Anda di halaman 1dari 37

I.

BEBAN PENDINGINAN
Menurut Wirakartakusumah et al. (1989), beban refrigerasi adalah jumlah
panas yang harus diambil oleh refrigerator yang terdiri dari beberapa sumber yaitu
beban unsteady state yaitu panas yang dipindahkan untuk menurunkan suhu bahan
ke suhu ruang pendingin, beban steady state adalah jumlah panas yang harus
diserap untuk menjaga agar suhu penyimpanan konstan. Beban unstedy state
termasuk panas sensibel, panas hasil respirasi (untuk bahan segar), panas fusion
(untuk pembekuan). Beban steady state termasuk panas yang dipindahkan melalui
dinding refrigerator, celah antara pintu dan dinding serta panas yang dimasukkan
melalui pintu yang sering dibuka/tutup. Apabila dalam ruang refrigerator ada
mesin blower/kipas maka panas yang dihasilkan oleh motor tersebut harus
dimasukkan kedalam perhitungan beban steady state. Demikian juga orang yang
keluar masuk ruangan refrigerator, maka beban ini harus diperhitungkan.
Beban pendinginan merupakan penjumlahan dari beban panas yang
memasuki pendinginan dan berasal dari berbagai sumber. Beban panas terdiri dari
dua komponen yaitu panas sensibel yang terjadi jika panas memasuki ruangan dan
mengakibatkan peningkatan suhu ruangan, dan beban panas laten yang terjadi jika
uap air memasuki ruangan dan meningkatkan kelembaban nisbi ruangan.
Perhitungan beban pendinginan komersial dikelompokkan dalam tiga jenis
sumber yaitu beban di dalam ruangan, beban dari luar ruangan, dan beban-beban
lain. Tujuan utama perhitungan beban pendinginan adalah untuk menduga
kapasitas mesin pendingin yang dibutuhkan untuk dapat mempertahankan
keadaan optimal yang diinginkan dalam ruang. Sejumlah prosedur perhitungan
telah dikembangkan selama bertahun-tahun, akan tetapi secara prinsip perhitungan
dapat didasarkan pada dua cara yaitu:
-

perhitungan beban panas puncak, untuk menetapkan kapasitas maksimum


instalasi sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.

Perhitungan beban kalor sesaat, untuk mengetahui biaya operasi jangka


pendek dan jangka panjang serta untuk mengetahui karakterisitik dinamik
instalasi tersebut.

Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menghitung beban pendingin


adalah (1) material bahan dari ruang pendingin yang dipakai, (2) geometrik
ruangang pendingin berupa ukuran serta bentuk, (3) sumber panas internal, serta
(4) faktor iklim. Sedangkan menurut Dossat (1961) pada pendinginan komersial,
beban pendinginan total terbagi atas empat bahan terpisah, diantaranya : (1) beban
yang dilalui dinding, (2) beban akarena aliran udara, (3) beban produk, (4) dan
beban lainnya.
Beban Panas dari Dalam Ruangan
Beban panas dari dalam meliputi beban produk, manusia, dan alat-alat
bantu yang berada dalam ruangan.
Beban Produk
Panas dari produk terdiri dari : (1) panas awal yaitu panas yang dimilki
produk pada saat awal dimasukkan ke dalam cold storage dan (2) panas respirasi
selama penyimpanan. Panas respirasi suatu bahan akan semakin tinggi jika suhu
penyimpanan semakin besar (Syarief dan Kumendong, 1992).
- Panas awal pendinginan
Jika sejumlah bahan memasuki ruangan dingin pada suhu lebih besar dari
suhu ruangan tersebut, maka akan terjadi perlepasan panas sampai suhu bahan
sama dengan suhu ruang. Maka panas yang dilepaskan (Qp) untuk pendinginan :
Q p m p CpT

...............................................................1)

Dimana mp : massa bahan (kg), Cp : panas jenis (J/kgK) dan T : perubahan suhu
bahan (K).
Laju pelepasan panas dari bahan (Qp) diperoleh dengan membagi dengan waktu
pendinginan yang diinginkan.
Qp

m p CpT
t

.................................................................2)

- Panas respirasi
Panas respirasi merupakan beban panas bahan, karena pada proses
respirasi pada bahan hidup menghasilkan panas. Besarnya panas respirasi
tergantung pada jenis dan suhu bahan.
Qr m p rr ..........................................................................3)

Dimana Qr : panas respirasi , rr : laju respirasi (W/kg) dan mp : massa produk


Beban Manusia
Metabolisme yang terjadi pada manusia menghasilkan panas yang
kemudian dilepaskan ke lingkungan berupa panassensibel. Panas dari manusia
diakibatkan kegiatan loading dan unloding bahan di dalam gudang pendingin.
Jumlah panas yang dihasilkan dan dilepas tergantung pada tingkat kegiatan yang
dilakukan serta suhu lingkungannya. Ekivalen panas manusia dapat dilihat dari
tabel 2.
Tabel 2. Ekivalen panas manusia
Suhu (oC)
10
5
0
-5
-10
-15
-20

Ekivalen panas/orang
(kW)
0.211
0.242
0.275
0.305
0.347
0.378
0.407

Beban Lampu dan peralatan bantu


Beban panas peralatan bantu pada dasarnya berasal dari alat penerangan,
motor-motor listrik yang terdapat di dalam ruang pendinginan. Beban panas yang
dilepaskan oleh lampu (Ql) dan motor listrik (Qm) adalah:
Ql

Pl t l
...............................................................4)
24

Qm

Pm f m t m
........................................................5)
24

Dimana Pl : daya lampu (W), tl : waktu operasi lampu (jam), Pm : daya keluaran
motor (W), t : waktu kerja motor, fm : faktor pengali untuk motor.

Tabel 3. Panas ekivalen motor listrik

Rating Motor
(KW output)

Efisiensi

0.1-0.5
0.5-2.0
2.0-15

33.3
55
85

Beban terpasang
di dalam ruang
pendingin
1.67
1.45
1.15

Faktor pengali
Kehilangan panas
motor di luar
ruang pendingin
1
1
1

Beban terpasang
di luar
pendingin
0.67
0.45
0.15

Beban Panas dari Luar Ruangan


Beban panas dari luar ruangan meliputi transmisi panas dari dinding akibat
perpedaan suhu dan infiltrasi udara.
Transmisi Panas
Perpindahan panas dari lingkungan ke ruang cold storage tejadi karena
perbedaan suhu di dalam ruang dengan suhu lingkungan. Beban yang melalui oleh
dinding disebut sebagai beban kobocoran dinding, yaitu banyaknya panas yang
bocor menembus dinding ruang pembeku dari bagian luar ke dalam. Karenatidak
ada insulasi yang sempurna, mak akan selalu ada beban panas yang berasal dari
luar ke dalam ruangan, karena suhu di dalam ruangan lebih rendah daripada suhu
di luar ruangan. Gambar 1 menunjukkan skema perpindahan panas yang melalui
dinding.

Lingkungan

h0

Ruangan
k

Ta

h1
Tr
x

Gambar 1. Skema Perpindahan Kalor Melalui Dinding


Perpindahan panas akan terjadi melalui dinding, atap, lantai dan sekat. Persamaan
yang umum digunakan untuk menghitung beban transmisi panas:
Qk U l A (T ) .....................................................................6)

Dimana Qk : panas yang masuk karena konduksi dan konveksi (kW), U l :


koefisien perpindahan panas keseluruhan (kW/m2K), A : luas permukaan dinding
(m2) dan T : beda suhu di luar dan di dalam ruang.

Nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan dapat dihitung jika


konduktivitas (k) dan konduktansi (C) bahan diketahui. Konduktansi adalah
perpandingan antara konduktivitas bahan dengan tebal. Jika dinding merupakan
dinding komposit maka nilai Ul ditentukan dari tahanan panas keseluruhan (Rl).

k
......................................................................................7)
x

Rt

1
1
1
1
1

.....

