikroskop untuk mendeteksi lesi kanker atau prakanker. Tes Pap
merupakan tes yang aman, murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk
mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
Skrining utama dari kanker serviks selama 60 tahun terakhir adalah tes
Papanicolaou. Tes Papanicolaou, juga dikenal sebagai tes Pap atau Pap smear,
dikembangkan pada 1940-an oleh Georgios Papanikolaou. Pap smear mengambil nama
dari Papanikolau, yang merupakan seorang dokter yang meneliti, mengumumkan serta
mempopulerkan tentang teknik tersebut. Berkas penelitian yang dilakukan dengan ahli
patologi Dr Herbert Traut mempunyai dampak yang luar biasa pada pengurangan jumlah
kematian akibat kanker rahim di seluruh dunia. Pada awalnya diharapkan untuk
mendeteksi kanker leher rahim pada tahap awal, tetapi seiring waktu bahkan lesi pra-
kanker juga dapat terdeteksi.
2. Mendiagnosis peradangan
Peradangan pada vagina dan serviks pada umumnya dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan pap smear. Baik peradangan akut maupun kronis. Sebagian besar akan
memberi gambaran perubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan
organisme penyebabnya. Walaupun terkadang ada pula organisme yang tidak
menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan pap smear.
4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini
atau lanjut (karsinoma/invasif).
Pap smear paling banyak dikenal dan digunakan adalah sebagai alat pemeriksaan
untuk mendiagnosis lesi prakanker atau kanker leher rahim. Pap smear yang semula
dinyatakan hanya sebagai alat skrining deteksi kanker mulut rahim, kini telah diakui
sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker leher rahim yang ampuh dengan
ketepatan diagnostik yang tinggi, yaitu 96% terapi didiagnostik sitologi tidak dapat
menggantikan diagnostik histopatologik sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti
setiap diagnosik sitologi kanker leher rahim harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi jaringan biopsi leher rahim, sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.
Tes Pap Smear diindikasikan untuk skrining lesi kanker dan lesi prakanker dari
serviks. Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi
aktifitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami
aktivitas seksualnya memeriksakan diri.
Abnormal sitologi serviks paling sering pada wanita muda dan hampir seluruh
kelainan sitologi pada remaja terselesaikan tanpa pengobatan. Wanita di bawah usia 21 tahun
terhitung hanya 0,1% yang mengidap kanker serviks dan tidak ada bukti yang kuat bahwa
skrining kanker serviks pada kelompok usia tersebut dapat menurunkan insidensi, morbiditas
atau mortalitas dari kanker serviks. Menyadari fakta tersebut dan kemungkinan skrining
kanker serviks menyebabkan evaluasi tidak perlu dan berpotensi berbahaya pada wanita
berisiko sangat rendah untuk keganasan, ACOG merevisi pedoman skrining kanker serviks,
yaitu dimulai saat usia 21 tahun, tanpa mempertimbangkan riwayat seksual sebelumnya.
Tabel.1 Summary of 2012 Screening Guidelines from the American Cancer Society,
American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for
Clinical Pathology
Parameter ACS Rekomendasi
Usia memulai Mulai skrining sitologi pada usia 21 tahun, tanpa mempertimbangkan
skrining riwayat seksual sebelumnya.
Skrining antara Skrining dengan sitologi saja setiap 3 tahun. * Pemeriksaan HPV tidak
usia 2129 harus dilakukan pada kelompok umur ini.
Skrining antara Skrining dengan kombinasi sitologi dan pemeriksaan HPV setiap 5 tahun
usia 30-65 (dianjurkan) atau sitologi saja setiap 3 tahun. * Skrining HPV saja secara
umum tidak direkomendasikan..
Usia berhenti Usia 65 tahun, jika wanita memiliki skrining awal negatif dan tidak
skrining dinyatakan risiko tinggi kanker serviks.
Skrining setelah tidak diindikasikan untuk wanita tanpa leher rahim dan tanpa riwayat lesi
histerektomi prakanker grade tinggi (misalnya, CIN2 atau CIN3) dalam 20 tahun
terakhir atau kanker serviks.
Wanita yang Skrining dengan rekomendasi yang sama dengan wanita tanpa vaksin
vaksin HPV HPV.
Pedoman ini tidak ditujukan pada populasi spesial ( seperti, wanita dengan riwayat kanker
serviks, wanita yang rahimnya terpapar dietilstilbestrol, wanita yang immunocompromised)
yang mungkin membutuhkan skrining lebih intensif atau alternatif lain.
