Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh Program
Pendidikan Profesi Dokter
Dosen Penguji:
dr. Sigid Kirana LB, Sp.KF
Residen Pembimbing:
dr. Suryo Wijoyo, MH(Kes)
Disusun Oleh:
Giavanny E.R. Puteri
1320221102
1310221065
Indrastiti Pramitasari
03009121
Krisna Adiyuda
03009132
03010273
Farida Apriani
03007089
Muhammad Fajar
1310221079
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 9 FEBRUARI 2015 7 MARET 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui
Tanggal :
.............................................................
Disusun Oleh:
Giavanny E.R. Puteri
1320221102
1310221065
Indrastiti Pramitasari
03009121
Krisna Adiyuda
03009132
03010273
Farida Apriani
03007089
Muhammad Fajar
1310221079
Dosen Penguji
Residen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul Asphyxia Caused By Pressure On The Neck. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat dalam mengikuti program Profesi Kedokteran di Departemen Forensik dan
Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang. Pada penulisan dan penyusunan referat ini, penulis
banyak dibantu oleh berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sigid Kirana LB, Sp.KF selaku dosen penguji
2. Dr. Suryo Wijoyo, MH(Kes) selaku residen pembimbing
Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis
menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam
perbaikan referat ini.
Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang............................................................................................... 1
I.2.
Rumusan Masalah..........................................................................................1
I.3.
Tujuan............................................................................................................ 1
I.4.
Manfaat.......................................................................................................... 2
Asfiksia.......................................................................................................... 3
II.1.1. Definisi...........................................................................................................3
II.1.2. Etiologi...........................................................................................................3
II.1.3. Jenis-Jenis Asfiksia........................................................................................ 3
II.1.4. Stadium Asfiksia............................................................................................ 4
II.2.
II.2.1. Hanging......................................................................................................... 5
II.2.1.1. Definisi...................................................................................................... 5
II.2.1.2. Eriologi......................................................................................................5
II.2.1.3. Klasifikasi..................................................................................................6
II.2.1.4. Gambaran Post Mortem.............................................................................7
II.2.1.5. Perbedaan Antara Pengantungan Ante Mortem dan Post Mortem............ 10
II.2.2 Pencekikan..................................................................................................... 11
II.2.2.1. Definisi...................................................................................................... 11
II.2.2.2. Mekanisme Kematian................................................................................11
II.2.2.3. Gambaran Post Mortem............................................................................ 12
II.2.3. Penjeratan.......................................................................................................14
II.2.3.1. Definisi...................................................................................................... 14
II.2.3.2. Mekanisme................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
I.3. TUJUAN
1.
2.
3.
4.
Menjelaskan asfiksia
Menjelaskan jenis-jenis asfiksia yang disebabkan oleh penekanan pada leher
Menjelaskan perbedaan penggantungan antemortem dan postmortem
Menjelaskan perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pembunuhan
I.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Referat ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan pelengkap referensi mengenai
asfiksia yang disebabkan oleh penekanan pada leher
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran.
b. Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RSUP DR Kariadi Semarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
ASFIKSIA
II.1.1. DEFINISI
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia
sering disebut anoksia atau hipoksia.(1)
Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron yang
memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan bergantung
pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.
II.1.2. ETIOLOGI(2)
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan
atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.
c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan
seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.
Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan
dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan.
6. Keracunan CO dan SN
II.1.4. STADIUM ASFIKSIA(1,2)
1. Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah da penimbunan CO2 dalam plasma
akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan
frekuensi pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai
tampak tanda - tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik tetap
kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik.2,3 Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apnoe
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran
cairan sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa
saat setelah pernafasan berhenti.
II.2.
Biasanya berkaitan dengan hambatan saluran nafas secara mekanik. Kasus - kasus yang sering
dijumpai, antara lain:
II.2.1. HANGING (MATI GANTUNG)
Mati gantung sangat akrab dalam kehidupan sehari - hari. Tindakan bunuh diri dengan
cara ini sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain,
dasi, atau bahan apa saja yang dapat melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau
hukuman mati dengan cara penggantungan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu.
