Anda di halaman 1dari 25

Tugas Paper

PEMANASAN GLOBAL, PERUBAHAN IKLIM


HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT MUNTABER

Oleh
AWALUDDIN HIDAYAT RAMLI INAKU
101314353001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur
rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Global warming (pemanasan
global), terjadi akibat adanya peningkatan kadar gas rumah kaca
(greenhouse gases) dilapisan troposfer (biosfer) seperti CO 2, uap air,
metan, nitrous oxide, halocarbon dan lainnya, yang menyebabkan
peningkatan rata-rata tenperatur global dipermukaan bumi, baik daratn,
lautan maupun udara biosfer (Mukono, 2011)
Dampak dari global warming atau pemanasan global ini sangat
banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim
dimana

sebagian

belahan

dunia

mengalami

musim

hujan

yang

berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim


panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah
mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan
menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan
ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia
(OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim,
dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul
dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease).
Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini
seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga
penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung
maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010).
Perubahan iklim yang diakibatkan oleh Global Warming dapat
mempeganruhi kualitas air. Air merupakan unsur yang vital dalam
kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air,
2

karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia.
Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat
dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit.
Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia
sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu,
kecenderungan

yang

terjadi

sekarang

ini

adalah

berkurangnya

ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya


populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga
ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Seperti yang disampaikan
Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia
(FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih
dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru
menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh
lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah
menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan
yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah
berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa
akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap
hari

oleh

penyakit

yakni

penyakit

waterbornedisease

diantaranya

muntaber dan diare . Begitu peliknya masalah ini sehingga para ahli
berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi pertarungan
untuk memperbuatkan air bersih ini. Sama halnya dengan pertarungan
untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.
Muntaber merupakan gangguan pencernaan yang menyebabkan
seseorang mengalami muntah dan berak secara bersamaan atau
terpisah. Jika gangguan pencernaan yang satu ini tidak segera diatasi
maka bisa dengan cepat membawa seseorang pada kondisi yang
membahayakan jiwanya, Muntaber bisa disebabkan oleh kuman, bakteri,
atau virus. Muntaber juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi saluran
nafas atau radang tenggorokan, infeksi saluran kemih (kencing) dan
penyakit tifus. Akan tetapi, yang paling sering menyebabkan muntaber

adalah bakteri Eschericia coli (E.coli) yang menyerang usus. Biasanya


muntaber terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang sudah
tercemar dengan bakteri E.coli dan saat itu daya tahan tubuhnya sedang
turun (tidak fit).
Berkaitan dengan krisis air yang diakibatkan oleh global warming
dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya kesehatan
yang berhubungan tentang waterborne disease seperi halnya muntaber ini
maka diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan
tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air. Ramalan itu
dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United
Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco).
Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak
yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang
merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.
Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan
oleh pengelolaan air dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio dan
cacingan. Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadiaan
diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan
terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima
tahun.

Data

dari

Direktorat

Penyehatan

Lingkungan

Departemen

Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang


diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angka
tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75
per 100.000 penduduk. Kematian anak berusia di bawah tiga tahun 19 per
100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya-salah satu
penyebab kematian anak (lainnya karena ISPA/infeksi saluran penapasan
akut, dan komplikasi sebelum kelahiran) -data dari Profil Kesehatan
Indonesia, 2003. Sedangkan untuk kejadian tipus di Indonesia adalah
350-810 per 100.000 penduduk. Studi klinis rumah sakit menunjukkan
bahwa angka kesakitan tipus adalah 500 per 100.000 penduduk dan laju
4

kematian adalah 0,6%-5%. Kematian akibat polio telah terjadi di Indonesia


(di Provinsi Jawa Barat) pada seorang anak laki-laki berusia di bawah dua
tahun. Selain itu, prevalensi cacingan di Indonesia adalah 35,3 %.
Kerugian ekonomi sekitar 2,4 % dari GDP atau 13 dollar AS per bulan per
rumah

tangga

(studi

Asian

Development

Bank

1998).

Penyakit yang paling sering menyerang saat krisis air bersih melanda
adalah diare. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak
(muntaber) ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia,
artinya terjadi terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun
di pedesaan.
Dari latar belakang di atas bahwa penting bagi kita untuk menjaga
lingkungan dari krisis air bersih terlebih lagi efek pencemaran yang timbul
dari

masalah

pemanasan

global

karena

secara

langsung

dapat

mempengaruhi kesehatan manusia, terlebih lagi masalah waterborne


disease sperti halnya penyakit muntaber dan diare yang saat ini marak
dikalangan masyarakat indonesia.

