Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel kerucut (cone cell) adalah sel penerima sinar di dalam retina mata yang
bertanggung jawab terhadap penglihatan warna. Setiap jenis sel kerucut sensitif
terhadap panjang gelombang yang berbeda. Sel kerucut akan bekerja dengan baik pada
kondisi yang cukup terang. Sel kerucut kurang sensitif terhadap cahaya dibandingkan
sel batang, namun sel kerucut mampu membedakann warna. Sel kerucut juga dapat
melihat detail yang lebih halus dan karena memiliki respon yang cepat terhadap
perubahan. Manusia biasanya memilii tiga jenis pigmen sel kerucut dengan iodopsin
yang berbeda-beda yang memiliki ukuran respon yang berbeda-beda dengan demikian
manusia menanggapi variasi warna dengan cara yang berbeda. Ketiga macam pigmen
tersebut sensitif terhadap cahaya dan membuat kita dapat membedakan warna. Untuk
dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah
satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna.1
Distrofi sel kerucut (cone dystrophy) adalah istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan sekelompok kelainan mata langka yang terjadi pada sel kerucut retina.
Distrofi sel kerucut dapat menyebabkan berbagai gejala, seperti penurunan tajam
penglihatan (visus) saat melihat lurus ke depan (visus sentral), penurunan kemampuan
melihat warna dan peningkatan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia).
Kelainan ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Biasanya bersifat
herediter autosomal dominan, namun lebih banyak kasus bersifat sporadis. Pasien
biasanya datang pada dekade pertama kehidupan dengan penglihatan buruk. Insiden
distrofi sel kerucut yang sebenarnya tidak diketahui dan diperkirakan bervariasi dalam
literatur medis. Sebagian besar sumber memperkirakan insiden distrofi sel kerucut
sebesar 1 dalam 30,000 individu di populasi umum. Distrofi sel kerucut umumnya
muncul di awal masa bayi atau selama masa kanak – kanak atau dewasa muda. Namun,
penyakit tersebut dilaporkan terjadi pada individu dari semua usia, termasuk individu
dewasa.2
Meskipun distrofi sel kerucut merupakan kelainan yang jarang ditemui diantara
penyakit kelainan retina lainnya, namun sebagai dokter umum harus mengetahui
bagaimana gambaran penyakit ini agar nantinya mampu mendiagnosis awal dan
merujuk pasien. Oleh karena itu, referat ini dibuat guna memahami distrofi sel kerucut.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retina
2.1.1 Anatomi Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.
Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai
dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira
berdiameter 1–2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah
makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-
kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk
dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke
dalam bola mata di tengah papil saraf optik. Retina meluas ke depan hampir
mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan
mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan
reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron: 1. Sel bipolar 2. Sel ganglion 3.
Sel horizontal 4. Sel amakrin Karena lapisan saraf pada retina disatukan
bersama-sama oleh sel-sel glia yang disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari
sel-sel ini membentuk membran pembatas dalam di permukaan dalam retina
dan membran pembatas luar di lapisan reseptor.4 Retina berbatas dengan koroid
dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya
3. Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

2
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat
sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar 1. Anatomi bola mata manusia dan lapisan retina

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia. Pembuluh darah didalam retina merupakan
cabang arteri oftalmika, arteri sentral masuk melalui saraf optik yang akan
memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan
batang mendapat nutrisi dari koroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan
pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan
lapang pandangan. Pemeriksaan objektif adalah: - Elektroretino-gram (ERG) -
Elektro-okulogram (EOG) - Visual Evoked Respons (VER).1

3
Gambar 2. Anatomi Retina

2.1.2 Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi
sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser
yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-
jaras penglihatan oksipital.
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut
meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan
kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan
hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf
yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke
sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman
penglihatan) dan penglihatan warna yang baik keduanya memerlukan
pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di
foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak,
kontras, dan penglihatan malam (skotopik).5

2.2 Sel Kerucut


Lapisan batang dan kerucut retina mengandung 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel
batang dan sel kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf.
Sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan sel batang tetapi segmen
luar yang mengecil dan membesar ke arah segmen dalam, sehingga berbentuk seperti

