TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kehamilan Kembar (Gemelli)
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kembar
dizigotik memiliki dua amnion (diamniotik) dan dua plasenta (dikorionik). Pada kembar
monozigot dapat terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion (monoamniotik)
atau bahkan satu organ fetal (kembar siam). (Gomella dkk, 2013; Cunningham dkk, 2014)
melaporkan risiko histerektomi peripartum pada kehamilan kembar 3 kali lipat dan 24
kali lipat bagi kehamilan kembar 3 atau 4.
2.4. Faktor Risiko
2.4.1. Ras
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Abel dan Kruger (2012)
menganalisis lebih dari 8 juta kelahiran di Amerika Serikat antara tahun 2004-2008. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan rata-rata kelahiran kembar pada wanita Afrika Amerika
3,5% dan pada wanita kulit putih 3%. Hasil survei pada salah satu komunitas di
2.4.4.
Jumlah paritas
Meningkatnya jumlah paritas secara independen meningkatkan insidensi kelahiran
kembar pada seluruh populasi. Antsaklis dkk (2013) menemukan bahwa terjadi
peningkatan yang progresif kelahiran kembar pada multipara selama periode usia 30
tahun. Pada penelitian selama 2 tahun di Nigeria, Olusanya dan Solanke (2012)
mengkalkulasi terjadi kehamilan kembar meningkat 8 kali lipat ketika jumlah paritas 4
10
atau kurang dan 20 kail lipat ketika jumlah paritas 5 atau lebih dibandingkan pada
primipara.
2.4.5. Nutrisi
Menurut Cunningham dkk (2014) terdapat hubungan antara nutrisi ibu dan kejadian
kehamilan multipel. Wanita yang lebih tinggi dan berat mempunyai kemungkinan
mengalami kehamilan multipel 25-30% lebih tinggi daripada wanita yang pendek dengan
nutrisi kurang. Beberapa peneliti telah melaporkan kenaikan 40% insidensi kehamilan
kembar pada wanita yang mengkonsumsi suplemen asam folat (Hasbargen dkk, 2000;
Ericson dkk, 2001; Haggarty dkk, 2006).
2.4.6. Pituitary Gonadotropin
Faktor yang menghubungkan antara kehamilan multipel dengan ras, usia, berat
badan, dan kesuburan adalah level FSH, teori ini didukung dengan fakta meningkatnya
kehamilan multipel pada wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama 1
bulan tetapi tidak pada bulan selanjutnya. Hal ini disebabkan pelepasan pituitary
gonadotropin secara tiba-tiba dalam jumlah yang lebih tinggi daripada biasanya pada
siklus pertama setelah berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal (Cunningham dkk,
2014).
2.4.7.
Terapi infertilitas
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH dengan korionik gonadotropin atau
11
2.5. Patofisiologi
2.5.1. Patofisiologi fetus multipel
Fetus multipel umumnya disebabkan oleh fertilisasi dua ovum yang terpisah yang
disebut double-ovum, dizigotik, atau kembar fraternal. Sedangkan sebagian berasal dari
ovum tunggal yang difertilisasi yang kemudian berkembang menjadi dua struktur yang
serupa yang masing-masing mempunyai potensi untuk menjadi individu yang terpisah.
Kembar ini disebut single-ovum, monozigotik atau kembar identik. Kedua jenis proses
kehamilan kembar ini dapat melibatkan pembentukkan fetus yang lebih dari dua
(Cunningham dkk, 2014).
Kembar dizigotik sebenarnya bukan merupakan kembar sejati karena dihasilkan dari
fertilisasi dua ovum yang berbeda dalam satu siklus ovulasi. Selain itu juga kembar
identik atau monozigotik tidak selalu identik karena pembelahan dari satu ovum yang
difertilisasi tidak selalu menghasilkan pembagian material protoplasma yang seimbang.
Proses pembelahan pada kembar monozigotik merupakan suatu kejadian yang teratogenik
sehingga insidensi terjadinya malformasi meningkat (Cunningham dkk, 2014).
a. Kembar monozigotik
Terbentuknya kembar monozigotik diperkirakan merupakan hasil
dari
keterlambatan perkembangan normal pada ovum yang sudah dibuahi. Hal ini dapat
disebabkan oleh keterlambatan transpor ovum melalui tuba fallopi karena
penggunaan agen progestasional dan kontrasepsi kombinasi serta karena trauma
minor pada blastocyst selama during assisted reproductive technology (ART)
(Cunningham dkk, 2014). Hasil dari proses kembar ini tergantung kapan
pembelahannya terjadi.
1) Pembelahan terjadi dalam 72 jam setelah fertilisasi, morula belum terbentuk
dan blastocyst belum membentuk chorion. Terbentuklah dua embrio, dua
amnion dan dua chorion sehingga menjadi kehamilan kembar monozigotik,
diamnionik, dikhorionik. Plasenta dapat terbentuk tunggal maupun ganda
(Cunningham dkk, 2014).
12
2) Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan morula sudah
terbentuk sedangkan sel yang akan menjadi chorion sudah berdiferensiasi
tetapi belum terbentuk amnion. Pada pembelahan ini terbentuklah dua embrio
yang berada pada dua kantung amnion yang dilapisi chorion sehingga
menghasilkan kehamilan kembar monozigotik, diamnionik, monokhorionik
(Cunningham dkk, 2014).
3) Jika sedemikian sehingga chorion dan amnion sudah berdiferensiasi pada
delapan hari setelah fertilisasi, pembelahan menghasilkan 2 embrio dalam satu
kantung
amnion,sehingga
menjadi
kehamilan
kembar
monozigotik,
lebih
lanjut
dapat
berbeda
tergantung
dari
waktu
13
2014).
Superfekudasi
14
Superfekudasi adalah fertilisasi dua ovum dalam satu siklus menstruasi tetapi
pada coitus yang berbeda, tidak diperlukan sperma dari laki-laki yang sama.
Pada Superfekudasi fetus yang dihasilkan mempunyai ukuran tubuh, warna
kulit dan golongan darah yang sesuai dengan ibu dan ayahnya masing-masing
(Cunningham dkk, 2014)
15
persalinan pada kehamilan tunggal. Hal ini dikompensasikan dengan peningkatan volume
darah maternal, dan peningkatan kebutuhan zat besi dan asam folat sehingga
memperbesar risiko anemia maternal (Cunningham dkk, 2014).
Penelitian menurut Cunningham menunjukkan adanya peningkatan cardiac output
sebesar 20% dibandingkan kehamilan tunggal. Terutama disebabkan oleh peningkatan
stroke volume dan frekuensi denyut jantung. sedangkan fungsi paru wanita dengan
kehamilan multipel sama dengan kehamilan tunggal (Cunningham dkk, 2014).
Pertumbuhan uterus pada kehamilan multipel dapat mencapai volume 10 L dengan
berat lebih dari 20 pon. Khususnya pada kembar monozigotik dapat terjadi akumulasi
cairan amnion yang tinggi (akut hidramnion). Pada keadaan seperti ini organ abdomen
dan paru-paru ibu dapat terkompresi oleh uterus. Pada kehamilan multipel dengan
komplikasi hidramnion, fungsi ginjal ibu dapat terganggu umumnya akibat terjadinya
obstructive uropathy sehingga terjadi oliguria dan azotemia. Urine output dan level
kreatinin plasma ibu akan kembali normal setelah persalinan. Pada hidramnion yang berat
dapat dilakukan amniocentesis terapeutik dapat membuat ibu lebih nyaman, mengurangi
obstructive uropathy, menurunkan risiko persalinan prematur dan KPSW. Tetapi
hidramnion umumnya cepat terjadi reakumulasi setelah amniosentesis (Cunningham dkk,
2014).
2.6. Patologi
Patologi yang dapat terjadi dapat dibagi tiga, yaitu patologi maternal, plasenta dan
tali pusat serta patologi fetal. Lebih jelasnya dibahas sebagai berikut.
2.6.1. Patologi maternal
Meskipun volume darah meningkat, pada kehamilan multipel sering terjadi anemia
maternal karena tingginya kebutuhan fetus akan zat besi serta peningkatan volume plasma
yang tidak sebanding dengan peningkatan sel darah merah mengakibatkan kadar
hemoblobin menjadi turun, keadaan ini berhubungan dengan kejadian edema pulmonum
pada pemberian tokolitik yang lebih tinggi dibandingkan kehamilan kembar. Angka
kejadian persalinan preterm ( umur kehamilan kurang 37 minggu ) pada kehamilan
kembar 43,6 % dibandingkan dengan kehamilan tunggal sebesar 5,6 % (Bush, 2013).
