TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Jalan
Keberadaan infrastruktur jalan yang baik serta lancar untuk dilalui penting
perannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan mampu7
menggerakkan
perkembangan
peri
kehidupan
sosial
dan
meningkatkan
daerah
tertentu
dari
keterisoliran,
yang
bertujuan
untuk
Disamping itu perlu diperhatikan pengaliran air yang merupakan salah satu
faktor yang harus diperhitungkan dalam pembangunan jalan raya. Air yang
berkumpul di permukaan jalan raya setelah hujan tidak hanya membahayakan
pengguna jalan raya, malahan akan mengikis dan merusakkan struktur jalan raya.
Karena itu permukaan jalan raya sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya
mempunyai landaian yang berarah ke selokan di pinggir jalan (kemiringan sebesar
sekitar 2%). Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke selokan.
Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan
suatu daerah. Artinya, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu
wilayah karena perannya dalam menghubungkan antar lokasi aktivitas penduduk.
Keberadaan infrastruktur jalan yang lancar penting perannya untuk mengalirkan
pergerakan komoditas dan orang, selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan sosial
dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pengadaan jalan sangat penting dilakukan
untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dan perekonomian.
Pengadaan jalan tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan
jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan jalan yang menghubungkan pusatpusat produksi dengan daerah pemasaran. Selain upaya pembangunan jalan juga
dilakukan penanganan jalan dengan pemeliharaan rutin dan berkala yang ketiga
upaya penanganan tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi jalan dalam keadaan
lancar dan mantap.
pertumbuhan
dengan
wilayah
yang
berbeda
dalam
pengaruh
pelayanannya dalam suatu hirarki. Menurut peran pelayanan jasa distribusinya, sistem
jaringan jalan terdiri dari:
1. SistemjaringanjalanPrimer,yaitusistemjaringanjalandenganperananpelayananjasa
distribusiuntukpengembangansemuawilayahditingkatnasionaldengansemuasimpul
jasadistribusiyangkemudianberwujudkota.
2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan yang
menghubungkan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam Kota.
Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi:
1. Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayanai angkutan pengumpulan dan
pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan kecepatan
rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas:
A. Sistem Jaringan Jalan Primer:
1. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya
2. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya
3. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang kedua
dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.
untuk
pemerintah
kabupaten,
negara
memberikan
wewenang
jalan
di
kabupaten
meliputi
hal-hal
sebagai
berikut
a. Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur
rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar
perencanaan teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah
jalan-jalan dalam kondisi baik dan sedang.
b. Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari
masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur
rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke
dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak
ringan.
c. Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani
lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan
kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.
Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat kondisi jalan adalah sebagai berikut
(Dinas Bina Marga, 2003):
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar-benar
rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.
b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan
perkerasan sedang, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah
mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan.
d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan
sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan
terkelupas yang cukup besar, disertai kerusakan pondasi seperti amblas, dsb.
2.2.
Pengembangan Wilayah
Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Zein (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan
daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan.
Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar
memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga
merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses
tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang
digunakan (Kartono,Ragardjo dan Sandy, 1989).
Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah
merupakan
upaya
memberdayakan
stake
holders
(masyarakat,
pemerintah,
pengembangan
wilayah
dimaksudkan
untuk
memperkecil
2.
3.
Konsep spread effect. Konsep ini mengemukakan bahwa pada suatu waktu
kualitas propulsif dinamis dari kutub pertumbuhan akan memencar dan
berpendapat
bahwa
penerapan
konsep
ini
cenderung
semakin
bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang
lainnya. Menurut Christaller dalam Jayadinata (1999), pusat-pusat pelayanan
cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam).
Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat : (1)
topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh
dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2)
kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi
primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batubara.
Menurut proses yang sama, jika perkembangan wilayah meningkat akan
berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi
kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang
keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya.
Karena perkembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kota-kota umumnya timbul
sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian
kota sebagai pusat pelayanan berperan dalam mengembangkan wilayah.
Sedangkan ide dasar yang dikemukakan oleh Losch (1954) adalah bahwa
ukuran relatif wilayah pemasaran suatu perusahaan, digambarkan sebagai tempat
penjualan produk perusahaan dipengaruhi oleh biaya-biaya transportasi dan skala
ekonomi. Jika pengaruh skala ekonomi relatif lebih besar dari biaya transportasi maka
seluruh produksi akan terkumpul pada satu tempat. Sedangkan jika pengaruh biaya
transportasi relatif lebih besar dari skala ekonomi maka perusahaan akan menyebar
keseluruh wilayah.
2.
3.
4.
2.3.
Karenanya struktur hirarki kemungkinan berbeda antara satu kasus dengan kasus
yang lainnya.
2.3.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan
Apabila hirarki telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan
penilaian prioritas elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan suatu matriks
perbandingan yang berisi tentang kondisi tiap elemen yang digambarkan dalam
bentuk kuantitaif berupa angka-angka yang menunjukan skala penilaian (1 9). Tiap
angka skala mempunyai arti tersendiri seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2.1.
Penentuan nilai bagi tiap elemen dengan menggunakan angka skala bisa sangat
subyektif, tergantung pada pengambil keputusan. Karena itu, penilaian tiap elemen
hendaknya dilakukan oleh para ahli atau orang yang berpengalaman terhadap masalah
yang ditinjau sehingga mengurangi tingkat subyektifitasnya dan meningkatkan unsur
obyektifitasnya.
Tabel 2.1. Skala Penilaian Antara Dua Elemen
Bobot/Tingkat
Signifikan
1
Pengertian
Sama penting
Lebih penting
2,4,6,8
Kebalikan
Penjelasan
Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap
sasaran
Salah satu faktor sedikit lebih berpengaruh dibanding
faktor lainnya
Salah satu faktor lebih berpengaruh dibanding faktor
lainnya
Salah satu faktor sangat lebih berpengaruh dibanding
faktor lainnya
Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding
faktor lainnya
Diantara kondisi di atas
Nilai kebalikan dari kondisi di atas untuk pasangan
dua faktor yang sama
Vektor eigen dan nilai eigen maksimum dihitung pada tiap matriks pada tiap
level hirarki
2)
Selanjutnya dihitung indeks konsistensi untuk tiap matriks pada tiap level
hirarki dengan menggunakan rumus: CI = (emaks n) / (n 1)
3)
Tabel 2.2 menampilkan nilai RI untuk berbagai ukuran matriks dari orde 1
sampai 10.
Tabel 2.2. Indeks Konsistensi Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks
Ukuran Matriks
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2.4.
Penelitian Sebelumnya
Pamoto (2004) melakukan penelitian dengan judul: Penentuan Prioritas
(2007)
melakukan
penelitian
untuk
menganalisis
pengaruh
mencukupi, namun tingkat kecepatan laju angkutan umum hanya ruas jalan
Tigapanah Sukadame yang memenuhi standard.
2.5.
KerangkaBerpikir
Keterbatasan Dana
Penanganan Jalan
Analytical Hierarchy
Process (AHP)
Prioritas Penanganan
Jalan-jalan Strategis
Pengembangan
Wilayah
Gambar 2.4. Kerangka Berpikir Penelitian
2.6.
Hipotesis
Berdasarkan permasalahan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam