Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stroke Iskemik
1.1.

Definisi
Menurut WHO, stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,

baik fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam, berkembang dengan cepat,
tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler dan menyebabkan kecacatan bahkan
kematian. Stroke dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan patologinya, yaitu hemorargi dan
iskemik. Stroke iskemik merupakan stroke yang disebabkan adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan gangguan perfusi, sedangkan stroke
hemorargi disebabkan karena terdapat perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang
memperdarahi otak.
1.2.

Epidemiologi
Insidensi terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per tahun,

dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050 (Becker, dkk, 2010). Sedangkan di
Indonesia dari data Departemen Kesehatan R.I. (2009), prevalensi stroke mencapai angka
8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua
(3,8 per 1.000 penduduk). Di Indonesia, belum ada data nasional resmi mengenai stroke,
tetapi dari data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas
stroke, yang seiring dengan semakin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang
berubah.
Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah pembunuh nomor
2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2005
dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian. Angka kematian akibat stroke lebih
tinggi pada wanita (11%) dari pada pria (8,4%) pada tahun 2004. Insidensi stroke di
seluruh dunia bervariasi. Insidensi tahunan rata-rata meningkat sejalan dengan
pertambahan usia, dari 3 per 100.000 pada kelompok umur dekade ketiga dan keempat
menjadi hampir 300 per 100.000 penduduk pada kelompok umur dekade kedelapan dan

kesembilan (Fieschi, et al, 1998 dalam Rambe, 2003). Di Indonesia, sejalan dengan
semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduknya, terlihat pula kecenderungan
meningkatnya insidensi stroke.
1.3.

Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas

gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosis

yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach (1999)


dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:
- Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

Stroke iskemik
a. Hipoperfusi sistemik
b. Thrombosis arteri
c. Emboli serebri

Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid

- Berdasarkan stadium dan pertimbangan waktu :

Transient Ischemic Attack


Pada bentuk ini gejala neurologi yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)


Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam tetapi tidak lebih dari seminggu.

Progresing stroke atau stroke in evolution


Gejala neurologik yang makin lama makin berat.

Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

- Berdasarkan sistem pembuluh darah

Sistem karotis

Sistem vertebra-basiler.

1.4.

Faktor resiko
Menurut WHO (1997) dalam Price dan Wilson (2006), faktor utama yang berkaitan

dengan epidemi penyakit serebrovaskular adalah perubahan global dalam gizi dan
merokok, ditambah urbanisasi dan menuanya populasi. Ada 2 tipe faktor risiko terjadinya
stroke:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Usia
Menurut Kissela B, et al., dalam Ardelt (2009), usia merupakan faktor
risiko stroke yang paling kuat. Dengan meningkatnya usia, maka meningkat
pula insidensi iskemi serebral tanpa memandang etnis dan jenis kelamin.
Setelah usia 55 tahun, insidensi akan meningkat dua kali tiap dekade.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih banyak memiliki kecacatan setelah stroke dibanding pria.
Wanita juga lebih bayak mati setiap tahunnya karena stroke dibandingkan
pria. Namun, insidensi stroke lebih tinggi pada pria.
3. Ras
Amerikan Afrikan berisiko terkena stroke dua

kali lipat dibanding

kaukasian. Orang Asia Pasifik juga berisiko lebih tinggi dari pada
kaukasian.
4. Riwayat Keluarga
Jika dalam keluarga ada yang menderita stroke, maka yang lain memiliki
risiko lebih tinggi terkena stroke dibanding dengan orang yang tidak
memiliki riwayat stroke di keluarganya.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
1. Riwayat penyakit
Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko stroke yang paling penting.
Tekanan darah normal pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80.
Prehipertensi jika tekanan darah lebih dari 120/80, dan tekanan darah tinggi
atau hipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang yang bertekanan
darah tinggi memiliki risiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk
terkena stroke dibanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah

tinggi menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut


dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila kolesterol atau
substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan menghambat aliran
darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Selain itu,
peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan pecahnya pembuluh darah yang dapat menyebabkan
perdarahan otak.
Fibrilasi atrium
Penderita fibrilasi atrium berisiko 5 kali lipat untuk terkena stroke. Kirakira
15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat
membentuk bekuan-bekuan darah yang apabila terbawa aliran ke otak akan
menyebabkan stroke.
Hiperkolesterol
Hiperkolesterol merupakan sumber pembentukan lemak dalam tubuh
termasuk juga pembuluh darah. Kolesterol atau plak yang terbentuk di arteri
oleh low-density lipoproteins (LDL) dan trigliserida dapat menghambat
aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke. Kolesterol tinggi
meningkatkan risiko penyakit jantung dan aterosklerosis, yang keduanya
merupakan faktor risiko stroke.
Diabetes Mellitus (DM)
Penderita DM mempunyai risiko terkena stroke 2 kali lebih besar.
Seseorang yang menderita DM harus mengendalikan kadar gula darahnya
secara baik agar selalu terkontrok dan stabil. Dengan melaksanakan
program pengendalian DM secara teratur antara lain dengan merencanakan
pola makan yang baik, berolahraga, serta pengobatan yang tepat dan akurat
maka penyakit DM dapat ditanggulangi dengan baik. Dengan demikian
bagi penderita DM, risiko terkena serangan stroke dapat diminimalkan.
Riwayat Stroke
Faktor mendapatkan serangan stroke yang paling besar adalah pernah
mengalami serangan stroke sebelumnya. Diperkirakan 10% dari mereka
yang pernah selamat dari serangan stroke akan mendapatkan serangan
stroke kedua dalam setahun.
2. Pola Hidup

Merokok
Merokok berisiko 2 kali lipat untuk terkena stroke jika dibandingkan
dengan yang bukan perokok. Merokok mengurangi jumlah oksigen dalam
darah, sehingga jantung bekerja lebih keras dan memudahkan terbentuknya
bekuan darah. Merokok juga meningkatkan terbentuknya plak di arteri yang
menghambat aliran darah otak, sehingga menyebabkan stroke. Merokok
terbukti menjadi faktor risiko penyakit vaskuler dan stroke yang
diakibatkan pembentukan aterosklerosis dan berujung pada pemanjangan
waktu inflamasi endotel (Cole, 2008).
Alkohol
Meminum alkohol lebih dari 2 gelas/hari meningkatkan risiko terjadinya
stroke 50%. Namun, hubungan antara alkohol dan terjadinya stroke masih
belum jelas.
Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi sistem sirkulasi.
Obesitas juga menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan memiliki
kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan DM, yang semuanya dapat
meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Menurut PERDOSSI (2004) dalam Rambe (2006), nonmodifiable risk factors
merupakan kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan
dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk
kelompok ini adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan
Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Kelompok modifiable risk factors
merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama
yang termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol.
1.5.

Patogenesis dan patofisiologi


Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-

arteri yang yang membentuk sirkulus Willisi (arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses

patologik yang mendasari hal tersebut mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi
di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Mekanisme patofisiologi umum pada
stroke antara lain:
Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan.
Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
1.6.

Manifestasi klinis

1.7.

Diagnosis

1.8.

Tatalaksana

1.9.

Prognosis

2. Gangguan koagulasi pada stroke iskemi


2.1.

Definisi
Gangguan koagulasi atau hemostasis adalah suatu gangguan pada mekanisme

dalam penghentian dan pencegahan perdarahan. Jika terjadi luka pada pembuluh darah
maka akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, kemudian trombosit berkumpul dan
melekat pada pembuluh darah yang luka membentuk sumbat trombosit. Faktor koagulasi
akan diaktifkan sehingga membentuk benang fibrin yang membuat sumbat trombosit
menjadi non permeable maka dari ituperdarahan dapat dihentikan.1
2.2.