BAB II
ISI
2.1. Pemanasan Global (Global Warming)
Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan ratarata suhu bumi yang disebabkan oleh adanya polusi udara, sehingga
terjadinya pencemaran lapisan udara (atmosfer) dan kerusakan pada
ozon (lapisan udara yang melindungi bumi dari pancaran langsung sinar
ultraviolet). Pemanasan global sudah berlangsung selama satu abad,
namun samapai sekarang pemanasan global atau global warming ini
belum bisa teratasi. Hal ini Karena terjadinya peningkatan emisi gas
secara terus menerus, sehingga suhu bumi terus meningkat. Sementara
panas yang terdapat dibumi sebagian besar menetap di lapisan udara dan
tidak bisa dikeluarkan ke angkasa. Sehingga suhu bumi meningkat, siang
dan malam tetap panas.

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari


Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang
pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi.
Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan
kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah
kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus
menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus
meningkat (Anonim, 2010).
Sementara menurut laporan IPCC bahwa terjadinya pemanasan
global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung
jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti
penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan
prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling
ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi
manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif
terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia
sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan
meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah
kaca.

Selain

itu,

meningkatnya

populasi

di

dunia

menyebabkan

bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia


dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.
Organisasi

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

tidak

dapat

menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena


semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau
Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan

yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global


Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut
tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global
Warming). Artikel yang berjudul Potensi dan Penyebab Global Warming
akan mencoba untuk menguraikan seberapa besar potensi terjadinya
global Warming serta apa yang menyebabkan terjadinya Global Warming.
2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Berdasarkan laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate


Change ; suatu badan antar pemerintah yang bertugas menilai informasiinformasi ilmiah, teknis serta informasi sosio-ekonomi terkait dengan
pemahaman terhadap dasar-dasar ilmiah resiko perubahan iklim, dampak
potensialnya serta opsi-opsi untuk adaptasi dan mitigasi) ke-4 tahun 2007
(IPCC, 2007), pemanasan sistem iklim dipastikan telah terjadi yang

dibuktikan melalui pengamatan-pengamatan terhadap meningkatnya suhu


udara dan suhu laut rata-rata global, meluasnya pelelehan salju dan es,
serta

meningkatnya

ketinggian

permukaan

laut

rata-rata

global.

Meningkatnya suhu bumi ini telah terjadi sejak 157 tahun yang lalu,
dimana pemanasan pada abad-abad terakhir terjadi dalam dua tahap,
yaitu dari tahun 1910-an hingga 1940-an dengan kenaikan suhu sebesar
0,35oC, dan pemanasan yang lebih kuat mulai dari tahun 1970-an hingga
akhir tahun 2006 dengan kenaikan suhu sebesar 0,55 oC. Pemanasan
sebesar itu telah menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun
salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti
kemarau, presipitasi berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis.
Penyebab terjadinya pemanasan global yang memicu berubahnya
iklim bumi juga dikaji oleh IPCC yang menyatakan bahwa kegiatan
9

manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global.


Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan
yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh
kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan.
Gas-gas rumah kaca (GRK) terpenting yang menimbulkan pemanasan
global tersebut adalah karbon dioksida, metan, nitrous oksida, termasuk
sulfur hekasafluorida, hidrofluorokarbon dan perfluorokarbon. Gas-gas ini
menimbulkan efek rumah kaca pada bumi, yang meningkatkan suhu bumi
dan menimbulkan perubahan iklim.
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam periode waktu yang
panjang pada suatu wilayah tertentu. Ilmu yang mempelajari iklim disebut
Klimatologi. Pengenalan cuaca dan iklim menyangkut semua peristiwa
yang terjadi di atmosfir yang diantaranya radiasi surya, suhu udara,
tekanan udara, angin, hujan dan awan, kelembaban udara, penguapan,
keseluruhannya disebut juga unsur-unsur cuaca. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi untuk daerah yang sempit atau disekitar lokasi usaha tertentu
disebut iklim mikro (micro climate) (Darsiman, 2007). Perubahan iklim
dapat mencairkan es di kutub, terjadi perubahan arah dan kecepatan
angin, meningkatkan badai atmosfir, seperti angin puting beliung,
gelombang pasang, meningkatkan intensitas petir, perubahan pola
tekanan udara, perubahan pola curah hujan (banjir dan longsor serta
kekeringan), dan siklus hidrologi, serta perubahan ekosistem, hingga
bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit. Dampak dari banjir
dan longsor terjadi erosi yang merusak lahan-lahan subur, terjadinya
sedimentasi di sungai, danau dan laut, pendangkalan sungai yang makin
mempermudah banjir. Kenaikan permukaan air laut baik oleh sedimentasi
maupun oleh mencainya es di kutub, akan terjadi intrusi air laut. Intrusi
berakibat air tanah menjadi asin yang dapat merusak tanah dan tanaman.
Yang lebih mengerikan lagi laut akan merendam lahan pertanian di
dataran rendah serta pemukiman penduduk.

