3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas tiga , yakni :
a. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal
b. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendektomi. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis
tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan partial atau
lumen), dan keluhan menghilang setelah apendektomi (Nurarif, 2013)
4.
Patofisiologi
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
McBurney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya
ditemukan demam ringan dan lukositosis sedang. Penyakit ini sering disertai oleh
hilangnya rasa nyeri secara dramatis untuk sementara (Price, S. A. and Wilson,
2005). Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar
37,5-38,5 derajat celcius (Nurarif, 2013)
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal
Yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare)
c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya (Nurarif, 2013)
6. Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satusatunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi merupakan suatu
alat tubuh dan penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi
terbatas, sulit diperluas dan waktu operasi lebih lama.
b. Insisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision)
Lokasi dan arah sayatan sama dengan McBurney, hanya sayatannya
langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai
tampak peritoneum. Keuntungannya lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,
sederhana dan mudah. Kerugiannya adalah lebih banyak memotong saraf dan
pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak, masa istirahat pasca bedah
lebih lama karena adanya benjolan., nyeri lebih sering terjadi dan penyembuhan
lebih lama.
c.
Insisi pararektal
Dilakukan sayatan pada garis batas muskulus rektus abdominalis dekstra
secara vertikal dari cranial ke kaudal sepanjang 10cm. Keuntungannya, teknik ini
dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan sayatan mudah
diperpanjang. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak langsung mengarah ke
apendiks/sekum, memotong saraf dan pembuluh darah lebih banyak, dan menutup
luka operasi diperlukan jaritan penunjang
7. Perawatan pasca apendektomi
Menurut Mansjoer (2007) dan Smeltzer & Bare (2001) perawatan pasien
pasca apendektomi antara lain :
a. Pemantauan kondisi tubuh
Tindakan yang diberikan adalah pemantauan perkembangan tubuh pasca
operasi seperti observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermi, gangguan pernafasan