........................................8)
f i C1 C 2
Cn f o

Ul

1
...................................................................................9)
Rt

Infiltrasi Udara
Masuknya udara luar ke dalam ruangan mempengaruhi suhu udara dan
tingkat kelembaban di ruang tersebut. Pertukuaran udara disebabkan karena
adanya kebocoran dinding, buka-tutup pintu dan ventilasi. Beban panas akibat
pertukaran udara ini sulit ditentukan secara tepat kecuali pada beberapa kasus
dimana debit udara yang masuk diketahui secara tepat. Beban panas yang diterima
(Qu) dapat dihitung dengan persamaan 10:
Qu m ho h i ...................................................................10)

Dimana, m: debit udara masuk ( kg/det), dimana h o dan hi adalah entapi udara di
luar dan di dalam ruangan (J/kg) yang diperoleh dengan grafik psikrometri.
Ton Refrigerasi
Ton refrigerasi merupakan satuan beban pendinginan untuk skala
pendinginan yang besar, sedangkan untuk sistem yang kecil biasanya
menggunakan J/det atau Watt. Sistem-sistem pendinginan dan komponenkomponen dibandingkan berdasarkan ton atau J/detik. Istilah ton refrigerasi
menunjukan bila pendinginan mekanis masih baru dan dipakai untuk
membandingkan kemampuan sistem mekanis terhadap es. Satu ton es dapat
menyerap 334952 kJ pada peleburannya(dalam menghaslkan pendinginan). Suatu
mesin yang dapat menyerap panas (menghasilkan pendinginan) dalam laju
334952 kJ per hari dibandingkan dengan sebagai 1 ton. Dalam membuat es air

didinginkan dari suhu sekeliling misalnya 294 K dan es praktis bersuhu dibawah
273 K, sehingga 1 ton mesin dapat membuat hanya sekitar dua per tiga ton dalam
24 jam. Satu ton refrigerasi sama dengan 13956 kJ/jam atau 3877 J/detik atau watt
(Henderson dan Perry, 1987).
Kapasitas Pendinginan
Kapasitas mesin pendingin yang diperlukan dapat dihitung dari beban
pendinginan yang harus diatasi dan waktu kerja mesin. Rumusannya:
qm

24 qt
tk

Dimana:
qm

: Kapasitas mesin pendingin (kW)

qt

: Beban pendinginan (kW)

tk

: Waktu kerja (jam)

Contoh Perhitungan Beban Pendinginan


Jika sebuah cold storage untuk menyimpan buah-buahan memiliki spesifikasi:
Luas ruang

: 15 x 15 x 4.5 m

Luas permukaan luar (termasuk lantai)

: 720 m2

Dimensi bagian dalam

: 14.7 x 14.7 x 4.2 m

Volume

: 908 m3

Insulasi dari polyurethane (konduktivitas)

: 1.3 KJ/m2cmoC

Koefisien transmisi (U)

: 1.1 kJ/jam m oC

Kondisi lingkungan pada panen

: 30 C/RH 50%

Suhu buah

: panen; 21C, di dalam storage -1.1 C

Kapasitas storage

: 600 bins (500 kg buah per bins

Berat bins

: 63.5 kg

Berat total dari bins

: 38.100 kg

Jumlah muatan

: 200 bins (100,000 kg buah per hari)

Lama pemuatan

: 3 hari

Laju pendinginan

: 21 ke 4.5 C (hari-1), 4.5 ke -1.1 C


(hari ke-2)

Pergantian udara dari pembukaan pintu selama pendinginan : 6 per hari


Pergantian udara dari pembukaan pintu selama penyimpanan : 1.8 per hari
Panas spesifik buah

: 0.86, kayu bins 0.5

Beban panas penurunan suhu udara dari 30 C ke -1.1C (RH 50%) : 74.5 kJ/m3
Beban panas penurunan suhu udara dari 7.2 C ke -1.1C (RH 70%) : 15.3 kJ/m3
Beban panas dari Lampu

: 2400 W/jam (3.6 kJ/W)

Beban panas dari kipas

: 3112 kJ/HP

Forklift listrik

: 36920 kJ masing-masing pekerja

selama 8 jam (1000 kJ/ jam pekerja)


Jawab :
A. Beban selama pendinginan dan pengisian storage : Perbedaan temperature
(TD) dari 30 C ke -1.1 C = 31.1 C, diasumsikan TD 31.1 C pada semua
permukaan.
1. Beban transmisi panas dari dinding:
Luas dinding x U x TD x h = 720 m 2 x 1.1 kJ x 31.1 C x 24 = 591149 kJ/24
jam
2. Beban pergantian udara dari pembukaan pintu :
Volume x beban panas x jumlah pergantian = 908 m 3 x 74.5 kJ x 6 = 405876
kJ/24 jam
3. Pendinginan produk (pemindahan panas lapang) :
- Hari pertama
= Berat buah x panas spesifik x TD x Faktor (kJ)
= 100000 kg x 0.86 x (21-4.5 C) x 4.186 =5939934 kJ/24 jam
= Berat bins x panas spesifik x TD x Faktor (kJ)
= 12700 kg x 0.5 x (21 4.5 C) x 4.186 =438588 kJ/24 jam
- Hari kedua
= Berat buah x panas spesifik x TD x Faktor (kJ)
= 100000 kg x 0.86 x (4.5-(-1.1C) x 4.186 =2015977 kJ/24 jam
= Berat bins x panas spesifik x TD x Faktor (kJ)
= 12700 kg x 0.5 x (4.5-(-1.1) C) x 4.186 =148854 kJ/24 jam

4. Panas respirasi selama proses pendinginan


a. Hari pertama
Suhu rata-rata = 13 C, laju respirasi 12206 kJ/ton 24 jam
= berat buah (ton) x laju respirasi
= 100 ton x 12206 = 1220600 kJ/24 jam
b. Hari kedua
Suhu rata-rata = 1.7 C, laju respirasi 1741 kJ/ton 24 jam
= berat buah (ton) x laju respirasi
= 100 ton x 1741 = 174100 kJ/24 jam
Panas maksimum diakumulasi di dalam storage sebelum pendinginan dilengkapi,
Total berat buah adalah 300000 kg dikurangi 2 hari loading sebesar 200000 kg =
100000 kg (100 ton) laju respirasi pada -1.1C adalah 812 kJ/24 jam ton.
= berat (ton) x laju resprasi = 100 x 812 =81200 kJ/24 jam.
5. Panas tambahan
Beban panas dari Lampu = 2400 W/jam x 3.6 kJ/W x 8 jam = 69120 kJ/24 jam
Beban panas dari kipas

= 3 HP x 3112 kJ/HP x 24 jam = 224064 kJ/24 jam

Forklift listrik

= 2 x 36920 kJ/ forklift x 8 jam = 73840 kJ/24 jam

Pekerja

= 2 pekerja x 1000 kJ/jam x 8 jam = 16000 kJ/24jam

Total beban panas selama pendinginan :


1. Beban transmisi panas dari dinding

= 519149

2. Pergantian udara

= 405876

3. Pendinginan produk

= 8543353

4. Produksi respirasi

= 1475900

5. Tambahan

= 383024

Sub total

= 11399302

Factor keamanan 10%

= 1139930

Total pendinginan yang dibutuhkan

= 12539232

Jika diasumsikan peralatan pendingin beroperasi selama 18 jam/hari jadi beban yg


dibutuhkan sebesar 696624 kJ/jam atau 696614 kJ/jam: 12660 = 55 ton puncak
refrigerasi yang dibutuhkan.