4
botol. Inti sel kerucut lebih besar dibandingkan dengan sel batang. Sel kerucut di
sebelah dalam melebar pada bagian akhirnya pada lapisan pleksiform luar membentuk
kaki kerucut (cone pedicle). Sel kerucut teraktivasi dengan cahaya terang (bright light)
dan menghasilkan aktivitas visual yang lebih besar di bandingkan sel batang. Sel
kerucut merupakan sel fotoreseptor yang peka terhadap warna. Ada 3 jenis sel kerucut
yang masing-masing mengandung pigmen iodopsin yang berbeda. Setiap jenis
iodopsin mempunyai sensitivitas tertentu terhadap warna merah, biru dan hijau.
Sel kerucut ditemukan di sepanjang retina dengan konsentrasi tertinggi
berkelompok di daerah kekuningan berbentuk oval, di dekat pusat retina (makula). Sel
kerucut terlibat dalam tajam penglihatan yang memungkinkan seseorang untuk melihat
dengan jelas, membaca, atau mengenali wajah. Sel kerucut juga berperan dalam
persepsi warna. Sel kerucut berfungsi paling baik di cahaya terang. Sel batang juga
ditemukan di sepanjang retina, kecuali di bagian pusat retina. Sel batang
memungkinkan seseorang untuk melihat di cahaya redup.

2.3 Distrofi sel kerucut


2.3.1 Definisi
Distrofi sel kerucut (cone dystrophy) adalah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan sekelompok kelainan mata langka yang terjadi pada
sel kerucut retina. Distrofi sel kerucut dapat menyebabkan berbagai gejala,
seperti penurunan tajam penglihatan (visus) saat melihat lurus ke depan (visus
sentral), penurunan kemampuan melihat warna dan peningkatan sensitivitas
terhadap cahaya (fotofobia).
Berbagai nama yang berbeda dan membingungkan telah digunakan
untuk mendeskripsikan sejumlah bentuk distrofi sel kerucut. Peneliti lain
menggunakan distrofi sel kerucut sebagai istilah umum untuk distrofi sel
kerucut tipe stasioner dan progresif – contohnya antara lain adalah
akromatopsia, akromatopsia inkomplit, monokromatisme sel kerucut biru, dan
distrofi sel kerucut progresif terkait X – linked.
Distrofi sel kerucut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar –
stasioner dan progresif. Pada distrofi sel kerucut stasioner, gejala umumnya
bersifat stabil dan muncul saat kelahiran atau awal masa kanak – kanak.
Gejala pada tipe progresif akan mengalami perburukan secara perlahan seiring
waktu. Usia saat onset, progresivitas, dan tingkat keparahan distrofi sel

5
kerucut sangat bervariasi pada setiap individu, bahkan di antara individu
dengan jenis distrofi sel kerucut yang sama. Beberapa bentuk distrofi sel
kerucut diwariskan; bentuk lain terjadi secara spontan dengan penyebab yang
tidak diketahui (sporadik).
2.3.2 Epidemiologi
Distrofi sel kerucut pada laki – laki dan perempuan memiliki angka
kejadian yang sama ketika penyakit tersebut terjadi secara sporadik atau
diwariskan secara autosomal dominan atau resesif. Bentuk X – linked resesif
distrofi sel kerucut hanya terjadi pada laki – laki, meskipun beberapa
perempuang mungkin mengalami gejala ringan. Insiden distrofi sel kerucut
yang sebenarnya tidak diketahui dan diperkirakan bervariasi dalam literatur
medis. Sebagian besar sumber memperkirakan insiden distrofi sel kerucut
sebesar 1 dalam 30,000 individu di populasi umum. Distrofi sel kerucut
umumnya muncul di awal masa bayi atau selama masa kanak – kanak atau
dewasa muda. Namun, penyakit tersebut dilaporkan terjadi pada individu dari
semua usia, termasuk individu dewasa.

