Anda di halaman 1dari 29

Referat Depresan

Ahmed Haykal
Esti Oktafani
A Novita Simbolon
Devita Natalia

Pendahuluan
Fenomena penyalahgunaan zat banyak berdampak pada penelitian oak dan
psikiatrik klinis. Beberapa zat dapat mempengaruhi baik keadaan mental yang dirasakan
secara internal seperti mood, maupun aktivitas yang dapat diamati secara eksternal seperti
perilaku. Zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri yang tak dapat dibedakan dengan
gejala neuropsikiatri umum tanpa kausa yang diketahui ( contohnya schizofrenia dan
gangguan mood), dan oleh karena itu, gangguan psikiatri primer dan gangguan yang
melibatkan penggunaan zat mungkin berkaitan. Bila gejala depresi yang tampak pada
beberapa orang yang tidak mengkonsumsi zat yang dapat mengubah otak tidak dapat
dibedakan dengan gejala depresi pada orang yang mengkonsumsi zat yang dapat
mengubah obat, mungkin terdapat kesamaan berbasis otak antara perilaku mengkonsumsi
zat dengan depresi. Adanya zat yang dapat mengubah otak merupakan petunjuk mendasar
untuk mengetahui cara otak bekerja baik pada keadaan normal maupun abnormal.1,2
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat
digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi
aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan
bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda ( Morfin,
Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti
cemas ).
1

2. Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh
dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif,
segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain.
3. Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan
daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh:
Kanabis ( ganja ).
Depresan adalah senyawa yang dapat menurunkan aktivitas fungsional dari sistem
saraf pusat (SSP). Depresan bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa nyeri, denyut
jantung dan pernafasan. Depresan terbagi atas golongan sedative, hipnotika, anastetik
umum. Depresan golongan sedative menyebabkan respon fisik dan mental menurun.
Depresan golongan hipnotika menimbulkan efek hipnotik seperti timbulnya rasa
mengantuk. Depresan golongan sedative dan hipnotika ini apabila diberikan pada dosis
tinggi dapat menyebabkan efek anastesi. Depresan golongan anastetik umum adalah
senyawa yang dapat menimbulkan efek anastesi, sehingga kesadaran, rasa nyeri dari orang
menjadi hilang, dan membut relaks pada otot. Depresan sering disebut sebagai
penenang. Obat ini biasanya diminum untuk mengurangi rasa cemas, tegang dan stres.
Bila dilihat dari segi positifnya depresan dapat menenangkan pemakainya. Akan
tetapi depresan juga memiliki dampak negatif seperti mual, pusing, pandangan kabur, dan
lainnya. Secara khusus juga obat-obat depresan memiliki efek sesuai dengan kondisi
pengguna.
Bahan Depresan adalah suatu bahan kimia yang dapat memperlambat dan
menurunkan sistem saraf pusat. Termasuk didalam bahan ini adalah obat untuk
menenangkan atau mengantukkan seseorang. Obat penenang yakni untuk mengurangi
ketegangan dan kegelisahan. Yang termasuk dalam Depresan antara lain alkohol, canabis,
opioid, barbiturat, transquilizer, dan inhalansia/solven.

Pembahasan
Alkohol
Definisi
Istilah alkohol berasal dari bahasa Arab al-kohl, yang berarti suatu zat yang mudah
menguap, dapat didihkan dan diembunkan. Alkohol sering dikenal dengan sebutan etanol,
yang juga disebut grain alcohol; dan kadang untuk minuman. Begitu juga dengan alkohol
yang digunakan dalam dunia farmasi. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang
digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol
lainnya. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. 1
Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol sangat
umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama ribuan tahun. Etanol adalah salah
satu obat yang digunakan untuk bersenang-senang yang paling banyak digunakan di dunia.
Dengan meminum alkohol cukup banyak, orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik
(beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan
cepat. 1 Dua alkohol paling sederhana yang digunakan adalah metanol dan etanol.

Kegunaan alkohol
Masing-masing kegunaan alkohol: 1,3
1. Metanol : pelarut, bahan baku pembuatan aldehida, bahan pencampur spiritus
bakar, dan cairan anti beku pada radiator
2. Etanol : pelarut, desinfektan, zat pewarna, seratsintetis, pembuatan obat-obatan,
dan bahan bakar
3. Etilena Glikol : pelarut, pelumas, bahan baku pembuatan serat, dan zat anti beku
radiator
4. Gliserol : bahan pemanis, bahan peledak, bahan komestik, pelembab pada
tembakau, dan bahan pembuatan plastik

Metabolisme Alkohol
3

Sekitar 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi melalui lambung, sisanya


melalui usus halus. Konsentrasi puncak alkohol dalam darah tercapai dalam 30 90
menit dan biasanya dalam 45 - 60 menit, bergantung apakah alkohol dikonsumsi
dalam keadaan perut kosong (meningkatkan absorpsi) atau dengan makanan (menunda
absorpsi). Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga bergantung
pada jangka waktu mengkonsumsi alkohol; minum dengan cepat mengurangi waktu
untuk mencapai konsentrasi puncak, dan sebaliknya. Absorpsi paling cepat pada
munuman yang mengandung 15 30% alkohol (30 60% proof). 1
Alkohol dimetabolisme oleh 2 enzim yaitu alkohol dehidrogenase (ADH) dan
aldehid dehidrogenase. ADH mengkatlisa konversi alkohol menjadi asetaldehid, yang
merupakan senyawa toksik, sedangkan aldehid dehidrogenase mengkatalisasi konversi
asetaldehid menjadi asam asetat. Aldehid dehidrogenase diinhibis oleh disulfiram
(Antabuse), yang sering digunakan dalam penanganan gangguan terkait alkohol. 1
Sejumlah studi menunjukan bahwa wanita memiliki kandungan ADH dalam
darah yang lebih sedikit dibanding pria, yang menyebabkan wanita menjadi lebih
mudah terintoksikasi dibanding pria setelah minum alkohol dalam jumlah yang sama. 1
Efek Alkohol
Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Yang sering dikonsumsi adalah
minuman

yang

mengandung

bahan

sejenis

alkohol,

biasanya

adalah ethyl

alcohol atau ethanol (CH3CH2OH ). Bahan ini dihasilkan dari proses fermentasi gula
yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan seperti hop, anggur dan
sebagainya. 1-4
Beberapa jenis minuman dan kandungan alkoholnya : 2
- Beer

: 28%

- Dry wine

: 8 14 %

- Vermouth

: 18 20 %

- Cocktail wine

: 20 21 %

- Cordial

: 25 40 %

- Spirits

: 40 50 %

Alkohol sangat potensial menimbulkan rasa ketagihan / ketergantungan, dan


semakin lama penggunaan, toleransi tubuh semakin besar sehingga untuk mendapatkan
efek yang sama, semakin lama semakin besar dosisnya.2
Bila seseorang mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut.
diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang
mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam tubuh. Besar akibat alkohol
tergantung pada berbagai faktor, antara lain berat tubuh, usia, gender, dan sudah tentu
frekuensi dan jumlah alkohol yang dikonsumsi.2