10

2.3. Gas Rumah Kaca


Gas-gas Nitrogen dan Oksigen yang dikandung oleh atmosfer tidak
menyerap maupun melepaskan radiasi panas. Adapun yang menyerap
radiasi panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi adalah uap air,
karbon dioksida, dan beberapa gas dalam jumlah kecil lainnya yang
terdapat di atmosfer. Penyerapan ini menyebabkan penyelimutan
sebagian yang menimbulkan perbedaan suhu sekitar 21 oC dari suhu ratarata bumi sebenarnya. Peristiwa penyelimutan ini dikenal dengan efek gas
rumah kaca alami serta gas-gas yang berperan di dalamnya disebut
dengan gas-gas rumah kaca. Efek ini disebut alami karena seluruh gas
yang ada di atmosfer (kecuali klorofluorokarbon-CFCs) terdapat di
atmosfer secara alami, jauh sebelum adanya manusia di bumi (IPCC,
2007).

Efek rumah kaca alami ditimbulkan oleh uap air dan gas karbon
dioksida di atmosfer dalam jumlahnya yang alami. Jumlah uap air di
atmosfer sangat bergantung dengan suhu permukaan air laut dan tidak
dipengaruhi secara langsung oleh kegiatan manusia. Lain halnya dengan
karbon dioksida, dimana jumlah gas ini telah berubah secara substansial,
yaitu sekitar 30 persen sejak revolusi Industri, akibat kegiatan industri dan

11

penghilangan jumlah hutan. Peningkatan jumlah karbon dioksida memicu


terjadinya pemanasan global permukaan bumi dengan meningkatnya efek
rumah kaca.
Energi radiasi matahari yang sampai kebumi sebagian besar
berupa radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika
energi ini sampai kepermukaan bumi, energi ini berubah dari cahaya
menjadi panas dan menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan
memantulkan kembali sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa, sebagiannya tetap terperangkap di
atmosfir bumi. Gas-gas tertentu di atmosfir termasuk uap air, CO 2, CH4
menjadi perangkap radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan bumi. Gas-gas tersebut berfungsi sebagai
kaca dalam rumah kaca, mampu ditembus radiasi gelombang pendek
tetapi tidak mampu ditembus radiasi gelombang panjang, sehingga gasgas ini dikenal sebagai gas rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfir, semakin banyak panas yang
terperangkap dibawahnya. Semua kehidupan di bumi tergantung pada
efek rumah kaca ini, karena tanpanya planet ini akan sangat dingin
sehngga es akan menutupi seluruh permukaan bumi. Akan tetapi bila gasgas ini semakin banyak di atmosfir, akibatnya adalah pemanasan bumi
yang terus berlanjut.
Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang
memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas
yang dilepaskan oleh permukaan bumi. Gas rumah kaca yang paling
penting adalah uap air, namun perubahan jumlahnya di atmosfer tidak
berkaitan langsung dengan kegiatan manusia. Gas-gas rumah kaca yang
penting yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan manusia adalah karbon
dioksida, metan, nitrous oksida, klorofluorokarbon dan ozon.
Tabel 1. Jenis-jenis GRK berdasarkan sumber-sumbernya

12

Gas Rumah Kaca


Karbon dioksida (CO2)