2.3.3 Etiologi
Sejumlah besar kasus distrofi sel kerucut terjadi secara acak tanpa
penyebab yang diketahui (sporadik). Beberapa bentuk penyakit tersebut
diwariskan secara autosomal dominan, autosomal resesif atau X – linked
resesif. Bentuk distrofi sel kerucut yang diwariskan terjadi akibat mutasi pada
salah satu gen yang berkaitan dengan distrofi sel kerucut. Gen tersebut
mengandung instruksi untuk membentuk protein – protein tertentu, terutama
protein yang berperan penting dalam perkembangan, fungsi, atau kesehatan sel
kerucut. Mekanisme yang mendasari distrofi sel kerucut belum dipahami
sepenuhnya.

2.3.4 Tanda dan Gejala


Gejala distrofi sel kerucut dapat bervariasi antara 1 individu dengan
individu lainnya, bahkan diantara pasien dengan jenis kelainan yang sama.
Usia saat onset, gejala khusus, tingkat keparahan, dan progresivitas juga
sangat beragam. Tingkat kehilangan visus sangat bervariasi dan sulit untuk

6
diprediksi. Pasien yang menderita distrofi sel kerucut sebaiknya menyebutkan
gejala khusus yang muncul kepada dokter.
Distrofi sel kerucut kadang dibagi menjadi 2 kelompok besar –
stasioner dan progresif. Distrofi sel kerucut tipe stasioner umumnya terjadi
selama masa bayi atau awal masa kanak – kanak, dan gejala yang terjadi akan
tetap sama sepanjang hidup. Pada distrofi sel kerucut tipe progresif, gejala
yang timbul akan semakin memberat seiring waktu. Distrofi sel kerucut tipe
progresif umumnya terjadi pada akhir masa kanak – kanak dan awal usia
dewasa.
Distrofi sel kerucut terjadi akibat kerusakan pada sel kerucut retina.
Retina merupakan lapisan tipis sel – sel saraf yang melapisi permukaan dalam
bagian belakang bola mata. Retina mengenali cahaya dan mengubahnya
menjadi sinyal saraf, yang kemudian dilanjutkan ke otak melalui n. optikus.
Retina memiliki dua jenis sel – kerucut dan batang. Sel kerucut dan batang
disebut sebagai fotoreseptor karena sel tersebut mendeteksi dan memberikan
respon terhadap rangsangan cahaya.
Kerusakan sel kerucut dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan saat melihat lurus ke depan (visus sentral), penurunan kemampuan
untuk melihat warna dan gangguan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia).
Pada beberapa kasus, pasien dengan distrofi sel kerucut tidak dapat melihat
warna sama sekali. Beberapa pasien dapat mengalami pergerakan involunter
cepat mata (nistagmus).
Pada distrofi sel kerucut tipe progresif, visus akan terus mengalami
perburukan dari waktu ke waktu. Pada sejumlah besar kasus, visus dapat terus
menurun, sehingga pasien tersebut dianggap “buta” (misalnya, visus 20/200
atau lebih rendah). Kebutaan komplit sangat jarang terjadi pada individu
dengan distrofi sel kerucut. Penglihatan sisi (perifer) umumnya tidak
mengalami gangguan. Pasien dengan distrofi sel kerucut umumnya dapat
melihat dengan baik di malam hari atau pada keadaan dengan cahaya redup
karena sel batang tidak mengalami kelainan. Pada beberapa kasus, di akhir
perjalanan penyakit, sel batang mungkin juga mengalami gangguan.

