PENDAHULUAN
Pterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan
degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun
nasal konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Asal kata
pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap.
Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi.
Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat
ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden
pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20
49
Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan
dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan
dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat
terpapar lingkungan di luar rumah.
BAB II
LAPORAN KASUS
1.
2.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. A
Umur
: 63 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
: pedagang
Alamat
: Pondok Kopi
Kunjungan
: 7 oktober 2014
Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Mata kanan dan kiri terasa buram sejak 1,5 tahun yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Laki-laki usia 63 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok kopi
dengan keluhan penglihatan buram pada mata kanan dan kiri sejak 1,5
tahun yang lalu, buram dirasakan perlahan, pasien merasakan buram
ketika menonton televisi dan membaca koran, tidak ada keluhan mata
seperti berkabut. Pasien juga mengeluh terdapat selaput pada kedua mata
sejak 1 tahun yang lalu, terasa mengganjal dan kadang merah. Keluhan
mata gatal, perih, kotoran mata, mata berair, silau saat melihat, disangkal
oleh pasien.
D. Riwayat Pengobatan
Belum pernah diobati sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.
F. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal riwayat alergi obat.
Pasien menyangkal alergi makanan
Pasien menyangkal alergi debu/bulu binatang
G. Riwayat Psikososial
Pasien bekerja sebagai pedagang pakaian yang sering terpapar sinar
matahari dan debu dari lingkungan sekitar, pasien jarang memakai
kacamata dan topi saat keluar rumah.
3.
Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
B. Status Lokalis
OD
OS
6/ 20
Visus
6/20
Ortoforia
Kedudukan Bola
Ortoforia
Mata
Baik kesegala arah
Pergerakan Bola
Mata
Palpebra
hordeolum(-), kalazion(-),
hordeolum(-), kalazion(-),
Konjungtiva Tarsalis
folikel (-)
Superior
folikel (-)
Konjungtiva Bulbi
konjungtiva (-),
konjungtiva (-),
(+)
(+)
Hiperemis (-),
papil(-), folikel (-)
jernih, infiltrat (-), edema
Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Kornea
Hiperemis (-),
Papil(-),folikel(-)
Jernih, infiltrat (-), edema
COA
hifema (-)
Warna coklat, kripte (+),
Iris
sinekia (-)
Pupil
Jernih
Lensa
Jernih
Tidak dilakukan
Vitreous Humor
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak dilakukan
4. Resume
Laki-laki usia 63 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok kopi
dengan keluhan penglihatan buram pada mata kanan dan kiri sejak 1,5 tahun
yang lalu, buram dirasakan perlahan, pasien merasakan buram ketika menonton
televisi dan membaca koran. Pasien juga mengeluh terdapat selaput pada kedua
mata sejak 1 tahun yang lalu, terasa mengganjal dan kadang merah.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
Visus
5. Diagnosa Kerja
Pterigium ODS stadium II + anomali refraksi ODS
Diagnosa Banding :
-
Pinguekula
Pseudopterigium
6. Pemeriksaan Anjuran
a.
Slitlamp
b.
test Sondase
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan : Barry vision 3 x 1 tablet
b. Edukasi : Meminta pasien untuk melindungi matanya dari paparan sinar
matahari , debu yang berlebihan dengan menggunakan kacamata
hitam dan topi agar tidak terjadi inflamasi yang lebih berat.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFENISI
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan
ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna
merah. Pterigium sering mengenai kedua mata. Menurut Hamurwono
pterygium merupakan Konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan
penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea
dengan puncak segitiga di kornea . Pterygium berasal dari bahasa yunani,
yaitu pteron yang artinya wing atau sayap.1
II. EPIDEMIOLOGI
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat
ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering.
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus
pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah
paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh
paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan).
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20
49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren
lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien
usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan.
IV. Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini
lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu
gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap
faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet),
daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan
lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan
kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan
salah satu teori.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat.
Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi
kolagen
dan
terlihat
jaringan
subepitelial
fibrovaskular.
Jaringan
Pada
fibroblast
pterygium
menunjukkan
matrix
lapangan.
Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah
alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel
limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi
dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah
degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler
subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.
