BRONKOPNEUMONIA
OLEH:
Rizky Bella Mulyaningsasi
NIM 132310101043
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Bronkopneumonia terdiri dari kata bronkus (salah satu bagian dalam saluran
nafas) dan pneumonia (suatu keadaan dimana parenkim paru mengalami proses
inflamasi yang paling umum disebabkan oleh agen infeksi). Dengan demikian,
Bronkopneumonia dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem pernafasan yang
digambarkan dengan adanya inflamasi parenkim paru yang awalnya terjadi di
bronkus terminalis dan area sekitar alveolus. Bronkopneuminia disebabkan oleh
virus, jamur, benda asing atau bakteri yang menyebabkan bercak-bercak
terdistribusi pada parenkim paru (Patchy Distribution) yang berkonsolidasi dan
menyebabkan penyumbatan bronkus. Bakteri yang sering ditemukan atau sebagai
penyebab bronkopneumonia antara lain stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus
influenza, P seudomonas aeruginosa.
B. Epidemiologi
Insiden bronkopneumonia pada Negara berkembang hampir 30% pada anakanak
dibawah
umur
tahun
dengan
resiko
kematian
yang
tinggi.
Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,62,2 juta balita dengan proporsi 19%, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur
2 tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, pneumonia yang
terjadi pada balita berdasarkan laporan 26 provinsi, tiga provinsi dengan cakupan
tertinggi berturut-turut adalah provinsi Nusa Tenggara Barat 56,50%, Jawa Barat
42,50% dan Kepulauan Bangka Belitung 21,71%. Sedangkan cakupan terendah
adalah provinsi DI Yogyakarta 1,81%, Kepulauan Riau 2,08%, dan NAD 4,56%.
Selain
itu,
hasil
penelitian
diperoleh
trend
kunjungan
penderita
dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%,
jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata
4,70 hari, dan meninggal 4,8%.
C. Etiologi
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat beberapa faktor yang dapat
dibedakan menurut sifatnya, antara lain:
a. Faktor bersifat Infeksi
Kelompok Usia
Neonatus
Bayi
atipikal
Chlamidia
trachomatis,
Pneumocytis.
3. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Anak-anak
Trachomatis
2. Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis
5. Tanda & gejala lain yang tidak spesifik : mialgia, pusing, anoreksia, malaise,
diare, mual & muntah.
E. Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau
karena aspirasi makanan dan minuman. Bakteri masuk ke dalam jarinagn paruparu melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai bronkiolus dan
kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi
yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian basal.
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara,
aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke
bronkhioli
dan
alveoli,
menimbulkan
reaksi
peradangan
hebat
dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial.
Terdapatnya cairan purulen pada alveolus juga dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan pada paru sehingga dapat mengakibatkan penurunan
kemampuan mengambil oksigen dari luar dan berkurangnya kapasitas paru.
Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan
otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan retraksi
dada. Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh
dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan
bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan
peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen
bronkus sehingga timbul peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus
I.
Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama,
maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah
dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai bebas demam selama 4 5 hari.
Adapun berapa pengobatan secara medis atau penatalaksanaan yang dapat
dilakukan yaitu :
1.
2.
3.
4.
Bed rest
Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Pemberian antibiotik sesuai yang berikan :
a. Untuk kasus pneumonia community base :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Cefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberia
- Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
- Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
5. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
6. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka
pasien harus dipuasakan.
J.
Penatalaksanaan Keperawatan
J.1 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan keseimbangan cairan
5. Intoleransi aktivitas
1.
Diagnosa
Keperawatan
Bersihan jalan
Perencanaan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Tujuan : setelah
Intervensi
Rasional
1. Kaji frekuensi,
1. Takipnea biasan
dilakukan tindakan
keperawatan
diharapkan masalah
bersihan jalan nafas
tidak efektif teratasi,
dengan kriteria hasil:
1. Menyatakan/m
enunjukkan
hilangnya
dispnea
2. Mempertahank
an jalan nafas
paten dengan
bunyi nafas
bersih/tidak
ada ronchi
3. Mengeluarkan
sekret tanpa
kesulitan
4. Menunjukkan
perilaku untuk
memperbaiki/
mempertahank
an bersihan
jalan nafas
2.
3.
4.
5.
6.
kedalaman, dan
rasio inspirasiekspirasi
Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya
bunyi nafas.
Misalnya : mengi,
krekels, dan ronki.