Patofisiologi
Gangguan hemostasis dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada pembuluh

darah otak, yang menyebabkan terjadinya iskemik serebrovaskular. Namun, mayoritas


pasien yang mengalami kejadian serebrovaskular iskemik tidak memiliki kelainan
hemostasis yang jelas. Gangguan koagulasi yang mempengaruhi terjadinya stroke tetap
belum didapatkan secara pasti tetapi telah terlibat dalam stroke vena (trombosis vena

serebri) daripada stroke arteri. Kelainan fungsi trombosit, kelainan hemostatik herediter,
dan cedera vaskular dapat menyebabkan terjadinya trombosis. Penting untuk menyoroti
pentingnya faktor-faktor tersebut terhadap kejadian stroke, untuk menilai dampaknya
terhadap prognosis jangka panjang, dan menguraikan pendekatan kepada pasien dengan
stroke untuk evaluasi kelainan hemostatik.8
Secara umum, pasien yang mengalami hiperkoabilitas/diskrasia darah dan stroke,
rentan untuk mengalami kejadian serebrovaskular berulang. Pasien-pasien ini biasanya
lebih muda dibandingkan pasien stroke pada populasi umum dan tidak memiliki faktor
risiko vaskular. Kelainan hematologi yang diketahui diperkirakan mencapai sekitar 4%
dari semua kejadian stroke.9

2.2.1

Resistensi APC dan faktor V Leiden


Cacat bawaan yang paling umum menyebabkan trombosis vena adalah resistensi

herediter terhadap aktivasi protein C (APC), yang disebabkan oleh mutasi pada faktor V
(faktor V Leiden) dan yang menyebabkan faktor V yang telah aktif tidak dapat dibelah
oleh APC. Hal ini terjadi pada 5-7% dari populasi normal, 20% pasien dengan trombosis
vena dalam (DVT), dan 60% yang mengalami DVT rekuren.11
Tidak ada penelitian yang menghubungan antara faktor V Leiden dan kejadian
stroke arteri, sehingga kejadian faktor ini pada pasien dengan stroke tidak diketahui.
Secara umum, bagaimanapun, faktor V Leiden lebih berkorelasi dengan mekanisme
trombosis vena daripada trombosis arteri. Oleh karena itu, Faktor V Leiden dicurigai
terkait dengan emboli paradoksal atau dengan trombosis sinus venosus lebih daripada
dengan mekanisme stroke arteri. 12

2.2.2

Defisiensi antagonis trombin


Defisiensi protein C, protein S, dan antitrombin III (ATIII) sangat langka teradi.

Frekuensi terjadinya mulai dari 1 kejadian per 1000 orang sampai 1 per 5000 pada
populasi umum. Dalam sebuah studi, 10 dari 60 pasien (17%) mengalami stroke iskemik
akut yang disebabkan kekurangan protein C, protein S, atau ATIII.10
Trombosis vena serebral lebih sering terjadi daripada stroke arteri. Tidak ada
hubungan yang jelas ditemukan antara protein C atau kekurangan ATIII dengan stroke
arteri, meskipun pasien dengan tingkat protein C yang rendah pada saat stroke akut
memiliki hasil yang buruk. Namun, sebuah studi prospektif tidak menemukan adanya
kekurangan protein bebas S pda 23% dari pasien muda penderita stroke dengan penyebab
yang tidak pasti, tetapi temuan ini dapat dikaitkan dengan tingkat C4b yang lebih tinggi
(sebuah reaktan fase akut yang menurunkan tingkat protein bebas S). Setelah defisiensi
protein C, protein S, atau ATIII diidentifikasi, penting untuk membedakan antara kasus
bawaan dan diperoleh.10

2.2.3

Mutasi gen Protrombin


Laporan penelitian menunjukkan bahwa Transisi G-to-A pada posisi nukleotida

20210 (G20210A) pada gen protrombin dianggap sebagai faktor risiko trombosis vena
serebral. Mutasi ini belum jelas terkait dengan stroke iskemik akut.13

2.2.4

Kelainan fibrinolisis Herediter


Displasminogenemia disebabkan oleh mutasi genetik yang menyebabkan molekul

fibrinogen membentuk bekuan yang tahan terhadap fibrinolisis atau yang mengikat dengan
peningkatan aviditas trombosit untuk menyebabkan trombosis. Hal ini menyebabkan
hipofibrinolisis oleh berbagai mekanisme, termasuk menurunnya tingkat sirkulasi
plasminogen, suatu fungsi plasminogen yang tidak normal, peningkatan konsentrasi
inhibitor aktivator plasminogen, atau penurunan tingkat aktivator plasminogen.10
Meskipun hubungan dengan stroke secara pasti belum dapat dijelaskan, mutasi ini
dapat meningkatkan risiko episode trombotik vena dan arteri, termasuk stroke, dan harus
dipertimbangkan pada pasien muda dengan stroke dan riwayat DVT berulang.10