B. Beban selama operasi penyimpanan normal: (rata-rata kondisi lingkungan


luar 7.2 C pada RH 70%, suhu storage -1.1 C; TD = 7.2 C-(-1.1)= 8.3 C)
1. Beban transmisi panas dari dinding:
Luas dinding x U x TD x h = 720 m2 x 1.1 kJ x 8.3 C x 24 = 157766 kJ/24 jam
2. Beban pergantian udara dari pembukaan pintu :
Volume x beban panas x jumlah pergantian = 908 m3 x 15.3 kJ x 1.8 = 25006
kJ/24 jam
3. Beban produk (respirasi, tidak ada pendinginan)
Laju respirasi pada suhu -1.1 C adalah 812 kJ/ton 24 jam
= berat buah (ton) x laju respirasi = 300 ton x 812 = 243600 kJ/24 jam
4. Beban Tambahan
Beban panas dari Lampu = 2400 W/jam x 3.6 kJ/W x 4 jam = 34560 kJ/24 jam
Beban panas dari kipas

= 3 HP x 3112 kJ/HP x 24 jam = 224064 kJ/24 jam

Pekerja

= 1 pekerja x 1000 kJ/jam x 4 jam = 4000 kJ/24jam

Total beban panas selama peyimpanan:


1. Beban transmisi panas dari dinding

= 157766

2. Pergantian udara

= 25006

3. Produksi respirasi

= 243600

4. Tambahan

= 262624

Sub total

= 688996

Faktor keamanan 10%

= 68899

Total pendinginan yang dibutuhkan

= 757895

Jika diasumsikan peralatan pendingin beroperasi selama 18 jam/hari jadi beban yg


dibutuhkan sebesar 42105 kJ/jam atau 42105 kJ/jam : 12660 = 3.3 ton refrigerasi
yang dibutuhkan selama penyimpanan normal.
Beban Pendinginan untuk Pengkondisian Udara
Pemakaian energi suatu gedung, khususnya yang bersangkutan dengan
sistem penyejuk udara dalam gedung tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Tempat gedung itu berada, beserta keadaan

lingkungannya. 2. Iklim ditempat gedung berada. 3. Jenis pemakaian (penghunian,


pemakaian alat bantu, lampu dan sebagainya). 4. Jenis kontruksi bangunan yang
dipakai. 5. Orientasi gedung yaitu arah sumbu bangunan. 6. Dan lain-lain.
Perhitungan pembebanan energi suatu gedung berdasarkan sumber-sumber kalor
dari luar gedung maupun kalor yang bersumber dari dalam gedung itu sendiri.
Kalor yang berasal dari luar gedung antara lain:
1. Konduksi melalui dinding, pintu, atap, dan lantai
2. Efek rumah kaca (green house effect) karena adanya jendela kaca
3. Panas radiasi 4. Infiltrasi dan ventilasi udara luar
Kalor yang bersumber dari dalam gedung antara lain:
a. Panas yang dihasilkan oleh penghuni
b. Panas yang dikeluarkan lampu
c. Panas yang dibangkitkan oleh alat-alat lain
Sumber panas lainnya berupa kerugian pada ducting (saluran udara), fan, pompa,
bocoran udara, dan lain-lain.
Tujuan utama sistem pengkondisian udara adalah mempertahankan keadaan
udara didalam ruangan dan meliputi pengaturan temperatur, kelembaban relatif,
kecepatan sirkulasi udara maupun kualitas udara. Sistem pengkondisian udara
yang dipasang harus mempunyai kapasitas pendinginan yang tepat dan dapat
dikendalikan sepanjang tahun. Kapasitas peralatan yang dapat diperhitungkan
berdasarkan beban pendinginan setiap saat yang sebenarnya. Alat pengatur
ditentukan berdasarkan kondisi yang diinginkan untuk mempertahankan selama
beban puncak maupun sebagian. Beban puncak maupun sebagian tidak mungkin
dapat diukur sehingga diperlukan prediksi melalui perhitungan yang mendekati
keadaan yang sebenarnya. Untuk maksud perkiraan tersebut diperlukan survei
secara mendalam agar dapat dilakukan analisis yang teliti terhadap sumbersumber beban pendinginan. Pemilihan peralatan yang ekonomis dan perancangan
sistem yang tepat dapat dilakukan juga beban pendinginan sesaat yang sebenarnya
dapat dihitung secara teliti. Beban pendinginan sebenarnya adalah jumlah panas
yang dipindahkan oleh sistem pengkondisian udara setiap hari. Beban
pendinginan terdiri atas panas yang berasal dari ruang dan tambahan panas.
Tambahan panas adalah jumlah panas setiap saat yang masuk kedalam ruang

melalui kaca secara radiasi maupun melalui dinding akibat perbedaan temperatur.
Pengaruh penyimpanan energi pada struktur bangunan perlu dipertimbangkan
dalam perhitungan tambahan panas.
Aspek-aspek fisik yang harus diperhatikan dalam perhitungan beban
pendingin antara lain:
1. Orientasi gedung dengan mempertimbangkan pencahayaan dan pengaruh
angin
2. Pengaruh emperan atau tirai jendela dan pantulan oleh tanah
3. Penggunaan ruang
4. Jumlah dan ukuran ruang
5. Beban dan ukuran semua bagian pembatas dinding
6. Jumlah dan aktivitas penghuni
7. Jumlah dan jenis lampu
8. Jumlah dan spesifikasi peralatan kerja
9. Udara infiltrasi dan ventilasi
Beban pendinginan suatu ruang berasal dari dua sumber, yaitu melalui
sumber eksternal dan sumber internal. 1. Sumber panas eksternal antara lain : a)
Radiasi surya yang ditransmisikan melaui kaca b) Radiasi surya yang mengenai
dinding dan atap, dikonduksikan kedalam ruang dengan memperhitungkan efek
penyimpangan melalui dinding. c) Panas Konduksi dan konveksi melalui pintu
dan kaca jendela akibat perbedaan temperatur. d) Panas karena infiltrasi oleh
udara akibat pembukaan pintu dan melalui celah-celah jendela. e) Panas karena
ventilasi. 2. Sumber panas internal antara lain : a) Panas karena penghuni b)
Panas karena lampu dan peralatan listrik c) Panas yang ditimbulkan oleh peralatan
lain.
Sumber-sumber Panas Beban pendinginan total merupakan jumlah beban
pendinginan tiap ruang. Beban ruang tiap jam dipengaruhi oleh perubahan
temperatur udara luar, perubahan intensitas radiasi, surya dan efek penyimpanan
panas pada struktur/dinding bagian luar bangunan gedung.

Data yang berupa

tabel analisis regresi. Intensitas radiasi surya di hitung menggunakan persamaanpersamaan yang relevan

Dalam sistem pendingin dikenal dua macam panas atau kalor yaitu panas
sensible (panas yang menyebabkan perubahan temperatur tanpa perubahan fase).
Setiap sumber panas

yang dapat menaikkan suhu ruangan ditandai dengan

naiknya temperatur bola kering (Tdb) akan menambah beban panas sensible.
Panas laten yaitu: panas yang menyebabkan perubahan fase tanpa menyebabkan
perubahan temperatur misalnya : kalor penguapan. Setiap sumber panas yang
dapat menambah beban laten. Udara yang dimasukkan kedalam ruangan harus
mempunyai kelembaban rendah agar dapat menyerap uap air (panas laten) dan
temperatur yang rendah agar dapat menyerap panas dari berbagai sumber panas
dalam ruangan (panas sensible), agar kondisi ruangan yang diinginkan dapat
dipercepat. Beban ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Penambahan beban sensible

Transmisi panas melalui bahan bangunan, melewati atap, dinding, kaca,

partisi, langit-langit dan lantai

Radiasi sinar matahari

Panas dari penerangan atau lampu-lampu

Pancaran panas dari penghuni ruangan

Panas dari peralatan tambahan dari ruangan

Panas dari elektromotor

2. Penambahan panas laten

Panas dari penghuni ruangan

Panas dari peralatan ruangan

3. Ventilasi dan infiltrasi

Penambahan panas sensible akibat perbedaan temperatur udara dalam dan


luar.

Penambahan panas laten akibat kelembaban udara dalam dan luar.

II. SISTEM PENDINGIN KOMPRESI UAP

Proses pendinginan adalah proses pengeluaran panas dari suatu benda di


bawah suhu sekelilingnya atau pendinginan dapat didefinisikan sebagai proses
pindah panas dari suhu rendah ke suhu tinggi. Secara umum pendinginan dapat
dibagi yaitu pendinginan alami dan mekanis. Pendingin sistem kompresi uap
merupakan salah satu pendinginan mekanis karena pada prosesnya menggunakan
peralatan mekanis, tenaga listrik dan sumber-sumber tenaga lainnya. Mesin
pendingin kompresi uap bekerja secara mekanik dan menyebabkan perpindahan
panas dari ruang pendingin ke tempat lain. Perpindahan panas tersebut dilakukan
dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas
(uap) kemudian ke fase cair kembali secara berulang. Refrigeran mendidih pada
suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan air pada tekanan yang sama.
Misal: amonia pada tekanan 1 atm (101.3kPa) dapat mendidih pada suhu -33C.
Suhu didih refrigeran dapat diubah dengan cara mengubah tekanannya, misalnya
untuk menaikkan suhu penguapan amonia menjadi 0C, tekanan harus menjadi
428.5kPa
Bagian utama dari mesin pendingin kompresi uap adalah :

Kompresor, untuk menaikkan tekanan uap refrigeran

Kondensor, mengubah refrigeran uap menjadi refrigeran cair dengan


membuang panas ke lingkungan.

Katup ekspansi, menurunkan tekanan refrigeran cair.

Evaporator, refrigeran cair dengan tekanan rendah akan menarik panas


dari lingkungan sehingga terjadi efek pendinginan.
Prinsip kerja sistem kompresi uap dapat dilihat pada Gambar 1, refrigeran

dalam receiver (tangki refrigeran) yang berfase cair berada dalam tekanan tinggi.
Karena tekanan yang tinggi yang dihasilkan dari kompresor, refrigeran akan
berbergerak melalui pipa dan melewati katup ekspansi sehinggga refrigeran yang
bertekanan tinggi akan turun tekanannya. Fase refrigeran yang terbentuk adalah
campuran cair

dan uap yang kemudian masuk ke evaporator. Di dalam

evaporator, refrigeran yang berfase cair akan mendidih sehingga dihasilkan


refrigeran yang seluruhnya berfase uap. Panas yang digunakan berasal untuk
penguapan diambil dari sekelilingnya, sehingga mengakibatkan pendinginan
udara sekitarnya.

Uap refirgeran yang bertekanan tekanan rendah menunuju

kompresor, di dalam kompresor uap yang bertekanan rendah kemudian


dimampatkan sehingga diperoleh uap refrigeran yang bertekanan tinggi dan
bersuhu tinggi. Selanjutnya uap refrigeran yang bertekanan tinggi melewati
kondensor. Di bagian ini uap refrigeran akan berubah fasenya menjadi cair dengan
cara membuang panas latennya ke udara sekitarnya. Cairan refrigeran kemudian
mengalir kembali ke tangki.

Garis cairan

Cair jenuh
p3=p2
T3<T2

Pelepasan panas

Garis cairan

(QK)

Gas
p2>p1
T2=T1

kondensor
3

Daerah
tekanan
tinggi

1
Katup
ekspansi

Cair gas
p4<p3
T4<T3

Garis ekspansi

evaporator

Penyerapan panas

(QO)

kompresor
Gas jenuh
p1=p4
T1=T4

Daerah
tekanan
rendah

Pipa isap (suction)

Gambar 1. Siklus Kompresi Uap


Pada siklus kompresi uap terdapat dua sisi tekanan yaitu sisi yang
bertekanan tinggi dan rendah. Tekanan discharge dari kompresor, aliran discharge
refrigeran, kondensor dan aliran cairan refrigeran merupakan daerah tekanan
tinggi pada sistem sedangkan garis ekspansi, evaporator, suction dan tekanan
suction dari kompresor merupakan daerah tekanan rendah.

Titik kritis
v = konstan
t = konstan
3

Garis
Cair Jenuh

Garis
Uap Jenuh
Entalphi (kJ/kg)

Gambar 2. Diagram Tekanan Entalphi


Proses 1 2 (kompresi) :
refrigeran yang keluar dari evaporator masuk dan dikempa oleh
kompresor sehingga menghasilkan gas refrigeran dengan tekanan dan
suhu yang lebih tinggi (suhu tinggi akibat dari proses kompresi
insentropik)
Proses 2 3 (kondensasi) :
refrigeran dengan tekanan dan suhu tinggi dikondensasi dan
menghasilkan refrigeran cair jenuh. Pada awal proses, suhu refrigeran
sedikit mengalami penurunan, selanjutnya berubah fase dari gas ke
cair pada suhu tetap
Proses 3 4 (pencekikan) :
tekanan cairan refrigeran diturunkan dengan menggunakan katup
cekik (expansion valve). Saat terjadi penurunan tekanan, juga terjadi
penurunan suhu dan peningkatan mutu gas refrigeran. Dengan
penurunan tekanan dan suhu, sebagian refrigeran cair berubah
menjadi gas.
Proses 4 1 (penguapan) :
terjadi pada suhu yang sama, dimana hanya terjadi perubahan fase
dari cair ke gas. Panas laten penguapan diambil dari lingkungan
sehingga terjadi pendinginan lingkungan. Besarnya pendinginan
dinyatakan dalam efek pendinginan (ton refrigerasi)

Siklus yang telah diuraikan adalah siklus jenuh yang sederhana dimana
kedua keadaan yaitu cairan sesudah kondensasi dan uap sesudah penguapan
berada dalam keadaan jenuh yang digambarkan dalam kurva cairan dan uap jenuh.
Suhu kondensasi tk dan suhu penguapan to yang berhubungan dengan tekanan
jenuh pk dan po dapat juga dikatakan suhu discharge jenuh dan suhu suction
jenuh walaupun suhu discharge yang sebenarnya dari kompresor adalah t2
Proses-proses termodinamika yang terjadi pada sistem kompresi uap
adalah sebagai berikut:
Proses 1 2 : Kompresi isentropic : S2 = S1, Q = 0
Kerja yang dilakukan W V dp dh (h2 h1 )
Proses 2 3 : Desuperheating dan kondensasi : pk = konstan
Panas terbuang, qk = h2 h3
Proses 3 4 : Ekspansi isentalpi : h3 = h4 = hf4 + x (h1 hf4)
atau X
Proses 4 -1 :

h3 hf 4
h1 hf 4

Penguapan : p0 = konstan
Efek pendinginan, q0 = h1 h4

Terdapat 2 proses yang terjadi pada tekanan konstan, keadaan ini


memungkinkan siklus kompresi uap digambarkan dalam diagram Tekanan
Entalpi (p-h) seperti yang ditunjukan pada gambar 2. Peningkatan akibat kerja
yang dilakukan pada proses isentropi juga dapat digambarkan pada diagram p-h.
pada gambar 2 ditunjukan pula garis suhu konstan dalam daerah subcooled dan
superheated sepanjang garis volume konstan. Ini berarti bahwa garis suhu konstan
dalam daerah cairan subcooled (garis vertikal) adalah sebagai entalpi cairan yang
merupakan fungsi suhu dan tidak tergantung pada tekanan.
Pendinginan yang efektif atau pendinginan per kilogram dari zat pendingin
adalah : h1 h4. Tenaga yang dibutuhkan oleh kompresor per kg zat pendingin
adalah

h2 h1, merupakan tenaga mekanis yang disterakan dengan Joule.

Koefisien kemampuan adalah faktor yang menggambarkan jumlah tenaga yang


berguna untuk kapasitas pendinginan per Joule tenaga mekanis input.

Dari hukum I thermodinamika, pengukuran kinerja dari siklus refrigerasi


ditunjukkan oleh

Coefficient of Performance (COP). COP merupakan

perbandingan tingkat keluaran panas yang bermanfaat yang dikirimkan oleh unit
pompa panas yang lengkap (tergolong pengganti pemanas) ke tingkat penyesuaian
masukan energi, pada unit konsisten dan di bawah kondisi-kondisi spesifik.
Reynolds dan Perkin (1983) juga menyatakan bahwa pada mesin pendingin,
performansinya tidak dinyatakan dengan efisiensi, tetapi dinyatakan dalam
koefisien performansi atau COP.
Pada siklus kompresi uap di pendingin carnot, koefisien siklus pendinginan
disingkat dengan COP yang menggambarkan koefisien kemampuan yang
menghubungkan energi pendinginan yang terpakai terhadap energi mekanis yang
masuk atau perbandingan dari efek pendingin yang dilakukan pada refrigeran
dengan kerja yang dilakukan pada refrigeran, yang dapat dirumuskan dalam
persamaan
COP