10 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
4
Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :1
- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
Pembagian lain pterygium yaitu :
1. Tipe I :
2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah
operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmatisma.
3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi
yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan
fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya
11 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
kolagen
abnormal
pada
daerah
degenerasi
elastotik
menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini
juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh
elastase. 8
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadangkadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea
menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat
degenerasi stroma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh
pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak
membran bauman dan stoma kornea bagian atas. Terjadinya pterigium
berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan
paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B yang bersifat
mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai tumor suppressor gene
pada stem sel di basal limbus. Pelepasan yang berlebih dari sitokin seperti
transforming growth factor beta (TGF-) dan vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang berperanan penting dalam peningkatan regulasi kolagen,
migrasi sel angiogenesis. Selanjutnya terjadi perubahan patologi yang terdiri
dari degenerasi kolagen elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular
supepithelial. Pada kornea nampak kerusakan pada membrane bowman oleh
karena bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler, yang sering kali disertai dengan
adanya inflamasi ringan. Epitel bisa normal, tebal atu tipis dan kadangkadang terjadi dysplasia. 8
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen
dan proliferasi fibrovaskuler, dengan permukaan yang menutupi epithelium.
Histopatologi
kolagen
abnormal
pada
daerah
12 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
degenerasi
elastotik
Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada
kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan
menghancurkan lapisan bowman pada kornea. Gari zat besi (iron
line/stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini
2.
3.
kepala.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ),
lembut, merupakan area vesicular pada konjungtiva bulbi dan
merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda yang khas untuk
dilakukan koreksi pembedahan.
Gambar 7 : pterigium8
13 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
14 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
VIII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali
dan
terdapat
komponen
elevasi
jaringan
fibrovaskular.
15 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
16 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
Gambar. Pinguekula
Gambar 9 : Pseudopterigium
Pembeda
Definisi
Pterigium
Jaringan
Pinguekula
Pseudopterigium
Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular
konjungtiva
konjungtiba
konjungtiva
bulbi
bulbi berbentuk
cacat
Warna
segitiga
Putih
Letak
kekuningan
keabu-abuan
Celah kelopak Celah kelopak Pada
bagian
atau
Putih-kuning
Putih kekuningan
yang meluas ke
6:
Progresif
Reaksi
proses
kornea
=
Tidak
Tidak ada
sebelumnya
=
Tidak
Ada
Lebih menonjol
Menonjol
Normal
permukaan
kornea
17 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
yang
dengan
arah kornea
>
Sedang
Tidak ada
darah
daerah
terdekat
kerusakan
sebelumnya
Pembuluh
bulbi
konjungtiva
Sonde
Tidak
dapat Tidak
diselipkan
diselipkan
Puncak
Ada
pulau
Histopatologi
limbus
Tidak ada (tidak ada
head, cap, body)
(bercak kelabu)
Epitel ireguler Degenerasi
Perlengketan
dalam submukosa
stromanya
konjungtiva
Tabel 1. Diagnosis banding pterigium (dikutip dari Vaughan, Daniel G.,
Asbury
Taylor,
Riordan
Eva-Paul.
Oftalmologi
Umum.
Edisi
18 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
Pterygium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil
-
19 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
KOMPLIKASI
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah
astigmat karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea
akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat
pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan
dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran dari meridian horizontal itu
sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat terbentuknya tear meniscus
antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan
oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan irregular astigmat 10.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu mata kemerahan, iritasi, luka
kronik dari konjungtiva dan kornea Komplikasi intra-operatif dapat terjadi
perforasi kornea atau sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau
lateral. Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan
sikatriks kornea.6
XI. PROGNOSIS
Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik.
Prosedur dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan disamping rasa tak
nyaman pada hari- hari pertama post-operatif, pasien bisa melanjutkan
1.
2.
3.
4.
from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm
Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
20 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m
6.
from : http://www.eyecancer.com/default.aspx.htm
Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 November 22]. Available
7.
from : http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.htm
Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22]. Available
8.
from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium.htm
Riri Julianti, Pterigium.[online]2009.[cited 2011 November 22]. Available
9.
from : http://facultyofmedicine.riau.com/prosedures/pterigium.html
Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive Opthalmology
21 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m