TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian dilakukan sebagai
interpretasi awal sebelum penelitian lapangan, berupa interpretasi pola kontur dan
foto satelit. Penamaan satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada
referensi Lobeck (1939). Satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi
dua satuan, yaitu:
1. Satuan Perbukitan Kerucut Debu (cinder cone),
2. Satuan Danau Kawah dan Kaldera Purba.
II.1.1. Satuan Perbukitan Kerucut Debu (cinder cone)
Satuan ini berupa perbukitan yang menempati sekitar 85% daerah
penelitian dan terletak merata di semua bagian daerah penelitian. Satuan
perbukitan kerucut debu terdiri dari G. Sanggar, kaki G. Rakutak, G. Dano,
G.Kamasan, G. Ciharus, G. Beling, G. Jawa, G.Pedang, G.Jahe, dan kaki
G.Cibatuipis. Satuan ini memiliki pola kontur rapat-sangat rapat, relief
kasar, kemiringan lereng miring-terjal (60-550), dan kisaran elevasi kontur
1150-1882 mdpl. Pola aliran sungai subparallel-subdendritik dengan
morfologi lembah berbentuk V yang dipengaruhi oleh proses eksogen
berupa longsoran dan pelapukan. Proses erosi berlangsung secara vertikal,
dan menunjukkan tahapan geomorfik sangat muda. Morfologi perbukitan
dibentuk oleh satuan gunung api yang berukuran hampir sama baik sebagai
gunung api utama maupun parasit dan terletak berdekatan atau disebut
juga multiple cone. Perbukitan Kerucut debu (cinder cone) dibentuk oleh
tefra berukuran debu sampai lapili yang menutupi perbukitan sebagai
produk gunung api paling muda. Litologi lainnya sebagai penyusun satuan
berupa aliran lava andesit sampai basalt.
Gambar II.1. Peta Geologi Daerah Kamojang dan Sekitarnya (PT. Pertamina AG
Kamojang, 2003)
karst. Karst merupakan topografi unik yang terbentuk akibat adanya aliran air
pada batuan karbonat (biasanya berupa kapur atau marmer). Proses geologi ini,
terjadi selama ribuan tahun, menghasilkan permukaan yang luar biasa mulai dari
pembentukan lubang-lubang vertikal, sungai-sungai dan mata air bawah tanah,
hingga gua dan sistem drainasebawah tanah.
Pada umumnya batuan karbonat mudah mengalami proses pelarutan
karena adanya reaksi kimiadengan air hujan yang bersifat asam. Proses pelarutan
yang terus menerus membentuk bentang alam yang terbentuk di permukaan dan
memiliki fenomena yang khas seperti gua.
II.5. Panasbumi
II.5.1. Definisi Panasbumi
Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang
tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas
tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini
juga
berasal
dari panas
telah
matahari yang
dipergunakan
diserap
untuk
oleh
memanaskan
permukaan
(ruangan
ketika musim dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang
lebih populer untuk menghasilkan energi listrik. Sekitar 10 Giga
Watt pembangkit
listrik
tenaga
panas
bumi telah
dipasang
di
seluruh dunia pada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3% total energi
listrik dunia. Energi panas bumi cukup ekonomis dan ramah lingkungan,
namun terbatas hanya pada dekat area perbatasan lapisan tektonik.
SISTEM PANASBUMI
Manifestasi
Permukaan
Sumber gambar :
GEOTHERMAL EDUCATION
OFFICE - US
Sumbe
r
Panas
struktur sesar (fault) dan kaldera (caldera) sebagai akibat dari letusan
gunung maupun aktifitas tektonik lainnya. Keberadaan struktur tersebut
tidak sekedar membuka pori-pori atau rongga-rongga antar butiran
menjadi lebih terbuka, bahkan lebih dari itu mereka menciptakan zona
rekahan (fracture zone) yang cukup lebar dan memanjang secara vertikal
atau hampir vertikal dimana air tanah dengan leluasa menerobos turun ke
tempat yang lebih dalam lagi sampai akhirnya dia berjumpa dengan batuan
panas (hot rock). Air tersebut tidak lagi turun ke bawah, sekarang dia
mencari jalan dalam arah horizontal ke lapisan batuan yang masih bisa
diisi oleh air.
