Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinitis pigmentosa (RP) adalah distrofi retina herediter yang disebabkan
oleh hilangnya fotoreseptor secara progresif dan ditandai dengan deposit pigmen
retina yang terlihat pada pemeriksaan fundus (Hamel, 2003). Terdapat lebih dari
35 gen atau lokus yang dapat menyebabkan nonsyndromic RP. RP dapat
diturunkan dengan autosomal dominan, autosomal resesif, atau X-linked.

X-

linked RP dapat resesif, mengenai terutama laki-laki, atau dominan mengenai


laki-laki ataupun perempuan meskipun perempuan terkena ringan. Menurut data
penelitian, retinitis pigmentosa terjadi pada 1 dari 5000 penduduk di seluruh
dunia. Penyakit ini dapat menyerang orang dewasa, lebih sering dewasa muda,
meskipun dapat juga ditemukan terjadi pada anak-anak sampai pertengahan usia
40-50 tahun (Telander, 2007).
Gejala klinis retinitis pigmentosa adalah buta senja didahului penglihatan
terowongan untuk beberapa tahun atau dekade. Disusul dengan berkurangnya
lapang penglihatan perifer yang berakhir dengan hilangnya penglihatan sentral.
Pasien penyakit ini biasanya mengalami kebutaan setelah usia 40 tahun. Penyakit
ini tidak bisa diobati dengan obat-obatan. Obat hanya dapat memperlambat
progresivitas penyakit (Ilyas, 2007).
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis retinitis pigmentosa
pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
1.2 Rumusan Masalah
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan retinitis
pigmentosa?
1.3 Tujuan
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan retinitis
pigmentosa
1.4 Manfaat

1.4.1

Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya retinitis


pigmentosa

I.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang


mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata

BAB II

STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama

: Tn.K

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Umur

: 50 tahun

Alamat

: Wajak

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Status

: Duda

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal Periksa : 11 Januari 2012


No. RM

: 277904

2.2 Anamnesis
1.
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur
2.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur sejak + 6 bulan yang lalu.
Awalnya penglihatan hanya dapat melihat warna hitam dan putih saja,
kemudian semakin kabur dan memberat 2 bulan terakhir ini. Pasien
merasakan sejak satu minggu yang lalu penglihatan kedua matanya
menjadi gelap, sehingga sering menabrak-nabrak saat berjalan, aktivitas
sehari-harinya terganggu dan bila berjalan harus dituntun. Riwayat halo
(-), cekot-cekot (-), kemeng (-), nyeri (-), mual (-), muntah (-), pusing (-),
silau (-), sekret (-), belekan (-), mata merah (-), trauma (+).
3.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama
Hipertensi (-), DM (-)
4.
Riwayat Penyakit Keluarga
:
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.
Tidak ada keluarga yang buta
Hipertensi (-), DM (-)
5. Riwayat Pengobatan
: Belum pernah berobat, tidak ada riwayat
pengobatan jangka panjang
2.3 Status Oftalmologis
OD

Pemeriksaan Mata

OS

1/300

Visus

LP (+)

N/P

TIO

N/P

Ortophoria

Kedudukan

Ortophoria

Pergerakan
Hiperemi (-), Edema (-),
Spasme (-), Sikatriks (-)
Hiperemi (-) CI (), PCI
(), jaringan
fibrovaskular (-)
Putih
Jernih, Edema(-),
infiltrate (-), Arkus
senilis (+)
Dalam
Normal
Sentral, round, Reflek
cahaya (+),
3 mm

Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Kornea
COA
Iris
Pupil

Hiperemi (-), Edema (-),


spasme (-),Sikatriks (+)
Hiperemi (-)CI (), PCI
(), jaringan
fibrovaskular (-)
Putih
Jernih, Edema (-),
infiltrate (-), Arkus
senilis (+)
Dalam
Normal
Sentral, round,Reflek
cahaya (+)
3 mm

Jernih

Lensa

Jernih

LP berkurang

Tes konfrontasi

LP berkurang

Funduskopi:
Fundus reflex: +/+
Papil nervus II: bulat +/+, batas tegas +/+, pucat +/+
Bone Spicule Pigmentation +/+
2.4 Diagnosis
ODS Retinitis Pigmentosa
2.5 Penatalaksanaan
Planning Diagnosis
: Electroretinogram (ERG),
Planning Therapy
:
Vitamin A Palmitate 15.000 I.U 1x1
Kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan tambahan diet

dengan Zinc.
Kontrol 1 bulan lagi

2.6 Rencana Monitoring

Pengukuran lapang pandang secara teratur

Pemeriksaan retina dengan oftalmoskop secara teratur

Keluhan subjektif

2.7 KIE

Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya

Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan

Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul

Menjelaskan prognosis penyakit pasien

Menjelaskan tentang kemungkinan penyakit menurun pada anaknya

2.9 Prognosis
Ad vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam

: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

BAB III
TELAAH KASUS
3.1. Anatomi Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,
dan berakhir di tepi ora serrata.