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada asal tenaga
yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari
luar, sedangkan pada kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri,
meskipun tidak seluruh berat badan digunakan.
II.2.1.1. DEFINISI
Kematian akibat asfiksia yang disebabkan karena jeratan pada bagian leher yang
dipengaruhi oleh berat badan.
II.2.1.2. ETIOLOGI
Ada 6 penyebab kematian pada penggantungan yaitu:
a. Asfiksia
Merupakan penyebab kematian yang tersering. Alat penjerat biasanya berada di atas tulang
rawan tiroid yang menyebabkan penekanan pada leher, sehingga saluran pernafasan menjadi
tersumbat.
b. Kongesti Vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan pada vena
jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi terhambat.
c. Kombinasi Asfiksia dan Kongesti Vena
Merupakan penyebab kematian yang paling umum, seperi pada kebanyakan kasus dimana
saluran napas tidak seluruhnya dihalangi oleh penjerat yang berada di sekitar leher.
d. Iskemik Otak (anoxia)
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam menyuplai darah
ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
e. Syok Vagal.
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada refleks vasovagal secara tiba-tiba, hal ini terjadi karena adanya tekanan pada saraf vagus atau sinus
karotid.
f. Fraktur atau Dislokasi dari Verterbra Servikal 2 dan 3.
Biasanya terjadi pada kasus judicial hanging, hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 m
oleh berat badan korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis
yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi kematian yang
tiba-tiba.
II.2.1.3. KLASIFIKASI
-
Kasus gantung biasanya merupakan kasus bunuh diri (gantung diri) meskipun kasus
pembunuhan dapat dibuat seolah-olah seperti kasus gantung diri, pada kasus kecelakaan
pun dapat terjadi.
-
Bentuk jeratan pada kasus gantung diri cenderung berjalan miring (oblique)
pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas antara kartilago tiroid
dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju
belakang telinga. Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging)
berbentuk lingkaran (V shape). Ciri-ciri jejas sebagai berikut :
Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga. Pinggiran jejas jerat berbatas
tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif. Jumlah tanda penjeratan. Terkadang
pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menujukan bahwa
tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali.
b. Kedalaman Bekas Jeratan
Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung. Jika penggantungan
terjadi makin lama, maka bekas jeratan akan tampak makin menonjol, makin dalam,
dan makin kering dan kasar pada perabaan (parchmentised).
c. Air liur
Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul,
lidah terjulur dan kandang tergigit. Ditemukannya penetesan air liur merupakan
temuan yang konstan dan penting pada kasus kematian akibat hanging. Penetesan air
liur dapat ditemukan di sudut mulut yang berada pada posisi lebih rendah yaitu di
sudut yang berlawanan dengan sisi terdapatnya simpul. Pada kasus typical hanging,
hal ini ditemukan pada bagian tengah dari bibir bawah. Jika simpul berada di bawah
dagu, penetesan air liur dapat ditemukan pada salah satu atau kedua sudut mulut. Air
liur dapat ditemukan pada baju korban atau tubuh korban yang tidak berpakaian,
sehingga ketika kering air liur ini akan sulit dihapus. Tetapi dengan menempatkan
tubuh korban pada kamar pendingin jejak tersebut mungkin dapat dihapus. Temuan air
liur ini dianggap sangat penting untuk mendukung telah terjadinya kematian
hanging antemortem karena salivasi yang berlebih terjadi akibat reaksi antemortem
akibat iritasi terhadap kelenjar submandibular yang terjadi pada penekanan dan
pergesekan dengan alat penjerat.
d. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan
edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus
penggantungan tanda-tanda asfiksia berupa mata menonjol keluar, perdarahan berupa
petekia pada bagian wajah dan subkonjungtiva. Jika didapatkan lidah terjulur maka
menunjukan adanya penekanan pada bagian bawah leher yaitu bagian bawah kartilago
thyroida.