7
2.3.5 Penyakit Terkait Distrofi Sel Kerucut
Gejala penyakit berikut ini serupa dengan gejala distrofi sel kerucut.
Perbandingan dapat digunakan untuk diagnosis banding.
Distrofi sel kerucut – batang merupakan sekelompok kelainan mata
langka yang mempengaruhi sel batang dan kerucut retina. Pada beberapa
kasus, pasien mengalami perburukan sel kerucut lebih berat dari sel batang.
Pada kasus tersebut, gejala awal yang terjadi berupa penurunan tajam
penglihatan saat melihat lurus ke depan (sentral), ketidakmampuan untuk
melihat warna dan sensitivitas yang abnormal terhadap cahaya (fotofobia).
Ketika sel batang terlibat lebih dalam, pasien akan mengalami penurunan
kemampuan untuk melihat di malam hari atau pada keadaan dengan cahaya
redup dan mungkin tidak mampu untuk melihat sisi – sisinya (penglihatan
perifer). Dalam beberapa kasus, sel batang dan kerucut mengalami perburukan
secara bersamaan dan gejala tersebut terjadi pada waktu yang sama. Sebagian
besar kasus distrofi sel kerucut – batang terjadi akibat mutasi gen – gen
tertentu. Beberapa gen telah dikaitkan dengan distrofi sel kerucut – batang.
Distrofi sel kerucut – batang dapat diwariskan secara autosomal resesif,
dominan, X – linked, atau mitokondrial (maternally-inherited)
Leber’s congenital amaurosis (LCA) merupakan suatu kelainan
genetik langka pada mata dimana telah ditemukan berbagai jenis gen yang
terlibat. Bayi yang menderita LCA umumnya buta saat lahir atau mengalami
gangguan penglihatan dalam beberapa tahun pertama kehidupan. Gejala lain
yang terjadi adalah strabismus; nistagmus; peningkatan sensitivitas terhadap
cahaya (fotofobia); katarak; dan/atau protrusi abnormal kornea (keratokonus).
Selain itu, beberapa bayi dengan sindrom berat dari gen lain mungkin
mengalami gangguan pendengaran, retardasi mental, dan/atau keterlambatan
pencapaian keterampilan yang memerlukan koordinasi mental dan aktivitas
otot (retardasi psikomotor). Leber’s congenital amaurosis umumnya
diwariskan secara autosomal resesif.
Stargardt disease merupakan bentuk degenerasi makula juvenil yang
langka. Degenerasi makula merupakan istilah umum untuk sekelompok
kelainan pada mata yang dikarakteristikkan dengan perburukan makula.
Makula sangat penting untuk tajam penglihatan saat melihat lurus ke depan
(visus sentral) dan melihat detil halus. Stargardt disease dapat menyebabkan

8
gejala di masa kanak – kanak atau gejala baru muncul saat usia 30 atau 40
tahun. Visus sentral umumnya mengalami gangguan dalam sebagian besar
kasus dan pasien mengalami kesulitan membaca atau seperti melihat titik di
lapangan pandangnya. Di akhir perjalanan penyakit, kemampuan untuk
melihat warna juga mengalami gangguan. Pasien mungkin memerlukan waktu
lebih panjang dari individu normal untuk menyesuaikan diri dari lingkungan
terang ke gelap. Penglihatan perifer dan kemampuan untuk melihat di malam
hari atau pada cahaya redup umumnya tidak terganggu. Stargardt disease
diwariskan secara autosomal resesif.
Sindromik distrofi sel kerucut merupakan suatu istilah untuk distrofi
sel kerucut yang terjadi sebagai suatu bagian dari sindrom yang lebih luas.
Sindrom tersebut antara lain adalah sindrom Bardet-Biedl, Refsum disease,
Batten disease, sindrom NARP, dan ataksia spinocerebellar tipe 7. Gangguan
tersebut memiliki gejala tambahan yang tidak berkaitan dengan distrofi sel
kerucut.

2.3.6 Pemeriksaan penunjang


Pada banyak kasus tidak ditemukan perubahan spesifik yang terjadi pada
retina pada pasien dengan distrofi sel kerucut. Adapun beberapa pemeriksaan
yang dilakukan untuk dapat mendiagnosis distrofi sel kerucut adalah:
- Uji Ketajaman Visual
Pada pemeriksaan ini, pasien diminta untuk membaca angka/ huruf pada chart
saat duduk pada jarak tertentu. Seseorang dengan ketajaman penglihatan normal
dikatakan memiliki visus 20/20. Seseorang dengan visi 20/40 artinya dapat melihat
pada jarak 20 kaki yang pada orang dengan visus "normal" bisa terlihat pada jarak
40 kaki. Penurunan tajam penglihatan biasanya didapatkan pada pasien dengan
distrofi sel kerucut.
- Uji Warna
Uji ini mengukur kemampuan seseorang untuk meliihat warna. Serangkaian
gambar terdiri dari banyak lingkaran kecil diperlihantkan kepada pasien. Seseorang
dengan penglihatan warna normal bisa mengenali angka di dalam gambar tersebut.
Individu dengan distrofi sel kerucut biasanya memiliki kesulitan melakukan tes
ini.

9
- Uji Lapangan pandang
Pemeriksaan ini mengukur lapangan pandang seseorang. Seberkas sinar dari
layar didatangkan dari samping pasien dan perlahan bergerak ke pusat
penglihatan. Pasien diminta menekan tombol segera setelah mereka melihat
cahaya. Bagi individu dengan distrofi sel kerucut, tidak didapatkan adanya defek
lapangan pandang, walaupun beberapa mungkin memiliki blind spot pada
penglihatan centralnya. Pada gambar berikut bagian lingkaran hitam di tengah
mewakili blind spot.

Gambar 3. Gambaran hasil tes lapangan pandang pada keadaan normal dan
distrofi sel kerucut
- Electroretinogram (ERG)
Pemeriksaan ini bertujuan mengukur fungsi sel batang dan kerucut dan
penting untuk mengkonfirmasikan diagnosis distrofi sel kerucut. Dalam beberapa
kasus, ERG menunjukkan tanda-tanda adanya distrofi kerucut bahkan sebelum
pasien menyadari gejala yang muncul pada dirinya. Namun tes khusus ini
hanya bisa dilakukan di sejumlah kecil pusat pelayan kesehatan.
Untuk pemeriksaan ERG, mata pasien seblumnya di teteskan sejenis anestesi
dan lensa kontak khusus diletakkan di mata. Kilatan cahaya digunakan untuk

10
merangsang retina yang nantinya akan diukur respon sel kerucut dan batang oleh
elektroda. Tes ini dilakukan pertama di ruangan gelap, dan kemudian dilakukan di
ruang yang terang.
- Foto Fundus
Menggunakan alat khusus untuk melihat segmen posterior mata. Pasien dengan
distrofi sel kerucut biasanya memiliki gambaran fundus normal terutam pada fase
awal penyakit. Pada kondisi lebih lanjut , gambaran bull’eye atau atrofi RPE dapat
ditemukan.

Gambar 4. Bull Eye pada cone dystrophy

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis distrofi sel kerucut ditegakkan dari identifikasi gejala –
gejala khas, anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik lengkap, dan
pemeriksaan diagnostik berupa elektroretinogram terstandarisasi. Pemeriksaan
oftalmologi normal yang menilai visus, kemampuan untuk melihat warna, dan
lapangan padang digunakan untuk membantu penegakan diagnosis.
Selama ERG dilakukan, pasien diberikan tetes mata untuk anestesi
mata sebelum meletakkan elektroda berupa lensa kontak khusus pada mata.
Pasien diminta untuk memperhatikan serangkaian cahaya yang berkedip untuk
merangsang retina. Sinyal listrik yang dibentuk oleh sel kerucut dan sel batang
kemudian diukur. Sinyal sel kerucut yang lemah atau absen mengindikasikan
adanya distrofi sel kerucut. Pemeriksaan ERG dilakukan sebanyak dua kali –
satu kali di ruangan terang dan satu kali di ruangan gelap. Pemeriksaan

11
tersebut dapat menentukan apakah sel kerucut dan sel batang berfungsi dengan
baik.

2.3.8 Tatalaksana
Distrofi sel kerucut tidak dapat disembuhkan. Tatalaksana diarahkan ke gejala
– gejala spesifik yang dialami oleh pasien. Tatalaksana yang dapat dilakukan
seperti menggunakan lensa gelap atau kacamata hitam di lingkungan yang
terang dan kaca pembesar untuk membantu pasien saat membaca dan
melakukan aktivitas. Pada studi yang dilakukan pada hewan menunjukkan
vitamin antioxidan dapat memperlambat kehilangan penglihatan dikemudian
hari. Namun penelitian ini masih berlanjut hingga sekarang. Beberapa tikus
dengan distrofi sel kerucut menunjukkan hasil yang baik dengan terapi gen,
namun belum diketahui apakah efek yang sama bisa didapatkan jika
diaplikasikan pada manusia.
Konseling genetik dapat dilakukan untuk pasien dan keluarga pasien.
Tatalaksana lain berupa simtomatik dan suportif. Penderita distrofi sel kerucut
perlu melakukan pemeriksaan rutin terhadap matanya. Orang-orang dengan
distrofi sel kerucut memiliki resiko untuk mengalami masalah mata lain yang
umum dapat terjadi pada orang lain. Beberapa dapat ditangani dengan
pembedahan dan obat-obatan tertentu.