h1 h4
h2 h1

Koefisien kemampuan secara teoritis untuk pendinginan adalah


COP

TC
TH TC

T dalam suhu absolute; C merupakan suhu penguapan zat pendingin; H suhu


panas dari kondensasi zat pendingin. COP sebenarnya selalu lebih kecil dari COP
teoritis. Hal ini disebabkan oleh kehilangan panas sistem mekanis karakteristik
dari siklus pendinginan. Koefisien kemampuan berkisar lebih kecil dari satu untuk
sistem-sistem yang bekerja pada suhu dibawah nol sampai lima atau lebih untuk
sistem-sistem yang bekerja di atas titik beku.
Sistem pendinginan dan komponen dibandingkan berdasarkan Ton
refrigerasi atau J/detik. Istilah Ton Refrigerasi menunjukan bila pendinginan
mekanis masih sangat baru dan dipakai untuk membandingkan kemampuan
sistem mekanis terhadap es. Satu ton es dapat menyerap panas sebesar 334952
pada peleburannya (dalam menghasilkan pendinginan). Suatu mesin pendingin
yang dapat mnyerap panas dengan laju 334952 kJ per hari dibandingkan sebagai 1
ton. Satu ton refrigerasi sama dengan 13956 kJ/jam atau 3877 J/detik. Pada

prakteknya, J/detik atau watt dipakai pada sistem yang kecildan dalam ton untuk
sistem yang besar. Suhu evaporator harus ditentukan karena kapasitas akan turun
bila suhu penguapan refrigeran turun.
American Siciety of Refrigerating Engineers telah mengesahkan suatu
syarat baku untuk operasi yang dapat dipakai untuk membandingkan refrigeran,
sistem dan komponen. Syarat-syarat ini adalah :
- Suhu penguapan refrigeran

: - 15 oC

- Suhu kondensasi refrigeran

: 30 oC

- Suhu uap terpanaskan dari evaporator ke kompresor

: - 13 oC

- Suhu uap terdinginkan dari kondensor ke klep pemuaian : - 13 oC


Komponen Kompresi Uap
Kondensor
Kondensor merupakan bagian refrigerator yang menerima uap panas
bertekanan tinggi dari kompresor. Kondensor berfungsi untuk mengubah wujud
refrigeran uap panas bertekanan tinggi menjadi refrigeran cair bertekanan tinggi.
Prinsipnya adalah dengan menghilangkan panas sensibelnya yang diikuti oleh
penghilangan panas laten. Tipe kondensor secara umum dibedakan berdasarkan
medium pendingin yang digunakan. Sesuai dengan hal diatas, kondensor terbagi
atas tiga tipe yaitu kondensor pendingin udara, air dan sistem penguapan.

Gambar 3. Jenis-jenis kondensor

Katup Ekspansi
Katup ekspansi secara umum berfungsi untuk menurunkan tekanan tinggi
refrigeran cair ke tekanan konstan yang lebih rendah dengan cara mengubah
bentuk refrigeran cair menjadi butir-butir air ketika melewati evaporator. Selain
itu katup ekspansi dipakai untuk mengatur laju aliran zat pendingin ke dalam
evaporator sesuai dengan laju penguapannya.

Gambar 4. Jenis-jenis katup ekspansi


Evaporator
Evaporator merupakan unit yang menghasilkan pendinginan yang
mengekstraksi panas keluar dari bahan. Evaporator dibagi dalam 2 kelas utama
yaitu tipe basah dan tipe kering. Evaporator tipe basah, cairan pendingin menutupi
seluruh permukaan pindah panas. Sedangkan evaporator tipe kering, bagian
permukaan pidah panas digunakan untuk pemanasan (super heating) uap air.
Evaporator berfungsi untuk mengubah refrigeran cair menjadi uap dengan
menyerap panas di ruangan. Evaporator selalu berpasangan dengan fan. Fungsi
fan adalah untuk menghisap udara panas yang melewati evaporator sekaligus
mendorongkan udara dingin ke ruangan.

Gambar 5. Jenis-jenis katup evaporator


Kompresor
Ada empat tipe dari kompresor yaitu bolak-balik, rotary, gigi (gear) dan
sentrifugal. Kompresor berfungsi untuk menggerakkan sistem refrigerasi agar
dapat mempertahankan suatu perbedaan tekanan rendah dan tekanan tinggi pada
sistem. Ada dua hal yang dilakukan kompresor dalam melaksanakan fungsinya.
Yang pertama adalah menghisap uap refrigeran dari evaporator dan menciptakan
tekanan rendah di evaporator. Dengan demikian memungkinkan cairan refrigeran
mendidih dan menguap pada suhu rendah. Panas yang diserap dari bahan yang
akan didinginkan dibutuhkan untuk pengupan refrigeran. Yang kedua yaitu
memampatkan uap refrigeran yang diisap dari evaporator, sehingga tekanan dan
suhu refrigeran meningkat menuju kondensor untuk diembunkan menjadi cairan
oleh udara dan air di kondensor.

Gambar 6. Kompresor

REFRIGERAN
Definisi Refrigeran
1. Refrigeran adalah suatu medium yang fungsinya sebagai pengangkut
panas, sehingga panas tersebut diserap dari evaporator (suhu rendah) dan
dilepaskan ke kondensor (suhu tinggi)
2. Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi.
3. Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena
dialah yang menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin
refrigerasi.
4.

ASHRAE (2005) mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja di dalam


mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan sistem pompa kalor.

Masalah kontemporer yang menghadang refrigeran adalah munculnya lubang


ozon dan pemanasan global. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan
membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan
kondensasi. Calm (2002) membagi perkembangan refrigeran dalam 3 periode:
Periode pertama, 1830-an hingga 1930-an, dengan kriteria refrigeran "apa pun
yang bekerja di dalam mesin refrigerasi". Refrigeran yang digunakan dalam
periode ini adalah ether, CO2, NH3, SO2, hidrokarbon, H2O, CCl4, CHCs. Periode
ke-dua, 1930-an hingga 1990-an menggunakan kriteria refrigeran: aman dan tahan
lama (durable). Refrigeran pada periode ini adalah CFCs (Chloro Fluoro
Carbons), HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons), HFCs (Hydro Fluoro
Carbons), NH3, H2O. Periode ke-tiga, setelah 1990-an, dengan kriteria refrigeran
"ramah lingkungan".
Refrigeran pada periode ini adalah HCFCs, NH 3, HFCs, H2O, CO2.
Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua
masalah lingkungan, yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat merusak
ozon yang dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan pada periode ke-dua,
yakni CFCs, dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang kemudian
didukung oleh data pengukuran lapangan oleh Farman dkk. (1985). Setelah
keberadaan lubang ozon di lapisan atmosfer diverifikasi secara saintifik,

perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat-zat perusak


ozon disepakati pada 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal.
CFCs dan HCFCs merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk
dihapuskan masing-masing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara-negara maju
(United Nation Environment Programme, 2000). Sedangkan untuk negara-negara
berkembang, kedua refrigeran utama tersebut masing-masing dijadwalkan untuk
dihapus (phased-out) pada tahun 2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell, 2002).
Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas
penyebab rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation Framework Convention on
Climate Change, 2005).
Setelah periode CFCs, R22 (HCFC) merupakan refrigeran yang paling banyak
digunakan di dalam mesin refrigerasi dan pengkondisian udara. Saat ini beberapa
perusahaan pembuat mesin-mesin refrigerasi masih menggunakan refrigeran R22
dalam produk-produk mereka. Meski refrigeran ini, termasuk juga refrigeran jenis
HCFCs lainnya, dijadwalkan untuk dihapuskan pada tahun 2030 (untuk negara
maju), namun beberapa negara Eropa telah mencanangkan jadwal yang lebih
progresif, misalnya Swedia telah melarang penggunaan R22 dan HCFCs lainnya
pada mesin refrigerasi baru sejak tahun 1998, sedangkan Denmark dan Jerman
mengijinkan penggunaan HCFCs pada mesin-mesin baru hanya hingga 31
Desember 1999 (Kruse, 2000). Protokol Montreal memaksa para peneliti dan
industri refrigerasi membuat refrigeran sintetis baru, HFCs (Hydro Fluoro
Carbons) untuk menggantikan refrigeran lama yang ber-klorin yang dituduh
menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon. Weatherhead dan Andersen (2006)
mengemukakan bahwa sejak 8 tahun terakhir, penipisan kolom lapisan ozon tidak
terjadi lagi. Kedua peneliti ini meyakini akan terjadinya pemulihan lapisan ozon.
Meski demikian, keduanya tidak secara jelas merujuk turunnya penggunaan zat
perusak ozon sebagai penyebab pulihnya lapisan ozon. Powell (2002)
menyebutkan bahwa adanya kerjasama yang sangat baik antara produser
refrigeran dan perusahaan pengguna refrigeran telah memungkinkan terjadinya
transisi mulus dari era penggunaan CFCs secara besar-besaran di 1986 hingga
penghapusan dan penggantiannya dengan R134a di tahun 1996. Banyak kalangan