Posisikan bagian
bantal pasien lebih
tinggi (semi
fowler)
Berikan minuman
hangat sedikitsedikit tapi sering
Lakukan fisioterapi
dada bila
diperlukan
Kolaborasikan
dengan tim
kesehatan lain
untuk pemberian
bronchodilator dan
mukolitik untuk
mencairkan dahak
sehingga mudah
dikeluarkan
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 3
1. Monitoring BB
pasien dalam
1.
kondisi pasien
2. Mencegah
berhubungan
dengan
menurunnya
intake makanan
3.
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
perubahan
membran
alveolus kapiler
x 24 jam kebutuhan
nutrisi pasien
tercukupi dengan
kriteria hasil:
1. Adanya
rhupeningkata
n berat badan
sesuai dengan
tujuan
2. Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan
3. Mampu
mengidentifika
si kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada
tanda tanda
malnutrisi
5. Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
diharapkan pertukaran
gas pada pasien
normal, dengan
kriteria :
1. Menunjukkan
perbaikan
ventilasi dan
oksigenasi
adekuat
dengan GDA
dalam rentang
normal dan
bebas gejala
distres
pernafasan
2. Berpartisipasi
dalam program
batas normal
2. Anjurkan diet
makanan tinggi
serat
3. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan nutrisi yang
dibutuhkan
terjadinya
konstipasi pada
pasien
3. Supaya nutrisi
yang diberikan
untuk pasien
tercukupi
4. Supaya keluarg
dapat mengetah
nutrisi yang
dibutuhkan pasi
saat ini apa saja
pasien.
4. Libatkan
keluarga dalam
pemberian
nutrisi
1. Kaji ratarata,kedalaman,
irama, dan usaha
pernafasan
2. Kaji secara rutin
warna kulit,
membran mukosa
dan kuku
3. Pantau status
pernapasan tiap 4
jam, hasil GDA,
intake, dan output
4. Posisikan pasien
dengan kepala
tempat tidur lebih
tinggi (semi
fowler)
5. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan
lain pemberian
oksigen dengan
benar sesuai
1. Mengidentifika
distress pernapa
2. Melihat adanya
sianosis sentral
perifer. Sianosis
sentral
menggambarka
beratnya
hipoksemia
3. Mengidentifika
progres kondisi
pasien
4. Meluaskan
ekspansi paru d
mengurangi
dispneu
5. Mengurangi beb
otot-otot
pernapasan
6. Bronkodilator
membantu
membuka jalan
pengobatan
dalam
kemampuan/sit
uasi
Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit
berhubungan
dengan kehilngan
cairan berlebih,
penurunan
masukan oral.
Tujuan: Menunjukkan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
insufisiensi
oksigen untuk
aktifitas hidup
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan
Kriteria Hasil:
1. Intake dan
output yang
adekuat
2. Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
3. Tugor kulit
baik
toleransi terhadap
aktifitas.
Kriteria Hasil :
1.
Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
2.
Menunjukkan
peningkatan
toleransi
terhadap
dengan indikasi
6. Kolaborasikan
dengan tenaga
kesehatan lain
untuk pemberian
bronkodilator
1. Kaji perubahan
tanda tanda
vital
2. Kaji turgor
kulit,
kelembaban
membran
mukosa
3. Catat laporan
mual dan
muntah
4. Pantau
masukan
halauan urine
5. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
1. Evaluasi respon
pasien terhadap
aktivitas
2. Berikan lingkungan
yang tenang dan
batasi pengunjung
selama fase akut
3. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam
rencana pengobatan
dan perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
4. Bantu aktivitas
perawatan diri yang
nafas
1.
2.
3.
4.
1. Untuk
menunjukka
adanya
kekurangan
adanya
kekurangan
cairan sistem
2. Indikator
langsung
keadekuatan
masuk caira
3. Adanya geja
ini menurun
masukan or
4. Memberikan
informasi
tentang
keadekuatan
volume cair
dari kebutuh
penggantian
5. Memperbaik
status
kesehatan
Menetapkan
kemampuan atau
kebutuhan pasien d
memudahkan pilih
intervensi
Menurunkan stres
rangsangan
berlebihan,
meningkatkan istir
Tirah baring
dipertahankan untu
menurunkan untuk
menurunkan
kebutuhan metabo
Meminimalkan
kelelahan dan
aktifitas
diperlukan
membantu
keseimbangan sup
dan kebutuhan
oksigen
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta:
Salemba Medika.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta :EGC
Reeves J Charlen. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009.Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Smeltzer, suzanna C. 2002. Buku Ajar ILmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi ke
4. Jakarta: Internal Publishing