3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks
uterus, dan kanalis servikalis.
Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat
Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari:
1. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari
sepertiga lapisan epitelium.
2. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
3. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui
beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi
Bethesda 2001 adalah sebagai berikut :
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance (ASC-US) yaitu sel skuamosa
atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar, tipis
yang membentuk permukaan serviks.
b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah berarti
perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan
abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-
sel.
2. Sel glandular
a. Atypical Glandular Cells (AGC), specify endocervical, endometrial or not otherwise
specified (NOS)
b. Atypical Endocervical Cells, favor neoplastic, specify endocervical or not otherwise
specified (NOS)
c. Endocervical Adenocarcinoma In situ (AIS)
d. Adenocarcinoma. 15
2.11. Kelebihan Pap Smear :
Bisa dilakukan di berbagai rumah sakit dan bahkan ada di tingkat Puskesmas
Biaya pemeriksaan relatif murah dan terjangkau
2.13. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi jarang, hal ini berupa perdarahan ringan dan infeksi. Pasien harus
diedukasi tentang kemungkinan bercak darah yang keluar dari vagina segera setelah pap
smear dilakukan, karena hal ini dianggap normal.
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher
rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman
dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan
yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
Pemeriksaan pap smear bertujuan sebagai evaluasi sitohormonal, mendiagnosis
peradangan, identifikasi organisme penyebab peradangan, mendiagnosis kelainan prakanker
(displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif) dan
memantau hasil terapi.
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi
aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami
aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pap smear,
antara lain umur, sosial ekonomi, paritas, dan usia wanita saat nikah.
Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya.
Dengan dilakukannya pap smear dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks
karena tes pap smear dapat secara akurat mendeteksi 90% dari kanker serviks, bahkan
sebelum gejalanya muncul.
DAFTAR PUSTAKA
4. U.S. Cancer Statistics Working Group. 2010. United States Cancer Statistics: 1999-2007
Incidence and Mortality Web-based Report. Atlanta (GA): Department of Health and
Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, and National Cancer
Institute.
5. Cervical cancer, human papillomavirus (HPV), and HPV vaccines: Key points for policy-
Pustaka.
Juli 2012).
9. Lestadi, Julisar. 2009. Sitologi Pap Smear : Alat Pencegahan & Deteksi Dini Kanker
11. Fitria, A. 2007. Panduan Lengkap Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta.
14. Octavia, Chintami. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Mengenai Pemeriksaan Pap Smear
15. Marquardt, N., 2002. Cervical Neoplasma and Carcinoma. In: Marquardt, N.,
ed.Obstetrics and Gynecology, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,547-
565.
PENDAHULUAN
Di negara maju, skrining secara luas dengan metode pemeriksaan sitologi tes Pap telah
menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di
negara-negara berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya
menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan. Ada beberapa
kelemahan tes Pap diantaranya keterbatasan jumlah laboratorium sitologi dan tenaga
sitoteknologi terlatih, sehingga menyebabkan hasil tes Pap baru didapat dalam rentang waktu
yang relatif lama (berkisar 1 hari- 1 bulan). Skrining dengan metode tes Pap memerlukan
tenaga ahli, sistem transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat
dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari perempuan yang
menjalani dan mendapatkan hasil tes Pap juga menjalani evaluasi dan pengobatan yang
semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker
leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Masalah yang
berkembang akibat keterbatasan metode tes Pap inilah yang mendorong banyak penelitian
untuk mencari metode alternatif skrining kanker leher rahim. Salah satu metode yang
dianggap dapat dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun demikian perbandingan
masing-masing penelitian tentang IVA agak sulit dievaluasi karena perbedaan protokol dan
populasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sensitivitas IVA untuk mendeteksi High
Grade SIL berkisar 60-90 %. sehingga dapat dikatakan bahwa sensitifitas IVA setara dengan
sitologi walaupun spesifisitasnya lebih rendah.
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat
yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil
dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu
kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan
bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.
II.1 Definisi
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara
inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang.
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara
memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%.
Temuan Interpretasi
Negatif - tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)
- bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan
skuamokolumnar
Positif 1 (+) - samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih
yang ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari
sambungan skuamokolumnar
Positif 2 (++) - lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai
ke sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas,
tebal dan padat
- pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite
Deskripsi VIA positif. Berwarna keputihan agak tebal, berbatas tegas, pada pewarnaan
acetowhite sekitar os serviks sampai skuamokolumnar junction. Terdapat acetowhite ringan
pada epitel metaplastic imatur meluas sampai ke endoserviks.