menyebutkan bahwa Protokol Montreal adalah salah satu perjanjian internasional


di bidang lingkungan yang paling berhasil diterapkan. Saat ini, HCFCs (yang pada
dasarnya merupakan pengganti transisional untuk CFCs) telah memiliki 2
kandidat pengganti, yakni R410A (campuran dengan sifat mendekati zeotrop) dan
R407C (campuran azeotrop) (Kruse, 2000). Hidrokarbon Propana (R290) juga
berpotensi menjadi pengganti R22 (Kruse, 2000). R407C merupakan campuran
antara R32/125/132a dengan komposisi 23/25/52, sedangkan R410A adalah
campuran R32/125 dengan komposisi 50/50 (ASHRAE, 2005). Saat ini, beberapa
perusahaan terkemuka di bidang refrigerasi dan pengkonsian udara telah
menggunakan R410A dalam produk mereka. Jika Protokol Montreal dan Kyoto
dilaksanakan secara penuh dan konsisten, maka secara umum pada saat ini belum
ada pilihan refrigeran komersial selain refrigeran alami. Meskipun perlu dicatat
bahwa

baru-baru

ini

terdapat

produsen

refrigeran

yang

mengklaim

keberhasilannya membuat refrigeran yang tidak merusak ozon dan tidak


menimbulkan pemanasan global (ASHRAE, 2006). Beberapa refrigeran alami
yang sudah digunakan pada mesin refrigerasi adalah: amonia (NH 3), hidrokarbon
(HC), karbondioksida (CO2), air, dan udara (Riffat dkk., 1997). Kata "alami"
menekankan keberadaan zat-zat tersebut yang berasal dari sumber biologis atapun
geologis; meskipun saat ini beberapa produk refrigeran alami masih didapatkan
dari sumber daya alam yang tidak terbarukan, misalnya hidrokarbon yang
didapatkan dari oil-cracking, serta amonia dan CO2 yang didapatkan dari gas alam
(Powell, 2002). Penggunaan karbondioksida, air, dan udara pada refrigerator
komersial masih memerlukan riset yang mendalam, sedangkan penggunaan
amonia dan hidrokarbon, meskipun sudah cukup banyak dilakukan, masih
memiliki peluang riset yang cukup banyak (Riffat dkk., 1997). Amonia bersifat
racun (toxic) dan cukup mudah terbakar, sedangkan hidrokarbon termasuk dalam
zat yang sangat mudah terbakar; oleh karena itu refrigeran tersebut secara umum
sulit digunakan pada sistem ekspansi langsung. Sistem refrigerasi tak-langsung
bisa digunakan untuk mengatasi kelemahan kedua refrigeran tersebut. Beberapa
peneliti berusaha menekan tingkat keterbakaran refrigeran hidrokarbon dengan
cara mencampurkannya bersama refrigeran lain yang tak mudah terbakar (Pasek
dkk., 2006; Sekhar dkk., 2004; Dlugogorsky dkk., 2002). Granryd (2001)

menekankan bahwa pada dasarnya sudah tersedia teknologi untuk meningkatkan


keamanan pada sistem refrigerasi yang menggunakan refrigeran hidrokarbon,
namun cara yang ekonomis untuk membuat sistem tersebut aman dan terbukti
dapat digunakan dalam skala luas masih perlu dikembangkan lebih lanjut.
Teknologi Refrigerasi Alternatif
Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap dalam
dekade belakangan ini membuat beberapa peneliti berusaha memunculkan sistem
refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa. Teknologi
alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem absorpsi, adsorpsi padatan
(solid adsorption), dan efek magnetokalorik. Sistem absorpsi dan adsorpsi
padatan tidak menggunakan refrigeran yang merusak ozon dan menimbulkan
pemanasan global, serta bisa memanfaatkan panas matahari ataupun panas
buangan; sedangkan refrigerasi sistem efek magnetokalorik sama sekali tidak
menggunakan refrigeran primer.
Pemilihan jenis refrigeran :
1. dipilih jenis yang paling sesuai dengan jenis kompresor yang dipakai
2. karakteristik thermodinamikanya

yang

antara lain meliputi

suhu

penguapan dan tekanan penguapan serta suhu pengembunan dan tekanan


pengembunan
Pembagian Refrigeran :
1. Refrigeran primer

: digunakan dalam sistem kompresi uap

2. Rerigeran sekunder :
cairan yang digunakan untuk membawa energi kalor dari bahan yang
sedang didinginkan ke evaporator pada sistem refrigerasi (cairan anti beku
tidak mengalami perubahan fase) mis. larutan garam, glikol propilen,
etilen glikol.
Seleksi refrigeran :

1. Berdasarkan sifat termodinamika : titik didih, tekanan penguapan dan


pengembunan, tekanan dan suhu kritis, titik beku, volume uap, COP, HP
per ton refrigerasi
2. Sifat Kimia : Tidak mudah terbakar, tidak beracun bagi manusia, tidak
bereaksi dengan air, minyak dan bahan konstruksi.
3. Sifat fisik : Konduktivitas, kekentalan
Powell (2002) menerangkan bebeapa syarat yang harus dimiliki oleh refrigeran
pengganti, yakni:
1.

Memiliki sifat-sifat termodinamika yang berdekatan dengan refrigeran


yang hendak digantikannya, utamanya pada tekanan maksimum operasi
refrigeran baru yang diharapkan tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan
dengan tekanan refrigeran lama yang ber-klorin.

2. Tidak mudah terbakar.


3. Tidak beracun.
4. Bisa bercampur (miscible) dengan pelumas yang umum digunakan dalam
mesin refrigerasi.
5. Setiap refrigeran CFC hendaknya digantikan oleh satu jenis refrigeran
ramah lingkungan.
Sifat Refrigeran
1. Tekanan penguapan harus cukup tinggi Sebaiknya refrigeran memiliki
suhu pada tekanan yang lebih tinggi, sehingga dapat dihindari
kemungkinan terjadinya vakum pada evaporator dan turunnya efisiensi
volumetrik karena naiknya perbandingan kompresi.
2. Tekanan pengembunan yang tidak terlampau tinggi. Apabila tekanan
pengembunannya terlalu rendah, maka perbandingan kompresinya
menjadi lebih rendah, sehingga penurunan prestasi kondensor dapat
dihindarkan, selain itu dengan tekanan kerja yang lebih rendah, mesin
dapat bekerja lebih aman karena kemungkinan terjadinya kebocoran,
kerusakan, ledakan dan sebagainya menjadi lebih kecil.

3. Kalor laten penguapan harus tinggi. Refrigeran yang mempunyai kalor


laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena untuk kapasitas
refrigerasi yang sama, jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih
kecil
4. Volume spesifik ( terutama dalam fasa gas ) yang cukup kecil. Refrigeran
dengan kalor laten penguapan yang besar dan volume spesifik gas yang
kecil (berat jenis yang besar) akan memungkinkan penggunaan kompresor
dengan volume langkah torak yang lebih kecil. Dengan demikian untuk
kapasitas refrigerasi yang sama ukuran unit refrigerasi yang bersangkutan
menjadi lebih kecil
5. Koefisien prestasi harus tinggi. Dari segi karakteristik termodinamika dari
refrigeran, koefisien prestasi merupakan parameter yang terpenting untuk
menentukan biaya operasi.
6. Konduktivitas termal yang tinggi. Konduktivitas termal sangat penting
untuk menentukan karakteristik perpindahan kalor
7. Viskositas yang rendah dalam fasa cair maupun fasa gas. Dengan turunnya
tahanan aliran refrigeran dalam pipa, kerugian tekanannya akan berkurang.
8. Konstanta dielektrika dari refrigeran yang kecil, tahanan listrik yang besar,
serta tidak menyebabkan korosi pada material isolator listrik
9. Refrigeran hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan material yang
dipakai, jadi juga tidak menyebabkan korosi
10. Refrigeran tidak boleh beracun
11. Refrigeran tidak boleh mudah terbakar dan mudah meledak
Titik didih refrigeran merupakan salah satu faktor yang sangat penting:
-

Refrigeran yang memiliki titik didih rendah biasanya dipakai untuk


keperluan operasi pendinginan temperatur rendah (refrigerasi).

- Refrigeran yang memiliki titik didih tinggi digunakan untuk keperluan


pendinginan temperatur tinggi (pendinginan udara)

Titik didih refrigeran merupakan indikator yang menyatakan apakah refrigeran


dapat menguap pada temperatur rendah yang diinginkan, tetapi pada tekanan yang
tidak terlalu rendah.

SISTEM PENDINGINAN ALTERNATIF


Pendinginan Absorbsi
Perbandingan antara pendingin kompresi uap dengan absorpsi
Kompresi uap

Menaikkan tekanan refrigeran dengan menggunakan kerja dari kompresor (workoperated cycle)
Absorpsi
Menaikkan tekanan refrigeran menggunakan panas yang diberikan kepada
generator (heat-operated cycle)
Siklus yang terjadi pada sistem pendinginan absorpsi :
1. Siklus regenerasi
Panas diberikan kepada generator mengakibatkan naiknya tekanan generator dan
terlepasnya uap ammonia dari larutan untuk kemudian dialirkan ke dalam
kondensor dan berkondensasi menjadi kondensat ammonia konsentrasi tinggi.
2. Siklus refrigerasi
Kondensat ammonia di dalam evaporator terevaporasi pada tekanan rendah dan
uapnya diserap oleh larutan ammonia konsentrasi rendah yang ada di dalam
absorber

Uap tekanan
tinggi

Kondensor

Kompresi Uap :
Kompresor
Absorpsi :
Generator
Absorber

Uap tekanan
rendah

Katup
ekspansi

Evaporator
Pendinginan Adsorpsi
Mesin pendingin tipe adsorpsi, fluida kerja yang digunakan merupakan
kombinasi dari dua macam zat yang berfungsi sebagai adsorbat dan adsorben.

Proses

adsorpsi

melibatkan

pemisahan

suatu

zat

dari

cairan

dan

pengakumulasiannya pada permukaan zat padat. Zat yang menguap dari fasa cair
disebut adsorbat, sedangkan zat yang menyerap adsorbat disebut sebagai
adsorben.
Beberapa pasangan yang banyak digunakan untuk sistem pendingin
adsorpsi antara lain ammonia/carbon aktif, air/silicagel dan methanol/silicagel.
Pasangan carbon/ammonia memerlukan temperatur yang tinggi (>120 C )
sebagai

panas

pemasukan

dalam

proses

regenerasi.

Air/silicagel,

methanol/silicagel merupakan pasangan yang ideal dalam pendinginan adsorpsi


karena panas yang dibutuhkan untuk proses regenerasi berkisar antara 60-70 C.
Tetapi air sebagai refrigeran tidak mampu menghasilkan efek pendinginan
dibawah 0 C, sebab itu untuk menghasilkan efek yang lebih baik dalam aplikasi
maka dipakai pasangan methanol/silicagel (Oertel, 1997).
Prinsip Kerja Mesin Pendingin Tipe Adsorpsi Intermitten
Prinsip dari pendinginan adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 1. Komponen
pendingin sistem adsorpsi terdiri dari kondensor, katup, evaporator dan ruang
penyerapan (generator) sebagai kompresor termal. Kompresor termal bekerja
dalam dua fase yaitu pada fase satu siklus operasi refrigeran diuapkan pada
tekanan dan suhu rendah di evaporator, sehingga menyebabkan kondesat
refrigeran dalam evaporator berekspansi dan menguap dengan mengambil panas
sekelilingnya sehingga menghasilkan efek refrigerasi. Uap refrigerasi yang terjadi
mengalir kedalam unit generator adsorber

untuk diadsorpsi dengan

mengeluarkan panas sekelilingnya sambil didinginkan di generator untuk diserap


oleh silica gel pada ruang reaksi dibawah kondisi isobarik.
Setelah proses adsorpsi selesai, kemudian diikuti dengan pemanasan
secara isoterik dan desorpsi secara isobarik dalam generator. Proses ini terjadi
karena pemanasan dilakukan di unit generator menyebabkan refrigeran yang ada
didalamnya terpisah dari zat penyerapnya dan mengalir menuju kondensor. Uap
refrigeran tersebut kemudian terkondensasi di unit kondensor karena pendinginan
dari sekelilingnya yang temperaturnya lebih rendah. Dengan dua proses ini
adsorpsi dan desorpsi refrigeran telah mengalami kompresi. Tekanan akhir dari

siklus kedua bagian ini ditandai dengan penguapan pada kondensor yang
ditentukan dengan menggunakan suhu air dingin.

Gambar 1 Skema sistem pendingin adsorpsi intermitten (Oerthel, 1997).


Fungsi bagian-bagian Mesin Pendingin Adsorpsi
a. Unit Generator
Generator berfungsi ganda, yaitu tempat terjadinya proses desorpsi dan
adsorpsi, dimana pada saat proses desorpsi terjadi pemisahan refrigeran
(metanol) dengan adsorber (silicagel) dan pada

proses adsorbsi terjadi

pengikatan kembali refrigeran (metanol) oleh adsorber (silicagel)


b. Katup
Katup ini berfungsi untuk pemisah antar beberapa unit. Pada mesin
pendingin intermitten ini terdapat 4 katup yang saling menghubungkan antara
unit yang satu dan yang lain. Katup1, menghubungkan antara unit generator
dan unit kondensor katup 2 menghubungkan antara kondensor dan receiver,
katup 3 menghubungkan antara receiver dan evaporator, pada katup ini
berfungsi untuk menyalurkan methanol hasil kondensasi ke ruang evaporator,
dan katup yang terakhir menghubungkan antara evaporator dan generator,
selain itu dengan adanya katup ini dapat mencegah refrigeran yang telah
terkondensasi di kondensor kembali lagi ke generator.
c. Unit Kondensor

Unit ini berfungsi sebagai tempat kondensasi refrigeran pada saat proses
desorpsi. Kodensor dibuat miring untuk memudahkan metanol mengembun
jatuh tertampung ke reciever karena pengaruh dari gravitasi. Pada kondensor
terdapat koil pendingin yang digunakan untuk membantu mengembunkan
refrigeran.
d. Unit Reciever
Unit berfungsi untuk menampung refrigeran yang telah berkondensasi dan
berubah menjadi refrigeran murni .
e. Unit Evaporator
Unit ini berfungsi untuk tempat penampungan dari kondensat

yang

terbentuk, setelah sebelumnya ditampung dalam receiver. Pada unit ini terjadi
proses evaporasi. Dimana refrigeran akan menyerap panas dari heat exchanger
agar dapat berekspansi kembali ke generator.
Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi
Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua
masalah besar dalam lingkungan, yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat
merusak ozon dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan yaitu CFCs (Chloro
Fluoro Carbons). (Molina dan Rowland 1974, diacu dalam Indartono 2006).
Setelah keberadaan lubang ozon dilapisan atmosfer diverisifikasi secara saintifik,
perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat-zat perusak
disepakati pada tahun 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal.
Penggunaan CFCs dan HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons) merupakan dua
refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masing-masing pada tahun
1996 dan 2030 untuk negara negara maju. Sedangkan untuk negara negara
berkembang dijadwalkan untuk dihapus (phase- out) pada tahun 2010 (CFCs) dan
2040 (HCFCs) (Powell dalam Indartono, 2006). Pada tahun 1997, Protokol Kyoto
mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk
HCFCs. Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap
dalam dekade belakangan ini membuat para peneliti berusaha memunculkan
sistem refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa.
Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem adsorpsi

