Anda di halaman 1dari 15

AKNE VULGARIS

I. DEFINISI
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya.
Nama lainnya adalah jerawat.
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya
terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiir. Gambaran klinis sering polimorfik, terdiri
atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustule, nodus dan jaringan parut yang terjadi
akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik.
II. EPIDEMIOLOGI
Hampir setiap orang menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit
yang fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (100%) yang sama sekali
tidak pernah menderita penyakit ini. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun
pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan
papul dan jarang terlihat lesi beradang. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang
bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat. Ras oriental (Jepang, Cina, Korea)
lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih
sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro.
Sebuah studi menyatakan bahwa 85% penduduk usia 18-24 tahun di Amerika Serikat
mengalami akne vulgaris. Studi lain memaparkan angka prevalensi akne vulgaris 71,23% di
Peru, 93,3% di Australia, dan 14% di Inggris. Angka kejadian akne vulgaris di Indonesia cukup
tinggi, namun belum ada penelitian mengenai prevalensinya karena data yang kurang lengkap.
Salah satu penelitian mengenai prevalensi akne vulgaris di Indonesia menyatakan bahwa
prevalensi akne vulgaris di Palembang mencapai 68,2% pada penduduk usia 15-16 tahun.

III. ETIOLOGI
Etiologi pasti penyakit ini belum diketahui. Faktor yang berkaitan dengan patogenesis
penyakit :
1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel
Keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung longgar berubah menjadi padat
sehingga sukar lepas dari saluran folikel tersebut.
2. Produksi sebum yang meningkat
Menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya
lesi akne.
3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas
Asam lemak bebas merupakan penyebab terjadinya proses inflamasi folikel dalam sebum
dan kekentalan sebum yang penting dalam patogenesis penyakit.
4. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes)
Flora ini berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik
pengubah fraksi lipid sebum.
5. Terjadinya respons hospes
Respon berupa pembentukan circulating antibodies yang memperberat akne.
6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH
Hormon ini mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
7. Terjadi stres psikik
Stres psikik dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung maupun tidak
langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
8. Faktor lain : usia, ras, familial, makanan, cuaca / musim
Faktor-faktor ini secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis
tersebut.

IV. PATOGENESIS
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis panyakit tersebut. Terdapat
empat mekanisme utama terjadinya akne, yaitu:
1. Hipertrofi kelenjar sebasea dengan peningkatan penghasilan sebum (akibat rangsangan
hormon androgen)
Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar
dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Meningkatnya produksi sebum pada penderita
akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse)
pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Produksi sebum ini
lebih banyak dihasilkan pada seseorang yang menderita akne dibanding dengan yang
tidak menderita akne.
2. Hiperkeratosis epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang cepat dan mengisi ruang
folikel polisebasea dan membentuk plug)
Akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi
asam linoleik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleik setempat pada epitel
folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari
epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang dapat menimbulkan
peradangan.
3. Pertumbuhan kuman, Propionibacterium acnes yang cepat (folikel polisebasea yang
tersumbat akan memerangkap sebum serta meningkatkan pertumbuhan kuman)
Bakteri ini memproduksi porfirin yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi
katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah
berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel.
4. Inflamasi akibat hasil sampingan kuman Propionibacterium acnes, karena kuman ini
memproduksi lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan neuramidase yang diduga
memegang peranan penting dalam proses terjadinya peradangan.

Usia
Ras
Familial
Cuaca

Hormonal
Stress

Kelenjar palit
Trigliserida

Lipase

Asam lemak bebas

Kental

Sumbatan
komedo

Kemotaktik

Flora

Papul, pustul,
nodus, kista
Respon hospes
Jaringan parut
Hiperpigmentasi

Gambar 1. Patogenesis Akne Vulgaris

Gambar 2. Kelenjar Pilosebasea

V. KLASIFIKASI
Domonkos dalam buku Andrews diseases of the skin (1971) menulis bahwa akne terdiri
atas akne vulgaris, akne keloidalis, perifolikulitis, akne tropikalis, akne neonatorum, rinofima,
akne rosasea, perioral dermatitis.
Cunliffe dalam buku Acne (1989) menyatakan akne terdiri atas: 1. Akne vulgaris yang
meliputi akne konglobata, akne fulminans, folikulitis negatif-gram, pioderma fasial, akne
vaskulitis, 2. Varian akne yang meliputi akne induksi obat, acne excoriee, akne infantil dan akne
juvenil, akne klor, oil acne, other chemical acne, Fiddlers neck, akne nevoid, akne fisika
(frictional acne dan immobility acne), akne kosmetika, akne deterjen, senile (solar) comedones,
familial comedones, dan akne tropikalis.
Plewig dan Kligman dalam buku Acne: Morphogenesis and Treatment (1975) yang
dianut oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah:
1. Akne vulgaris dan varietasnya :
a. Akne tropikalis
b. Akne fulminan
c. Pioderma fasiale
d. Akne mekanika
e. Dan lainnya
2. Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya :
a. Akne kosmetika
b. Pomade acne
c. Akne klor
d. Akne akibat kerja
e. Akne deterjen
3. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya :
a. Solar comedones
b. Akne radiasi (sinar X, kobal)
Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat
pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan oleh massa eksternal.
Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau
sinar radioaktif.
VI. GAMBARAN KLINIS
Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang
tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun

umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Komedo adalah gejala patognomonik bagi
akne berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam
akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo,
open comedo) sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tutup (white comedo,
close comedo). Predileksi akne vulgaris adalah muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung
bagian atas. Lokasi lain misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena.
Gambar 3. Gambaran Klinis Akne Vulgaris
GRADASI
Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan.
Penulis (1982) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut1:
1. Ringan, bila :
a. Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
b. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
c. Sedikit lesi tak beradang pada 1 predileksi
2. Sedang, bila :
a. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
b. Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
c. Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
d. Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
3. Berat, bila :
a. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
b. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi
Catatan :

sedikit < 5, beberapa 5 10, banyak > 10 lesi


tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul
beradang

: pustul, nodus, kista

VII. DIAGNOSIS
7.1 Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan yang bersifat subjektif, biasanya pasien
mengeluh timbul bintik-bintik merah, rasa sakit, dan sangat menggangu dalam hal
estetika.
7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lesi yang khas berupa komedo, dan bila
terjadi peradangan akan terbentuk ruam berupa papul, pustul, nodul dan kista di tempat
predileksinya. Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit
lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena.
Akne Vulgaris memiliki lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi.
Lesi Non-inflamasi adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang
tertutup

(komedo

putih).

Lesi

Inflamasi

yaitu

papulopustular, papulonodular,

nodulokistik, Akne Konglobata.

Gambar 4. Komedo hitam dan putih


Komedo hitam tampak sebagai lesi yang datar atau sedikit menonjol dengan
bagian tengahnya hitam. Komedo putih mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena
letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat,
sedikit menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk mendeteksi
lesi.
7.3 Pemeriksaan Histopatologi
Memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di
sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum dalam folikel. Pada kista, radang telah

menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur
dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas.
7.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan untuk akne kecuali dicurigai adanya
hiperandrogenisme. Ada beberapa studi mengenai hubungan akne dengan peningkatan
serum dari hormon androgen pada remaja dan dewasa. Peningkatan serum hormon
androgen ditemukan pada kista akne vulgaris yang berat. Tetapi kebanyakan pasien akne
memiliki kadar serum androgen yang normal.
7.5 Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan
ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang
berwarna hitam.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada
etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang
lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free
fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara
untuk menurunkannya.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi akneiformis
Yang disebabkan oleh induksi obat, misal kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida,
iodida, difenil hidantoin, trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo
pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai
demam dan dapat terjadi di semua usia.
2. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis
Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3. Rosasea
8

Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul,
teleangiektasis, dan kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo
kecuali bila kombinasi dengan akne.
4. Dermatitis perioral
Terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustul, di
sekitar mulut yang terasa gatal.