2.2.5

Gangguan eritrosit
Meskipun penyakit sel sabit tidak mengubah keadaan hemostasis, hal tersebut

diyakini menjadi faktor risiko stroke karena kerusakan pembuluh darah. Mekanisme
tersebut adalah penyempitan segmental yang progresif dari arteri karotid internal dan
bagian distal dari lingkaran Willis dan cabang proksimal dari arteri intrakranial mayor.
Insiden stroke pada pasien dengan hemoglobin SS adalah sebesar 10%; pada mereka
dengan hemoglobin SC sebesar 2-5%. Insiden puncak infark otak adalah sekitar usia 10
tahun. Gangguan eritrosit lain, seperti polycythemia vera, menyebabkan terjadinya
pengurangan aliran darah otak yang terkait dengan hiperviskositas.10

2.2.6 Gangguan yang berkaitan dengan fungsi trombosit yang abnormal


Sebagian besar oklusi mikrovaskular pada thrombositopenik purpura trombotik
(TTP) adalah sekunder untuk beberapa kejadian trombi platelet-fibrin mikrovaskuler yang
melibatkan arteri kecil dan kapiler. Sebagian besar dari studi terhadap produk degradasi
fibrin dan koagulasi dalam batas normal, tapi sering ditemukan peningkatan fibrinogen
plasma.10
Trombositopenia akibat heparin adalah gangguan di mana pasien mengembangkan
antibodi terhadap heparin yang diarahkan pada trombosit untuk menyebabkan aktivasi.
Dua jenis yang telah diidentifikasi adalah: perembangan Tipe I yaitu 1-5 hari setelah
diberikan terapi heparin dan merupakan kondisi jinak yang menghasilkan agregasi platelet.
Tipe II berkembang selama 6-10 hari setelah pemberian terapi heparin dan merupakan
faktor risiko stroke berulang.11
Gangguan myeloproliferatif, khususnya trombositosis esensial dan polycythemia
vera, menempatkan pasien untuk berisiko lebih tinggi pada kejadian trombotik, termasuk
stroke. Aterosklerosis dan disfungsional trombosit, lebih dari jumlah trombosit yang
meningkat, diyakini berkontribusi pada kejadian trombotik serebral. Hemoglobinuria
nokturnal paroksismal juga menyebabkan kejadain trombotik serebrovaskular, terutama
terkait dengan trombosis vena.12

2.2.7

Sindrom Autoantibodi
Antifosfolipid syndrome (APS) (yaitu, adanya antibodi antifosfolipid [aPL] atau

antikoagulan lupus [LA]) terjadi pada 10% pasien dengan stroke iskemik akut. Jumlah ini

lebih tinggi pada pasien yang lebih muda. Telah disadari bahwa antibodi aPL ini penting,
karena berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi yang ditandai dengan kejadian
matinya janin, trombositopenia, dan vena dan trombosis arteri.10
Tiga jenis utama dari antibodi aPL yang relevan secara klinis adalah antibodi
anticardiolipin (aCL), LA, dan antibodi anti-2-glikoprotein I (anti-2 GPI). Pada pasien
dengan APS, kesesuaian aCL dan LA mungkin hingga 70%. Sampai dengan 10% pasien
dengan antibodi aPL semata-mata positif pada anti-2 antibodi GPI. Mekanisme terjadinya
trombosis adalah heterogen dan mencakup lesi katup jantung yang emboli, tingkat
hiperkoagulabilitas, dan endoteliopati vaskular serebral. Hal tersebut cenderung
mengganggu dalam beberapa cara dengan fungsi sel endotel normal melalui jalur
antikoagulan protein C dan protein S.10
Pada tahun 2006, diperbarui Kriteria Sapporo untuk APS. Kriteria klinisnya
termasuk trombosis pembuluh darah dan morbiditas kehamilan. Kriteria laboratorium pada
2 atau lebih pemeriksaan terpisah lebih dari 12 minggu meliputi:14
Antibodi ACL (imunoglobulin [Ig] G atau IgM; titer menengah atau tinggi > 40 GPL /
MPL atau > persentil ke-99, di mana GPL merupakan unit fosfolipid IgG dan MPL
adalah unit fosfolipid IgM)
antibodi Anti-2-glikoprotein I (IgG atau IgM > 99 persentil)
LA

