Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan Kasus

Pasien pada kasus ini adalah pria berusia 56 tahun mengeluh mata kanan buram sejak 1
tahun SMRS, mata kanan buram terjadi perlahan-lahan. OS mengatakan mata kanan sulit melihat
dan terasa seperti melihat kabut dan silau. Os mengatakan sebelum nya sudah pernah berobat ke
puskesmas keraton Yogyakarta, di diagnosa mengalami katarak matur pada mata kanan. Keluhan
pusing, mual, muntah, dan mata nyeri di sangkal, mata gatal serta merah tidak ada. Penglihatan
ganda tidak ada. Pasien memiliki riwayat penyakit Hepatitis A 10 tahun yang lalu. Os memakai
kacamata sudah dari kecil, dengan minus tinggi pada kedua mata yaitu -12 dioptri. Os tidak
pernah operasi mata. Os bekerja sebagai mandor pekerja bangunan, sudah 30 tahun os bekerja.
Os mengatakan setiap hari mata Os terkena sinar matahari langsung dan juga debu yang sangat
banyak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan VOD 1/300 dan VOS 0.5/60, lensa mata kanan
keruh, shadow test yang negative pada kedua mata.

Pasien ini memiliki gejala yang mirip dengan Katarak Matur dengan Miopia Tinggi
dengan melihat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang sesuai adalah dengan
gejala subjektif adanya mata buram, terasa seperti melihat kabut, dan merasa silau saat melihat
cahaya. Dari anamnesis juga didapatkan pasien memiliki riwayat minus tinggi pada kedua mata
sejak kecil, dan sudah lama minus nya tidak bertambah. Pada pemeriksaan fisik yang sesuai
adalah adanya lensa mata kanan yang keruh, visus mata kanan 1/300 dan shadow test yang
negative pada mata kanan.

Pada pemeriksaan fisik yang mempunyai hubungan langsung dengan Katarak Matur
adalah pemeriksaan mata dengan slit lamp. Pemeriksaan fisik mata yang sesuai dengan teori
Katarak Matur antara lain : Kekeruhan lensa,Visus 1/300, COA dalam, tidak terdapat bayangan
iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (shadow test (-)).
Untuk mendiagnosis pasti Katarak Matur dibutuhkan anamnesis yang lengkap dan
beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan lapang pandang, ketajaman penglihatan, pemeriksaan
slit lamp, pemeriksaan shadow test untuk menilai maturitas katarak, dan juga pemeriksaan
oftalmoskopi. Harus juga dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan katarak. Pada pemeriksaan slit
lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain
(konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan). Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti
kornea gutata harus diperiksa hati-hati. Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan
sesudah pemberian dilator pupil. Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Jenis dari katarak dapat dibedakan dengan
anamnesis yang lengkap dan juga pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan ofthalmoskopi dilakukan
untuk mengevaluasi masalah pada saraf optic dan retina sehingga dapat menilai gangguan
penglihatan.

Untuk mendiagnosa pasti myopia tinggi dibutuhkan anamnesis yang lengkap dan dengan
pemeriksaan yaitu snellen chart.

Untuk membedakan diagnosis Katarak Matur dengan diagnosis banding yaitu Katarak
Komplikata dengan pemeriksaan penunjang darah lengkap dan juga GDS/GDP. Untuk
menyingkirkan diagnosis banding Katarak Traumatika dengan anamnesis seperti tidak adanya
riwayat trauma pada mata sebelumnya, dan tidak adanya riwayat operasi mata sebelumnya,
sedangkan untuk menyingkirkan diagnosis banding glaucoma sudut terbuka dengan pemeriksaan
tonometri, usg biometri, dan juga dengan anamnesis seperti tidak adanya pandangan pasien yang
semakin gelap, mata sakit, dan juga lapangan pandang yang menyempit.

Ada beberapa literature yang mengatakan bahwa ada hubungan antara terjadinya katarak
karena myopia tinggi. Namun, sampai saat ini masih belum diketahui penyebab yang pasti
mengapa myopia tinggi dapat menyebabkan katarak. Salah satu studi menyebutkan bahwa axial
length yang panjang dan juga kecembungan lensa pada pasien myopia bisa menyebabkan
katarak.
Penanganan pada kasus katarak matur dibagi menjadi tatalaksana non bedah dan juga
tatalaksana bedah. Walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa bagi
penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu
memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang
mungkin dapat memperlambat pertubuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian
aspirin, antioksidan vitamin C dan E.

Pada Katarak Matur, penanganannya mempunyai tujuan untuk menjernihkan lensa yang
keruh, dan juga mencegah terjadinya katarak sekunder. Penatalaksanaan definitive untuk Katarak
Matur adalah Ekstraksi Lensa, karena itu, Katarak Matur hanya dapat diatasi melalui prosedur
operasi. Pada pasien ini, direncanakan untuk dilakukan phacoemulsifikasi dan pemasangan lensa
intra okuler.

Jenis pembedahan phacoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa dengan


memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil
(sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin phako akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya sehingga
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Sedangkan untuk myopia tinggi, dapat dilakukan koreksi dengan kacamata, lensa kontak
maupun prosedur operasi LASIK. Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi
adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai
yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri. Keuntungan lensa kontak lunak adalah
nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang
minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu.

Komplikasi yang perlu diketahui dari operasi katarak antara lain :

1. Komplikasi Intraoperatif
a. Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi suprakoroid,
pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal
light toxicity.
2. Komplikasi Pasca Operasi Awal

a. COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma
dan epitel, dan hipotonus.
b. Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus.
c. Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
d. Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
3. Komplikasi Pasca Operasi Akhir

a. Ablasio retina
b. Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan virulensi rendah yang
terperangkap dalam kantong kapsuler.
c. Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah malformasi lensa
intraokuler, jarang terjadi.
Sedangkan komplikasi untuk myopia tinggi adalah kemungkinan terjadinya berupa ablasio
retina, perdarahan vitreous dan perdarahan koroid.

Pada pasien ini, dilakukan phacoemulsifikasi dan pemasangan lensa intraokuler.


Dilakukan phacoemulsifikasi dikarenakan hanya dibutuhkan insisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan sendirinya sehingga memungkinkan pasien dapat
dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Lensa intraokuler yaitu lensa permanen
yang ditanamkan di dalam mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang
telah diangkat. Pasca operasi, pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
phacoemulsification.
Prognosis pada pasien ini sangat baik, Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi
atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada
bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan
dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

Pada pasien ini perlu diedukasi untuk tetap follow up dan control pada dokter spesialis
mata setelah operasi, karena harus diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek
untuk mencegah infeksi pada mata pasca operasi. Pasien juga harus control untuk diresepkan
kacamata, karena tidak semua lensa intraocular dapat berakomodasi pada jarak jauh sekaligus
dengan jarak dekat.

Anda mungkin juga menyukai