IX. PENATALAKSANAAN
Meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk
menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut dilakukan bersamaan.
Pencegahan :
a. Menghindari terjadinya jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan :
i. Diet rendah lemak dan karbohidrat
ii. Perawatan kulit berupa membersihkan kulit dari kotoran dan jasad renik yang
mempunyai peranan etiopatogenesis pada akne vulgaris
b. Hindari faktor pemicu :
i. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stress.
ii. Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya
iii. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misal minuman keras, pedas, rokok,
lingkungan tidak sehat, dan sebagainya.
iv. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak legal artis, yang dapat
memperberat erupsi yang telah terjadi.
c. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab penyakit,
pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta prognosisnya. Penting agar
penderita tidak underestimate atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang
dilakukan.
Pengobatan akne vulgaris disesuaikan dengan gradasi penyakit yang diderita pasien.
Berikut pembagian terapi akne vulgaris menurut Canadian Medical Association Journal:
Derajat Ringan
OBAT

SEDIAAN

DOSIS

Retinoid Topikal

Krim 0,05%, 0,1%

2x1 pagi dan sore setelah mandi

Gel 0,01%

Adapalene
Tazarotin

Solusio 0,05%

Antibiotik Topikal

Krim 1%

Oksi tetrasiklin
Eritromisin
Klindamisin fosfat
Tabel 1. Penatalaksaan Akne Vulgaris derajat ringan

Derajat Sedang
OBAT
SEDIAAN
DOSIS
Retinoid Topikal
Krim 0,05%, 0,1%
2x1 pagi dan sore setelah mandi
Adapalene
Gel 0,01%
Solusio 0,05%
Tazarotin
Bahan iritan (peeling)
Krim
2x1 pagi dan sore setelah mandi
Peroksida benzoil
2,5 10%
2 5%
Asam salisilat
4 8%
Sulfur
1 5%
Resorsinol
Antibiotik Oral
250 mg
3x1
Tetrasiklin
50 mg
2x1
500 mg
2x1
Doksisiklin
250 mg
3 x 1 minggu
Eritromisin
Azitromisin
Tabel 2. Penatalaksaan Akne Vulgaris derajat sedang
Derajat Berat
OBAT
Isoretinoid Oral
Kortikosteroid Oral

SEDIAAN

Prednison
Deksametason

5 mg

DOSIS
0,5 1 mg/kgBB/hari
1x1

5 mg

1x1

Tabel 3. Penatalaksaan Akne Vulgaris derajat berat


A. Pengobatan Topikal
Dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat
penyembuhan lesi. Terdiri atas :
1. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misal : sulfur (4-8%), resorsinol (15%), asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%),
dan asam azeleat (15-20%). Efek samping dapat dikurangi dengan pemakaian konsentrasi
rendah.

10

2. Antibiotika topikal, misal: oksi tetrasiklin (1%), eritromisin (1%), klindamisin fosfat
(1%)
3. Anti radang topikal, misal: salep atau krim kortikosteroid kekuatan ringan atau sedang
(hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid
10 mg/cc) pada lesi nodulo kistik
4. Lainnya, misal: etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan jasad renik.
B. Pengobatan sistemik
Terutama untuk menekan aktivitas jasad renik disamping juga mengurangi reaksi radang,
menekan produksi sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Terdiri dari :
1. Anti bakteri sistemik, misal: tetrasiklin (250 mg 1g/hari), eritromisin (4x250 mg/hari),
doksisiklin (50 mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari).
2. Obat hormonal. Untuk menekan produksi androgen secara kompetitif menduduki reseptor
organ target di kelenjar sebasea, misal: estrogen (50 mg/hari selama 21 hari dalam
sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat (2 mg/hari). Kortikosteroid misal prednison
(7,5 mg/hari) atau dexametason (0,25-0,5 mg/hari), untuk menekan peradangan dan
menekan sekresi kelenjar adrenal.
3. Vitamin A dan retinoid oral. Untuk antikeratinisasi (50.000-150.000 ui/hari). Sudah
jarang digunakan karena efek sampingnya. Isotretinoin (0,5-1 mg/kg BB/hari) merupakan
derivat retinoid yang menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne
nodulokistik atau konglobata yang tidak sembuh dengan pengobatan lain.
4. Obat lainnya, misal: AINS (anti inflamasi non steroid), misal: ibuprofen (600 mg/hari),
dapson (2x100 mg/hari), seng sulfat (2x200 mg/hari).