2.3.

Diagnosis

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Manager
    Case Manager
    Dokumen5 halaman
    Case Manager
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Wsevgs
    Wsevgs
    Dokumen3 halaman
    Wsevgs
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Fyviyhvgkhvn
    Fyviyhvgkhvn
    Dokumen14 halaman
    Fyviyhvgkhvn
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Filariasis
    Filariasis
    Dokumen3 halaman
    Filariasis
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Filariasis
    Filariasis
    Dokumen3 halaman
    Filariasis
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Ujk
    Ujk
    Dokumen6 halaman
    Ujk
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Filariasis
    Filariasis
    Dokumen3 halaman
    Filariasis
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Case Anak Dadslml
    Case Anak Dadslml
    Dokumen12 halaman
    Case Anak Dadslml
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • BDFH
    BDFH
    Dokumen17 halaman
    BDFH
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Ref Mata
    Ref Mata
    Dokumen13 halaman
    Ref Mata
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Ref Mata
    Ref Mata
    Dokumen13 halaman
    Ref Mata
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Case Anak Dads
    Case Anak Dads
    Dokumen4 halaman
    Case Anak Dads
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Lapja 2 Des 2016
    Lapja 2 Des 2016
    Dokumen20 halaman
    Lapja 2 Des 2016
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Konsulen Jaga:: Dr. Doddy, Sp. OG Dr. Farid, Sp. OG Imza / Lieke / Johan
    Konsulen Jaga:: Dr. Doddy, Sp. OG Dr. Farid, Sp. OG Imza / Lieke / Johan
    Dokumen22 halaman
    Konsulen Jaga:: Dr. Doddy, Sp. OG Dr. Farid, Sp. OG Imza / Lieke / Johan
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Case Bedah
    Case Bedah
    Dokumen12 halaman
    Case Bedah
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Case LBPG
    Case LBPG
    Dokumen17 halaman
    Case LBPG
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Ijnbbjnj
    Ijnbbjnj
    Dokumen18 halaman
    Ijnbbjnj
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Hari Pahlawan
    Hari Pahlawan
    Dokumen13 halaman
    Hari Pahlawan
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Lipoblastic Embryonic Cell Nest in Origin: 2.3. Patofisiologi
    Lipoblastic Embryonic Cell Nest in Origin: 2.3. Patofisiologi
    Dokumen4 halaman
    Lipoblastic Embryonic Cell Nest in Origin: 2.3. Patofisiologi
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Bphi
    Bphi
    Dokumen30 halaman
    Bphi
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Lalala
    Lalala
    Dokumen27 halaman
    Lalala
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Hemostasis Stroke
    Gangguan Hemostasis Stroke
    Dokumen22 halaman
    Gangguan Hemostasis Stroke
    Muhammad Nazli
    Belum ada peringkat
  • NIHSS
    NIHSS
    Dokumen27 halaman
    NIHSS
    Deski Made
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen2 halaman
    Document 1
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Lala
    Lala
    Dokumen1 halaman
    Lala
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Klinik Dasar
    Keterampilan Klinik Dasar
    Dokumen10 halaman
    Keterampilan Klinik Dasar
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Lagu 9 Mei 2015
    Lagu 9 Mei 2015
    Dokumen1 halaman
    Lagu 9 Mei 2015
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen2 halaman
    Document 1
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat
  • Nyampah
    Nyampah
    Dokumen2 halaman
    Nyampah
    Federika Rosilawati
    Belum ada peringkat