Efek moderat : euphoria ( perasaan gembira dan nyaman ), lebih banyak


bicara dan rasa pusing

Efek setelah minum dalam jumlah besar : banyak berbicara, refleks lambat,
nausea , vomitus, sakit kepala, pusing, hipotensi, rasa haus, rasa lelah,
disorientasi

Gambar 1. Efek samping alkohol 2


Penggunaan alkohol jangka panjang dapat mengakibatkan efek gelisah,
tremor/gemetar, halusinasi, kejang-kejang, dan efek lainnya yang merugikan pada banyak
organ seperti otak, jantung, hepar dan organ lainnya. 1,3
5

Efek pada otak


Secara biokimiawi, tidak ada satu terget molekuler yang telah teridentifikasi
sebagai mediator efek alkohol. Teori efek biokimiawi alkohol yang telah lama
bertahan memusatkan efeknya pada membran neuron. Data mendukung hipotesis
bahwa alkohol menimbulkan efek dengan menyisipkan diri kedalam membran
sehingga membran tersebut menjadi rigid, dan dengan demikian meningkatkan
fluiditas membran yang mengakibatkan reseptor, kanal ion, dan protein fungsional
terkait-membran lain tidak berfunsgi secara normal.

Efek tidur
Alkohol juga memiliki efek simpang pada arsitektur tidur. Penggunaan
alkohol dikaitkan dengan penurunan tidur Rapid Eye Movement (REM atau tidur
bermimpi) dan tidur dalam (stadium 4) serta lebih banyak fragmentasi tidur,
dengan episode teerbangun yang lebih banyak dan lebih lama.

Hepar
Efek samping utama penggunaan alkohol berkaitan dengan kerusakan
hepar. Penggunaan alkohol dapat mengakibatkan akumulasi lemak dan protein,
yang menyebabkan timbulnya perlemakan hati, dan dikaitkan dengan timbulnya
hepatitis alkoholik dan sirosi hepatis.

Sistem Gastrointestinal
Menggunakan alkohol dalam jangka panjang dikaitkan dengan timbulnya
esofagitis, akhlorhidria, dan tukak lambung. Selain itu juga dikaitkan dengan
pankreatitis, insufisiensi pankreas, serta kanker pankreas. Asupan alkohol berat
dapat mengganggu proses normal pencernaan dan absorpsi makanan, akibatnya
makanan yang dikonsumsi kurang adekuat dicerna. Penyalahgunaan alkohol
tampaknya juga menghambat kapasitas usus halus menyerap berbagai nutrien
seperti vitamin dan asam amino sehinggan dapat mengakibatkan defisiensi vitamin
yang serius terutama vitamin B.

Sistem tubuh lain


Konsumsi alkohol yang signifikan telah dikaitkan dengan peningkatkan
tekanan darah, disregulasi metabolisme lipoprotein dan trigliserida, serta
peningkatan risiko infark miokardium dan penyakit serebrovaskular. Alkohol pada
orang nonalkoholik terbukti meningkatkan curah jantung istirahat, frekuensi denyut
jantung, dan konsumsi oksigen miokardium.

Ibu Hamil
Bila ibu yang hamil mengkonsumsi, akan mengakibatkan bayi yang
memiliki resiko lebih tinggi terhadap hambatan perkembangan mental dan ketidaknormalan lainnya, serta berisiko lebih besar menjadi pecandu alkohol saat dewasa.

Uji Laboratorium
Efek simpang alkohol mengakibatkan kadar -glutamil transpeptidase tinggi
pada 80% pengguna, dan volume korpuskuler rata-rata (MCV) tinggi pada sekitar
60% pengguna alkohol, lebih tinggi pada wanita.

Kanabis
Marijuana adalah zat kimia yang dihasilkan dari ekstrak tumbuhan budidaya
penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya. Bahan
aktif yang terkandung dalam marijuana adalah tetrahydrocannabinol (THC) yang efeknya
membuat halusinasi, cemas dan paranoid. Ini tidak berlangsung lama sampai kadar
cannabis hilang. Namun bila pemakaian yang lama, gejala yang timbul adalah depresi.
Bahan ini dalam dunia medis banyak dipergunakan salah satunya adalah sebagai obat yang
disebut dronabinol dan digunakan dalam penelitian dan kadang digunakan untuk
mengatasi mual dan muntah yang disebabkan oleh kemoterapi kanker.5,6
Bahan aktif yang kedua adalah cannabinoids (CBD), yang efeknya memberikan
rasa relax, senang, seperti mimpi, warna terlihat lebih cerah, suara terdengar lebih indah.
Para musisi mengatakan bahwa merokok marijuana dapat memberikan mereka inspirasi
yang dibutuhkan untuk memainkan musik mereka. Marijuana bisa memberi mereka visi
kontemplatif dan perasaan kebebasan dan semangat yang luar biasa.5
7

Efek pemakaian
Efek fisik kanabis yang paling sering adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva
(mata merah) dan takikardia ringan. Pada dosis yang lebih tinggi hipotensi ortostatik dapat
timbul. Peningkatan nafsu makan sering disebut the munchies dan mulut kering
merupakan efek lazim intoksikasi kanabis.7
Kehilangan ambisi, yang digambarkan bahwa pemakai hanya duduk-duduk atau
berbaring lesu, bicara pelan dan tidak bersemangat. Selama pemakaian marijuana,
kemampuan komunikasi dan kemampuan motorik menurun. Marijuana juga dapat
mengurangi ketegangan dan menimbulkan perasaan nyaman.7
Reaksi putus obat berupa peningkatan aktivitas otot dan tidak bisa tidur. Tetapi karena
marijuana dibuang dari tubuh secara perlahan, maka reaksi putus obat cenderung bersifat
ringan. 7
Cara diagnosa
Hasil pemeriksaan urin untuk marijuana biasanya tetap positif selama beberapa hari
setelah penggunaan, bahkan pada pemakaian sewaktu-waktu. Pada pemakaian yang terus
menerus, hasil tes bisa tetap positif dalam waktu yang lebih lama karena obat secara
perlahan dilepaskan dari lemak tubuh.2 Lamanya hasil positif ini menetap bervariasi,
tergantung kepada banyaknya THC dan frekuensi pemakaian marijuana (kurang lebih 4
minggu).8 Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang efektif untuk menemukan
pemakai marijuana. Hasil pemeriksaan yang positif hanya menunjukkan bahwa orang
tersebut pernah menggunakan marijuana, tetapi tidak menunjukkan bahwa pemakai
marijuana tersebut baru saja mengalami intoksikasi.8