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah biopsi yang dipandu
oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining menjalani
prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan diagnosis melalui biopsi yang
dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop
electrosurgical excision procedure (LEEP)1, laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.
DAFTAR PUSTAKA
Pemeriksaan USG obstetri dasar, wajib dikuasai oleh setiap ahli obstetri dan
ginekologi, karena ilmu ini akan diaplikasikan dalam praktetk sehari-hari. Dalam melakukan
pemeriksaan USG, tentu saja harus berdasarkan indikasi, baik itu untuk mengetahui keadaan
janin, ketuban ,plasenta, dan sebagainya.
Indikasi dalam pemeriksaan USG ada 5 macam, diantaranya:
1. Indikasi Obstetri, misalnya untuk mengetahui keadaan janin, plasenta, ketuban,
kelainan congenital, dll
2. Indikasi Ginekologi, misalnya kecurigaan terhadap adanya tumor seperti mioma uteri,
kistoma ovarii, dll
3. Indikasi Onkologi,
4. Indikasi Endokrinologi dan reproduksi, misalnya untuk melihat keadaan genitalia
interna pada pasien-pasien infertile
5. Indikasi Uroginekologi, misalnya untuk memeriksa fistula .
Kapankah kita melakukan pemeriksaan USG?
Menurut WHO, pemeriksaan USG untuk keperluan antenatal, sebaiknya dilakukan
sesuai usia gestasi, satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan satu
kali pada trimester ke tiga. Selebihnya dilakukan bila ada indikasi seperti pecah ketuban
sebelum waktunya, kehamilan lewat waktu, dsb.
Persiapan Sebelum Pemeriksaan
Sebelum melakukan pemeriksaan, tentu kita harus memiliki persiapan yang cukup,
diantaranya adalah:
1. Pencegahan Infeksi
Merupakan hal yang wajib, dan sudha menjadi standar hampir di semua instansi kesehatan,
misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, membersihkan
transduser USG sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan, menggunakan kondom dalam
melakukan pemeriksaan USG transvaginal / transrectal, atau pun USG invasive, membuang
sampah pada tempatnya
2. Persiapan Alat dan ruangan
a. Tentunya alat USG harus dimiliki, dan ruangan yang cukup luas dan ber AC, sehingga
keawetan alat dapat dijaga. Suplai listrik yang cukup, dan backup power listrik jika sewaktu-
waktu mati lampu/arus listrik terputus .
b. Jelly untuk melakukan pemeriksaan dan tissue untuk melindungi baju pasien dari jelly
dan membersihkan transduser
c. Bed periksa untuk pasien, dan ruang untuk ganti baju pasien
d. Ruang tunggu untuk pasien yang dipisahkan dari ruang periksa
e. Toilet untuk pasien , terutama untuk pasien yang kandung kemih penuh setelah
pemeriksaan
f. Tempat minum , agar pasien-pasien yang dalam pemeriksaannya diperlukan dalam
keadaan kandung kemih penuh.
g. Tempat sampah dan tempat cuci tangan
3. Persiapan Pasien
a. Informed Consent, sangat penting, buatlah pasien mengerti bahwa pemeriksaan USG
bukanlah pemeriksaan dewa, maksudnya adalah pemeriksaan USG tidak 100% benar, USG
masih memiliki tingkat kesalahan yang cukup dalam membuat kesalahan diagnosis.
b. Bagi pasien-pasien yang dalam kehamilan muda, diperlukan kandung kemih yang
penuh agar batas uterus menjadi lebih jelas/tegas.
4. Persiapan Pemeriksa
a. Pemeriksa harus mengetahui dengan jelas apa indikasi pemeriksaan USG yang akan
dilakukannya.
b. Pemeriksa harus memiliki ilmu pengetahuan dan skill yang cukup dalam melakukan
pemeriksaan.
Gambaran USG hamil kembar pada usia gestasi 5 minggu dengan dua yolk sac.
Gambaran kehamilan kembar pada usia gestasi 10 minggu. Pada gambar ini, terlihat bahwa
kehamilan multiple nya terdiri dari dua amnion, dan dua khorion.
Gambar di atas menunjukkan nuchal translusensi yang masih dalam batas normal
Gambar di atas menunjukkan penebala nuchal yang mencapai 8.3cm, Hal ini merupakan
tanda bahwa adanya kelainan kromosom pada janin ini.