Sumber
Pembakaran

Metan (CH4)

transportasi, deforestasi, pertanian


Pertanian, perubahan tata guna lahan,
pembakaran

bahan

bakar

biomassa,

fosil,

tempat

Nitrous oksida (N2O)

pembuangan akhir sampah, industri


Pembakaran bahan bakar fosil,

Hidrofluorokarbon (HFCs)

industri, pertanian
Industri manufaktur, industri pendingin

Perfluorokarbon (PFCs)

(freon), penggunaan aerosol


Industri manufaktur, industri pendingan

Sulfur heksafluorida (SF6)

(freon), penggunaan aerosol


Transmisi listrik, manufaktur, industri
pendingin (freon), penggunaan aerosol

Sumber : KLH (2004)


Dengan demikian, Secara garis besar efek rumah kaca disebabkan
oleh keberadaan CO2, CFC, metan, ozon, dan N2O di lapisan troposfer
yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan
bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan
menimbulkan fenomena pemanasan global.
Secara umum, kegiatan-kegiatan di Indonesia yang mempengaruhi
terjadinya perubahan iklim berasal dari sektor energi, kehutanan,
pertanian dan peternakan, serta sampah.
Tabel 2. Emisi GRK dari sektor-sektor tersebut di Indonesia berdasarkan
inventarisasi GRK
Sumber
Total energi
Proses industri
Pertanian
Perubahan tata

CO2 (kT)
170,02
19,12
559,47

CH4 (kT)
2,40
3,24
367

guna lahan dan


kehutanan

13

N2O (kT)
5,72
0,51
52,86
2,52

CO2eq (kT)
220,2
19,15
71,35
567,33

%
24,84
2,16
8,05
64

Sampah
Total

748,61

402
774,64

61,61

8,44
886,47

0,95
100

Sumber : KLH (1994)

2.4. Muntaber
2.4.1. Definisi Muntaber
Penyakit Muntaber atau Vibrio Parahaemolyticus Enteritis adalah
keadaan di mana seseorang menderita muntah-muntah disertai buang air
besar berkali-kali. Kejadian itu dapat berulang tiga sampai lebih sepuluh

14

kali dalam sehari. Terjadi perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja,
melembek sampai mencair, yang kadang juga mengandung darah atau
lendir.
2.4.2. Faktor Penyebab Kejadian Muntaber
a. Faktor Agent
Penyebab utama penyakit muntaber adalah peradangan usus oleh
bakteri, virus, parasit lain (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan
atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia serta
kurang gizi, misalnya kelaparan atau kekurangan protein. Bakteri E. coli
adalah

penyebab

penyakit

muntaber,

E.

coli

yang

merupakan

penyingkatan dari Escherichia coli sebenarnya adalah bakteri yang dari


dahulu kala sudah ada di dalam tubuh manusia khususnya di dalam
sistem pencernaan dan tidak menimbulkan penyakit.
Bakteri ini ditemukan oleh seorang seorang pakar bakteriologi
Jerman bernama Theodor Escherich pada tahun 1885. Sebagian besar
dari ratusan jenis E. coli ini hidup di dalam saluran pencernaan manusia
tanpa

menimbulkan

gangguan

dan

hidup

rukun

ini

dinamakan

commensalism. Namun pada tahun 1982 terjadi kegemparan di kalangan


medis, karena E. coli ini sudah mengalami mutasi (perubahan sifat) dan
menimbulkan letupan kasus diare di Oregon dan Michigan (AS) dengan
47 orang penderita dewasa dan anak-anak. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium awal mulanya petugas kesehatan mengalami kebingungan
karena tidak ditemukan bakteri patogen (yang menyebabkan penyakit)
dan hanya didapatkan bakteri E. coli yang memang dianggap lumrah
berada di saluran cerna. Selain itu, penyakit muntaber juga dapat
disebabkan oleh virus Vibrio parahaemolyticus yang termasuk jenis vibrio
halofilik dan telah diidentifikasi ada 12 grup antigen O dan sekitar 60 tipe
antigen K yang berbeda. Strain patogen pada umumnya (tetapi tidak
selalu) dapat menimbulkan reaksi hemolitik yang khas (fenomena
Kanagawa). Masa inkubasi Vibrio parahaemolyticus biasanya antara 12
24 jam, tetapi dapat berkisar antara

4 30 jam.

15

b. Faktor Host
1. Usia: penyakit muntaber memang menyerang anak-anak,
terutama pada usia dua hingga delapan tahun. Mereka mudah
tertular karena daya tahan tubuhnya belum sekuat orang
dewasa.
2. Jenis Kelamin: laki-laki dan juga perempuan
3. Ras: Di negara yang lingkungannya kurang bersih,seperti
negara berkembang
c. Faktor Environment
Kondisi lingkungan yang kurang bersih dan sehat sehingga masih
ada penyebab bakteri muntaber selain itu kurangnya kesadaran sosial
terhadap kebersihan dan makanan yang dikonsumsi terkontaminasi
bakteri. Sistem sanitasi yang tidak terjaga dengan baik juga memudahkan
kuman untuk berkembang biak. Hujan yang terus menerus sehingga
menimbulkan banjir dan lingkungan menjadi kotor, sangat potensial
menimbulkan wabah muntaber.
2.4.3. Proses Penularan
Penularan penyakit muntaber adalah :
a. Melalui

cairan

dari

mulut

(muntah),yang

kurang

bersih

membersihkanya
b. Melalui secret dari anus yang belum bersih,dan air yang
dikunakan ikut tercemar karena muntaber menyebar melalui air

2.4.4. Transmisi
Muntaber memang sangat mudah menular, Terutama melalui air.
Sehingga bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit muntaber atau
tetangga yang kena muntaber usahakan untuk mencegah faktor
penularan tersebut.
2.5. Krisis Air Bersih

16

Krisis air bersih merupakan salah satu masalah utama terjadinya


kejadian penyakit Muntaber, Berdasarkan data WHO (2000), diperkirakan
terdapat lebih 2 milyar manusia per hari terkena dampak kekurangan air di lebih
dari 40 negara didunia. 1,1 milyar tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4
milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050
diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air
bersih (Gardner-Outlaw and Engelman, 1997 dalam UN, 2003). Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih
menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus
naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air
bersih

cenderung

melambat

(berkurang)

akibat

kerusakan

alam

dan

pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air
bersih (Suara Pembaruan 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa
mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari
total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan.
Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air
yang tak layak secara kesehatan. Untuk persentase akses daerah pedesaan
terhadap sumber air di Indonesia lebih rendah daripada beberapa negara
tetangga seperti Malaysia. Di Malaysia, tingkat akses sumber air di pedesaan
mencapai 94 persen. Di negara Indonesia yang kaya sumber daya air ini, angka
akses pedesaan terhadap air bersih hanya menyentuh level 69 persen, lebih
rendah dari Vietnam yang telah mencapai 72 persen. Pada akhir PJP II (2019)
diperkirakan jumlah penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan
konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai
18,775 miliar liter per hari. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan
melonjak sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan
untuk produksi pangan naik 100%.
Pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di Pulau Jawa diperlukan
setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan potensi ketersediaan
air, baik air tanah maupun air permukaan hanya 30,569 miliar meter kubik. Ia
mengingatkan, pada tahun 2015 krisis air di Pulau Jawa akan jauh lebih parah
karena diperkirakan kebutuhan air akan melonjak menjadi 164,671 miliar meter
kubik.

Sedangkan

potensi

ketersediaannya

cenderung

menurun.

Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, masih banyak warga yang belum

17

mendapatkan fasilitas air bersih. Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran


rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Seiring dengan

pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa,
maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi
tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik
air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun
2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru
mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga
Jakarta. (Kompas, 20 Juni 2005).

2.6. Penyebab Krisis Air Bersih


2.6.1. Perilaku Manusia
Kodoatie dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya
Air Terpadu mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air adalah perilaku
manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna
lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar
masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi
tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan
persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan
air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.
Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan
sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan.
Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam
kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan
pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak
tergerak

untuk

mengatasi

masalah

air

minum

secara

bersama.

Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.
Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia
semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya

18

pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis


terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi
kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain
kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula
sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak
disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih
tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan
sanitasi dasar.
Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada
sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air.
Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10
meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari satu juta.
Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi
yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan
jutaan penduduk.
2.6.2. Pemanasan Global (Global Warming)
Salah satu Penyebab terjadinya krisis air bersih sangat banyak,
diantaranya

disebabkan

oleh

kejadian

pemanasan

global

(Global

Warming), Global Warming Pemanasan global telah memicu peningkatan


suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub,
berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak
buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah
tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk
mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami
penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju yang dibutuhkan
untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan
kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya yang benar, maka
yang terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau, salju justru