Akibat penyalahgunaan kanabis


1. Problem fisik
Beberapa penelitan telah menunjukkan bahwa penggunaan marijuana kelas
berat dalam jangka waktu yang lama pada laki-laki, bisa mengurangi kadar
testosteron, ukuran testis dan jumlah sperma. Pemakaian jangka panjang pada
8

wanita bisa menyebabkan ketidateraturan siklus menstruasi. Tetapi efek tersebut


tidak selalu terjadi dan efek terhadap kesuburan masih belum pasti. Wanita hamil
yang menggunakan marijuana bisa melahirkan bayi yang lebih kecil.
Selain itu delta-9-THC bisa ditemukan dalam ASI dan bisa mempengaruhi bayi
yang disusui.7
Efek merokok marijuana dalam jangka panjang terhadap paru-paru, mirip
dengan efek rokok sigaret. Sering terjadi bronkitis dan resiko terjadinya kanker
paru-paru, gangguan jantung, imunitas, dan saraf kemungkinan ditemukan.8
2. Problem Psikiatri
Gangguan memori sampai kesulitan belajar. Adanya ansietas, psikosis
paranoid, sampai skizofrenia. Perilaku antisosial, apatis depresi berat sampai
suicide juga ditemukan.8
3. Problem sosial
Kesulitan dalam belajar, dikeluarkan dari sekolah, hancurnya academic or
job performance sampai kehilangan pekerjaan.8
4. Sebab Kematian
Seperti infeksi berat, suicide dan kecelakaan lalulintas.8
Gangguan penggunaan kanabis
Ketergantungan kanabis
Penyalahgunaan kanabis
Gangguan terinduksi kanabis
Intoksikasi kanabis
Tentukan apakah
Dengan gangguan presepsi
Delirium pada intoksikasi kanabis
Gangguan psikotik terinduksi kanabis, dengan waham
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan psikotik terinduksi kanabis, dengan halusinasi
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan ansietas terinduksi kanabis
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan terkait kanabis yang tidak tergolongkan

Tabel 1. Gangguan Terkait Kanabis DSM-IV-TR

Penanganan
Dukungan dapat dicapai melalui psikoterapi individual, keluarga, atau
kelompok. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas mungkin berguna sebagai pereda
jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien lain, penggunaan kanabis mungkin
berhubungan dengan gangguan depresi yang mendasari, dan dapat berespon dengan
terapi antidepresan. 8

Opiad
Mayoritas opioid yang ditemukan di klinis mempunyai aktivitas primer di reseptor
morfin atau reseptor mu sehingga turut dikenali sebagai agonis mu. 9
Struktur Opiad
Reseptor opiad
Reseptor opioid terdapat di dalam sistem saraf pusat dan sepanjang jaringan
perifer. Reseptor ini biasanya distimulasi oleh peptide endogenous (endorphin,
enkefalin dan dinorphin) yang dihasilkan sebagai respon terhadap stimulasi. Reseptor
opioid berdasarkan prototype agonis nya adalah seperti berikut:
1. Reseptor Mu () (agonis morfin)
Reseptor mu paling banyak ditemukan di batang otak dan thalamus medial.
Reseptor mu penting untuk tindakan analgesia supraspinal, depresi pernafasan,
euphoria, sedasi, penurunan motilitas gastrointestinal dan ketergantungan.
2. Reseptor Kappa () (agonis ketocyclazocine)
Reseptor ini didapatkan di dalam area limbik dan area diensefali lain, batang
otak dan medulla spinalis. Reseptor ini mempunyai efek anastesi (terutama
untuk anastesi spinal), sedasi, dispnea, ketergantungan, disforia dan depresi
pernafasan.
3. Reseptor Delta () (agonis delta-alanin-delta-leucine-enkefalin)
Reseptor delta banyak ditemukan di otak dan efek dari reseptor ini masih belum
diketahui dengan jelas. Diduga reseptor ini berperan untuk efek psikomimetik
dan disforia.
4. Reseptor Sigma () (agonis N-allylnormetazocine)
10

Reseptor sigma berperan pada efek psikomimetik, disforia dan depresi yang
diinduksi stress.

Opioid dan opioid endogen turut mengaktivasi reseptor presinaps pada neuron GABA
sehingga terjadi inhibisi GABA. Inhibisi GABA akan mengakibatkan pelepasan dopamine
berlebihan sehingga memberikan efek euphoria.
Efek lain opioid termasuk mempengaruhi reseptor N-methyl-D-asparta (NMDA)
sehingga stimulasi reseptor NMDA yang berlebihan dapat mengakibatkan nyeri neuropati
dan menimbulkan ketergantungan. Lokasi reseptor opioid di sistem saraf pusat juga
mungkin berperan dalam pengaturan sekresi hormone, thermo regulasi dan kardiovaskular.

Tabel 1 : Efek analgesik pada reseptor opioid

Kategori opiad
Terdapat 4 kelompok opioid:
1. Phenanthrenes
Mempunyai 6-hidroksil yang terkait efek nausea dan halusinasi. Morfin dan kodein
mempunyai kadar kelompok 6-hidroksil yang tinggi sehingga mempunyai efek
samping nausea yang kuat. Opioid ynag termasuk dalam kelompok ini adalah
morfin, kodein, hidromorfon, levorfanol, oksikodon, hidrokodon, oksimorfon,
buprenorfin, nalbufin dan butorfanol.
2. Benzomorfan
11

Merupakan kelompok agonis atau antagonis dengan insiden disforia yang tinggi.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pentazocine.
3. Phenylpiperidine
Kelompok ini mempunyai afinitas tingga terhadap reseptor mu terutama fentanil.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah fentanil, alfentanil, sufentanil dan
meperidine.
4. Diphenylheptane
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah propoxyphene dan methadone.
5. Tramadol
Tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok standar opioid. Merupakan analgesik
opioid atipikal dengan aktivitas agonis mu parsial, GABA sentral, catecholamine
and aktivitas serotonergik.
Opioid kemudian digolongkan berdasarkan kerjanya termasuk agonis,
agonis/antagonis atau agonis parsial, atau antagonis. Kerja opioid tergantung affinitas
(kekuatan interaksi) dengan reseptor dan efikasi (ukuran kekuatan aktivitas) setelah
binding di reseptor.

Opiad agonis
Kebanyakan opioid merupakan agonis opioid dan menimbulkan efek dengan cara
stimulasi reseptor opioid. Perbedaan dalam aktivitas dan efikasi tergantung stimulasi
pada reseptor opioid dan sensitivitas reseptor opioid.
1. Agonis Parsial
Agonis parsial mempunyai afinitas dengan efikasi parsial. Buprenorfin
diklasifikasi sebagai agonis parsial. Ia mempunyai afinitas tinggi tetapi efikasi yang
rendah di reseptor mu. Walaupun buprenorfin mempunyai efek parsial, ia bekerja
penuh sebagai antagonis aktivitas reseptor kappa sehingga dapat digunakan untuk
efek analgesik dan terapi rumatan substitusi dan detoksifikasi.
Buprenorfin mempunyai bioavailabilitas yang lemah karena mengalami
efek first pass yang tinggi di hati dan dapat diserap lemak sehingga bioavailabilitas
sublingual sangat baik. Efek samping buprenorfin termasuk sedasi, nausea dan atau
muntah, pusing, nyeri kepala dan depresi pernafasan.
2. Opioid Agonis-Antagonis
12

Agonis-antagonis parsial termasuk pentazocine, nalbufin dan butorfanol


mempunyai afinitas mu yang tinggi tetapi efikasi mu yang rendah dan mempunyai
aktivitas agonis kappa.
Agen ini dapat digunakan sebagai analgesik tetapi mempunyai batas
tertentu terhadap efek analgesik sehingga peningkatan dosis melebihi dosis tertentu
hanya akan meningkatkan efek samping opioid sehingga potensi terjadi
ketergantung menurun. Stimulasi reseptor kappa dapat memberikan efek samping
yang tidak nyaman termasuk dysesthesia. Efek antagonis pula dapat menyebabkan
gejala withdrawal.

Antagonis opiad
Yang termasuk dalam golongan ini adalah naloxone dan naltrexone adalah
antagonis kompetitif reseptor mu, kappa dan delta. Golongan ini mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor mu tetapi tidak ada efikasi reseptor mu.
Naloxone dan naltrexone bekerja di sentral dan perifer serta mempunyai banyak
fiungsi terapeutik. Naloxone mempunyai bioavailabilitas oral yang rendah tetapi
mempunyai onset yang cepat sebagai detoksifikasi rapid untuk mengobati efek samping
akut opioid apabila diberikan lewat parenteral. Karena onset nya yang cepat dan durasi
kerja singkat,golongan ini tidak dapat digunakan untuk terapi jangka panjang.

Farmakologi
1. Morfin
Morfin adalah opiate reseptor mu dari derivat phenanthrene. Hanya 40-50%
morfin yang sampai ke SSP sekiranya diambil peroral karena tidak larut lemak
sehingga kebanyakan ditukar kepada morfin non-ionisasi.

Kadar morfin dapat

meningkat di dalam SSP apabila terjadi asidosis respiratorik karena terjadinya


peningkatan CO2 yang mengfasilitasi kemasukan morfin ke dalam SSP. Metabolit
morfin termasuk M3G (efek hiperagelsia) dan M6G (efek analgesik). 10
Interaksi obat dengan morfin jarang ditemukan tetapi obat yang inhibitor
morfin paling poten termasuk tamoxifen, diklofenak, naloxone, karbamazepine,
13

antidepresan trisiklik dan heterosiklik dan benzodiazepine. Terdapat juga studi


yang menunjukkan rifampin dan ranitidine turut mengubah metabolism morfin.
Morfin merupakan opioid long acting dan efek samping terkait dengan
pelepasan histamin (bronkospasm dan hipotensi) dan depresi penafasan secara
direk dari mediasi batang otak. Morfin juga dapat mengakibatkan penurunan kerja
saraf simpatis sehingga mengakibatkan venous pooling dan hipotensi ortostatik.
Efek samping terhadap GIT termasuk penurunan motilitas usus yang berakibat
konstipasi dan spasme vesika urinaria mengakibatkan retensi urin. 10
Morfin turut mengakibatkan mual dan muntah dengan rangsangan langsung
chemoreseptor dan vasodilatasi perifer dapat mengakibatkan urticaria yang
diperberat dengan pelepasan histamine. 10
Pemberian morfin parenteral dapat mengakibatkan syok anafilaktik karena
mengandung sulfida.
2. Kodein
Merupakan prototype analgesik opioid lemah karena afinitas lemah
terhadap reseptor mu. Potensi analgesiknya sekitar 50% potensi morfin dadengan
half life 2,5-3 jam dan 80% daripada dosis diekskresi dalam tempoh beberapa
jam.11
Interaksi obat termasuk inbitor nya yaitu bupropion, celecoxib, cimetidine
dan kokain serta diinduksi oleh deksametason dan rifampin.
Efek samping kodein sama seperti agonis opiate yang lain. Dosis rendah
kodein memberikan efek yang lebih hebat dibanding dosis tinggi dicurigai karena
kompetisi di chemoreseptor. Dosis kodein melebihi 65mg tidak dapat ditolerasi
dengan baik sehingga mengakibatkan depresi pernafasan berat.
3. Hidrocodon
Diindikasikan untuk nyeri sedang dan sedang berat dan sebagai pengobatan
batuk non produktif. Bioavailabilitas peroral adalah tinggi dengan half life 2,5-4
jam.
4. Oksikodon
Oksikodon mempunyai aktivitas multipel di reseptor opiat termasuk pada
reseptor kappa dan memberikan efek analgesik. Bioavailabilitas oral oksikodon
adalah tinggi dengan half life sekitar 2,5 sampai 3 jam. Oksikodon juga melalui
konjugasi hebat di hepar dan metabolitnya diekskresi lewat urin.
5. Oksimorfon
Oksimorfon mempunyai aktivats di multipel reseptor tetapi mempunyai
afinitas tinggi pada reseptor mu. Oksimorfon adalah 10 kali lebih poten dibanding
morfin dan sekarang tersedia dalam bentuk lepas cepat dan lepas lambat.
6. Hidromorfon
14

Hidromorfon adalah agonis opioid yang lebih poten dibanding morfin.


Bekerja secara primer di reseptor mu dan sedikit bekerja pada reseptor delta.
Hidromorfon juga larut air sehingga dapat diberikan dalam konsentrasi
tinggi. Dipilih sebagai penganti morfin bagi pasien gagal ginjal karena resiko
akumulasi metabolit toksik morfin yang lebih tinggi. Hidromorfon di metabolisme
di hati sebanyak 62% dari intake oral. Onsetnya sekitar 30 menit dan kerjanya
dapat sampai 4 jam.
Dapat diberikan secara parenteral (IV,IM dan SK). Efek hidromorfon
termasuk analgesik, allodynia, mioklonus, dan kejang pada uji coba pada hewan.
7. Metadon
Metadon adalah agonis opioid reseptor mu sintetik dan merupakan
antagonis reseptor NMDA. Metadon mempunyai afinitas 10 kali lebih tinggi pada
reseptor opioid dan sifat antagonis terhadap resptor NMDA menyebabkan obat ini
dapat digunakan untuk nyeri neuropati hebat atau kondisi nyeri akibat resistensi
opioid.
Bentuk isomer S dari metadon juga menghambat pengambilan serotonin
dan norepinefrin sehingga memberi efek sama seperti antidepresan SSRI dan
trisiklik.
Sekarang digunakan sebagai terapi untuk pasien ketergantungan opioid dan
pengobatan neuropati tetapi karena pengetahuan yang sedikit tentang interaksi obat
ini mengakibatkan peningkatan pada angka kematian akibat penggunaan metadon.
Metadon adalah opioid sintetik yang unik dan tidak mirip dengan opioid
standar sehingga dapat digunakan untuk pasien yang alergi terhadap morfin.
Merupakan zat larut lemak dengan bioavailabilitas oral tinggi (sekitar 40-100%).
Dapat diberikan lewat tuba nasogastric dan tersedia dalam sediaan cair.
Metadon di metabolime di hati dan diekskresikan lewat feces sehingga bermanfaat
untuk pasien dengan gagal ginjal. Karena sifatnya yang larut lemak, metadon
disimpan di dalam jaringan lipid sehingga mempunyai fase eliminasi yang lama
dengan half life sekitar 12-150 jam. Obat ini juga kurang mempunyai efek samping
konstipasi dibanding morfin dan juga jauh lebih murah.
Metadon juga tidak mempunyai metabolit aktif sehingga efek samping
hiperalgia, mioklonus dan neurotoksik lebih rendah dibanding morfin. Efek
euphoria dari metadon juga sangat minimal tetapi efek analgesiknya singkat seitar
(4-8jam) dibanding half life yang bisa mencapai 150 jam sehingga penggunaan

15

metadon berulang dengan dosis tidak tepat dapat mengakibatkan depresi


pernafasan dan kematian.
Metadon juga dapat mengakibatkan Torsades de Pointes, yang merupakan
aritmia dengan perpanjangan interval QT sehingga kondisi seperti hipokalemia dan
hipomagnesimia yang turut mengakibatkan perpanjangan interval QT dapat
meningkatkan resiko terjadinya aritmia ini.
Pada pemberian metadon, sebaiknya diberikan dosis secara titrasi sehingga
dosis terendah yang dapat memberikan efek analgesik. Menurut studi, dikatakan
dosis metadon selalunya 10% daripada dosis opioid yang lainnya.
8. Fentanil
Fentanil adalah agonis opioid yang kuat dan tersedia dalam sediaan
parenteral, transdermal dan transbuccal. Agonis opioid ini bekerja secara primer di
reseptor mu dan 80 kali lebih poten daripada morfin serta mempunyai sedikit sifat
larut lemak dan berikatan secara kuat dengan protein plasma.
Fentanil melalui metabolisme di hari dan pengambilan oral lewat absorbs
trans mukosa akan menyebabkan first pass metabolism menjadi hidrofentanil dan
norfentanil di hepar dan usus kecil.
Pemberian transdermal mempunyai onset 6-12 jam dan mencapai keadaan
stabil setelah 3-6 hari. Apabila patch diangkat,masih terdapat simpanan subkutan
dengan waktu klirens sekitar 24 jam.

Golongan Benzodiazepin
Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai anti anxietas antara lain: Diazepam,
Temazepam, Lormetazepam, Nordiazepam, Oxazepam, Lorazepam. Mekanisme kerja
benzodiazepine merupakan potensiasi inhibisi neuron yang menggunakan GABA
sebagai mediatornya.3 GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan inhibitor utama
neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA
ergik.1
Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA. Berikatan
dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat
neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi
efek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan
medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan
16

hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA
selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.1

Derivat benzodiazepin
1. Diazepam
Diazepam atau biasanya dikenal dengan Valium merupakan sebuah turunan
narkoba. Diazepam merupakan obat anti cemas (antianxietas atau tranquilizer),
sedatif-hipnotik, dan obat anti kejang (antikonvulsan). Efek sampingnya, pada
pemakaian kronik dapat menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan
rasa kantuk, berkurangnya daya konsentrasi dan reaksi.
2. Nordazepam
Nordazepam yang dikenal sebagai desoxydemoxepam, nordiazepam dan
desmethyldiazepam,

adalah

derivatif

1,4-benzodiazepin.

Seperti

turunan

benzodiazepin lain, nordazepam sebagai antikonvulsi ,anxiolitic ,relaksasi otot dan


obat penenang. Namun, nordazepam seringkali digunakan dalam pengobatan
kecemasan (antiaxietas). Nordazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam,
chlordiazepoxide, clorazepate, prazepam, dan medazepam.
3. Oxsazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif diazepam. Oxazepam bertindak
sebagai antiaxietas, hipnotik, sedatif, dan menyebabkan kelemahan otot rangka. Ini
memiliki periode pendek operasi, itu dianggap sebagai paling aman obat berasal
dari benzodiazepin (dalam pengobatan pasien yang lebih tua).
4. Temazepam
Temazepam (nama dagang Restoril) merupakan 3-hydroxy intermediateacting Benzodiazepine. Obat ini diresepkan untuk pengobatan jangka pendek sulit
tidur pada pasien yang mengalami kesulitan mempertahankan tidur. Selain itu,
temazepam merupakan anxiolitik (anti-kecemasan), antikonvulsan , dan relaksasi
otot rangka.
5. Lorazepam
Lorazepam (nama patennya Ativan dan Temesta) merupakan benzodiazepin
berpotensi tinggi obat. Lorazepam memiliki semua lima efek benzodiazepin
intrinsik seperti: anxiolitik, amnesik ,obat penenang/hipnotis, antikonvulsi dan
relaksasi otot Lorazepam digunakan untuk pengobatan jangka pendek kegelisahan,
insomnia, kejang akut termasuk epileptikus status dan sedasi pasien dirawat di
rumah sakit, serta obat penenang pasien agresif.
17

6. Lormetazepam
Lormetazepam (generik) dikenal sebagai methyllorazepam dengan nama
paten seperti: Noctamid, Ergocalm, Loramet, Dilamet, Sedaben, Stilaze, Nocton,
Pronoctan, Noctamide, Loretam, Minias, Aldosomnil. Lormetazepam merupakan
3-hidroksi derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat sebagai hipnotis,
antianxietas, antikonvulsi, sedatif, dan relaksan otot rangka.

Penanganan
Sebagian besar pasien hanya memerlukan terapi suportif dan pengawasan.

Inhalansia
Inhalansia adalah berbagai kelompok zat-zat yang bersifat volatil yang dimana
dapat menghasilkan uap kimia yang dapat dihirup untuk menghasilkan efek psikoaktif.
Berbagai produk umum di rumah dan tempat kerja mengandung zat yang dapat dihirup
untuk mendapatkan efek psikoaktif, namun orang biasanya tidak berpikir bahwa adanya
dari produk ini (misalnya, semprot cat, lem, dan cairan pembersih) sebagai obat karena
mereka tidak pernah dihasilkan untuk menginduksi efek memabukkan.
Bahan yang disalahgunakan yang digunakan sebagai inhalasi
1. Solvent bersifat volatil-cairan yang menguap pada suhu kamar.

Produk industri atau rumah tangga, termasuk pengencer cat atau penghapus cat,

minyak pelumas, cairan pencuci atau peluntur, bensin, dan cairan korek api.
Alat di kantor, termasuk cairan koreksi atau tippex, felt-tip marker cairan,

pembersih layar elektronik, dan lem.


Aerosol-semprotan yang mengandung propelan dan pelarut.
Bahan aerosol di rumah dapat dalam bentuk seperti cat semprot, semprotan
rambut atau semprotan deodoran, semprot penyegar kain, produk aerosol untuk
membersihkan komputer, dan semprotan minyak sayur.

2. Produk bentuk gas - bisa ditemukan di dalam rumah atau produk komersial dan
digunakan sebagai anestesi medis

18

Produk yang ada di dalam rumah atau komersial, termasuk korek api butane

dan tangki propana, dan gas refrigerasi.


Anestesi medis, seperti eter, kloroform, halotan, dan nitrit oksida("gas tertawa")

3. Nitrit- Inhalansia khusus yang terutama digunakan sebagai perangsang seksual

Nitrit organik sangat mudah menguap termasuk sikloheksil, butil, dan amil
nitrit, umumnya dikenal sebagai "popper." Amyl nitrit masih digunakan dalam
prosedur diagnostic medis tertentu. Ketika dipasarkan untuk penggunaan
terlarang, nitrit organik sering dijual dalam botol kecil berwarna cokelat dilabel
sebagai "pembersih isi kepala" "pewangi kamar," "pembersih alatan kulit," atau
"cairan beraroma.

Kandungan inhalan
Produk-produk inhalan biasanya mengandung berbagai berbagai bahan kimia seperti:

Toluena (semprot cat, semen karet, bensin),


Hidrokarbon terklorinasi (binatu kimia, cairan koreksi),

Heksana (lem, bensin),

Benzena (bensin),

Metilen klorida (Penghilang pernis, thinner cat),

Butana (isi ulang korek api, penyaman udara)

Nitrous oksida (dispenser whipped cream, tabung gas).

Efek inhalan
Berbagai efek samping yang terjadi jika menggunakan zat inhalansia seperti : 10

Gangguan pendengaran yang sebabkan oleh semprot cat, lem, binatu kimia,
cairan koreksi

Neuropati perifer

atau kejang

anggota

tubuh karena

lem,

bensin,

dispenser whippedkrim, tabung gas

Sistem saraf pusat atau kerusakan otak akibat cat semprot, lem, dewaxers

Rusak sumsum tulang akibat bensin

Rusak hati dan ginjal oleh karena tippex, cairan peluntur


19

Deplesi darah beroksigen akibat pembersih warna kuku, pengencer cat


Dari

kebanyakan

kejadian

yang

sering

terjadi

sekarang,

remaja

cenderung menyalahgunakan produk yang berbeda pada usia yang berbeda. Di


antara pengguna

baru usia 12-15, yang inhalansia paling

gunakan adalah lem, semir


Sementara itu,

sepatu,

cat semprot, bensin,

sering
dan cairan

disalah
korek

api.

antara pengguna baru yang berusia 16 atau 17, produk yang

paling sering disalahgunakan adalah nitrous oxida yang bisa didapatkan dari obat
anjing. Nitrit adalah inhalansia paling sering disalahgunakan oleh orang dewasa. 10

Cara penyalahgunaan inhalan


Inhalan dapat dihirup melalui hidung atau mulut dalam berbagai cara (yang
dikenal sebagai huffing), seperti sniffing atau menghisap asap dari wadah,
penyemprotan aerosol langsung ke hidung atau mulut, atau menempatkan kain yang
direndam inhalansia ke dalam mulut.
Pengguna juga dapat menghirup asap dari balon atau kantong plastik atau
kantong kertas yang berisi inhalansia ini. Reaksi toksik psikoaktif yang diproduksi
oleh inhalansia biasanya berlangsung hanya beberapa menit, karena itu, pengguna
sering mencoba untuk memperpanjang efek psikoaktifnya dengan terus menghirup
berulang kali selama beberapa jam.
Efek inhalan

Efek inhalansia terhadap otak.


Efek dari inhalansia adalah serupa dengan alkohol, termasuk bicara cadel,
kurangnya koordinasi, euforia, dan pusing. Penyalahguna inhalan mungkin juga
merasakan

kepala

menjadi

ringan,

berulang, banyak

pengguna merasa

kurang memegang

kendali. Bahan

jenis produk dihirup dapat

halusinasi, dan

delusi. Dengan inhalasi

kurang dihambat terasa


kimia

yang

bebas

ditemukan dalam

menghasilkan berbagai

dan

berbagai

efek tambahan,

seperti kebingungan, mual atau muntah.

20

Dengan menggusur udara di paru-paru, inhalansia mengurangkan kadar


oksigen tubuh, kondisi yang dikenal sebagai hipoksia. Hipoksia dapat merusak sel
di seluruh tubuh, tetapi sel-sel otak sangat sensitif untuk itu. Gejala-gejala hipoksia
otak bervariasi sesuai dengan daerah otak yang terkena: misalnya, hipokampus
bahagian otak yang membantu mengontrol memori, sehingga seseorang yang
berulang kali menggunakan inhalansia mungkin kehilangan kemampuan untuk
belajar hal baru atau mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan perbualan
sederhana. 10
Penyalahgunaan inhalan dalam jangka waktu yang lama juga dapat merusak
myelin, iaitu jaringan lemak yang mengelilingi dan melindungi beberapa serabut
saraf. Myelin membantu serabut saraf dengan membawa pesan mereka dengan
cepat dan efisien, dan bila rusak, dapat menyebabkan kejang otot dan tremor atau
bahkan kesulitan permanen dalam melakikan tindakan dasar seperti berjalan,
membungkuk, dan berbicara. 9-10

Efek yang bisa menyebabkan kematian dari inhalansia adalah seperti penghirupan
bahan kimia dalam jumlah konsentrasi sangat tinggi dalam pelarut atau semprotan
aerosol secara langsung dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian dalam
beberapa menit dari sesi inhalasi berulang. Sindrom ini, yang dikenal sebagai
"sudden sniffing death," dapat terjadi dari satu sesi penggunaan inhalansia oleh
orang muda yang sehat. Kematian mendadak sewaktu sniffing terutama terkait
dengan penyalahgunaan butana, propana, dan bahan kimia dalam aerosol.
Inhalansia berkonsentrasi tinggi juga dapat menyebabkan kematian akibat
mati akibat lemas karena hipoksia, menyebabkan pengguna kehilangan kesadaran
dan pernapasan berhenti. Menghirup inhalansia dari sebuah kantong kertas atau
kantong plastik atau di daerah tertutup sangat meningkatkan kemungkinan mati
lemas. Bahkan ketika menggunakan aerosol atau produk yang mudah menguap
untuk tujuan yang sah seperti mengecat atau membersihkan, adalah disarankan
kepada mereka untuk melakukannya di ruangan berventilasi baik atau di luar
ruangan.

Efek berbahaya yang irrevisibel adalah HIV / AIDS, Hepatitis, dan penyakit
menular lainnya karena nitrit disalahgunakan untuk meningkatkan kenikmatan dan
21

performa seksual, sehingga mereka dapat meningkatkan risiko untuk berhubungan


dengan cara yang tidak aman yang sangat meningkatkan risiko tertular dan
menyebarkan penyakit menular seperti HIV / AIDS dan hepatitis. 10

Barbiturat
Barbiturat

adalah

obat

turunan

dari

asam

barbiturat

(2,4,6-trioksoheksa-

hidropirimidin) yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat. Hal ini dimanfaaatkan
untuk mendapatkan efek dari sedasi ringan sampai, anestesi total, koma, sampai kematian.
Barbiturat juga efektif sebagai hipnotik, dan sebagai antikonvulsan. Barbiturat berpotensi
menyebabkan kecanduan baik fisik dan psikologis.
Barbiturat sekarang sebagian besar telah digantikan oleh benzodiazepin dalam praktek
medis rutin - misalnya, dalam pengobatan kecemasan dan insomnia. Hal ini karena
benzodiazepin secara signifikan lebih aman. Namun, barbiturat masih digunakan dalam
anestesi umum, serta untuk epilepsi.
Klasifikasi
Barbiturat diklasifikasikan sebagai masa kerja sangat pendek, pendek, menengah, dan
panjang, tergantung pada seberapa cepat mereka bertindak dan berapa lama efek mereka
terakhir. Barbiturat masih banyak digunakan dalam anestesi bedah, terutama untuk
menginduksi anestesi, walaupun sudah digantikan dengan propofol. Barbiturat seperti
thiopental (Pentothal), masa kerja sangat pendek, menghasilkan ketidaksadaran dalam
waktu sekitar satu menit dengan cara injeksi intravena (IV). Obat ini digunakan untuk
menyiapkan pasien untuk pembedahan; anestesi umum lain seperti sevofluran atau
isoflurane kemudian digunakan untuk menjaga pasien dari bangun sebelum operasi selesai.
Fenobarbital digunakan sebagai antikonvulsan untuk orang yang menderita gangguan
kejang seperti kejang demam, kejang tonik-klonik, status epileptikus, dan eklampsia.
Barbiturat dengan masa kerja panjang, mulai menimbulkan efek dalam satu hingga dua
jam dan bertahan sekitar 12 jam atau lebih.

22

Mekanisme kerja
Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan hanya
terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak
semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturate memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhinbisi
transmisi sinaptik, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagai menyerupai kerja
benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik,
sehingga pada dosis tinggi barbiturate dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

Penyalahgunaan barbiturat
Seperti etanol, barbiturat memabukkan dan menghasilkan efek yang sama selama
intoksikasi. Gejala-gejala keracunan barbiturat termasuk depresi pernapasan, menurunkan
tekanan darah, kelelahan, demam, kegembiraan yang tidak biasa, iritabilitas, pusing,
konsentrasi yang buruk, sedasi, kebingungan, gangguan koordinasi, gangguan penilaian,
kecanduan, dan depresi pernapasan yang dapat menyebabkan kematian.
Pengguna barbiturat dengan tujuan rekreasi melaporkan bahwa barbiturat memberi
mereka perasaan kepuasan, santai dan euforia. Risiko utama dari penyalahgunaan
barbiturat akut adalah depresi pernapasan. Ketergantungan fisik dan psikologis juga dapat
timbul pada penggunaan berulang. Efek lain dari keracunan barbiturat meliputi
mengantuk, nistagmus lateral dan vertikal, bicara cadel dan ataksia. Barbiturat juga
digunakan untuk mengurangi efek samping atau gejala withdrawal dari penyalahgunaan
napza.
Pengguna napza cenderung memilih barbiturat kerja pendek dan kerja sedang. Yang
paling sering disalahgunakan adalah amobarbital (amytal), pentobarbital (Nembutal), dan
sekobarbital (Seconal). Kombinasi amobarbital dan sekobarbital (disebut Tuinal) juga
sangat disalahgunakan. Barbiturat ini biasanya diresepkan sebagai obat penenang dan pil
tidur. Pil ini mulai bertindak 15-40 menit setelah mereka dikonsumsi, dan efeknya dapat
berlangsung dari lima sampai enam jam.
23

Toleransi dan ketergantungan


Dengan menggunakan barbiturat berterusan, dapat mengembangkan toleransi. Ini
dapat mengakibatkan kebutuhan untuk meningkatkan dosis obat agar mendapat efek terapi.
Penggunaan barbiturat dapat mengakibatkan ketergantungan psikologis dan fisik.
Kecanduan barbiturat dapat berkembang dengan cepat. Reseptor GABA A , salah satu situs
utama

yang

diperkirakan

memainkan

peran

penting

terjadinya

toleransi

dan

ketergantungan pada barbiturat.


Manajemen ketergantungan terhadap barbiturat adalah dengan stabilisasi yang
diikuti oleh titrasi dosis secara bertahap. Titrasi perlahan-lahan akan mengurangkan
keparahan dari sindrom withdrawal dan mengurangi kemungkinan tercetusnya kejang.

Terapi
Adapun penatalaksanaan yang diberikan untuk menangani penyalahgunaan
depresan ini dengan cara sebagai berikut;
Medikamentosa untuk Depresan

No

Zat

Antidotum

Alkohol

Injeksi Tiamin 100 mg/iv, dextrose 5 % 50 ml IV

Opiad

Nalokson 1-2mg(IV/IM)/Naltrekson,Methadon

kanabis

Lorazepam 1-2 mg/oral,Aprazolam 0,5-1 mg/oral, klordiajepokside 10-50


mg/oral,apabila psikotik haloperidol 1-2 mg/oral/IM ulangi s/d 20-20 menit

benzodiazepine

Flumazenil 0,3 mg-0,5 mg

Inhalasi

Oksigen

barbiturat

Doksapram

Non Medikamentosa untuk Depresan


24

Rawat jalan/rumatan
Umumnya medikasi yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa untuk penanganan simtomatis.
Semua jenis NAPZA dapat dilayani termasuk komplikasi medis maupun psikiatris. Terapi
rumatan di Rumah Sakit Jiwa umumnya belum tersedia.
Umumnya Layanan Psikososial seperti Konseling Dasar Individual/Kelompok, Terapi
Kelompok, Family Support Group, Dukungan Kelompok Sebaya, Terapi Musik, Outing,
Terapi Vokasional, Motivational Interviewing, Cognitive Behavioural Therapy, ReEmotive
Behaviour Therapy di Rumah Sakit Jiwa masih kurang.
Umumnya Rumah Sakit Jiwa telah dapat menyediakan Layanan Penunjang Dasar seperti
laboratorium dasar Kimia Klinik. Untuk pemeriksaan NAPZA umumnya menggunakan
Deep Stick disertai tes konfirmasi. Pemeriksaan radiologi dan elektromedik (EEG, Brain
Mapping, EKG) juga tersedia di Rumah Sakit Jiwa.
Detoksifikasi
Umumnya detoksifikasi dilakukan di fasilitas rawat inap Rumah Sakit Jiwa dengan
menggunakan medikasi simtomatis. Khusus untuk detoksifikasi heroin (opioida) selain
simtomatis juga ada yang mempunyai pengalaman tapering off dengan metadon dan
buprenorfin 10
Rehabilitasi
Jangka Pendek (Short Term) (1-3 bulan)
Beberapa Rumah Sakit Jiwa telah melaksanakan program ini dengan fokus pada
perubahan perilaku. Dilakukan skrining masalah medis dan psikologis.
Jangka Panjang - Long term (6 bulan - lebih)
Beberapa Rumah Sakit Jiwa sudah dapat melaksanakan program rehabilitasi untuk jangka
waktu 6 bulan. Ada juga yang sudah menjalankan program re-entry (hingga 9 bulan). Ada
juga yang sudah menjalankan Therapeutic Community (TC) secara penuh yang dilanjutkan
dengan/aftercare
25

Setiap intervensi dilakukan secara bertahap, misalnya untuk lama waktu dilaksanakan
rehabilitasi untuk pasien (dalam program rehabilitasi biasanya disebut residen) dimulai
dengan program jangka pendek terlebih dahulu. Bila rehabilitasi sudah dapat berjalan
secara bermakna, lama waktu dilaksanakan rehabilitasi untuk residen kemudian
diperpanjang, misalnya menjadi minimal 6 bulan.
Umumnya diperlukan waktu yang cukup lama sejak mulai berdirinya rehabilitasi sampai
dapat melakukan program yang melibatkan keluarga. Pada awal program, biasanya
keluarga hanya dilibatkan terkait masalah residen. Untuk selanjutnya keluarga dapat diajak
bekerjasama agar terlibat dalam beberapa program, seperti program dukungan keluarga
dengan anak yang terlibat gangguan penggunaan NAPZA atau program dukungan residen
dengan HIV positif.
Memulai program aftercare hanya jika program jangka pendek sudah berhasil dilalui
dengan baik. Biasanya kegiatan aftercare dilaksanakan di luar lingkungan Rumah Sakit
Jiwa.
Seiring dengan banyaknya kasus ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), perlu dibentuk
kelompok sebaya khusus untuk ODHA pada penasun (pengguna NAPZA suntik)
Layanan Psikososial dan Penunjang
Pada umumnya Rumah Sakit Jiwa sudah melakukan konseling dasar, terapi kelompok dan
psikoedukasi keluarga.
Evaluasi Terapi
Kebanyakan Rumah Sakit Jiwa belum melakukan secara khusus, kecuali residen yang
sudah mengalami komplikasi medis atau psikiatris.

Sistem Rujukan/Jejaring

26

Sebagian Rumah Sakit Jiwa sudah melaksanakan kerjasama dengan berbagai institusi baik
pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
G. OVERDOSIS
Overdosis terjadi ketika seseorang mengambil obat dalam dosis besar. Gejala
overdosis biasanya meliputi kelesuan, tidak terkoordinasi, kesulitan dalam berpikir,
kelambatan berbicara, sulit melakukan penilaian, mengantuk, pernafasan dangkal, dan
dalam kasus-kasus yang berat dapat terjadi koma dan kematian. Dosis mematikan
barbiturat sangat bervariasi dan sangat tergantung toleransi dari satu individu ke individu
lain. 10

Penutup
27

Obat depresan sistem saraf pusat adalah obat yang dapat mendepres atau
menurunkan aktifitas SSP. Obat ini bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa nyeri,
denyut jantung dan pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan obat sedativ, hipnotik,
dan anestetik umum.
Meskipun menekan kerja otak dan menenangkan, depresan tidak bekerja dengan
baik pada remaja dan anak-anak. Sebaliknya obat ini dapat menimbulkan kelakuan
menyimpang pada remaja dan anak-anak, mengakibatkan gangguan kemampuan si anak
dalam belajar, mengurangi semangat hidup anak, anak menjadi tidak peka terhadap
perlakuan seperti perhatian dan kasih sayang, dan hal buruk yang akan terjadi bila anakanak atau remaja mencoba untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa obat hipnotik dan sedatif terutama golongan benzodiazepin digunakan juga
untuk indikasi lain yaitu sebagai pelemas otot, anti epilepsi, antiansietas (anticemas) dan
sebagai penginduksi anestesia. Salah satu jenis sedatif lain yaitu kloralhidrat, merupakan
derivat monohidrat dari kloral dan merupakan hipnotik yang efektif. Metabolitnya,
trikloroetanol juga merupakan hipnotik yang efektif. Kloral sendiri berupa minyak
sedangkan hidratnya merupakan kristal yang menguap secara lambat di udara dan larut
dalam minyak, air dan alkohol. Kloralhidrat memiliki rasa yang tidak enak. Senyawa ini
dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa.
Efek hipnotis menyebabkan depresi berlebihan dari sistem saraf pusat dibandingkan
pemberian obat penenang (sedatif), dan dapat dicapai dengan banyak obat di kelas ini
dengan meningkatkan dosis. Susunan dosis depresi bergantung dari fungsi sistem saraf
pusat yaitu karakteristik dari obat lebih sedative-hipnotis. Bagaimanapun, obat perorangan
berbeda dalam hubungannya di antara dosis dan derajat dari kedepresian sistem saraf
pusat.

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks synopsis of psychiatry: behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. New York.
2007.
2. Rastegar DA, Fingerhood MI. Addiction medicine: an evidence-based handbook.
United States of America: Library of Cobgress Cataloging-in-Publication Data; 2005.
3. Waller T, Rumball D. Treating drinkers & drug users in the community. United States
of America: Library of Cobgress Cataloging-in-Publication Data; 2004.
4. Classification of cannabis under the Misuse of Drugs Act 1971 (2005) Advisory
Council on the Misuse of Drugs. Home Office: London. 2005.
5. Benowitz, N.L. Marijuana. Lange Poisoning & Drug Overdose. 5th ed. United States
of America: Mc Graw Hill, 2007: 252-3.
6. Cannabis use and mental health in young people: cohort study (2002) George C Patton
et al. British Medical Journal, 325: 1195-1198.
7. Utama H. Ganja. Dalam Elvira S.D, Hadisukanto G,Editor. Buku Ajar Psikiatri : Edisi
ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010: 42-3.
8. Bakti SL, Kauffman JF, Marion I, Parrino MW, Woody GE. Medication-assisted
treatment for opioid addiction in opioid treatment programs. United States of America:
Mc graw Hl; 2007.
9. Gazelle G, Fine PG. Methadone for the treatment of pain. J Palliat Med: 2003.
10. Drug-drug interactions in opioid maintenance: a focus on buprenorphine &
methadone. 3rd edition. Pharmacom Media. 2008.

29

Anda mungkin juga menyukai