Gambar 1. Anatomi retina


Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
vitreous.
2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf
ke arah saraf optic.
3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan
sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
8.

Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.


10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid

Gambar 2. Lapisan retina


Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi
dalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid.

Gambar 3. Gambaran retina normal


3.2. Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf
yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf

retina melalui saraf optikus dan

akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman

penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan
sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton
cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang
separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa
abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan.
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika
senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan
malam oleh fotoreseptor batang.

3.3 Retinitis Pigmentosa


3.3.1 Definisi
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan
(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang
berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam
hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan
penglihatan sentral (central vision loss).

3.3.2 Epidemiologi
Retinitis pigmentosa mempengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh
dunia. Usia penderita RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda, meskipun
dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30-an
sampai 50-an.
3.3.3 Penyebab
Retinitis pigmentosa adalah kumpulan dari banyak penyakit genetik yang
berbeda yang mengakibatkan hilangnya sel-sel fotoreseptor secara progresif dan
kehilangan penglihatan terkait, sehingga etiologi dari penyakit ini sangat
bervariasi. Jalur akhir yang umum dari semua penyakit ini adalah kematian sel
fotoreseptor (sebagian besar batang fotoreseptor). Penelitian telah menunjukkan
bahwa kematian fotoreseptor ini dapat disebabkan oleh defek molekuler pada
lebih dari seratus gen yang berbeda, diantaranya :
a. Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
b. Di AS, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi
pada

"the

gene

for

rhodopsin"

(gen

pembentuk

rhodopsin/red

photopigment), sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point.


c. Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi
pada

beta-phosphodiesterase,

phototransduction cascade.

3.3.4 Patofisiologi

suatu

protein

penting

pada

10

Retinitis pigmentosa secara khas dipercaya sebagai suatu distrofi (kelainan


degeneratif, biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana
defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di
fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal
pigment epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut.
Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat
menyebabkan RP. Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian
sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang
ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen
luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini
berlangsung di mid perifer retina. Daerah retina ini menggambarkan apoptosis sel
dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar. Dalam banyak kasus, proses
degenerasi cenderung memburuk di bagian inferior retina,

karena itu

menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).
Akhir dari retinitis pigmentosa adalah kematian secara khas fotoreseptor
sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss).
Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka
hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi
(peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang
dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan

11

sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.
3.3.5 Manifestasi Klinis
Menurut Prof. Sidharta Ilyas (2007):
1. Sukar melihat di malam hari.
2. Lapang penglihatan menyempit.
3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):
5. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
6. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
7. Dapat berkembang menjadi kebutaan.
Menurut Myron Yanoff (1998):
8. Penurunan penglihatan malam hari (nyctalopia) dan penurunan penglihatan
warna (buta warna)
9. Kehilangan penglihatan perifer
10. Penglihatan kabur
11. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule formation"
di retina perifer
12. Terdapat area atrofi pigmen retina
13. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar
attenuation)
14. Optic nerve "waxy" pallor
15. Pigmented cells di vitreous
16. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification
17. Edema macular sistoid
18. Membran epimakular
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007)
mengusulkan lima hal khas pada RP:
a.) Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness,
mooneye).

12

Merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai


hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP. Pasien
biasanya mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari atau di
tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan
yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop). Pasien juga
merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi
berdebu, atau berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu
yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
b.) Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral

vision

loss

seringkali

tanpa

gejala/keluhan.

Bagaimanapun juga, beberapa pasien memperhatikan hal ini dan


melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision). Pasien
biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja,
kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan
perifer misalnya: tenis, basket. Kehilangan penglihatan biasanya tanpa
disertai rasa sakit dan berkembang secara perlahan.
c.) Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar
kecil atau kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu
sebagai cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering),
berkedip-kedip (blinking).
d.) Riwayat dan silsilah keluarga dan pemeriksaan anggota keluarga yang
teliti dapat sangat membantu.
e.) Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui
adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.
f.) Khas:
(1) Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian
perifer retina. (2) Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang
dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan. (3) Sel dalam
badan kaca dengan papil pucat.

13

3.3.6 Diagnosa
Penegakan diagnosa retinitis pigmentosa, selain melalui anamnesa keluhan
penderita sesuai manifstasi klinis yang

telah disebutkan sebelumnya, dapat

dilakukan dengan melakukan pemeriksaan oftalmoskop.

