Anda di halaman 1dari 19

PENANGANAN LIMBAH

RUMAH SAKIT

Limbah Rumah Sakit


Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton,
plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya
19% limbah domestik yang telah diolah dan
dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik
dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan
akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk
dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah
medis termasuk kedalam kategori limbah
berbahaya dan beracun.
Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori
limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk
kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang
berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam
berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan

Limbah Rumah Sakit


Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah
yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit
baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun
masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit.
Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh
pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur,
bahan atau perlengkapan yang bersentuhan
dengan penyakit menular atau media lainnya yang
diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien.
Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan
beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa
resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat
keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit

Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan


menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi
agenda pertemuan internasional yang penting.
Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan
pertemuan High Level Meeting on Environmental and
Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok.
Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic
Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste
yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah
yang terkait dengan limbah domestik dan limbah
medis.
Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008
dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and
Hazardous Waste di Singapura membahas tentang
pengelolaan limbah medis dan domestic di masing
masing negara.

Rumah
sakit
(RS)
merupakan
tempat
untuk
menyembuhkan orang sakit. Namun, RS pun bisa
menjadi sumber penyakit karena di sana banyak
penderita berbagai penyakit, baik menular maupun tak
menular. Karena itu, pengelolaan limbah di RS sangat
diperlukan, terutama mekanisme agar buangan dari RS
tak berdampak bagi para pekerja RS dan lingkungan
sekitarnya.
limbah medis tajam seperti alat suntik. Karena
berhubungan langsung dengan penderita, alat itu
mengandung mikroorganisme, atau bibit penyakit. Bila
pengelolaan pembuangannya tidak benar, alat suntik
dapat menularkan penyakit kepada pasien lain,
pengunjung RS dan puskesmas, petugas kesehatan,
maupun
masyarakat
umum.

Green Hospital
Dalam mendorong pengelolaan lingkungan rumah sakit yang ramah
lingkungan (Green Hospital), Kementerian Negara Lingkungan Hidup
mendorong Rumah Sakit agar dalam pengelolaannya tidak hanya
bersifat reaktif tetapi juga bersifat proaktif. Masih banyak rumah sakit
yang dalam mengelola lingkungannya hanya mengandalkan terhadap
kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum
memaximalkan opsi atau pilihan pencegahan dan minimisasi limbah.
Agar mencapai green hospital maka rumah sakit ddidorong untuk
tidak hanya mengelola limbahnya sesuai degan peraturan saja tetapi
juga menerapkan prisip 3R (Reuse, Recycle, Recovery) terhadap
limbah yang dihasilkannya serta melakukan penghematan dalam
penggunaan sumber daya alam dan energi seperti penghematan air,
listrik, bahan kimia, obat-obatan dan lain lain. Disamping itu
pengelola juga didorong untuk terus meningkatkan pengelolalaan
kesehatan lingkungan rumah sakitnya.

Limbah Medis
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah
berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18
thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah
spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode
limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah
rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah
B3 adalah limbah klinis, produk farmasi
kadaluarsa, peralatan laboratorium
terkontaminasi, kemasan produk farmasi,
limbah laboratorium, dan residu dari proses
insinerasi.

Kondisi di Jakarta
Data hasil pengawasan di DKI Jakarta
per Juni 2005 menunjukkan bahwa
dari 77 Rumah Sakit yang diawasi :
Hanya 32 RS (40 %) yang mempunyai
alat ukur debit
Hanya 27 RS (35 %) yang melakukan
swapantau
Hanya 25 RS (32 %) yang memenuhi
BMAL

Peraturan Yang Mendasari


Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004,
mengatur tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Rumah Sakit
PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999,
mengatur tentang pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan Beracun (B3)
Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang
pengelolaan limbah B3

Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah


sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah
dan menyimpannya dalam kantong plastik yang
berbeda beda berdasarkan karakteristik
limbahnya.
Limbah domestik di masukkan kedalam plastik
berwarna hitam
Limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna
kuning
Limbah sitotoksik kedalam warna kuning
Limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik
berwarna coklat
Limbah radio aktif kedalam kantong warna merah.

Incinerator
Pengelolaan
limbah
infeksius
dengan
menggunakan incinerator (membakar pada suhu
1300
1500C)harus
memenuhi
beberapa
persyaratan seperti yang tercantum dalam
Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan
tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan
emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang
diperbolehkan
untuk
digunakan
sebagai
penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi
pembakaran dan efisiensi penghancuran /
penghilangan (Destruction Reduction Efisience)
yang tinggi.

Baku Mutu DRE untuk


Incinerator
No
Mutu

1.
2.
3.
4.

Parameter
DRE
POHCs
Polychlorinated biphenil (PCBs)
Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs)
Polychlorinated dibenzo-p-dioksin

Baku
99.99%
99.9999%
99.9999%
99.9999%

Partikel
Sulfur dioksida (SO2)
Nitrogen dioksida (NO2)
Hidrogen Fluorida (HF)
Karbon Monoksida (CO)
Hidrogen Chlorida (HCl)
Total Hidrocarbon (sbg
CH4)
Arsen (As)
Kadmiun (Cd)
Kromium (Cr)
Timbal (Pb)
Merkuri (Hg)
Talium (Tl)

50
250
300
10
100
70
35
1
0.2
1
5
0.2
0.2

Jenis-jenis limbah
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien
secara rutin, pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya
dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi
kuman dan populasi umum dan staff rumah
sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang
jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis
tersebut ialah perban atau pembungkus yang
kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas,
kantung urin dan produk darah.

b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan
sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus
atau kantong dan plastik yang tidak berkontak
dengan cairan badan. Meskipun tidak
menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup
merepotkan karena memerlukan tempat yang
besar untuk mengangkut dan mambuangnya.

d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan
dan air kotor. Berbagai serangga seperti
kecoa, kutu dan hewan mengerat
seperti tikus merupakan gangguan bagi
staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan
persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangannya secara
aman perlu diatur dengan baik.

Berbagai cara yang digunakan


untuk reduksi limbah pada
sumbernya
House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam

menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,


tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.
Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian
alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan
petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan
yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi
yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah
sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

Pengemasan Limbah

Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3


bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga
kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempattempat tertentu untuk dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung
dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat
yang sesuai dalam kondisi tertutup rapat.
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu
dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan
memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal),
pada waktu mengangkut kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang
bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut
seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam
yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam
kantung limbah

Anda mungkin juga menyukai