Seiring dengan berjalannya waktu, air tersebut terus terakumulasi
dan terpanaskan oleh batuan panas (hot rock). Akibatnya temperatur air
meningkat, volume bertambah dan tekanan menjadi naik. Sebagiannya
masih tetap berwujud air panas, namun sebagian lainnya telah berubah
menjadi uap panas. Tekanan yang terus meningkat, membuat fluida panas
tersebut menekan batuan panas yang melingkupinya seraya mencari jalan
terobosan untuk melepaskan tekanan tinggi. Kalau fluida tersebut
menemukan celah yang bisa mengantarnya menuju permukaan bumi,
maka akan dijumpai sejumlah manifestasi sebagaimana yang diterangkan
pada halaman sebelumnya. Namun bila celah itu tidak tersedia, maka
fluida panas itu akan tetap terperangkap disana selamanya. Lokasi tempat
fluida panas tersebut dinamakan reservoir panas bumi (geothermal
reservoir). Sementara lapisan batuan dibagian atasnya dinamakan cap rock
yang bersifat impermeabel atau teramat sulit ditembus oleh fluida. Air
atau uap panas fluida (yang berada di perut gunung api) ternyata tidak
diam ditempatnya, justru karena menerima panas dari magma, terjadilah
fenomena arus konveksi.
yang
tertutup
oleh
sekuen
batuan
sedimen
dengan
biasanya berkisar 50-65oC. Sistem ini terdapat di Cina, Italia, Swiss, dan
Amerika (Hochstein, 1990).
3. Sistem mata air panas (Warm spring system)
Sistem ini umum dijumpai di kaki-kaki gunung, yang berasosiasi dengan
deep reaching fracture berpermeabilitas tinggi. Panas berasal dari
terrestrial heat flow yang dipindahkan secara forced convection. Suhu
60-80oC (Hochstein, 1990).
4. Sistem Tekanan (Geopressured system)
Sistem ini terdapat pada bagian dalam dari cekungan sedimen. Akibat
pengendapan cepat dan pembentukan sesar listrik, pada beberapa bagian
cekungan akan terbentuk penudung sehingga menghasilkan tekanan
litostatik.
Panas
terbentuk
karena
adanya
pressure
gradients
kedalam
reservoar
langsung
berubah
menjadi
fasa
uap.
Fumarol
Fumarol (Latin fumus, asap) adalah lubang di dalam kerak bumi (maupun
objek astronomi yang lain), yang sering terdapat di sekitar gunung berapi, yang
mengeluarkan uap dan gas seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, asam
hidroklorik, dan hidrogen sulfida. Nama solfatara, yang berasal dari kata solfo
dari bahasa Italia, sulfur (melalui dialek Sisilia) diberikan pada fumarol yang
mengeluarkan gas sulfur.
Fumarol bisa terdapat di sepanjang retakan kecil maupun rekahan yang
panjang, dalam medan atau klaster yang kacau balau, dan di permukaan aliran
lava serta endapan aliran piroklastik yang tebal. Lapangan fumarol merupakan
suatu wilayah mata air panas dan semburan gas dimana magma atau batuan
beku yang panas di kedalaman yang dangkal atau air tanah. Dari perspektifnya
air tanah, fumarol bisa dideskripsikan sebagai mata air panas yang membuat air
mendidih sebelum air mencapai permukaan tanah. (sumber: wikipedia)
Mata air panas atau sumber air panas adalah mata air yang dihasilkan
akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah dipanaskan secara
geotermal. Air yang keluar suhunya di atas 37 C (suhu tubuh manusia), namun
sebagian mata air panas mengeluarkan air bersuhu hingga di atas titik didih.[1]
Di seluruh dunia terdapat mata air panas yang tidak terhitung jumlahnya,
termasuk di dasar laut dan samudra. Air panas lebih dapat mengencerkan
padatan mineral, sehingga air dari mata air panas mengandung kadar mineral
tinggi, seperti kalsium, litium, atau radium. Mandi berendam di dalam air
panas bermineral dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Berdasarkan alasan tersebut, orang membangun pemandian air panas dan spa
untuk tujuan rekreasi dan pengobatan.
Air yang keluar dari mata air panas dipanaskan oleh geotermal (panas
bumi). Semakin dalam letak batu-batuan di dalam perut bumi, semakin
meningkat pula temperatur batu-batuan tersebut. Peningkatan temperatur
batuan berbanding dengan kedalaman disebut gradien geotermal. Air
merembes ke dalam kerak bumi, dan dipanaskan oleh permukaan batu yang
panas. Air yang sudah dipanaskan keluar di mata air panas yang lokasinya jauh
dari gunung berapi. Di kawasan gunung berapi, air dipanaskan oleh magma
hingga menjadi sangat panas. Air menjadi terlalu panas hingga membentuk
tekanan uap, dan menyembur ke permukaan bumi sebagai geyser. Bila air
hanya mencapai permukaan bumi dalam bentuk uap, maka disebut fumarol.