padatan (solid adsorption). Sistem adsorpsi padatan ini tidak menggunakan


refrigeran yang merusak ozon, serta bisa memanfaatkan matahari dan panas
buangan .
Teknik pendinginan adsorpsi merupakan salah satu pilihan dari metode
pendinginan yang dapat digunakan jika sumber listrik tidak ada dan sebagai
pengganti refrigeran yang tidak ramah lingkungan. Metode pendinginan ini
memerlukan sumber energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Sumber
energi tersebut dapat diperoleh dari biomassa, energi radiasi surya, maupun panas
buangan.
Perkembangan mesin ini telah dikenal pada tahun 1980 sampai sekarang,
dimana M. Pons dan J.J. Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin
dengan menggunakan pasangan Zeolit air dan pasanganan karbon aktif
metanol. Sokoda dan Suzuki (1984) dan Critoph et al (1988) melakukan studi
kinerja siklus adsorpsi untuk pendingin surya. Vichan Tangkengsirin et al (1997)
menggunakan pasangan silicagel air dan sumber panas dari energi surya.
Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin
solar adsorpsi menggunakan zeolit dan air, diperoleh energi pendingin sebesar
350 kJ/kg zeolit dan COP 8 %. K Sumanthy (1999) melakukan percobaan alat
pendingin solar energi dengan pasangan karbon aktif methanol, dan berhasil
membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0,92 m2.
Hildrand C, Dind P., Pons M., Butchter F.(2001), melakukan penelitian
pada mesin pendingin menggunakan silica gel water dengan sumber panas
kolektor surya dengan luas 2 m2 mendapatkan harga COP antara 0.10 sampai 0.25.
Sedangkan

Wang D.C, Xia Z.Z, Zhai H, Wang R.Z dan Dou W.D.(2005),

melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi menggunakan silica gel dan air,
diperoleh Kapasitas pendinginan dan COP sebesar 7,15 kW dan 0,38.
Aep et al, (2005) telah melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi
dengan menggunakan silicagel metanol dengan pembangkitan panas dari listrik,
dari hasil penelitian dengan 3 kali pengujian dengan tekanan awal sebesar 5,4 kPa
diperoleh temperatur evaporator 10 C dengan pemanasan pada generator sebesar
72C. Pada saat proses desorpsi yang berlangsung selama 7 jam, temperatur
evaporator meningkat menjadi 26 C dengan lama proses selama 2 jam.

Sedangkan pendinginan dengan menggunakan beban pendinginan dan tekanan


awal 0.11 kPa (0.88 mmHg) dan suhu evaporator sebesar 24C menurun menjadi
10C dan terus meningkat karena adanya beban pendinginan air pada chiller dan
berlangsung selama 7 jam yang mencapai 26C. Pendinginan menghasilkan
selisih 1.5 - 2C perbedaan suhu yang masuk dan keluar dari evaporator.

PEMBEKUAN
Proses pembekuan merupakan kombinasi perpindahan panas dan massa
yang berlangsung secara simultan. Perpindahan panas menyebabkan terjadinya
penurunan suhu bahan, sedangkan kristalisasi es pada tahap perubahan fase
menyebabkan pemisahan air dari zat terlarutnya, sehingga secara praktis
mengurangi kadar air bahan (Tambunan, 2001). Perubahan fase air pada bahan
dari fase cair menjadi fase padat membutuhkan energi yang cukup besar. Aplikasi
pembekuan

konvensional

saat

ini

memiliki

banyak

kekurangan

selain

membutuhkan energi yang besar juga membutuhkan refrigeran sebagai media


perpindahan panas. Krisis energi yang timbul mengharuskan pengalihan metode
pembekuan yang hemat energi.
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan, yang disertai oleh
perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan salah satu proses yang umum
dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Dengan pembekuan aktivitas mikroba
dan sistem enzim akan terhambat sehingga kerusakan pada pangan tidak akan
terjadi (Heldman dan Singh, 1981). Menurut Robinson (1985) dalam Mashyta

(2002), pembekuan adalah suatu proses penurunan suhu bahan pangan, dari suhu
awal hingga mencapai suhu di bawah titik beku dari bahan pangan itu sendiri.
Proses pembekuan dapat dibagi menjadi enam bagian (Fellows, 2000
dalam Mashyta, 2002) :

Gambar 1. Grafik suhu-waktu pada proses pembekuan


AS : Bahan pangan didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik bekunya
(Tf). Pada titik S, air masih berada dalam fase cair walaupun berada dalam
kondisi di bawah titik beku. Fenomena ini dikenal dengan supercooling.
SB : Peningkatan suhu bahan hingga mencapai titik beku. Terjadinya peningkatan
suhu diakibatkan karena adanya pelepasan panas laten kristalisasi.
BC : Pelepasan panas laten bahan. Pada tahap ini, suhu bahan cenderung konstan,
dan terjadi penurunan titik beku dengan semakin meningkatnya konsentrasi
larutan pada bagian air yang tak terbekukan. Periode ini merupakan periode
pembentukan kristal es.
CD : Salah satu komponen yang terdapat dalam larutan menjadi sangat jenuh dan
mengalami kristalisasi. Pelepasan panas laten kristalisasi mengakibatkan
terjadinya peningkatan suhu hingga mencapai suhu eutectic dari komponen
tersebut.
DE : Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlangsung
EF : Penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai suhu pembekuan yang
diinginkan. Pada kondisi suhu yang sangat rendah, masih terdapat air yang

tak terbekukan dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan yang tak


terbekukan.
Pembentukan kristal es dalam produk yang sedang diproses untuk
disimpan beku sangat menarik perhatian, karena pengaruhnya yang ditimbulkan
terhadap kualitas produk beku. Pengaruh ini diakibatkan oleh ukuran kristal es
dan konfigurasinya dalam jaringan pangan beku. Proses kristalisasi terjadi dalam
dua tahap yaitu (1) pembentukan inti kristal pada tahap awal kristal, inti kristal
kemudian tumbuh membesar. (2) kristalisasi, tahapan kedua ini hanya dapat
berlangsung setelah inti terbentuk dan mencapai ukuran yang kritis. Laju
kristalisasi dipengaruhi oleh laju reaksi molekul air pada permukaan kristal, laju
difusi molekul-molekul air dari bagian larutan yang belum membeku kearah
permukaan kristal dan laju pemindahan energi panas (Wirakartakusumah, 1987).
Waktu

pembekuan

dapat

didefinisikan

melalui

dua

pendekatan.

Pendekatan pertama adalah waktu pembekuan efektif yaitu waktu pembekuan


yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu bahan pangan dari suhu awal ke suhu
akhir yang diinginkan pada pusat panas. Pendekatan kedua adalah waktu
pembekuan nominal yaitu waktu saat permukaan bahan pangan mencapai 0 oC
dan pusat panas mencapai suhu lebih rendah dari 10 oC dari suhu awal
pembentukan es (Fellows, 2000 dalam Mashyta, 2002).
International Institute of Refrigeration (1971) dalam Wirakartakusumah
(1987) mendefinisikan laju pembekuan sebagai rasio antara jarak minimum dari
permukaan ke pusat panas, dengan waktu yang dibutuhkan saat permukaan
mencapai 0 oC hingga pusat panas mencapai suhu 5 oC lebih rendah dari suhu
awal pembentukan kristal es di pusat panas bahan. Menurut Fennema dan Powrie
(1964) dalam Wirakartakusumah (1987) mengemukakan empat faktor yang
berpengaruh terhadap laju pembekuan adalah perbedaan suhu antara produk dan
medium pendingin; modus transfer panas kepada, dari dan di dalam produk;
ukuran, jenis dan bentuk bahan kemasan yang berisi produk; ukuran, bentuk dan
sifat sifat termal produk.
Kualitas produk beku menjadi alasan pemilihan metode pembekuan yang ada.
Laju pembekuan mempengaruhi terbentuknya kristal es pada bahan. Pembekuan

yang lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang berukuran besar


yang dapat merusak dinding sel pada bahan, hal ini akan terlihat pada proses
thawing, sedangkan laju pembekuan yang cepat menyebabkan kristal es yang
terbentuk berukuran kecil dan seragam, sehingga tekstur produk beku tidak
mengalami kerusakan pada saat pengembalian ke suhu kamar.

Anda mungkin juga menyukai