drh. Helmi
Medik Veteriner Muda
Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin
PENDAHULUAN
Sarang burung walet merupakan jenis makanan eksotis sekaligus lezat.
Dalam pengobatan China sarang burung walet tidak hanya dikonsumsi sebagai
makanan
kesehatan,
namun
memberikan
rasa
kelezatan
bagi
yang
obat untuk membuat orang sehat tetapi juga makanan yang menyenangkan (Chan
2004).
Indonesia merupakan produsen dan pemasok sarang burung walet
terbesar di dunia. Total produksi sarang burung walet Indonesia 80% dari
seluruh produksi dunia dengan produksi rata-rata lebih dari 100 ton per tahun.
Volume ekspor terbesar adalah sarang burung walet putih yang dihasilkan oleh
Collocalia fuciphagus dengan tujuan utama ekspor ke hongkong dan singapura.
Volume ekspor dua tahun terakhir cenderung mengalami penurunan bahkan
turun drastis. Salah satu penyebab kejadian ini adalah adanya isu negatif seputar
sarang burung walet yaitu pemakaian formalin, hidrogen peroksida sebagai
pemutih sarang burung walet dan kabar orang yang meninggal karena
mengkonsumsi sarang walet. Temuan yang membuat gempar masyarakat China
adalah ditemukannnya level nitrit yang tinggi pada sarang walet merah bahkan
sampai 11.000 ppm sementara residu nitrit yang diijinkan hanya sebesar 30 ppm
(Xiaohua 2011).
Kondisi ini ke depan menjadi tantangan bagi Indonesia untuk
menyediakan produk pangan terutama sarang walet yang berkualitas dan aman
bagi kesehatan konsumen dalam arti kata tidak mengandung penyakit yang dapat
menular ke manusia maupun hewan selain itu bebas dari kontaminasi baik
cemaran mikroba, residu bahan kimia, obat maupun residu logam berat.
tanaman dan air. Nitrit di alam berasal dari aktifitas mikroba di tanah atau air
menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik menjadi ammonia,
kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat.
senyawa kimia ini sehingga sewaktu dilakukan uji residu nitrit akan terdeteksi
senyawa ini. Proses alami seperti ini juga ditemukan Puspawati (2003), yaitu
ditemukannya Kadmium (Cd) dan Timah hitam (Pb) dalam sarang burung walet
putih dan hitam yang kemungkinan terkontaminasi dari lingkungan yang berasal
dari polutan lalulintas dan industri. Dari penjelasan diatas sangat tidak mungkin
membuat standar residu nitit pada sarang walet sampai batas nol seperti yang
diminta oleh pemerintahan China.
Pengujian residu nitrit pada sarang walet putih siap konsumsi pernah
dilakukan di laboratorium swasta di Jakarta pada bulan Agustus 2011 lalu.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode spectrophotometric dan terdeteksi residu
nitrit sebesar 3.84 ppm.
maksimum residu nitrit pada sarang burung walet namun bila mengacu pada
Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan
yang membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit dalam daging olahan
125 ppm dan 50 ppm pada kornet kalengan.
menetapkan standar residu nitrit pada sarang walet yaitu 30 ppm seperti yang
diminta oleh pemerintahan China. Dalam buku Malaysian Standard tersebut
juga mencantumkan standar untuk logam berat, mineral dan H2O2 (DSM 2011).
Kasus yang terjadi di China yaitu ditemukannya nitrit pada sarang burung
walet merah jauh melebihi ambang batas maksimum bahkan sampai 11.000. ppm
kemungkinan bukan karena proses alam tetapi bagian dari proses pembuatan
walet merah, dengan sengaja ditambahkan untuk menghasilkan sarang walet
merah mengingat harga sarang walet merah jauh diatas harga sarang burung
walet putih. Pada industri pengolahan makanan, penambahan nitrit ditujukan
selain untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen juga untuk
mendapatkan warna merah muda yang menarik (Syamsir, 2011).
Besar
Batch pertama di rendam dalam 1 liter air selama 2 jam, dan hasilnya
ditemukan konsentrasi nitrit menurun dari 5120 ppm menjadi 47 ppm.
2.
Batch kedua direndam dalam 1 liter air selama 2 jam, kemudian airnya
diganti lalu direndam lagi dalam 1 liter air selama 2 jam (total 4 jam),
hasilnya ditemukan konsentrasi nitrit lebih rendah lagi yaitu dari 5120 ppm
turun menjadi 12 ppm.
Diskusi dengan beberapa eksportir sarang burung walet dari DKI Jakarta,
sudah sangat jarang yang mengekspor sarang walet merah alam karena jarang
ditemukan di lapangan.
ekonomi tidak menguntungkan karena butuh perlakuan khusus dan waktu yang
lebih lama yaitu baru dapat dipanen setiap 6-8 bulan sekali sementara sarang
wallet putih dapat dipanen setiap bulannya (Adiwibawa, 2000).
Perlakuan
khusus yang dimaksud eksportir tersebut adalah bahwa kayu yang digunakan
untuk tempat menempelnya sarang walet (landasan sarang walet) harus terbuat
dari kayu jati dan kedalaman kotoran walet di dalam rumah walet harus setebal
50-60 cm.
ammonia yang dihasilkan banyak serta bereaksi dengan kayu jati, maka sarang
walet yang dihasilkan akan merah alami. Cara seperti ini butuh waktu lama
karena bau kayu jati sangat menyengat sehingga walet tidak senang membuat
sarang, sehingga untuk mendapatkan sarang walet merah butuh waktu 6-8 bulan
dan ini kemungkinan penyebab banyaknya pemalsuan terhadap sarang walet
merah.
PENUTUP
Sarang walet sebagai sumber daya alam non migas yang masuk dalam 10
besar andalan ekspor non migas Indonesia harus dikelola setepat mungkin agar
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Oleh karena itu penyediaan sarang walet yang berkualitas
sesuai standar negara tujuan serta aman bagi kesehatan konsumen merupakan
hal yang tidak dapat ditawar lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibawa E. 2000. Pengelolaan Rumah Walet. Yogyakarta. Kanisius.
HW.
2007.
Keracunan
nitrit-nitrat.
[terhubung
berkala].
Xiaohua Ma. 2011. Bird's nest was found to excessive nitrite unknown channels
into China.
Birds-nest-was-found-to-excessive-nitrite-unknown-channels-into-China.
[11 Desember 2011].
GAMBAR