19

akan mengalami penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi


masalahnya sendiri ketika airnya tidak lagi membeku.
Air akan mengalami penguapan yang jauh lebih lambat ketika
permukaannya tertutup es, sehingga ada lebih banyak air yang tersisa
dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi pembekuan yang lebih sedikit,
artinya semakin banyak air yang dilepaskan ke atmosfir. Maka, ketika
gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan
kehilangan sumber air.
Pencemaran Air Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air
bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat
besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari,
dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan
penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan
prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami
pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan
dengannya.
Hilman Masnellyarti, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi
Sumber

Daya

Kementerian

Alam

Negara

dan

Pengendalian

Lingkungan

Hidup

Kerusakan

Lingkungan

mengungkapkan

bahwa

kelangkaan air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai.


Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik
hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare dan muntaber.
2.6.3. Penggundulan Hutan
Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan
hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih.
Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment
area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua
20

wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu


maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam
fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja
diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh
Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan
14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang
sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah
hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di
luar kawasan hutan.

BAB III

21

PENUTUP

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa global


warming memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia di Dunia
yakni penyakit waterborne disease diantaranya adalah penyakit muntaber,
penyakit muntaber adalah keadaan di mana seseorang menderita
muntah-muntah disertai buang air besar berkali-kali, proses terjadinya
penyakit tersebut disebabkan oleh tiga hal yakni faktor Host, agent dan
envorionment, dalam pembahasan paper ini, faktor lingkungan memiliki
pernanan penting dalam terjadinya penyakit muntaber, dimana krisis air
bersih merupakan peenyebab utama terjadinya penyakit, hal-hal yang
menjadi penyebab terjadinya krisis air bersih yakni perilaku manusia ,
kejadian pemanasan global dan penggundulan hutan,
Perilaku manusia yang tidak memiliki cukup pengetahuan untuk
menjaga kebersihan sumber air minum rumah tangga, Masyarakat pada
umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat
rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air
baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari,
termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah.
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan
pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi
masalah air minum secara bersama
Adapun menurut Hilman Masnellyarti (Deputi Bidang Peningkatan
Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup hubungan antara krisis air bersih
dengan kejadian pemanasan global) mengungkapkan bahwa kelangkaan
air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai.
Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik
22

hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare dan muntaber dan
juga Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan
merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih.
Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment
area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua
wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu
maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam
fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.

23

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Siti, Pudji R., Widianto, Tri, dan A., Trisni. 2008. Penggunaan Teknologi
Membran pada Pengelolaan Air Limbah Industri Kelapa Sawit. www.bblklibtang.go.id/eng/admin/upload/TEKNOLOGI ME

Aprimadini, Eva. 2009. Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya


,
DenganPengendalian
Pencemaran
Air.
http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahaniklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret
2011.
Aulia, 2010. Waspada Pengaruh Global Warming Terhadap Indusri
Perunggasan. Poulty Indonesia.
Bogor.Sutisna, S. dan Manurung, P. 2002. Pemantauan Perubahan
Permukaan Air Laut akibat Global Warming dan Dampaknya
terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis
http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/fig2-12.htm. Diakses pada
8 Mei 2007.
Courtesy
U.S.
Global
Change
Research
http://science.howstuffworks.com/environmental/greenscience/global-warming2.htm.

Programe

Fahri, 2009. Global Warming : Definisi, Sebab, Akibat, Dan Solusinya.


Fahripeblog.wordpress.com. diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.
Kementerian Lingkungan Hidup. 1999. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo Peraturan
Pemerintah No.85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP 18 Tahun 1999.

Kementrian Lingkungan Hidup Repubk Indonesia. 2009. Gas Rumah


Kaca dalam Angka. Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi
Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup : Jakarta.

24

KLH (1994) disitus Aprimadini, Eva. (2009). Perubahan Iklim Global Dan
Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air.
KLH. 1999. Indonesia National Action Plan for Climate Change. KLH,
Jakarta.Kurnia, U., J. Sri Adiningsih., dan A. Abdurachman. 2004.
Strategi Pencegahan dan Penaggulangan Pencemaran Lingkungan
Pertanian.
Mukono. Aspek Kesehatan Pencemaran Udara. 2011. Surabaya
RAPNI. 2007. Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan
Iklim. Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai