Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus

Bells Palsy

Oleh
dr. Harnalia Pohan
Pembimbing
dr. Feria Kowira

RSUD Dr. Agoesdjam


Ketapang
2015

BAB I
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Tn. D

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 40 tahun

Alamat

: Sei kinjil

Agama

: Islam

Pekerjaan

: swasta

Tanggal periksa RS

: 19-09-2015

B. Anamnesa
SUBJEKTIF
1.

Keluhan utama :
Wajah sebelah kanan terasa tebal.

2.

Riwayat penyakit sekarang :


Os datang ke UGD agoesdjam dengan keluhan wajah sebelah kanan terasa
tebal sejak bangun tidur. Wajah juga dirasakan tidak simetris. Os juga mengeluh
kelopak mata kanan tidak dapat menutup sempurna dan mata terasa perih serta
berair. Os mengatakaan saat minum ada air yang tumpah dari bibir sebelah kanan.
Os mengatakan sebelum kejadian os merasakan badan meriang, seluruh badan
terasa kencang dan nyeri di tengkuk sampai ke belakang telinga. Os mengatakan
tidak ada keluhan lemas, lumpuh di tangan atau kaki, mual, muntah, kejang,
penglihatan ganda, gangguan pendengaran dan trauma kepala.

3.

Riwayat penyakit dahulu


-

4.

Hipertensi (-), DM (-), Stroke (-), Trauma (-), Hiperkolesterol (-), Maag (+)
Riwayat penyakit keluarga

Riwayat hipertensi(-), DM (-), stroke (-)


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa

OBJEKTIF

1. Status presens
-

Kesadaran
GCS
Keadaan umum
TD
Nadi
Pernafasan
Suhu
Kepala
Mata
Leher
Paru
Jantung
Perut
Ekstremitas

: Compos mentis
: E4 M6 V5
: Tampak sakit sedang
: 140/80 mmHg
: 82x/menit
: 24 x/menit
: 36,1OC
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn

2. Status neurologis
- N.VII
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Bersiul
Perasaan lidah 2/3 anterior
-

Kanan
Kiri
Turun
normal
(-)
(+)
(-)
(+)
Tertinggal
(+)
(-)
(+)
Tidak dilakukan

Anggota gerak atas


a.
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi

normal
5-5-5-5
Normotonus
Normotrofi

normal
5-5-5-5
Normotonus
Normotrofi

Anggota gerak bawah


a. Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi

kanan
normal
5-5-5-5
Normotonus
Normotrofi

kiri
normal

kanan

C. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik

: paresis N.VII (Bells Palsy dextra )

kiri

5-5-5-5
Normotonus
Normotrofi

Diagnosis topik

: Lesi N. VII perifer

Diagnosis etiologik

: Susp. Infeksi viral

D. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
-

Fisioterapi : infrared, massage, exercise


Mengunyah permen karet pada bagian kanan

Medikamentosa
- prednison 3x4 tab (60 mg) selama 3 hari selanjutnya tap off10 mg tiap harinya
sampai 10 hari.
- Neurdex (vit B1, vit B6, dan vit B12) 1x1 tab
- Acyclovir 1x400 mg selama 10 hari
- Tetes mata
Operatif ( bila perlu )
Edukasi
- Proteksi mata kanan ( ditutup dengan kacamata )
E. PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita
dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya disebut Bell's pals.
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak
faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar
19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas
maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara
dingin atau angin berlebihan .
C. ANATOMI
Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otototot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah
dan air mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan
sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan
lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot yang disarafinya.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar
sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars
intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf
fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar
sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada
akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya
identik dengan saraf trigeminus.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis
sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen
mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar
ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks
motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau
dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau
mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya
Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau
kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi
di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN
akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap
dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama
Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf
melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa
ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada
usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak
bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
E. ETIOLOGI

Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan


sebagai berikut:
I. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bells palsy.
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy antara lain : sesudah
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,
hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor
genetic.
II. Kongenital
a.

Anomali kongenital (sindroma Moebius)

b. Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)


c. Didapat

Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)


Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
Sindroma paralisis n. fasialis familial

F. GEJALA KLINIK
a. Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala
kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas
yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa
tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera
diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :
I.
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
II.

(lagophthalmos).
Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar

III.

atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign


Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang

IV.

lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.


Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi
lesi :
a.

Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut


yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi
dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi

menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak


dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda
klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah
antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus
fasialis di kanalis fasialis.
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya
hiperakusis.
d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di
belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi
pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah
paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di
ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani,
kanalis auditorius eksterna dan pina.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti
(a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya
nervus akustikus.

G. DIAGNOSA

Anamnesa
Rasa nyeri
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan
terbuka atau di luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran

pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.


Pemeriksaan Fisik

Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :


1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir

Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis
Bells palsy.

Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan
dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke,
sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy
akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada
telinga, ganglion genikulatum.

H. DIAGNOSA BANDING
1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam
yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.
Tanda dan gejala RHS meliputi:

Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,
saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau
lidah

Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi

Kesulitan menutup satu mata

Sakit telinga

Pendengaran berkurang

Dering di telinga (tinnitus)

Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)

Perubahan dalam persepsi rasa

2. Miller Fisher Syndrom


Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang
dijumpai. Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyelo
radiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia,
dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision
akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata .
Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer.
Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot
wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.
I. TATA LAKSANA
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau
1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari
kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset
penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya
kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan
nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.
Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan
prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita
yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan
berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk
mencegah replikasi virus.
Perawatan mata:
o Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan
lakrimasi yang hilang.

o Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar


jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang
adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
o Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan
pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap
kornea
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada
stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit
pagi-sore atau dengan faradisasi.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat
menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :

tidak terdapat penyembuhan spontan

tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

J. KOMPLIKASI
1. Crocodile tear phenomenon.
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa
bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari
serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.
Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan
timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami
regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme

Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali)
dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu
sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan
kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila
penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun
kemudian.

K. PROGNOSIS
Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki
prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85%
memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15%
kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian.
Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala
sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan
baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur
hidup.
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
1. Usia di atas 60 tahun
2. Paralisis komplit
3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
4. Nyeri pada bagian belakang telinga dan
5. Berkurangnya air mata.
Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk
mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis lain.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam
waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun
atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan
gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang
10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh
dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu
sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.

Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23
% kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 %
penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau
tumor kelenjar parotis.

Anda mungkin juga menyukai

  • Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan DL Posyandu
    Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan DL Posyandu
    Dokumen3 halaman
    Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan DL Posyandu
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Fistula Ani, JAN 10
    Fistula Ani, JAN 10
    Dokumen25 halaman
    Fistula Ani, JAN 10
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Rectal Toucher
    Rectal Toucher
    Dokumen39 halaman
    Rectal Toucher
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Assessment of Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL
    Assessment of Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL
    Dokumen7 halaman
    Assessment of Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Oa
    Penyuluhan Oa
    Dokumen25 halaman
    Penyuluhan Oa
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Osteomyelitis
    Osteomyelitis
    Dokumen46 halaman
    Osteomyelitis
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • PEMBENTUKAN Batu
    PEMBENTUKAN Batu
    Dokumen37 halaman
    PEMBENTUKAN Batu
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Ubet
    Portofolio Ubet
    Dokumen10 halaman
    Portofolio Ubet
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • 2.1 Penanganan Fraktur
    2.1 Penanganan Fraktur
    Dokumen39 halaman
    2.1 Penanganan Fraktur
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Fraktur
    Fraktur
    Dokumen48 halaman
    Fraktur
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Case Report Rinitis Alergi
    Case Report Rinitis Alergi
    Dokumen36 halaman
    Case Report Rinitis Alergi
    Jessie Widyasari
    Belum ada peringkat
  • Porto Polio Najuwa
    Porto Polio Najuwa
    Dokumen7 halaman
    Porto Polio Najuwa
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Osteomyelitis
    Osteomyelitis
    Dokumen46 halaman
    Osteomyelitis
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Porto Polio Najuwa
    Porto Polio Najuwa
    Dokumen7 halaman
    Porto Polio Najuwa
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Polio Lia
    Polio Lia
    Dokumen11 halaman
    Polio Lia
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Babi
    Babi
    Dokumen17 halaman
    Babi
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Luka Bakar
    Lapsus Luka Bakar
    Dokumen22 halaman
    Lapsus Luka Bakar
    Evita Adiningtyas
    Belum ada peringkat
  • Cacingan
    Cacingan
    Dokumen3 halaman
    Cacingan
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Bab I Luka Bakar Lia
    Bab I Luka Bakar Lia
    Dokumen19 halaman
    Bab I Luka Bakar Lia
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Pamflet PHBS
    Pamflet PHBS
    Dokumen2 halaman
    Pamflet PHBS
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis Lia
    Tonsilitis Lia
    Dokumen15 halaman
    Tonsilitis Lia
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Laporan Promkes
    Laporan Promkes
    Dokumen5 halaman
    Laporan Promkes
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Sikat Gigi Dan Cuci Tangan
    Penyuluhan Sikat Gigi Dan Cuci Tangan
    Dokumen13 halaman
    Penyuluhan Sikat Gigi Dan Cuci Tangan
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Aph
    Laporan Kasus Aph
    Dokumen9 halaman
    Laporan Kasus Aph
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Ppok 2
    Laporan Kasus Ppok 2
    Dokumen4 halaman
    Laporan Kasus Ppok 2
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen32 halaman
    Ppok
    Om Zainul
    Belum ada peringkat
  • Ketoasidosis Diabetik
    Ketoasidosis Diabetik
    Dokumen7 halaman
    Ketoasidosis Diabetik
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Bedah Appendisitis Akut
    Lapkas Bedah Appendisitis Akut
    Dokumen7 halaman
    Lapkas Bedah Appendisitis Akut
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat
  • Isi Rinitis Alergi
    Isi Rinitis Alergi
    Dokumen10 halaman
    Isi Rinitis Alergi
    Moses Octo Dicorintus Simbolon
    Belum ada peringkat