Gambar 3.3 : Gambaran fundus pada mata penderita retinitis pigmentosa

Gambaran fundus pada RP :


Bone spicules
Terdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation dalam pola
yang karakteristik.
Optic nerve waxy pallor
Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina
Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)
Untuk diketahui, retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.
Pemeriksaan atau tes pada Retinitis pigmentosa antara lain:
1) Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan
diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan
tes ini.
2) Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan
diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel

14

batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk
kerusakan photoreceptor yang ringan.
3) Pemeriksaan Lapang Pandang
Kehilangan penglihatan perifer secara progresif merupakan gejala
utama yang menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini
merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up
care pada pasien RP. Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena
dapat dengan mudah mendeteksi perubahan lapang pandang progresif.
4) Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun
pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
5) Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
6) Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
3.3.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari retinitis pigmentosa antara lain adalah :
a. Sifilis
b. Rubela kongenital
c. Defisiensi vitamin A
d. Intoksikasi fenotiazin
e. Resolusi ablasi retina eksudatif
f.

Toxic retinopathy secondary to phenotiazines

g.

Resolution of an old retinal detachment (serous or rhegmatogenous)

h. Choroideremia
i. End-stage Stargardt's disease
j. Gyrate atrophy
k. Congenital stationary night blindness
l. Diffuse unilateral neuroretinitis
m. ARMD nonexudative
n. Best disease
o. Keracunan kloroquin/hidroksilkloroquin

15

p.

Chorioretinopathy (central serous)

q. Chronic progressive external ophthalmoplegia


r. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute
s.

Juvenile retinoschisis

Masalah Lain yang perlu dipertimbangkan:


Infeksi: TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus
infection, dan herpes simplex); congenital rubella; syphilis.
Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus
flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti syndrome,
pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.
Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis
Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)
Inflamasi: serous uveitis
Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia
3.3.8 Penatalaksanaan
Prof. Sidharta Ilyas (2007), menganjurkan pemberian vitamin A larut-air
10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan
tambahan diet dengan Zinc. Myron Yanoff (1998), menyarankan obati/hilangkan
penyebab pokok (underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik.
Berikanlah suplemen vitamin E, C, dan karoten.
Sedangkan menurut David G Telander (2007), beberapa pilihan terapi
untuk retinitis pigmentosa antara lain :
a) Vitamin A palmitate dosis 15 ribu IU per hari.
b) Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
c) Docosahexaenoic acid (DHA)
d) Acetazolamide
Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal, kehilangan
selera makan, hand tingling, dan anemia, telah membatasi penggunaannya.
e) Lutein/zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat

16

diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein dapat


melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral telah
terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari telah
direkomendasikan.
f) Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
g) Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari, namun belum ada bukti
nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.
h) Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif., namun belum ada studi
kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien RP.
i) Perawatan bedah (Surgical Care),
Misalnya cataract extraction, bedah katarak seringkali bermanfaat pada
stadium

kemudian

(later

stages)

RP.

Penggunaan

perioperatif

kortikosteroid direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid


macular edema.
Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti lebih
lanjut adalah:
1) Growth factors
Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil
memperlambat degenerasi retina.
2) Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
3) Retinal

prosthesis

phototransducing

microphotodiodes)
4) Terapi gen
3.3.9 Komplikasi
a) Penurunan penglihatan (decreased vision)
b) Katarak
c) Cystoid macular edema
d)

Drusen in the optic nerve head

BAB VI
PENUTUP

chip,

subretinal

17

4.1
a.

Kesimpulan
Retinitis pigmentosa (RP) merupakan kelainan yang bersifat genetik
herediter, dengan gejala buta senja, perubahan pigmen retina, dan
menyempitnya lapang pandang berakhir dengan hilangnya penglihatan.

b. Pola pewarisan RP : 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal


recessive, dan 5-10% X-linked. Dominan mengenai laki-laki.
c. Khas pada RP adalah nyctalopia, kehilangan penglihatan perifer, serta
pada funduskopi ditemukan gambaran bone spicule pigmentation pada
bagian perifer retina.
d. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan RP. Obat hanya dapat
memperlambat progresivitas seperti pemberian vitamin A palmitate
15.000 IU per hari.
e. Komplikasi dari RP antara lain penurunan penglihatan, katarak, cystoid
macular edema, dan drusen in the optic nerve head.

4.2 Saran
Pemberian KIE kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit
retinitis pigmentosa serta komplikasi yang dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Hamel, Christian. Retinitis Pigmentosa. Orphanet Encyclopedia. 2003


2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. FK UI. Jakarta. 2007. Hlm.
225-6.
3. Simon C, Everitt H, Kendrick T. Oxford Handbook of General Practice.
Second Edition. Oxford University Press. 2006. p. 945.
4. Telander DG. Retinitis Pigmentosa. Last Updated: Mar 14, 2007.
Cited from: http://www.emedicine.com/oph/TOPIC704.HTM
5. Yanoff M. Ophthalmic Diagnosis and Treatment. Current Medicine, Inc.
Philadelphia. 1998. p.210-211.

Anda mungkin juga menyukai