Bila air tercampur dengan lumpur dan tanah liat, maka disebut kubangan
lumpur panas.
Mud pool merupakan sumber air panas atau fumarol terdiri dari kolam
yang biasanya ada gelembung lumpur. Lumpur ini umumnya berwarna putih
keabu-abuan, tapi kadang-kadang berwarna bintik-bintik kemerahan atau pink
dari senyawa besi. Mudpool dalam geotermal area memiliki temperatur tinggi.
Dimana air dengan suplai pendek naik ke permukaan di tempat di mana tanah
kaya akan debu vulkanik, clay (lempung) dan partikel halus lainnya, yang
kemudian merubah clay dan partikel-partikel tersebut menjadi lumpur.
Ketebalan dari lumpur biasanya berubah sepanjang musim.
Lumpur ini kental, sering bergelembung, dan seperti bubur. Sebagai
lumpur yang mendidih, sering menyembur hingga melebihi pinggiran dari
mudpool, vulkanik kecil dapat terbentuk dengan tinggi 35 feet. Walaupun
mudpool sering disebut mud volcanoes, sebenarnya mud volcanoes sangat
berbeda di alam. Area geotermal Taman Nasional Yellowstone terdiri dari
beberapa contoh baik mudpot dan paint pot, kita dapat jumpai juga di beberapa
area di Iceland dan New Zealand.
erat
dengan
sistem
magmatik
dinamis
4. Phyllic Alteration
Merupakan alterasi yang terjadi pada daerah metasomatisme unsur K dan
H secara bersamaan, dan disebut alterasi phyllic atau serisitic. Alterasi
jenis ini lebih banyak dijumpai dibandingkan beberapa jenis alterasi
Gambar II.11.
Diagram stabilitas mineral
hidrotermal
dan kimia dari batuan tersebut hingga mirip sifatnya dengan mineral
lempung yang impermeabel, sehingga berfungsi sebagai penyekat (seal).
II.5.6.2. Sistem Gunung Api Muda (Andesitic Stratovolcano)
akan
menyebabkan
terbentuknya
mineral
lempung,
serta
Gambar II.21. Model tentatif sistem panas bumi Jaboi, Aceh. Merupakan
contoh tipe sistem panas bumi komplek vulkanik di pulau
kecil (Badan Geologi, 2006)
Gambar II.23. Model sistem panas bumi dan fasilitas produksi Darajat,
kabupaten Garut. Merupakan contoh tipe sistem panas
bumi kaldera (CGI, 1998)
Gambar II.24. Model sistem panas bumi Bonjol, Sumatra Barat. Merupakan
contoh tipe sistem panas bumi volcano-tektonik: grabenkerucut vulkanik (BGI, 2007)
yaitu
Sulawesi
Utara,
Nusa
Tenggara,
Jawa
dan
Sumatera
Sedangkan yang berada di lingkungan non vulkanik aktif yaitu di Sulawesi (43
lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi), Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi).
Gambar II.26. Peta distribusi lokasi dan wilayah kerja pertambangan panas bumi di
Indonesia (Direktorat Inventarisasi SDM, 2004)
Dari 252 lokasi panas bumi yang ada, hanya 31% yang telah disurvei secara
rinci dan didapatkan potensi cadangan. Di sebagian besar lokasi terutama yang
berada di daerah terpencil masih dalam status survei pendahuluan sehingga
didapatkan potensi sumber daya. Total potensi panas bumi dari 252 lokasi sebesar
27.357 MWe terdiri dari sumber daya sebesar 14.007 MWe dan cadangan sebesar
13.350 MWe (Tabel 3). Data potensi ini merupakan data dari Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) tahun 2004.
Apabila ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi
di Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih
terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan
menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian besar masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Tujuh lapangan panas bumi yang telah
dimanfaatkan sebagai PLTP terletak di Jawa Barat (Gunung Salak 330 MWe,
Wayang Windu 110 MWe, Kamojang 140 Mwe, dan Darajat 145 MWe), Jawa
Tengah (Dieng 60 MWe), Sumatra Utara (Sibayak 2 MWe) dan Sulawesi Utara
(Lahendong 20 MWe).
Tabel 4. Potensi panas bumi Indonesia tahun 2004 (Direktorat Inventarisasi SDM,
2004)
Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam , sehingga selain
pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat dimanfaatkan secara langsung (direct
uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil
pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu).
Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand) pemanfaatan
langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama hanya untuk pariwisata yang
umumnya dikelola oleh daerah setempat. Untuk mengembangkan pemanfaatan
energi panas bumi secara langsung di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian
lebih lanjut.