Volume tidal respirasi meningkat tetapi wanita dengan kehamilan multipel umumnya
breathless (kemungkinan karena peningkatan progesteron). Distensi uterus dan
peninggian tekanan pada organ viseral sekitar dan vaskularisasi pelvis umum terjadi pada
kehamilan multipel. Terkadang kista lutein bahkan asites dapat terjadi karena level
hormon korionik gonadotropin yang meninggi secara abnormal. Kemungkinan terjadinya
16
plasenta previa lebih tinggi karena ukuran plasenta lebih besar atau terdapat dua plasenta
(Bush, 2013).
Sistem kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, renal dan muskuloskeletal ibu
mengalami stress dikombinasikan dengan tingginya kebutuhan nutrisi maternal-fetal.
Frekuensi terjadinya hipertensi yang diperberat kehamilan, preklamsia dan eklamsia
meningkat pada kehamilan kembar. Pendarahan antepartum oleh karena solutio plasenta
disebabkan permukaan plasenta pada kehamilan kembar jelek sehingga plasenta mudah
terlepas. Perdarahan postpartum dalam persalinan kembar disebabkan oleh distensi uterus
yang berlebihan, meningkatkan risiko terjadinya atonia uterus (Bush, 2013).
2.6.2. Placenta dan tali pusat
Pada kembar monozigotik keadaan plasenta dan membrannya dapat bervariasi,
tergantung waktu mulainya pembelahan dari diskus embrionik. Variasi yang dapat terjadi
antara lain sebagai berikut (Bush, 2013):
a. Pembelahan pada stadium morula dan diferensiasi trofoblas (hari ke-3)
menghasilkan plasenta yang terpisah atau bersatu (fusi), 2 korion, 2 amnion. Proses
ini secara umum menyerupai kembar dizigotik dan terjadi 1/3 dari jumlah
kehamilan kembar monozigotik. Hal ini mendukung manifestasi klinik dimana
kembar dizigotik berisiko komplikasi klinik.
b. Pembelahan setelah diferensiasi trofoblas tetapi sebelum pembentukkan amnion
(hari ke 4-8) menghasilkan satu plasenta, korion dan 2 amnion. Hal ini terjadi
sekitar 2/3 dari jumlah kehamilan kembar monozigotik.
c. Pembelahan yang terjadi setelah diferensiasi dari amnion (hari 8-13) akan
menghasilkan plasenta, korion, dan amnion tunggal, tetapi hal ini jarang terjadi.
d. Pembelahan pada usia kehamilan >15 hari dapat mengakibatkan kembar yang
inkomplit, jika pembelahan terjadi pada usia 13-15 hari akan menghasilkan kembar
siam (conjoined twins).
17
18
Malformasi lebih banyak muncul pada bayi dengan kembar dibandingkan kehamilan
tunggal. Kembar monozigotik berisiko lebih besar dibandingkan kembar dizigotik.
Kembar siam atau conjoined merupakan hasil pembelahan yang tidak sempurna dari satu
ovum yang terjadi pada hari ke-13 dan ke-14. Jika pembelahan setelah itu akan terbentuk
kembar inkomplit (2 kepala, 1 badan). Kembar siam dapat dibagi berdasarkan tempat
bersatunya, yaitu: pygopagus (pada sacrum), thoracopagus (pada thoraks), craniopagus
(pada kepala), and omphalopagus (pada dinding abdomen) (Bush, 2013).
Bayi kembar dan plasentanya umumnya lebih ringan dari pada bayi tunggal.
Semakin besar jumlah bayi kembar, semakin berat tingkat gangguan pertumbuhannya.
Berat badan lahir rendah pada bayi kembar kemungkinan merupakan suatu bukti adanya
nutrisi yang tidak adekuat. Hal ini merupakan salah satu penyebab kematian bayi pada
kehamilan kembar. Pada usia kehamilan lanjut, fetus dapat mengalami kelahiran
prematur, kelainan letak, dan hidramnion (Bush, 2013).
Kematian satu janin pada kehamilan kembar dapat terjadi, penyebab kematian yang
umum adalah saling membelitnya tali pusat. Bahaya yang perlu dipertimbangkan pada
kematian satu janin adanya koagulopati konsumtif berat yang dapat mengakibatkan
terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (Bush, 2013).