2. Nasal Bone
Dilakukan pada kehamilan 11-14 minggu dan panjang CRL 45-84mm
Tampilan gambar diperbesar tampak selurh kepala dan bagian atas thoraks
Potongan mid sagital
Pada daerah hidung harus tampak tiga buah garis hiperekhoik, garis bagian atas adalah kulit
hidung, dibawahnya garis tulang hidung, dan yang ketiga adalah kelanjutan dari hidung yang
berada diatas garis hidung, letaknya harus lebih tinggi
Gambaran hidung janin normal, di daerah hidung tampak tiga buah garis hiperekhoik, garis
bagian atas adalah kulit hidung, dibawahnya garis tulang hidung, dan yang ketiga adalah
kelanjutan dari hidung yang berada diatas garis hidung, yang letaknya lebih tinggi
Gambaran janin yang tidak memiliki tulang hidung, dimana hanya terlihat dua hiperekhoik
saja.
3. Fokus echogenik intrakardiac
Tampak sebagai suatu struktur yang berwarna putih terang
Terletak pada ventrikel kiri
Dilakukan pada usia gestasi 10-14 minggu
Pertanda kelainan kromosom
Pada gambaran potongan melintang jantung (four chamber view) di atas, Nampak adanya
suatu struktur yang hiperekhoik pada ruang jantung, menunjukkan adanya kelainan pada
janin ini.
4. Echogenik bowels
tampak sebagai massa usus yang tampak lebih padat dan ekhogenik (putih terang)
Pertanda kelainan kromosom
Pemeriksaan pada trimester kedua dan ketiga berbeda dengan pemeriksaan trimester pertama,
pada pemeriksaan ini , janin sudah terbentuk, dimana hal-hal yang harus diperhatikan pada
trimester ke II dan III adalah:
1. Keadaan Janin
2. Usia gestasi
3. Cairan Ketuban
4. Plasenta
Banyak sekali cara menentukan usia gestasi pada trimester II dan III, namun yang essensial /
wajib dalam pemeriksaan adalah:
a. Diameter Biparietal (Biparietal Diameter/ BPD)
Sebelum mengukur diameter biparietal , kita harus mendapatkan gambaran potongan
melintang kepala, adapun syarat2nya adalah:
- Gambaran seperti bola rugby
Echo garis tengah terletak simetris dari anterior ke posterior kepala dan berjalan sepanjang
kepala
Kavum septum pelusidum membelah echo garis tengah pada sepertiga anterior kepala
Diameter biparietal diukur dari parietal yg satu ke parietal yg lain, dari outer-inner, atau
outer-outer
Tampilan potongan melintang kepala yang baik untuk mengukur BPD, HC dan APD. Kepala
berbentuk seperti bola rugby, terlihat echo garis tengah dan septum pelusidum yang
memotong di sepertiga, dan terlihat thalamus.
Gambaran diatas adalah contoh gambaran femur yang baik, dan femur sejajar transduser,
panjang femur diukur dari ujung-ujung.
Pemeriksaan cairan amnion dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemeriksaan secara
subjektif, pemeriksaan dengan vertical deep single pocket, dan dengan metode AFI (Amniotic
Fluid Indeks) yang diperkenalkan oleh Phelan.
Secara Subjektif:
Membutuhkan pengalaman yang cukup
Secara subjektif dikatakan normal bila: tampak sebagian tubuh janin melekat pada dinding
uterus, dan sebagian lagi tidak menempel ,diantara tubuh janin dan dinding uterus masih
terdapat cairan amnion
Pemeriksaan cairan amnion menurut Phelan, abdomen dibagi atas 4 kuadran, dan setiap
kuadran diukur indeks cairan amnionnya
Gambar di atas menunjukkan cara meletakkan probe yang benar pada perut pasien.
VI. Kuretase
A. PENGERTIAN KURETASE
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan).Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok
kuret) ke dalam kavum uteri. Sebelum melakukan kuretase, penolong harus
melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus.Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya
perforasi.
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim.Jaringan
itu sendiri bisa berupa tumor, selaput rahim, atau janin yang dinyatakan tidak
berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis, tidak ada cara lain
jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H. Taufik Jamaan, Sp.OG )
Sebuah kuret adalah alat bedah yang dirancang untuk mengorek jaringan biologis atau
puing di sebuah biopsi, eksisi, atau prosedur pembersihan.(Michelson, 1988).
B. TUJUAN KURETASE
Menurut ginekologi dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada
dua yaitu:
a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
b. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada rahim,
apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda, tindakan yang
dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang harus dilakukan
pasien sebelum menjalani kuret.
2. Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar.Namun, ada kalanya terjadi perdarahan
hebat pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas.Pada
kondisi ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan
yang masih tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi.Perdarahan pascapersalinan
ini bisa langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga satu minggu atau satu bulan
kemudian.
3. Persiapan tindakan
a). menyiapkan pasien
mengosongkan kandung kemih
membersihkan genetalia eksterna
membantu pasien naik ke meja ginek
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru
paru dan sebagainya.
Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan
ketalar.
Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari
ruangan
Puasa: Saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya.
Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan
maksimal.
Cek adanya perdarahan
Dokter akan melakukan cek darah untuk mengetahui apakah pasien mengalami
gangguan perdarahan atau tidak. Jika ada indikasi gangguan perdarahan, kuret akan
ditunda sampai masalah perdarahan teratasi. Namun tak menutup kemungkinan kuret
segera dilakukan untuk kebaikan pasien. Biasanya akan dibentuk tim dokter sesuai
dengan keahlian masing-masing, dokter kandungan, dokter bedah, dokter hematologi,
yang saling berkoordinasi. Koordinasi ini akan dilakukan saat pelaksanaan kuret,
pascakuret, dan sampai pasien sembuh.
Persiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang
kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada
pula yang biasa-biasa saja.Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit
tidaknya kuret sangat individual.Sebab, segi psikis sangat berperan dalam
menentukan hal ini.Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret,
maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah
kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan
bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.
Walhasil, dokter akan menambah dosisnya.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa
takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang
diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik.Untuk itu sebaiknya sebelum
menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat
berjalan dengan baik.Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk
mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi
masalah yang ada.Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti
suami, orangtua, sahabat, dan lainnya. Bila diperlukan, gunakan jasa psikolog apabila
ibu tak yakin dapat mengatasi masalah ini sendirian seperti :
Mengganti baju pasien dengan baju operasi
Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas
Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan
Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan, kemudian
pasien dibius dengan anesthesi narkose
Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG
Bebaskan area yang akan dikuret
4. Persiapan petugas
a) mencuci tangan dengan sabun antiseptic
b) memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
c) Perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan
digunakan dalamtindakan kuret
d) Alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan
5. Persiapan alat dan obat :
a) Alat tenun, terdiri dari :
baju operasi
laken
doek kecil
sarung meja mayo
b) Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic :
Speculum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIMS/L (2) ukuran S/M/L)
speculum 2 Buah.
Sonde (penduga) uterus:
a. untuk mengukur kedalaman rahim
b. untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
Cunam muzeus atau Cunam porsio
Bermacam macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 SET)
Cunam tampon (1 buah)
Pinset dan klem
Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
Menyiapkan alat kuret AVM
Ranjang ginekologi dengan penopang kaki
Meja dorong / meja instrument
Wadah instrumen khusus ( untuk prosedur AVM )
AVM Kit (tabung, adaptor, dan kanula)
Tenakulum (1 buah)
Klem ovum/fenster (2 buah)
Mangkok logam
Dilagator/ busi hegar (1 set)
Lampu sorot
Kain atas bokong dan penutup perut bawah
Larutan anti septik (klorheksidin, povidon iodin, lkohol)
Tensimeter dan stetoskop
Sarung tangan DTT dan alas kaki
Set infus
Abocatt
Cairan infus
Wings
Kateter Karet 1 buah
Spuit 3 cc dan 5 cc
6. Obat-obatan :
Analgetik ( petidin 1-2 mg/Kg BB
Ketamin HCL 0.5 ml/ Kg BB
Tramadol 1-2 mg/ BB
Sedativa ( diazepam 10 mg)
Atropine sulfas 0.25- 0.50 mg/ml
Oksigen dan regulator
E. PERAWATAN SETELAH KURETASE
Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Harus
menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat,
tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya
benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur.Obat yang diberikan biasanya
adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit.Jika ternyata muncul keluhan, sakit yang
terus berkepanjangan atau muncul perdarahan, segeralah memeriksakan diri ke
dokter.Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret yang kedua karena bisa saja ada sisa
jaringan yang tertinggal.Jika keluhan tak muncul, biasanya kuret berjalan dengan baik
dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.
Hal-hal yang perlu juga dilakukan:
a) Setelah pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien
dan terus memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum
b) Setelah itu pasien dipindahkan ke recovery room
c) Melakukan observasi keadaan umum pasien hingga kesadaran pulih
d) Pasien diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi
keadaan pasien sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.
e) Konseling pasca tindakan
f) Melakukan dekontaminasi alat dan bahan bekas operasi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius