“INFEKSI: Diare”
Disusun oleh:
Pembimbing :
dr. Febri Endra Budi S, M.Kes
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2018
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
2
C. GENOGRAM (minimal 3 generasi)
Tn. Y
Tn. J Ny. E Ny. D Nn. K
An. I
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien : Serumah
: Meninggal
3
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA
Keterangan
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Status Perkawinan Domisili Serumah
No Sex
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) (TK, K, J, D)
Ya Tdk
Alm.
1 L 36 Th Tukang bangunan Suami K + -
Tn.Y
2 Ny. D P 31 Th Ibu rumah tangga Istri K + -
3 An. I P 8 Th Pelajar SD AK TK + -
4 Tn. H L 66 Th Pensiunan PNS Mertua K + -
5 Ny. M P 62 Th Ibu rumah tangga Mertua K + -
6 Tn. M L 63 Th Pensiunan PNS Ayah kandung K - +
7 Ny. M P 59 Th Ibu rumah tangga Ibu kandung K - +
8 Ny. E P 35 Th Ibu rumah tangga Saudara Kandung K - +
9 Tn. J L 40 Th Sopir Kakak Ipar K - +
10 Nn. K P 16 Th Pelajar SMA Saudara Kandung TK - +
4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)
KU : Mencret
Anamnesis : Mencret sejak 2 hari yang lalu, tiap hari mencret sekitar > 5x dan hari
ini mencret sudah lebih dari 10x, BAB cair, ampas (+), darah (-)
lendir (+). Sudah diberikan obat anti diare seperti entrostop namun
melilit di daerah ulu hati sejak 2 hari yang lalu, keluhan nyeri perut
mengeluhkan mual (+), muntah (+) sejak 2 hari yang lalu, muntah
>5x hari ini. Muntah isi makanan kadang cairan. Tiap kali makan px
Vital Sign:
RR : 19 x/menit
Temp : 36,7 oC
Auskultasi:
5
Cor: S1S2 tunggal, Bising (-)
Pem Penunjang :-
Rw Imunisasi : Lengkap
Rw Persalinan :-
Rw KB : Pil
6
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll
Sebelum kejadian saat ini Ny. D lebih sering memasak makanan sendiri, dicuci
2 Preventif dahulu dan air dimasak terlebih dahulu namun sesekali membeli masakan di luar Rasional
rumah. Selain itu Ny. D juga selalu mencuci tangan sebelum makan.
Saat terjadi keluhan awal, Ny. D sudah mencoba minum entrostop dan minum
3 Kuratif Rasional
air banyak-banyak
Ny. D selama sakit beristirahat di rumah dan makan makanan yang dibuat
4 Rehabilitatif Rasional
sendiri
7
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
Aktifitas sehari-hari Ny. D adalah mengurus semua pekerjaan rumah, mulai dari menyapu, memasak,
1 Aktifitas sehari-hari dan mencuci. Ny. D selalu melakukan ibadah di masjid. Ny. D jarang berolahraga. Komunikasi
dengan tetangga sekitar rumah baik dan sering mengikuti arisan di lingkungan rumah
Makan : 2-3x/hari ; dengan menu sayur dan lauk
Kebiasaan makan : makan di rumah
Kesesuaian waktu makan : tidak sesuai waktu makan
Selera makan : semua suka
2 Status Gizi
Konsumsi makanan tertentu : suka makanan pedas
Alergi makanan : tidak
Lain-lain : Tidak ada
3 Pekerjaan Pekerjaan Ny. D sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan jualan kerupuk uyel
8
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
Pasien tinggal di rumah milik sendiri berukuran 10m x 20m, berdinding tembok, lantainya semen,
1 Fisik sumber penerangan utama menggunakan listrik. Ventilasi dan pencahayaan baik. Ada 1 sarana MCK
milik sendiri.
Selain anggota keluarga yang ada, pasien memelihara ayam di rumah. Perilaku pasien yang dapat
2 Biologi menyebabkan terjadinya masalah kesehatan adalah bila pasien tidak mencuci tangan dengan bersih
setelah memberi makan ayam atau melakukan kegiatan rumah tangga.
4 Sosial Komunikasi antar anggota keluarga dan masyarakat sekitar terjalin dengan baik.
Pasien rutin ikut arisan yang diadakan ibu-ibu di sekitar rumah. Pada saat arisan kadang ada ibu-ibu
5 Budaya yang membawa konsumsi. Hal ini dapat menjadi sumber masalah kesehatan bila masakan yang dibawa
ternyata tidak bersih.
6 Psikologi Ditemukan masalah psikologi, pasien berfikir harus membesarkan anaknya seorang diri
7 Ekonomi Ditemukan masalah ekonomi, pasien pencari nafkah dan hanya berjualan kerupuk
9
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)
Aspek 1:
Chief complain: Mencret.
Fear: Takut jika keluhan mencret dan muntah ini tidak sembuh-sembuh, takut badannya menjadi lemas dan pasien akan pingsan.
Wishes/hope: Ingin sembuh.
Aspek 2:
R19.7 Diare Akut dengan dehidrasi ringan.
Differential Diagnosis : diare et causa bakteri (salmonella, shigella), diare et causa virus, diare et causa protozoa (entamoeba),
intoksikasi makanan.
Aspek 3:
Kadang beli lauk untuk makanan sehari-hari di luar.
Cuci tangan tidak bersih setelah memberi makan ayam dan melakukan kegiatan rumah tangga.
Aspek 4:
Kurangnya promosi kesehatan mengenai diare yang diikuti pasien maupun dari puskesmas kepada warga.
Makan makanan yang disuguhkan saat arisan.
10
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
Cuci tangan tidak bersih setelah memberi makan ayam air rerbus ataupun cuci dahulu sebelum dimasak untuk
4 Eksternal: Lebih baik memasak makanan sendiri sehingga diri kita bisa
11
Kurangnya promosi kesehatan mengenai diare yang diikuti mengerti apa yang kita masak dan yang kita makan nantinya.
pasien maupun dari puskesmas kepada warga. Serta menjaga makanan dengan cara menjauhi makanan yang
Makan makanan yang disuguhkan saat arisan. kebersihannya diragukan dan tidak minum air keran,
5 Fungsi Sosial: memisahkan makanan yang mentah dari yang matang,
Tingkat 1 utamakan bahan makanan yang segar, menyimpan makanan
di kulkas dan tidak membiarkan makanan tertinggal di bawah
paparan sinar matahari atau suhu ruangan
Kuratif:
Inj. Ondansetron 4mg (waktu di rs)
Inj. Ranitidin 2x50 mg
Rehabilitatif:
Kurangi konsumsi sayur dan buah dulu, hindari makanan pedas,
makan makanan bertekstur halus, jaga kebersihan tangan, serta
menjaga kebersihan makanan ketika mau dikonsumsi dengan mencuci
serta memasaknya dengan matang. Selama di rumah tetap minum air
putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi.
12
LAMPIRAN FOTO
13
V. RESUME KASUS
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Ciesla,
2013).
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare
infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit (Lung, 2013).
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5 Dinegara
maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden
diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang
menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek
umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena
foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,
setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Jones, 2014). Di
Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari
beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam
14
yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti
EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat
keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek
dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena
infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah
negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99
juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada
sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Soewondo,
2002).
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare
pada orang dewasa per tahun (Rani, 2002). Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah
kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita
rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah
Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC )(Depkes,
2018).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut
15
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
PATOFISIOLOGI
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya
minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama
pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila
ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
16
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive
intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Rani, 2002).
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit
usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel
atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Soewondo, 2002).
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang
sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Lung, 2003). Pendekatan umum Diare akut
17
Gambar 1. Diagnosis dan Terapeutik Diare Akut Infeksi Bakteri (Lung, 2003)
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi
18
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung (Kolopaking, 2002).
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali
(Hendrawanto, 1996).
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai
penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,
sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi
19
patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses
bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya (Lung, 2003).
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin
adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses
menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada
suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang
dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya.
Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 :
H7.1
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
PENATALAKSANAAN
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa (Wells, 2003). Idealnya,
cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat,
1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air (Guerrant, 2013). Cairan seperti itu
20
tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan
dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat
dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka
merasa haus pertama kalinya (Lung, 2003). Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor
dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian
infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8 BD
21
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan
saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental
seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter
Cara II : Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya
60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma
B. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan
pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2),
22
tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Ciesla,
2013).
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi
dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia
saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare
yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak (Nelwan, 2011).
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,
loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara
23
yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila
diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan (Rani, 2002).
Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang
Zat Hidrofilik
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet (Soewondo, 2002).
Probiotik
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
KOMPLIKASI
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
24
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa
minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
(Ciesla, 2013).
PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
25
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik (Ciesla, 2013).
PENCEGAHAN
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia
(Procop, 2003).
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.
colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
26
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral
telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of
3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
S71.
6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-
305.
Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003;
68(6): 666-10.
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.14 Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-
57.
28
9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in
Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam
12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med
2004;350:1:38-47.
13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2016. 49-56.
15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York:
16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &
Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current
29
Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books,
17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy
30