Tardieu spot pada Gantung diri.
Tardieu spot diakibatkan pecahnya
kapiler-kapiler pada kaki
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
e. Lebam Mayat
Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat
terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal
Fraktur tulang
Hyoid
PERBEDAAN
ANTARA
PENGGANTUNGAN
ANTEMORTEM
DAN
POSTMORTEM
No
Penggantungan antemortem
Penggantungan postmortem
8
9
Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti perabaan kertas
begitu jelas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Sianosis pada wajah, bibir, telinga,
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain sangat jelas terlihat
dan lain-lain tergantung dari penyebab
terutama jika kematian karena asfiksia kematian
Wajah membengkak dan mata
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak
terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan (strangulasi) atau
pembuluh dara vena yang jelas pada sufokasi
bagian kening dan dahi
Lidah bisa terjulur atau tidak sama
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali
kematian akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan
Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering terjadi tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
10
ada
Air liur tidak ditemukan yang menetes
pad kasus selain kasus penggantungan.
perlawanan.
b. Fraktur, yang paling sering ditemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea
c. Memar atau robekan membrane hipotiroidea
d. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan
atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan
mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kitatemukan
pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dantrakea
e. Tanda Asfiksia :
Organ tubuh lebih berat, lebih gelap, pada pengirisan banyak keluar darah
f. Petekie pada :
Mukosa usus halus
Epikardium daerah aurikuloventrikular
Subpleura viseralis paru terutama pars diafragmatika dan fisura interlobaris
Kulit kepala sebelah dalam terutama daerah temporal
g. Edema paru
2. Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada
bayi yangterjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal
reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau
3. Bunuh diri.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan
cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya
ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar
tongkat tersebut.
II.2.3.4. GAMBARAN POSTMORTEM
1. Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:
a. Tanda Penjeratan Pada Leher
-
Tanda penjeratan jelas dan dalamSemakin kecil tali maka tanda penjeratan
semakin jelas dan dalam
Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.Pinggiran jejas jerat
berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif. Jumlah tanda penjeratan,
terkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini
menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema.
Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
c. Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
2. Pemeriksaan Dalam Jenazah
Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :
a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
Terdapat buih halus di mulut
Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering
dihubungkan dengan tindak kekerasan.
e. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
f. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
II.2.3.5. PERBEDAAN KASUS GANTUNG DAN JERAT
Kasus Gantung (bunuh diri)
Kasus Jerat (pembunuhan)
Simpul hidup. Simpul dapat Simpul mati. Simpul sulit
Simpul
terikat kuat)
lilitan Bisa lebih dari 1 lilitan
melalui
kepala
(terikat kuat)
Biasanya 1 buah lilitan
penjerat
Arah
Serong ke atas
Jarak titik tumpu- Jauh
Mendatar / horizontal
Dekat
simpul
Lokasi jejas
Jejas jerat
Luka perlawanan
Luka lain-lain
Karakteristik simpul
Simpul hidup
Simpul mati
Lebam mayat
Lokasi
Kondisi
Pakaian
Ruangan
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan karbon
dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki
saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya pembekapan,
penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase,
yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat asfiksia timbul
sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase dispneu
dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalanhan
oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda=tanda asfiksia akan
lbih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan
kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan, merupakan tanda
klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak pembendungan pada mata berupa
pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah darah berwarna
lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada
seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat dan berwarna lebih gelap, ptekie dapat
ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium, subpleura viseralis, kulit kepala bagian dalam,
serta mukosa epiglottis, edema paru terurtama yang berhubungan dengan hipoksia, adanya
fraktur laring langsung dan tidak langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan
dengan kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Tersedia
di:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-
Team.
Asphyxia.
2009.
Tersedia
di: