Anda di halaman 1dari 23

Peran Dokter dalam Mengambil Keputusan Sesuai Etika Kedokteran

Alexander Sebastian*
10-2011-029
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespondensi:
Alexander Sebastian
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail:ale_1993@rocketmail.com

Pendahuluan
Setiap pasien dapat meminta pertolongan dokter dengan perasaan aman dan bebas. Pasien
dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhannya, baik yang bersifat jasmaniah maupun
rohaniah, dengan keyakinan bahwa hal itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Dalam
perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata bertalian erat dengan
bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan aspek Etika dalam kedokteran yang
menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi yang harus dijunjung tinggi oleh tenaga
kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah suatu kumpulan asas atau nilai moral yang menjadi
pegangan bagi para dokter untuk mengatur tingkah lakunya dalam menjalankan tugas. Yang
terkait dengan etika tersebut salah satunya ialah menjaga rahasia kedokteran, yang merupakan
kewajiban dokter dan hak dari pasien haruslah benar-benar dijaga kerahasiaannya. Yang
dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala hal yang disampaikan oleh pasien secara sadar
atau tidak sadar kepada dokter yang diketahui sewaktu mengobati dan merawat pasien. Sehingga
pasien tidak perlu merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya akan
disampaikan kepada orang lain. Namun rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka apabila ada
daya paksa, ada perintah jabatan maupun karena menjalankan undang-undang yang akan dibahas
dalam makalah ini.

Skenario
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter.Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama
dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter
tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan
wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari
terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa
ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran
diantaranya keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,
tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah
tertular.Istrinya juga harus diobati.

Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma dasar
yang melindungu hubungan dokter dan pasien. Sesuai dengan sumpah dokter, kode etik
kedokteran internasional, dan peraturan oemerintah no.10 tahun 1966 yang mengatur kewajiban
simpan rahasia kedokteran oleh seluruh tenaga kesehatan. Namun dalam PP ini diberikan
pengecualian apaiba terdapat Peraturan Perundang-undangan (PP) yang sederajat atau lebih
tinggi (UU), dalam pasal 48 ayat (2):1

Untuk kepentingan kesehatan pasien


Untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
Permintaan pasien sendiri
Berdasarkan ketentuan undang-undang

Peraturan lain yang membenarkan pembukaan rahasia kedokteran antara lain adalah ketentuan
pasal 50 KUHAP, pasal 51 KUHAP, pasal 48 KUHAP, dan pasal 49 KUHAP. Dalam permenkes
no.749a, rekam medis boleh dibuka untuk pendidikan dan penelitian.
Dalam kaitannya dengan keadaan memaksa, dikenal dua keadaan yaitu:1
1. Overmacth: pengaruh daya paksa yang memadai
2. Noodtoeestand: keadaan yang memaksa
Dapat diakibatkan pertentangan antara dua kepentingan hukum, pertentangan antara
kepentingan hukum dan kewajiban hukum, dan pertentangan antara dua kewajiban
hukum. Salah satu contoh noodtoestand adalah kasus dokter yang menemukan child
abuse yang berat dan dicurigai akan bertambah parah dihari kemudian.
Untuk memahami rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum,tingkah laku seorang
dokter dibagi menjadi 2 jenis :

1. Tingkah laku yang bersangkutann dalam pekerjaan sehari-hari


Dalam hal ini yang harus diperhatikan ialah :
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau
pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu ia diwajibkan untuk
menyimpannya, dihukum dengan pidana perkara paling lama sembilan bulan atau
denda paling banyak sembilan ribu rupiah
(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang yang tertentu,maka perbuatan itu
hanya dituntut atas pengaduan orang tersebut.
2. Tingkah laku dalam keadaan khusus
Menurut hukum, setiap warga Negara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk didengar
sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat dipanggil sebagai ahli.
Dengan demikian, dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian,
umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli sekaligus sebagai saksi
ahli.2
Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan memberi keterangan tentang
seorang yang sebelum itu telah menjadi pasien yang diobatinya. Ini berarti ia seolah-olah
diharuskan melanggar rahasia pekerjaannya. Kejadian ini bertentangan dan dapat
dihindarkan karena adanya hak undur diri seperti yang tercantum dalam pasal 277
reglemen Indonesia yang diperbaharui, bunyinya :
(1) Barang siapa yang martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang sah,
diwajibkan menyimpan rahasia, boleh minta mengundurkan ddari memberi
penyaksian, akan tetapi hanya dan terutama mengenai hal yang diketahuinya dan
dipercayakan kepadanya karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya itu.
Dalam pasal 48 undang-undang No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pada
paragraph 4 mengenai rahasia kedokteran, dinyatakan bahwa setiap dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpang rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukumn permintaan pasien sendiri
atau berdasarkan ketentuan undang-undang.1
Kewajiban seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur dalam,2

A.

PP.No.10 tahun 1966.


1. Pasal 1 PP No 10/1966. Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu
yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama
melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
2. Pasal 2 PP No 10/1966. Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orangorang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila sautu peraturan lain yang sederajat
atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain.
3. Pasal 3 PP No 10/1966. Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam
pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksan, pengobatan
dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
4. Pasal 4 PP No/1966. Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia
yang tidak atau dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri
kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasakan pasal UU tentang tenaga
kesehatan.
5. Pasal 5 PP No 10/1966. Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan
oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat
mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

B.

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)2


1. Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
2. Pasal 12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pada dasarnya rahasia kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien tersebut telah
meninggal. Rahasia kedokteran ini begitu dijunjung tinggi dalam masyarakat, sehingga walaupun
dalam pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, seorang dokter
memiliki hak tolak (verschoningsrecht). Hak ini telah diatur dalam pasal 170 KUHAP, yang
menentukan bahwa mereka yang diwajibkan menyimpan rahasia pekerjaan/jabatan dapat minta
dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi. Namun ayat kedua dari
pasal 170 KUHAP tersebut membatasi hak tolak sesuai dengan pertimbangan hakim. Hal ini
tentunya diterapkan bila kepentingan yang dilindungi pengadilan lebih tinggi dari rahasia
kedokteran.2

Prinsip Etika Kedokteran


Adapula etika kedokteran yang dibagi menjadi beberapa poin, yaitu beneficence, nonmaleficense, autonomy, dan justice. Semua poin tersebut terdapat dalam setiap kasus yang
dihadapi seorang dokter, sehingga disinilah kebijaksanaan dan hati nurani seorang dokter diuji.
Sebagai seorang dokter yang baik, dalam setiap tindakannya sepatutnya memenuhi kriteria dan
kaidah dari peraturan-peraturan tersebut. Jadi dalam makalah ini akan dibahas mengenai aturanaturan & hubungannya dengan tindakan dokter dalam menghadapi pasiennya.1
Sifat hubungan dokter dan pasien di jaman sekarang sudah dikoreksi oleh para ahli etika
kedokteran menurut pengalaman menjadi hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan
kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai keutamaan (virtue etchics).
Sehingga dibuatlah suatu aturan etika dalam dunia kedokteran yang dikenal sebagai bioetik.
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap atau
perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and Childress (1994)
menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral
(moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip
moral utama, yaitu:1
1. Prinsip Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent.
2. Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan
juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
3. Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm.
4. Prinsip Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (Distributive Justice)

Sedangkan

aturan / rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka),

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien),dan


fidelity (loyalitas dan menjaga janji).1

Kode Etik Kedokteran Indonesia3


Setiap dokter dibekali dengan peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
yang berisi tentang nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan oleh seorang dokter.
KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap tindakan medis yang dilakukan seorang dokter
serta mengatur hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan masyarakat, teman sejawat,
dan diri sendiri. Selain KODEKI ada pula peraturan tentang informed consent atau disebut juga
Persetujuan Tindakan Medis yaitu Permenkes No.290 Tahun 2008.3
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan
manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan
dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui
sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Oleh karena
itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar kepada Surat
Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut:3

I. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi.


Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, &
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien


Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.

II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.3

Informed Consent4
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter
dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak dilakukan
oleh pasien.informed-consent memiliki 3 elemen:
1. Threshold elements.
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elem oleh karena sifatnya lebih kea
rah syarat yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten di sini
diartikan kapasitas untuk membuat keputusan. Kompetensi manusia untuk membuat
keputusan merupakan suatu continuum dari sama sekali tidak memiliki kompetensi
sehingga memiliki kompetensi yang penuh.
2. Information elements

Elemen ini terdiri dari 2 bagian yaitu disclosure dan understanding. Pengertian
berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis
untuk memberikan informasi sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman
yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien
dapat dilihat dari 3 standard yaitu:
Standard praktek profesi.
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan criteria ke-adekuat-an informasi ditentukan
bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Standard ini terlalu
mengacu kepada nilai-nilai yang ada di dalam komunitas kedokteran, tanpa
memperhatikan kengintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan
menerima informasi tersebut.
Standar subjektif.
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi
sehingaa informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan .
Standar pada reasonable person.
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya yaitu dianggap
cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umunya orang
awam.
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari 2 bagian yaitu kesukarelaan dan persetujuan. Kesukarelaan
mengharuskan tidak adanya unsure penipuan atau paksaanl. Pasien juga harus bebas dari
tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila
menyetujui tawarannya. Consent diberikan secara dua cara :

Dinyatakan :
Dinyatakan dalam lisan
Dinyaakan secara bertulis. Pertanyaan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan
bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasive yag

mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna.


Tidak dinyatakan:

Pasien tidak menyatakan baik secara lisan maupun tertulus, namun melakukan tingkap laku yang
menunjukkan jawapannya. Meskipun consent jenis ini tidak mempunyai bukti namun consent ini
yang paling banyak dilakukan sehari-hari.
Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal hal yang dinyatakan sebelumnya, tidak
dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat
bertindak melebihi disepakati apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu
yang singkat untuk menyelesaikannya.
Seorang dokter mungkin saja telah bersikap dan berkomunikasi dengan baik, membuat
keputusan medic dengan cemerlang dan atau telah melaakukan tindakan diagnostic dan terapi
yang sesuai standar, namun kesemuanya tidak akaan memiliki arti dalam pembelaanya apabila
tidak ada rekam medis yang baik. Rekam medis yang baik adalah rekan medis yang memuat
semua informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari pasien, pemikiran dokter,
pemeriksaan dantindakan dokte, komunikasi antar tenaga medis/ kesehatan, informed consent,dll
informasi lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari yang disusunsecara berurutan
kronologis.
Biasanya kata kunci yang sering digunakan oleh para hakim adalah:
1. Bahwa kewajiban profesi dokter adalah memberikan layanan dengan tingkat pengetahuan
dan keterampilan yang normalnya diharapkan akan dimiliki oleh rata-rata dokter pada
situasi-kondisi yang sama (reasonable competence),
2. Bahwa tindakan dokter adalah masih layak, dan didukung oleh alasan penalaran yang benar
(reasonable care).
3. Bahwa dokter harus memperoleh informed consent untuk tindakan diagnostic/ terapi yang ia
lakukan (reasonable communication),dan.
4. Bahwa dokter harus membuat rekam medis yang baik.4

Aspek Hukum5
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran (PerMenKes) No.
290 Tahun 2008
Ketentuan Umum
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan
tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.
7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundangundangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental
dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.5
Persetujuan dan Penjelasan
Pasal 2
(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun
lisan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Pasal 3
(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.
(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk pernyataan
yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju
atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
(5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap
meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
Pasal 4
(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter
atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah
pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.
Pasal 5

(1) Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
(2) Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.
(3) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.
Pasal 6
Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam
hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang mengakibatkan
kerugian pada pasien
Penjelasan
Pasal 7
(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan/atau
keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan kepada
keluarganya atau yang mengantar.
(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

f. Perkiraan pembiayaan.
Pasal 8
(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-kurangnya
diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
(2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik,
ataupun rehabilitatif.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan
tindakan yang direncanakan.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan.
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko
dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
(3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a. risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum

b. risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat ringan
c. risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable)
(4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).
Pasal 9
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan secara lengkap dengan
bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman.
(2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan didokumentasikan dalam berkas
rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan
mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima
penjelasan.
(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau
dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
Pasal 10
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang
merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter
atau dokter gigi lain yang kompeten.

(3) Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tenaga kesehatan yang
ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.
Pasal 11
(1) Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan.
(2) Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan dasar daripada persetujuan.
Pasal 12
(1) Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat
dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
(2) Setelah perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan,
dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
Yang Berhak Memberikan Persetujuan
Pasal 13
(1) Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.
(2) Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
dokter pada saat diperlukan persetujuan.
Ketentuan Pada Situasi Khusus
Pasal 14
(1) Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life support) pada
seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.

(2) Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim
dokter yang bersangkutan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.
Pasal 15
Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana
tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan
kedokteran tidak diperlukan.
Penolakan Tindakan Kedokteran
Pasal 16
(1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga terdekatnya
setelah menerima penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
(2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud kedokteran pada ayat (1) harus
dilakukan secara tertulis.
(3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pasien.
(4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan
hubungan dokter dan pasien.
Tanggung Jawab
Pasal 17
(1) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab
dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.
(2) Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.

Pembinaan dan Pengawasan


Pasal 18
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Pasal 19
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai
dengan kewenangannya masing-masing
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik5

Penatalaksanaan
Gonorrhea atau di kalangan masyarakat umum dikenal dengan nama GO adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhea. Penyakit ini terutama
menyerang mereka yang sering bergonta ganti pasangan seksual. Karena sifat penularannya yang
mudah dan cepat, maka seorang pengidap GO sudah mampu menularkan penyakitnya hanya
dengan sekali berhubungan seksual.
Gonorrhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea
yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, anogenital. Bakteri ini dapat hidup dan mudah berkembang dengan cepat di dalam saluran
pembiakan / peranakan seperti pangkal rahim (cervix), rahim (uterus), dan tuba fallopi (saluran
telur) bagi wanita dan juga saluran kencing (urine canal) bagi wanita dan lelaki. Sehingga pada
laki-laki gejalanya adalah kencing bernanah sedangkan pada wanita seringkali tidak bergejala
karena letak rahim yang di dalam.6

Gejala GO
Pada wanita, GO tidak menimbulkan gejala apapun sehingga sering luput dari diagnosa
dokter. Hal ini menyebabkan seorang wanita pengidap GO tidak menyadari dirinya terinfeksi
lalu menularkannya ke orang lain. Sebaliknya pada laki laki, GO dapat menimbulkan gejala yang
sangat hebat seperti rasa terbakar pada saat kencing, gangguan frekuensi kencing dan keluar
nanah dari ujung penis. Bila GO tidak tertangani dengan baik maka pada laki laki dapat
menimbulkan peradangan pada pabrik sperma berupa epididymitis dan orchitis. GO juga sering
menimbulkan gejala sistemik seperti rasa nyeri pada persendian, demam, bercak bercak pada
kulit dan lain lain.
Gejala GO juga bisa mengenai tenggorokan (faringitis) terutama bagi mereka yang gemar
melakukan oral seks. Gejala pada anus juga bisa terjadi bila hubungan seksual dilakukan secara
anal.
Gejala GO pada laki laki akan timbul sekitar 4 sampai 8 hari setelah melakukan kontak
seksual dengan penderita GO, walaupun terkadang pada beberapa kasus memerlukan waktu yang
lebih panjang dari itu.6

Mendiagnosa GO
Gonorrhea dapat dengan mudah didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis
pada lendir atau nanah yang keluar dari penis. GO juga bisa didiagnosa dari biakan lendir yang
berasal dari saluran kencing, anus atau tenggorokan. Pada pasien dengan gejala sistemik seperti
nyeri pada sendi atau gejala pada kulit, kuman GO bisa dibiakan dari bahan darah. Saat ini
beberapa metode tes diagnostik secara cepat sudah banyak dikembangkan sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk mendiagnosa GO menjadi lebih singkat.6
Pengobatan GO
Pengobatan GO tanpa komplikasi, cukup dengan sekali suntikan ceftriakson 125mg.
Sayangnya saat ini sudah banyak strain kuman GO yang resisten atau kebal terhadap beberapa

jenis antibiotika. Beberapa antibiotika alternatif yang bisa menjadi pilihan adalah Cefixime
400mg, Ciprofloxacin 500mg, Ofloxacin 400mg, dan Levofloxacin 250mg yang diberikan
dengan dosis tertentu setiap hari. Pengobatan GO sebaiknya dalam pengawasan dokter agar
pengobatan berlangsung dengan tepat untuk mencegah terjadinya resistensi kuman.6

Definisi HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency
Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.7

Edukasi Penyakit Menular Seksual (PMS)


Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang:

Bahaya penyakit menular seksual.


Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan.
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat

dihindari. (safe sex education)


Pengobatan pasangan seks dibutuhkan untuk menghindari fenomena ping-pong, yaitu

dimana penyakit kembali saling menularkan antara pasangan hubungan seksual.


Kemungkinan terjangkit penyakit menular seperti HIV/AIDS.7

Penutup
Seorang pasien laki-laki yang datang ke praktek dokter keluarganya mengeluh dua hari
terakhir bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri,yang didapatkan nya
akibat perselingkuhan dengan wanita lain,pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa
terjadi pertengkaran diantara keduanya,disini dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut
pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka
mungkin istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.
Disini yang harus dijaga oleh seorang dokter adalah untuk tetap menjaga rahasia
kedokteran ialah pertama-tama dokter harus menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan
penyakit tersebut sebenarnya tidak sulit, tetapi karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya,
maka kemungkinan istrinya juga sudah tertular dan harus diobati. Dokter juga menjelaskan
adanya kemungkinan-kemungkinan dimana AIDS bisa saja tertular melalui hubungan seksual
yang tidak sehat,karena dokter memegang prinsip rahasia kedokteran pasien, maka dokter tidak
boleh membocorkan apapun yang dialami pasien kepada siapapun termasuk kepada sang
istri.Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha jujur dan bertanggung
jawab atas apa yang dilakukan nya,tetapi semua keputusan tetap di tangan pasien tersebut,karena
dokter tidak bisa memaksa sesuai hak Autonomy seorang pasien dan sesuai rahasia jabatan
kedokteran.

Daftar Pustaka
1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Rahasia Kedokteran. In: Sampurna B, Syamsu Z,
Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hlm.53-56.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD.
Bioetik dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hlm.29-32.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B,
Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.
Hlm.49-51.
4. Departemen Kesehatan RI. Informed Consent. In: Peraturan Menteri Kesehatan RI
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Informed Consent. In: Sampurna B, Syamsu Z,
Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. Hlm.77-85.
5. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. cetakan kedua. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 1994, hal 17
6. Centers for Disease Control and Prevention. Sexual Transmitted Disease Gonorrhea.
2010. Diunduh dari http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea.htm , 15 januari
2015.
7. Dinas Kesehatan Kota Lampung Selatan. Pengertian, Definisi dan Cara Penularan /
Penyebaran Virus HIV AIDS Info / Informasi Penyakit Menular Seksual / PMS. 9 Juli
2008. Diunduh dari http://keslamsel.wordpress.com/2008/07/09/pengertian-definisi-dancara-penularan-penyebaran-virus-hiv-aids-info-informasi-penyakit-menular-seksual-pms/
15 januari 2015

Anda mungkin juga menyukai