Fetus acardiacus adalah fetus monozigotik parasitik yang tidak mempunyai jantung
dan berkembang mengandalkan reversed circulation yang disuplai oleh 1 anastomosis
arteri-arteri dan 1 vena-vena. Hal ini disebut sindrom twin reversed arterial perfusion
(TRAP). Fetus donor berisiko mengalami hipertropi jantung bahkan dapat terjadi gagal
jantung dengan tingkat mortalitas 35%. Berbagai cara untuk menimbulkan oklusi tali
pusat dapat dilakukan dengan terapi in-utero (Bush, 2013).
Fetus papiraseous merupakan fetus yang kecil, termumifikasi umumnya ditemukan
saat persalinan bayi yang sehat. Insidensinya secara umum 1 dalam 17.000-20.000
kehamilan. Fetus papyraceous disebabkan kematian salah satu fetus yang kembar,
kehilangan cairan amnion, atau resorpsi dan kompresi oleh janin yang hidup (Bush,
2013).
2.7. Manifestasi Klinis
Kelahiran kembar lebih mudah mengalami prematuritas, intrauterine growth
restriction (IUGR), anomali kongenital dan twin-twin transfusion syndrome (TTTS)
(Gomella dkk, 2013).
2.7.1. Prematuritas dan insufisiensi uteroplasenta
19
Gambar 2.6. Kurva pertumbuhan yang menunjukkan rata-rata berat badan anak dari
kehamilan tunggal dan multipel berdasarkan usia gestasi.
(sumber : Gomella dkk, 2013)
2.7.2. Intrauterine growth restriction (IUGR)
Insidensi berat lahir rendah pada kelahiran kembar sekitar 50-60% atau 5-7 kali lipat
lebih tinggi daripada kelahiran tunggal. Umumnya, semakin banyak fetus, semakin kecil
berat badan berdasarkan usia gestasi. Fetus yang kembar cenderung tumbuh dengan
kecepatan rata-rata normal sampai usia gestasi 30-34 minggu ketika berat total mereka
mencapai 4 kg. Setelah itu, tumbuh semakin lambat. 2/3 dari kelahiran kembar
menunjukkan beberapa gejala restriksi pertumbuhan saat lahir (Gomella dkk, 2013).
2.7.3. Insufisiensi uteroplasenta
Insidensi insufisiensi akut dan kronik uteroplasenta meningkat pada gestasi multipel.
Skor Apgar 0-3 pada menit ke-5 pernah dilaporkan pada 5-10% kelahiran kembar. Skor
yang rendah ini berhubungan dengan stress akut saat kelahiran, prolapse talipusat (5%)
atau trauma proses kelahiran (Gomella dkk, 2013).
2.7.4. Anomali kongenital
Defek saat lahir terjadi 2-3 kali lebih sering pada kembar monozigot dibandingkan
kelahiran tunggal atau kembar dizigot, dimana sekitar 2-3% defek utama didiagnosis saat
20
lahir. Tiga mekanisme yang diketahui meningkatkan frekuensi defek structural pada
kembar monozigot, yaitu deformitas disebabkan oleh adanya ruang pembatas intrauterine,
gangguan aliran darah normal akibat anastomosis vaskular plasenta, dan defek pada
morfogenesis. Kehamilan kembar secara fertilisasi in vitro memiliki risiko 2 kali lipat
mengalami anomaly kongenital dibandingkan kembar secara alami (Gomella dkk, 2013).
a. Anomali khas dari kehamilan multipel. Anomali tertentu, seperti kembar siam dan
acardia adalah anomali khas bagi kehamilan multipel.
b. Deformitas. Kehamilan kembar lebih sering mengalami keterbatasan gerak yang
menyebabkan synostosis, tortikolis, facial palsy, defek posisi kaki, dan defek
lainnya.
c. Gangguan vaskular. Gangguan ini berhubungan dengan aliran vaskular monozigot
yang menyebabkan defek saat lahir. Acardia terjadi dari aliran arteri plasenta satu
ke lainnya, yang dimana aliran balik menyebabkan perkembangan yang tidak
berbentuk pada kembar resipien. Kematian intra uterin dari salah satu kembar
mungkin menyebabkan fenomena tromboembolik, termasuk DIC, cutis aplasia,
porencephaly or hydanencephaly, defek berkurangnya ekstremitas, atresia intestinal
atau gastroschisis.
pada
kantong
lainnya
pada
suatu
kehamilan
ganda
21
adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati intrauterine atau mati
selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan membawa
konsekuensi disseminated intravascular coagulation (DIC) (Neilson dan Bajoria,
2001).
c. Klasifikasi
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya penyakit
dibagi atas (Quintero dkk, 1999):
1) TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke II, umur kehamilan
16-18 minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan.
