Anda di halaman 1dari 30

STATUS KEDOKTERAN KELUARGA

“INFEKSI: Diare”

Disusun oleh:

Moh. Roem Rowi Sholeh


201620401011078

Pembimbing :
dr. Febri Endra Budi S, M.Kes

Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2018

1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA

1. Nama (Inisial) : Ny. D


2. Umur : 31 thn
3. Jenis Kelamin :P
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Status Perkawinan : Menikah (Janda)
7. Jumlah Anak : 1 orang
8. Pendidikan terakhir : MAN tamat
9. Alamat lengkap : Jl. Tambak Gringsing I/ 55 A Surabaya

B. PASANGAN (Bila sudah menikah atau sudah pernah menikah)

1. Nama (Inisial) : Alm. Tn Y


2. Umur : 36 thn
3. Jenis Kelamin :L
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Tukang bangunan
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Jumlah Anak : 1 Orang
8. Pendidikan terakhir : SMA tamat
9. Alamat lengkap : Jl. Tambak Gringsing I/ 55 A Surabaya
(bila tdk serumah)

2
C. GENOGRAM (minimal 3 generasi)

Tn.M Ny.M Tn.H Ny. M

Tn. Y
Tn. J Ny. E Ny. D Nn. K

An. I

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien : Serumah

: Meninggal

3
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA

Keterangan
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Status Perkawinan Domisili Serumah
No Sex
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) (TK, K, J, D)
Ya Tdk
Alm.
1 L 36 Th Tukang bangunan Suami K + -
Tn.Y
2 Ny. D P 31 Th Ibu rumah tangga Istri K + -
3 An. I P 8 Th Pelajar SD AK TK + -
4 Tn. H L 66 Th Pensiunan PNS Mertua K + -
5 Ny. M P 62 Th Ibu rumah tangga Mertua K + -
6 Tn. M L 63 Th Pensiunan PNS Ayah kandung K - +
7 Ny. M P 59 Th Ibu rumah tangga Ibu kandung K - +
8 Ny. E P 35 Th Ibu rumah tangga Saudara Kandung K - +
9 Tn. J L 40 Th Sopir Kakak Ipar K - +
10 Nn. K P 16 Th Pelajar SMA Saudara Kandung TK - +

4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)

KU : Mencret

Anamnesis : Mencret sejak 2 hari yang lalu, tiap hari mencret sekitar > 5x dan hari

ini mencret sudah lebih dari 10x, BAB cair, ampas (+), darah (-)

lendir (+). Sudah diberikan obat anti diare seperti entrostop namun

keluhan mencret masih terus. Px juga mengeluh nyeri perut seperti

melilit di daerah ulu hati sejak 2 hari yang lalu, keluhan nyeri perut

kumat-kumatan biasanya muncul jika mau BAB. Px juga

mengeluhkan mual (+), muntah (+) sejak 2 hari yang lalu, muntah

>5x hari ini. Muntah isi makanan kadang cairan. Tiap kali makan px

ingin memuntahkannya. Panas badan (-). Nafsu makan turun, makan

hanya mau sedikit sedikit, minum air masih mau banyak.

Pem. Fisik : GCS : 456

Kesadaran: Compos mentis

Vital Sign:

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 112 x/menit

RR : 19 x/menit

Temp : 36,7 oC

Kepala/Leher: A/I/C/D -/-/-/-

Thoraks: Inspeksi: Bentuk dada normal, Gerak nafas simetris.

Palpasi: Gerak nafas simetris, Fremitus simetris. Perkusi: Sonor +/+.

Auskultasi:

Pulmo : vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

5
Cor: S1S2 tunggal, Bising (-)

Abdomen: Inspeksi: Bentuk abdomen normal. Palpasi: Soepel (+),

hepatosplenomegali (-), turgor baik. Nyeri tekan (-). Perkusi: timpani

(+). Auskultasi: Bising usus (+) kesan meningkat.

Ekstremitas: akral hangat kering merah seluruh ekstremitas, oedem

(-), CRT < 2 dtk.