12
BAB III

KESIMPULAN

Distrofi sel kerucut (cone dystrophy) adalah istilah yang digunakan


untuk mendeskripsikan sekelompok kelainan mata langka yang terjadi pada
sel kerucut retina. Distrofi sel kerucut dapat menyebabkan berbagai gejala,
seperti penurunan tajam penglihatan (visus) saat melihat lurus ke depan (visus
sentral), penurunan kemampuan melihat warna dan peningkatan sensitivitas
terhadap cahaya (fotofobia).
Kerusakan sel kerucut dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan saat melihat lurus ke depan (visus sentral), penurunan kemampuan
untuk melihat warna dan gangguan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia).
Pada beberapa kasus, pasien dengan distrofi sel kerucut tidak dapat melihat
warna sama sekali. Beberapa pasien dapat mengalami pergerakan involunter
cepat mata (nistagmus). Pasien dengan distrofi sel kerucut umumnya dapat
melihat dengan baik di malam hari atau pada keadaan dengan cahaya redup
karena sel batang tidak mengalami kelainan. Pada beberapa kasus, di akhir
perjalanan penyakit, sel batang mungkin juga mengalami gangguan.
Sejumlah besar kasus distrofi sel kerucut terjadi secara acak tanpa
penyebab yang diketahui (sporadik). Beberapa bentuk penyakit tersebut
diwariskan secara autosomal dominan, autosomal resesif atau X – linked
resesif. Bentuk distrofi sel kerucut yang diwariskan terjadi akibat mutasi pada
salah satu gen yang berkaitan dengan distrofi sel kerucut Mekanisme yang
mendasari distrofi sel kerucut belum dipahami sepenuhnya.
Diagnosis distrofi sel kerucut ditegakkan dari identifikasi gejala –
gejala khas, anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik lengkap, dan
pemeriksaan diagnostik berupa elektroretinogram terstandarisasi. Pemeriksaan
oftalmologi normal yang menilai visus, kemampuan untuk melihat warna, dan
lapangan padang digunakan untuk membantu penegakan diagnosis.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien dengan distrofi sel
kerucut seperti menggunakan lensa gelap atau kacamata hitam di lingkungan
yang terang dan kaca pembesar untuk membantu pasien saat membaca dan
melakukan aktivitas serupa. Konseling genetik dapat dilakukan untuk pasien
dan keluarga pasien. Tatalaksana lain berupa simtomatik dan suportif.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas SH dan Sri, RY. 2012. Anatomi dan fisiologi mata, Dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, hal. 1-12

2. Openshaw, A., Branham, K., dan Heckenlively, J. 2008. Understanding Cone-


Dystrophy. University of Michigan. Kellog Eye Center

3. Heckenlively, J. 2014. Cone Dystrophy. Optahalmology and Visual Science


Division. University of Michigan. (https://rarediseases.org/rare-diseases/cone-
dystrophy/)

4. Riordan-Eva Paul. 2007. Anatomi dan embriologi mata, Dalam: Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC, hal. 8-19

5. Riordan-Eva Paul. 2014. Retina, Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Ed. 17. Jakarta. EGC, hal. 185-211

6. James, B., Chew,C., dan Bron, A. 2006. Lecturee Notes of Ophtalmology.


Terjemahan oleh: Rachmawati, A.D. Penerbit Erlangga. Jakarta; Indonesia.

7. O’Day J, McKay dan Swann P. 2011. Cone Dystrophies, dalam A-Z Posterior Eye
Conditions. Hal. 47

8. Heckenlively JR. 2006. Cone Dystrophies and Degenerations, dalam Principles


and Practicesof Clinical Electrophysiology of Vision. The MIT Press. Hal: 795-
802

14

Anda mungkin juga menyukai