Ukuran tali pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama pada kedua
janin. Polihidroamnion terjadi pada kembar resipien karena adanya volume
overload dan peningkatan jumlah urin janin. Oligohidroamnion terjadi pada
kembar donor oleh karena hipovolemia dan penurunan jumlah urin janin.
Oligohidroamnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya fenomena stucktwin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.
2) TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester ke II, umur kehamilan 24-30
minggu. Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5
minggu kehamilan, polihidroamnion dan oligohidroamnion tidak terjadi.
Kembar donor menjadi anemia, hipovolemia dan pertumbuhan terhambat.
Sedangkan
kembar
resipien
mengalami
plethoric,
hipovolemia,
dan
monokorionik
yang
tidak
berkomplikasi,
menyebabkan
22
dengan berat badan lahir yang sama. Transfuse dari kembar pertama ke
kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila tali pusat
kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar yang belum dilahirkan
dapat ditransfusikan ke kembar pertama. Diagnosis biasa dibuat pada saat
postnatal.
2) Tipe Kronik biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 12-26
minggu). Kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena bayinya
masih imatur dan tidak dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di
uterus, bisa mengalami kelainan akibat dari twin-to-twin transfusion syndrome
seperti hydrops. Tanpa terapi, sebagian besar bayi tidak dapat bertahan hidup
atau bila survival, akan timbul kecacatan. Walaupun arah transfuse darah
menuju kembar resipien, tetapi thrombus dapat secara bebas berpindah arah
melalui anstomosis pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan infark atau
kematian pada kedua janin.
d. Patofisiologi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi patofisiologi terjadinya TTTS, yakni
(Cunningham, 2014):
1) Tipe dan jumlah dari anstomosis yang ada, juga dipengaruhi letak yang sangat
bergantung pada ukuran zona plasenta dan insersi tali pusat (sentral, eksentrik,
marginal, velamentosa)
2) Tekanan yang abnormal pada insersi dari umbilical cord
3) Insufisiensi aliran uteroplasenta
Teori yang banyak dipahami adalah bahwa transfusi darah dari donor kepada
penerima kembar terjadi melalui anastomosis vaskular plasenta. Dimana koneksi
vaskuler antar janin kembar terdiri dari 2 tipe, yaitu: Pertama tipe superficial dan
kedua tipe profunda. Masing-masing tipe mempunyai karakteristik aliran, pola
resistensi tersendiri yang mempengaruhi pertumbuhan janin kembar monokorionik.
Koneksi tipe superficial seperti arterioarteriosa (aa); venovenosa (vv).
Gambaran ini terlihat jelas pertemuannya di atas lempeng korion, dimana
hubungan ini jarang menimbulkan antenatal TTS. Justru hubungan ini akan
melindungi supaya tidak berkembang menjadi TTS. Koneksi arterioarteriosa lebih
sering dibanding koneksi venavenosa. Dalam Shandra Rajene, 1999 Koneksi
arterioarteriosa dan venavenosa memberikan pembagian darah yang seimbang pada
23
kedua janin dan tidak ada anastomosis arteriovenosa. Koneksi tipe profunda atau
sirkulasi ketiga bersifat arteriovenosa (a-v) dimana salah satu janin bersifat sebagai
donor dan janin yang lain sebagai resipien. Anastomosis ini tidak tampak pada
lempeng korionik dikarenakan adanya perbedaan tekanan (gradien) yang terjadi
pada sirkulasi tersebut. Anastomosis ini jarang terjadi, kebanyakan jika terjadi
anastomosis arteriovenosa diikuti dengan anastomosis arterioarteriosa yang
melindungi
terjadinya
sirkulasi
ketiga.