11

Tabel 4. Pengobatan Topikal Kortikosteroid


C. Bedah Kulit
Untuk memperbaiki jaringan parut baik yang hipertrofik maupun yang hipotrofik. Tindakan
dilakukan setelah akne vulgaris sembuh.
1. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau
melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum
atau pada nodulo kistik untuk drainase cairan isi yang dapat mempercepat penyembuhan.
3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang
berbenjol.
4. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepat penyembuhan
radang.
5. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang luas.
12

X. KOMPLIKASI
Semua tipe AV dapat sembuh dengan sequele. Hampir semua tipe AV meninggalkan
makula eritem setelah resolusi. Pada kulit yang lebih hitam dapat meninggalkan lesi
hiperpigmentasi setelah penyembuhan AV. Pada beberapa individu, dapat mengakibatkan skar.
Skar merupakan komplikasi dari akne non-inflamasi atau inflamasi. Empat tipe skar yaitu
: ice pick, rolling, boxcar, dan hipertrofik. Skar ice pick bentuknya sempit ( < 2 mm), dalam,
batas tegas dan meluas secara vertikal ke dalam lapisan dermis dan subkutis.

Gambar 5. Skar pasca Akne

Skar Rolling adalah terjadi dari penarikan dermis sebaliknya dapat muncul sebagai kulit
normal dan biasanya lebarnya sampai 4-5 mm, dan bentuknya bergelombang. Skar Boxcar
adalah lesi berbentuk bulat sampai oval disertai penurunan dengan tepi tajam. Lesi ini lebih
lebar daripada skar ice pick dan dasarnya tidak lancip. Skar ini bisa dangkal (0.1-0.5 mm), atau
dalam (> 0.5 mm), dan diameter dapat bervariasi 1.5 4 mm.
Hipertrofik adalah pertumbuhan jaringan penunjang pada penyembuhan kulit yang
berlebihan. Perlu diperhatikan kembali riwayat perjalanan penyakit, beberapa kasus acne
ditemukan adanya hiperandrogenisme.
XI. PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai
usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat

13

berat hingga perlu dirawat di rumah sakit. Pengobatan harus dilakukan secara teratur agar
mencegah terjadinya skar. Bila terbentuk skar, indikasi tindakan bedah perlu dipikirkan.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima.
2011. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; hal.253-259
2. Fritzpatrick JE, Morelli JG. Acne and Acneiform Eruptions. In : Dermatology Secret
Plus. Ed 4th . Philadelphia : Elsevier; 2011.p.148-55
3. Siregar RS. Akne Vulgaris, Akantosis, Nigrikans, dan Akne Rosasea. Dalam : Saripati
Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC ; 2002.hal.178-85
4. Baumann L. Cosmetic Dermatology (Principles and Practice). New York: McGraw-Hill;
2009. H.55-61.
5. Guy FW, Antony VR, editors. Acne and Its Theraphy. Dermatology : Clinical & Basic
Science Series/40. 2007
6. Wasitaatmadja SM, Sugito TL. Dermatologi Kosmetik. Jakarta: PD Perdoski. H.85-103.
7. Wasitaatmadja S. Pengobatan Mutakhir Dermatologi Pada Anak dan Remaja. Jakarta:
FKUI. H.70-80.

15

Anda mungkin juga menyukai