Pem Penunjang :-

Rw Imunisasi : Lengkap

Rw Persalinan :-

Rw KB : Pil

RPD : Baru mengalami kali ini

RPK : Tidak ditemukan anggota keluarga yang sakit seperti ini

6
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll

UPAYA & PERILAKU KESEHATAN


KETERANGAN
NO KOMPONEN URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL ATAU
IRRASIONAL)
Ny. D tidak pernah mendapatkan penyuluhan ataupun ikut kegiatan yang
1 Promotif dilakukan oleh puskesmas/posyandu setempat Rasional

Sebelum kejadian saat ini Ny. D lebih sering memasak makanan sendiri, dicuci

2 Preventif dahulu dan air dimasak terlebih dahulu namun sesekali membeli masakan di luar Rasional
rumah. Selain itu Ny. D juga selalu mencuci tangan sebelum makan.

Saat terjadi keluhan awal, Ny. D sudah mencoba minum entrostop dan minum
3 Kuratif Rasional
air banyak-banyak
Ny. D selama sakit beristirahat di rumah dan makan makanan yang dibuat
4 Rehabilitatif Rasional
sendiri

7
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)

Aktifitas sehari-hari Ny. D adalah mengurus semua pekerjaan rumah, mulai dari menyapu, memasak,
1 Aktifitas sehari-hari dan mencuci. Ny. D selalu melakukan ibadah di masjid. Ny. D jarang berolahraga. Komunikasi
dengan tetangga sekitar rumah baik dan sering mengikuti arisan di lingkungan rumah
 Makan : 2-3x/hari ; dengan menu sayur dan lauk
 Kebiasaan makan : makan di rumah
 Kesesuaian waktu makan : tidak sesuai waktu makan
 Selera makan : semua suka
2 Status Gizi
 Konsumsi makanan tertentu : suka makanan pedas
 Alergi makanan : tidak
 Lain-lain : Tidak ada

3 Pekerjaan Pekerjaan Ny. D sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan jualan kerupuk uyel

4 Jaminan Kesehatan Belum mempunyai jaminan kesehatan

8
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
Pasien tinggal di rumah milik sendiri berukuran 10m x 20m, berdinding tembok, lantainya semen,
1 Fisik sumber penerangan utama menggunakan listrik. Ventilasi dan pencahayaan baik. Ada 1 sarana MCK
milik sendiri.
Selain anggota keluarga yang ada, pasien memelihara ayam di rumah. Perilaku pasien yang dapat
2 Biologi menyebabkan terjadinya masalah kesehatan adalah bila pasien tidak mencuci tangan dengan bersih
setelah memberi makan ayam atau melakukan kegiatan rumah tangga.

3 Kimia Tidak didapatkan bahan kimia berbahaya di rumah pasien.

4 Sosial Komunikasi antar anggota keluarga dan masyarakat sekitar terjalin dengan baik.

Pasien rutin ikut arisan yang diadakan ibu-ibu di sekitar rumah. Pada saat arisan kadang ada ibu-ibu
5 Budaya yang membawa konsumsi. Hal ini dapat menjadi sumber masalah kesehatan bila masakan yang dibawa
ternyata tidak bersih.

6 Psikologi Ditemukan masalah psikologi, pasien berfikir harus membesarkan anaknya seorang diri

7 Ekonomi Ditemukan masalah ekonomi, pasien pencari nafkah dan hanya berjualan kerupuk

8 Ergonomi Tidak ditemukan faktor resiko ergonomi

9
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)

Aspek 1:
 Chief complain: Mencret.
 Fear: Takut jika keluhan mencret dan muntah ini tidak sembuh-sembuh, takut badannya menjadi lemas dan pasien akan pingsan.
 Wishes/hope: Ingin sembuh.

Aspek 2:
 R19.7 Diare Akut dengan dehidrasi ringan.
 Differential Diagnosis : diare et causa bakteri (salmonella, shigella), diare et causa virus, diare et causa protozoa (entamoeba),
intoksikasi makanan.

Aspek 3:
 Kadang beli lauk untuk makanan sehari-hari di luar.
 Cuci tangan tidak bersih setelah memberi makan ayam dan melakukan kegiatan rumah tangga.

Aspek 4:
 Kurangnya promosi kesehatan mengenai diare yang diikuti pasien maupun dari puskesmas kepada warga.
 Makan makanan yang disuguhkan saat arisan.

Aspek 5: Fungsi sosial tingkat 1

10
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:

No Aspek Dx Holistik Penatalaksanaan Komprehenship yang dapat dilakukan oleh


(Uraian permasalahan/penyebab masalah kesehatan penderita (Langkah Operasional)
berdasarkan tiap aspek)
1 Personal: Promotif:
 Chief complain: Mencret  Menjelaskan bahwa kondisi pasien saat ini mengalami diare
 Fear: Takut jika keluhan mencret dan muntah ini tidak akut tanpa ada tanda-tanda dehidrasi
sembuh-sembuh, takut badannya menjadi lemas dan pasien  Menjelaskan keluhan pasien saat ini berupa diare dan muntah
akan pingsan kemungkinan besar dari permasalahan organ pencernaan.
 Wishes/hope: Ingin sembuh Masalah diare ini paling sering akibatkan oleh infeksi akut
2 Klinis: dari virus, bakteri hingga keracunan makanan. Dan jalur
 R19.7 Diare Akut tanpa dehidrasi. penularan tersering adalah melalu mulut sebagai pintu masuk
 Differential Diagnosis : diare et causa bakteri (salmonella, organ penceranaan
shigella), diare et causa virus, diare et causa protozoa Preventif:
(entamoeba), intoksikasi makanan  Menjaga kebersihan diri maupun dari makanan yang akan
3 Internal: dikonsumsi. Cegah kejadian diare dengan mencuci tangan
 Kadang beli lauk untuk makanan sehari-hari di luar. tiap kali mau makan. Ataupun masak dahulu makanan dengan

 Cuci tangan tidak bersih setelah memberi makan ayam air rerbus ataupun cuci dahulu sebelum dimasak untuk

atau kucing. dikonsumsi.

4 Eksternal:  Lebih baik memasak makanan sendiri sehingga diri kita bisa

11
 Kurangnya promosi kesehatan mengenai diare yang diikuti mengerti apa yang kita masak dan yang kita makan nantinya.
pasien maupun dari puskesmas kepada warga.  Serta menjaga makanan dengan cara menjauhi makanan yang
 Makan makanan yang disuguhkan saat arisan. kebersihannya diragukan dan tidak minum air keran,
5 Fungsi Sosial: memisahkan makanan yang mentah dari yang matang,
Tingkat 1 utamakan bahan makanan yang segar, menyimpan makanan
di kulkas dan tidak membiarkan makanan tertinggal di bawah
paparan sinar matahari atau suhu ruangan
Kuratif:
 Inj. Ondansetron 4mg (waktu di rs)
 Inj. Ranitidin 2x50 mg
Rehabilitatif:
Kurangi konsumsi sayur dan buah dulu, hindari makanan pedas,
makan makanan bertekstur halus, jaga kebersihan tangan, serta
menjaga kebersihan makanan ketika mau dikonsumsi dengan mencuci
serta memasaknya dengan matang. Selama di rumah tetap minum air
putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi.

12
LAMPIRAN FOTO

13
V. RESUME KASUS

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3

kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Ciesla,

2013).

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14

hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat

disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare

infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit (Lung, 2013).

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara

berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB

(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5 Dinegara

maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden

diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang

menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek

umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena

foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,

Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan

Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk

setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di

negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Jones, 2014). Di

Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari

beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam

14
yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti

dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter

Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat

keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek

dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena

infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah

sakit.dikutip dari (Hendrawanto, 1996).

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di

negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99

juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada

sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Soewondo,

2002).

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare

pada orang dewasa per tahun (Rani, 2002). Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah

kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita

rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah

Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.

Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga

disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC )(Depkes,

2018).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut

yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

15
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi (Thielman, 2004).

PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non

inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di

kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.

Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,

mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja

rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear (Soewondo, 2002).

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan

diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya

minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama

pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak

ditemukan leukosit (Soewondo, 2002).

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi

kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila

ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air

dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat

defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Soewondo, 2002).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang

dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai

16
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive

intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Rani, 2002).

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus

maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat

non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat

radiasi (Ciesla, 2013).

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit

usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel

atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi

bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin

yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan

atau adanya leukosit dalam feses (Ciesla, 2013).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan

produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih

mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Soewondo, 2002).

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan

lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Lung, 2003). Pendekatan umum Diare akut

infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

17
Gambar 1. Diagnosis dan Terapeutik Diare Akut Infeksi Bakteri (Lung, 2003)

Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena

kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang

merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi

18
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan

deplesi air yang isotonic (Hendrawanto, 1996).

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan

asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal

dan base excess sangat negative (Kolopaking, 2002).

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung (Kolopaking, 2002).

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul

anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus

ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan

asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan

pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali

(Hendrawanto, 1996).

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses

adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai

penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,

sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi

19
patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses

bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya (Lung, 2003).

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin

adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses

menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada

suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang

tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien

dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi

berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya.

Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 :

H7.1

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus

diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan

pemeriksaan darah lengkap (Nelwan, 2016). Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi,

kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

PENATALAKSANAAN

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana

harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare

hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa (Wells, 2003). Idealnya,

cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat,

1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air (Guerrant, 2013). Cairan seperti itu

20
tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan

dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat

dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4

sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk

mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka

merasa haus pertama kalinya (Lung, 2003). Jika terapi intra vena diperlukan, cairan

normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan

suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor

dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian

infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari

badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8 BD

plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 / 0,001 x Berat badan (Kg) x 4 ml

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x KgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)

Tabel 1. Skor Daldiyono (Hendrawanto, 1996)

21
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan

:dikutip dari 18 Cara I :

- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka

kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.

- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan

saat itu.

- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental

seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter

pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.

Cara II : Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg

pada fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

Cara III : Dengan menggunakan rumus :

Na2 x BW2 = Na1 x BW1, dimana :

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya

60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma

sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang.

B. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,

karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi

seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi

lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan

pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2),

22
tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Ciesla,

2013).

Tabel 2. Antibiotik untuk Diare infeksi Bakteri (Ciesla, 2013)

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas

racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga

enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi

dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia

saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare

yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak (Nelwan, 2011).

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,

loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat

tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat

memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara

23
yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila

diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan (Rani, 2002).

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan

atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.

Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang

dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya

(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan

dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat

mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari

dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet (Soewondo, 2002).

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam

jumlah yang adekuat (Tjaniadi, 2003).

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama

pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui

feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic (Hendrawanto, 1996).

24
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis

Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi

bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang

optimal (Thielman, 2004).

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak

oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC

dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih

kontroversi (Ciesla, 2013).

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan

komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari

pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu

sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi

mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan

Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa

minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp

(Ciesla, 2013).

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits

25
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan

mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik (Ciesla, 2013).

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus

diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia

(Procop, 2003).

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang

keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus

diperingatkan untuk tidak menelan air (Lung, 2003).

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air

rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak

diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging

dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh

dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak

dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan

ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.

colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

26
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering

memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya

memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral

telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan

efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya (Procop, 2003).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,

et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:

Lange Medical Books, 2013. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of

Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2014;32:331-51.

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,

editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New

York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of

acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-

S71.

6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-

305.

7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial

Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003;

68(6): 666-10.

8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,

Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.14 Edisi ketiga.

Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-

57.

28
9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).

Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi

Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.

Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:

Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in

Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam

FK UI, 2002. 49-56.

11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from :

http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf. Akses 27 November 2018.

12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med

2004;350:1:38-47.

13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier

LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium

Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat

Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,

Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal

Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,

2016. 49-56.

15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry

NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York:

Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &

Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current

29
Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books,

2003. 584 - 66.

17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy

Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.

30

Anda mungkin juga menyukai