Karena
sirkulasi
menghasilkan
24
tidak terlihatnya kandung kemih pada donor sementara pada resipien memiliki
kandung kemih yang besar (Rusda dan Roeshadi, 2005). (Tabel. 2)
Tabel 2. Kriteria diagnostik TTTS pada trimester kedua atau awal trimester ketiga
(kriteria diagnostik ultrasonografi)
1) Kehamilan monokorionik
2) Jenis kelamin yang sama
3) Satu massa plasenta
4) Membrane pemisah yang tipis
5) Kelainan volume cairan amnion
a) Satu kantong amnion oligohidroamnion, ukuran vertical 2,0 cm
b) Satu kantong amnion polihidroamnion, ukuran vertical 8,0 cm
6) Kantung kencing yang persisten
a) Kantung kencing yang kecil atau tidak tampak pada kembar
oligohdroamnion
b) Tampak kantung kencing yang besar pada kembar polihidroamnion
c) Tambahan untuk membantu diagnosis
7) Perkiraan perbedaan berat janin (20% lebih berat kembar besar)
8) Adanya stuck twin
9) Hindrops fetalis (adanya satu atau lebih gejala: edema kulit [tebal 5 mm],
efusi pericardial, efusi pleura, dan ascites)
10) Membrane pembungkus pada umur kehamilan 14-17 minggu
(Sumber : Rusda dan Roeshadi, 2005)
25
f.
26
27
kembar resipien, namun sering tidak berhasil oleh karena digoksin tidak dapat
melewati plasenta dalam jumlah yang cukup untuk terapi tersebut (Rusda dan
Roeshadi, 2005)
Pilihan penanganan kasus dengan kematian satu janin adalah persalinan preterm
elektif terhadap janin yang hidup (dengan steroid untuk mematangkan paru)
dengan segala risiko prematuritas atau konservatif yang juga berisiko kematian
janin dalam uterus dan kelainan neurologis (Rusda dan Roeshadi, 2005).
2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis dan manifestasi klinik
Riwayat kehamilan multipel dalam keluarga, usia ibu yang tua, paritas tinggi, ukuran
tubuh ibu yang besar dan riwayat kehamilan multipel pribadi merupakan petunjuk yang
mengarahkan diagnosis kehamilan multipel. Riwayat penggunaan clomiphene citrate,
gonadotropin dan kehamilan dengan ART
Manifestasi klinik pada kehamilan multipel pada umumnya sama dengan kehamilan
tunggal tetapi dengan intensitas yang lebih berat, seperti penekanan berat pada pelvis,
mual, nyeri punggung, varikosis, konstipasi, haemorrhoid, distensi abdominal dan
kesulitan bernapas (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
2.8.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu dengan pengukuran tinggi fundus yang akurat merupakan
salah satu petunjuk yang penting. Pada trimester ke-2 ukuran uterus membesar lebih dari
usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Menurut
cunningham F tinggi fundus uteri pada 336 kehamilan, pada usia kehamilan 20-30
minggu tinggi fundus pada kehamilan kembar rata-rata lebih tinggi 5cm daripada
kehamilan tunggal dengan usia kehamilan yang sama (Bush, 2013; Cunningham dkk,
2013).
Pada palpasi uterus teraba 2 kepala janin yang biasanya terdapat pada kuadran uterus
yang berbeda. Diagnosis dengan palpasi ini sulit ditegakkan sebelum trimester ketiga,
bahkan jika posisi janin bertumpuk, ibu obesitas dan adanya hidramnion palpasi
abdominal sulit untuk mengidentifikasi kehamilan multipel meskipun pada usia
kehamilan tua.
Pada timester pertama, denyut jantung janin dapat dideteksi dengan USG doppler.
Pemeriksaan teliti dengan aural fetal stethoscope dapat mengidentifikasi bunyi jantung
janin pada usia 18-20 minggu (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
28
29
tanda berbentuk huruf T. Kriteria USG untuk mendiagnosis sifat koriondan amnion
pada kehamilan ganda dapat dilihat pada tabel berikut ini (Bush, 2013;
Cunningham dkk, 2013).
Tabel 4. Kriteria USG untuk mendiagnosis sifat koriondan amnion pada kehamilan
ganda
Gambaran USG
Sifat korion dan amnion
Jenis kelamin fetus berbeda
Dikorionik/diamniotik
(dan
Plasenta yang terpisah
Tanda lambda atau twin peak
Membran
pembatas
yang
tebal
(subjektif)
Membran
pembatas
yang
(subjektif)
Tidak ada membran pembatas
Sumber: Cunningham dkk, 2013
dizigotik)
Dikorionik/diamniotik
Dikorionik/diamniotik
Dikorionik/diamniotik
tipis Monokorionik/diamniotik
Monokorionik/monoamniotik
Gambar 2.9. USG pada kehamilan 7 minggu, tampak dua kantong gestasi berisi
fetus
Sumber: Cunningham dkk, 2013
Gambar 2.10. Gambaran USG dari tanda twin peak (A) dan diagram skematik
tanda twin-peak (B)
30
Gambar 2.11. Gambaran USG dari tanda berbentuk huruf T (T shape) pada kembar
monokorionik diamnionik (panah menunjuk pada septum membran interfetal (<1,5
mm) pada kembar monokorionik yang membentuk huruf T pada dasarnya
Sumber: http://www.worldtttsawarenessday.org/pictures.php.
Pada kehamilan multipel yang lebih dari dua janin, evaluasi dengan USG untuk
menentukan jumlah janin dan posisinya terutama pada trimester pertama sulit
dilakukan. Pada 50% kasus kehamilan multipel ditemukan presentasi kepala untuk
kedua janin. Sedangkan 33% kasus presentasi janin A kepala dan janin B bokong,
pada 10% kasus kedua janin dalam presentasi bokong dan sisanya dapat salah satu
atau keduanya dalam posisi lintang (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
Gambar 2.12. Kiri: kedua janin presentasi kepala, kanan: presentasi kepala dan bokong
Sumber: Bush, 2013
b. Pemeriksaan darah
Nilai hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit biasanya menurun berhubungan
dengan peningkatan volume darah. Anemia hipokrom normositer sering terjadi
31
pada kehamilan multipel karena peningkatan kebutuhan zat besi pada trimester
kedua. Tes toleransi glukosa menunjukkan diabetes melitus gestasional dan
hipoglikemia gestasional meningkat pada kehamilan multipel daripada kehamilan
tunggal.
Jumlah korionik gonadotropin dalam plasma dan urine rata-rata lebih tinggi
daripada kehamilan tunggal, level alfa-fetoprotein juga dapat meningkat. Jumlah
rata-rata serum alfa-fetoprotein maternal 2,5 kali lebih tinggi pada kehamilan
multipel dibandingan kehamilan tunggal. Hal ini diduga disebabkan tingginya
tingkat protein yang dilepaskan oleh hati janin yang multipel dan ditemukan pada
darah ibu dibandingkan janin tunggal (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan dengan rontgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosis
kehamilan ganda karena cahaya penyinaran berisiko menganggu perkembangan
janin (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
2.9. Penanganan
2.9.1. Prenatal care
Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dalam kehamilan multipel perlu
diperhatikan (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013):
a. Kontrol prenatal pada wanita dengan kehamilan multipel harus lebih sering
daripada kehamilan tunggal. Jadwal kontrol tergantung dari masalah obstetrik pada
masing-masing individu.
b. Umumnya mulai umur kehamilan 24 minggu pemeriksaan antenatal dilakukan tiap
2 minggu, dan sesudah usia kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan tiap
minggu.
c. Wanita dengan kehamilan multipel harus mengurangi aktivitasnya sehari-hari
terutama pada usia kehamilan 5-9 bulan sehingga aliran darah ke plasenta
meningkat agar pertumbuhan janin baik .
d. Untuk menghindari persalinan prematur, diagnosis dan pencegahannya harus
dilakukan sedini mungkin.
e. Pemantauan dengan USG harus dilakukan setiap 3-6 minggu, tes antenatal seperti
f.
yang
mengindikasikan
adanya
gangguan
adanya
uteroplasenta.
32
dipertimbangkan.
Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial sangat
meningkat pada wanita dengan kehamilan multipel. Konsumsi kalori harus
ditingkatkan 300Kcal/ hari. Menurut penelitian Brown dan Carlson pada tahun
2000 sebaiknya peningkatan berat badan wanita hamil disesuaikan dengan berat
badan sebelum hamil, tetapi wanita dengan kehamilan triplet (kembar tiga)
setidaknya mengalami peningkatan berat badan sebesar 50 pon. Peningkatan kalori
sebaiknya dilengkapi dengan suplemen zat besi 60-100mg/hari dan asam folat
1mg/hari.
2.9.2. Persalinan
Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel, oleh karena itu
persiapan khusus diperlukan saat persalinan. Rekomendasi penanganan intrapartum yang
dapat dilakukan saat persalinan dengan janin lebih dari satu antara lain (Bush, 2013;
Cunningham dkk, 2013):
a. Penolong persalinan yang terlatih harus mengawasi pasien selama proses
persalinan disertai observasi pembukaan serviks dan keadaan janin.
b. Pemasangan infus intravena harus dilakukan untuk memasukkan cairan secara
cepat. Bila tidak terdapat perdarahan atau gangguan metabolisme selama persalinan
diberikan cairan infus dengan dextrose atau ringer laktat sebanyak 60-120ml/jam.
c. Seorang dokter spesialis kandungan yang terampil dalam mengidentifikasi bagianbagian janin dan dapat melakukan manipulasi intrauteri harus ada.
33
d. Mesin USG tersedia untuk megevaluasi posisi dan status janin yang kedua setelah
janin yang pertama lahir.
e. Seorang dokter spesialis anestesi harus siap bila diperlukan persalinan dengan
seksio sesarea.
f. Terdapat orang yang terlatih melakukan resusitasi untuk masing-masing janin.
g. Ruangan bersalin harus cukup luas untuk semua anggota tim agar dapat berkerja
dengan baik.
Presentasi janin berperan besar dalam dilatasi serviks dan jalan lahir. Jika presentasi
janin pertama adalah kepala maka persalinan dapat dilakukan secara spontan ataupun
dengan forceps. Bila presentasi janin pertama adalah bokong, masalah utama yang
biasanya muncul adalah (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013):
a. Janin biasanya besar dan kemungkinan terjadi aftercoming head.
b. Janin kecil sehingga lahirnya ektremitas tidak menyebabkan dilatasi yang adekuat
pada serviks dan jalan lahir sehingga kepala sulit lahir.
c. Terjadi prolaps tali pusat.
Jika muncul masalah, biasanya persalinan dengan seksio sesarea dipilih, kecuali
pada bayi yang prematur dengan kemungkinan bertahan hidup yang rendah. Pada janin
dengan presentasi kepala dan bokong dapat terjadi fenomena lock twin. Fenomena ini
terjadi saat penurunan janin dengan presentasi bokong melalui jalan lahir, dagu janin
pertama dan kedua terkunci. Bila terjadi fenomena lock twin teridentifikasi persalinan
dengan seksio saesaria direkomendasikan. (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013)
34
terkadang intrauterin. Jika kepala atau bokong sudah terfiksasi jalan lahir, dilakukan
penekanan fundus moderat dan membrannya akan ruptur. Segera setelah itu, pemeriksaan
digital serviks diulang terus untuk mencegah prolaps tali pusat. Persalinan akan segera
dimulai dan denyut jantung janin harus dimonitor. Induksi persalinan tidak perlu
dilakukan kecuali jika terjadi penurunan denyut jantung janin atau perdarahan.
Perdarahan menandakan pelepasan plasenta mulai terjadi, hal ini dapat membahayakan
ibu dan bayinya. Bila tidak ada kontraksi dalam 10 menit harus dilakukan stimulasi
dengan oxytocin yang diencerkan (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013).
Bila presentasi occipital atau bokong sudah masuk ke pintu atas panggul tetapi
belum terfiksasi, bagian terendahnya dapat diarahkan dengan satu tangan dari dalam
vagina dan tangan yang lain menekan fundus uteri dari luar. Pada janin kedua dengan
letak non-cephalic dapat dilakukan versi luar intrauterin. Prinsip penanganan kehamilan
ganda (Bush, 2013; Cunningham dkk, 2013):
a. Bayi I
1) Cek persentasi
a) Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan
lakukan monitoring dengan partograf
b) Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
c) Bila letak lintang lakukan seksio sesaria
2) Monitoring janin dengan auskurtasi berkala DJJ
3) Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer
laktat/ 10 tts / mt.
b. Bayi II
1) Segera setelah kelahiran bayi I
a) Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
b) Bila letak lintang lakukan versi luar
c) Periksa DJJ
d) Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban
pecah atau intak, presentasi bayi.
2) Bila presentasi verteks
a) Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual
b) Ketuban dipecah
c) Periksa DJJ
d) Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat
sampai his adekuat
e) Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan
yang ada (vakum, forceps, seksio)
3) Bila presentasi bokong
a) Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut tidak
lebih besar dari bayi I
35
b)
Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat sampai his
adekuat
Pecahkan ketuban
Periksa DJJ
Bila gawat, janin lakukan ekstraksi
Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio secarea.
4) Bila letak lintang
a) Bila ketuban intak, lakukan versi luar
b) Bila gagal lakukan seksio secarea
5) Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60
c)
d)
e)
f)