Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS VOLUMETRI

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1.

Menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi


asidimetri-alkalimetri.

2.

Menentukan konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi


iodometri.

II.

DASAR TEORI
Analisis volumetri merupakan suatu percobaan analisis kimia
kuantitatif yang dilakukan dengan mengukur volume larutan standar
yang dapat mengalami reaksi sempurna dengan suatu senyawa di dalam
larutan yang akan ditentukan normalitasnya. Analisis tersebut dilakukan
dengan cara titrasi, yaitu menambahkan larutan standar tetes demi tetes
melalui buret ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan yang akan
ditentukan normalitasnya. Saat reaksi sempurna tercapai ialah saat
dimana telah tercapai titik ekivalen, titrasi dihentikan. Untuk
memperjelas telah tercapainya titik ekivalen dapat diketahui dengan
menggunakan indikator yang sesuai yaitu yang memberikan perubahan
(warna) yang jelas meskipun kemungkinan juga dapat diketahui dengan
adanya perubahan pada larutan yang dititrasi seperti adanya endapan
atau terbentuknya senyawa kompleks. Dengan begitu, titik akhir titrasi
dapat diketahui. Titik akhir titrasi harusnya sama dengan titik ekivalen.
Larutan standar adalah larutan yang normalitasnya telah diketahui
secara pasti. Normalitas menyatakan banyaknya gram ekivalen zat
terlarut dalam tiap liter larutan. Larutan yang mempunyai bahan dengan
kemurnian yang tinggi dan berat ekivalen yang tinggi serta stabil,
dimana beratnya dapat diketahui dengan pasti dan juga mudah larut
dalam air maupun pelarut lainnya dapat digunakan sebagai larutan
standar primer. Contohnya antara lain H2C2O4, K2Cr2O7, Na2B4O7.

Larutan standar primer dapat langsung digunakan untuk titrasi tanpa


harus distandarisasi terlebih dahulu. Sedangkan larutan standar
sekunder, misalnya HCl dan Na2S2O3 harus distandarisasi dengan
larutan standar primer terlebih dulu agar dapat digunakan untuk
menentukan moralitas suatu larutan.
Analisis volumetri berdasarkan reaksi yang terjadi dalam proses
titrasi dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Asidimetri-alkalimetri (netralisasi)
2. Oksidimetri-reduksimetri (redoks)
3. Pengendapan
4. Pembentukan kompleks
Pada praktikum percobaan analisis volumetri ini yang dipraktikkan
hanya asidimetri-alkalimetri dan oksidimetri-reduksimetri (redoks).
1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri
Asidimetri adalah titrasi terhadap suatu larutan garam terhidrolisis
yang berasal dari suatu asam lemah dan basa kuat atau suatu basa bebas
dengan larutan standar asam kuat. Sedangkan alkalimetri adalah titrasi
terhadap suatu larutan garam terhidrolisis yang berasal dari suatu basa
lemah dan asam kuat atau suatu larutan asam bebas dengan larutan
standar basa kuat. Larutan standar HCl digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan NaOH dengan titrasi asidimetri. Dalam hal ini,
konsentrasi HCl tersebut distandarisasi dengan larutan boraks yang
merupakan larutan standar primer. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Na2B4O7(aq) + 5H2O(l) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + 4H3BO3(aq)

(1)

Pada titik akhir titrasi pH larutan kurang dari 7 dikarenakan adanya


asam lemah H3BO3 yang terbentuk. Maka dari itu diperlukan indikator
methyl orange yang memiliki trayek pH 3,1 4,4. Perubahan warna
yang terjadi pada indikator ini menunjukkan perubahan warna dari
orange menjadi merah bata pada saat titik ekivalen tercapai. Konsentrasi
HCl dapat diketahui melalui titrasi berdasarkan berat (yang tepat) Na
boraks yang dilarutkan dan volume HCl (yang tepat) yang diperlukan

sampai terjadi perubahan warna. Selanjutnya larutan standar HCl (yang


telah diketahui konsentrasinya) tersebut digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan NaOH. Seluruh NaOH bereaksi sempurna dengan
HCl membentuk garam NaCl pada saat titik ekivalen dengan reaksi
berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)

(2)

Pada titik ekuivalen pH larutan sekitar 7 dikarenakan NaCl


merupakan garam netral sehingga indikator yang digunakan adalah
phenolphtalein yang memiliki trayek pH 8,3 10. Perubahan warna
yang diberikan dari merah muda menjadi tidak berwarna.
2. Titrasi Redoks
Titrasi redoks merupakan metode dengan reaksi utamanya adalah
reaksi oksidasi dan reduksi dengan penentuan kuantitatif. Reaksi ini
hanya dapat berlangsung jika ada senyawayang bersifat oksidator dan
yang bersifat reduktor yang saling berinteraksi. Jadi, jika larutan
standarnya reduktor, maka analit harus bersifat oksidator atau
sebaliknya. Berdasarkan jenis oksidatornya, titrasi redoks digolongkan
menjadi: Permanganometri (KMnO4 sebagai larutan standar primer),
Dikhrometri (K2Cr2O7 digunakan sebagai larutan standar primer),
Iodometri (larutan standar primer I2 langsung atau tidak langsung).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri
adalah natrium thiosulfat yang berbentuk pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga
konsentrasi yang tepat harus distandarisasi dengan larutan standar
primer I2. Pada praktikum ini, konsentrasi larutan standar Na2S2O3
ditentukan dengan titrasi Iodometri tidak langsung yaitu dengan
menggunakan larutan standar I2 yang dibebaskan dari reaksi oksidasi KI
dengan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan penambahanasam kuat
seperti HCl ataupun H2SO4. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Cr2O72-(aq)+6I-(aq)+14H+(aq)2Cr3+(aq)+3I2(g)+7H2O(l)

(3)

Pada reaksi ini, KI berlebih sehingga semua Cr2O72- bereaksi dan


sisa KI digunakan untuk melarutkan I2 yang terbentuk (I2 sangat sedikit
atau tidak larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan yang
mengandung ion iodida atau KI dengan membentuk kompleks Iodida :
I2+ I- I3- yang mudah larut dalam air). Kemudian iodium (I2) yang ada
dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3).
Pati/amilium adalah indikator yang digunakan dalam titrasi
Na2S2O3, karena amilum dapat membentuk kompleks dengan I2
sehingga menimbulkan warna biru tua meskipun masih terdapat sedikit
I2. Iodida yang terikat akan hilang sehingga warna biru akan pudar dan
perubahan warna dapat diamati pada titik ekivalen. Penambahan
amilum dilakukan pada saat titik akhir titrasi hampir tercapai yaitu saat
iodium yang tersisa dalam larutan tersisa sedikit, yang ditandai dengan
adanya warna coklat pada larutan. Hal tersebut dilakukan agar amilum
tidak membungkus iodium, yang menyebabkan warna biru tua sulit
hilang dan berakibat pada titik akhir titrasi yang tidak dapat diamati.
Perubahan warna yang dapat diamati selama iodometri
berlangsung:
a. Pada saat penambahan K2Cr2O7 pada larutan yang didalamnya
terdapat Na2CO3, KI, dan HCl pekat akan terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi coklat pekat/gelap. Perubahan warna ini
menunjukkan terjadinya reaksi antara ion kromat pada K2Cr2O7
dengan ion iodium.
b. Pada saat titrasi larutan campuran Na2CO3, KI, HCl dan K2Cr2O7
dengan menggunakan larutan Na2S2O3, terjadi perubahan warna dari
coklat gelap menjadi coklat bening dengan persamaan reaksi:
2S2O32-(aq)+I2(g) S4O62-(aq)+2I-(aq)

(4)

c. Terjadi perubahan warna dari coklat bening menjadi biru kehitaman/


gelap setelah ditetesi amilum. Hal ini disebabkan oleh amilum yang
berikatan dengan iodium menjadi iodamilum sehingga terjadi
perubahan warna.

d. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari biru gelap
menjadi hijau kebiruan pada saat Na2S2O3 kembali ditambahkan ion
tio sulfat sehingga dapat bereaksi dengan sisa iodium yang sudah
terikat pada amilum.

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN


A.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

B.

1.

Asam Klorida (HCl) 0,1 N

2.

Aquadest

3.

Boraks (Na2B4O7.10 H2O)

4.

Natrium hidroksida (NaOH)

5.

Indikator methyl orange (m.o)

6.

Indikator phenolpthalein (p.p)

7.

Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.1 N

8.

Natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)

9.

Natrium karbonat (Na2CO3)

10.

Kalium Iodida (KI)

11.

Pati

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat
gelas dan rangkaian alat yang ditunjukkan pada gambar 1:
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret 50 mL
4. Kran Buret
5. Erlenmeyer 250 mL

Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi

C.

Cara Percobaan
Asidimetri Alkalimetri
1.

Standarisasi larutan standar HCl 0,1 N


Sebanyak 0,2 gram boraks ditimbang dalam gelas arloji
dengan neraca analitis digital. Boraks dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL dengan bantuan corong gelas. Sisa sisa
boraks yang menempel pada gelas arloji dibersihkan dengan
disemprot aquadest sehingga semua boraks masuk ke dalam
erlenmeyer. Aquadest ditambahkan hingga volumenya 30 mL.
Erlenmeyer digoyang goyang hingga larutan homogen.
Sebanyak 3 5 tetes methyl orange ditambahkan. Buret diisi
dengan larutan standar HCL 0,1 N sampai tanda batas nol.
Larutan boraks dititrasi hingga titik ekivalen tercapai, dan
dicatat volume larutan HCL yang diperlukan. Percobaan
diulangi dua kali lagi.

2.

Pembuatan larutan NaOH 0,1 N


Sebanyak 10 mL aquadest disiapkan dalam gelas beker
100 mL. Sebanyak 0,4 gram NaOH ditimbang dengan botol
timbang. Natrium hidroksida dimasukkan ke dalam gelas
beker tersebut, lalu diaduk hingga homogen. Larutan NaOH
dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan aquadest
ditambahkan hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.

3.

Penentuan konsentrasi larutan NaOH 0, 1 N


Sebanyak 10 mL larutan NaOH 0,1 N diambil dengan
pipet volume 10 mL, lalu dituang ke dalam Erlenmyer 125 mL.
Indikator phenolpthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes.
Buret diisi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda
batas nol. Larutan NaOH dititrasi sampai titik ekivalen dan
volume larutan HCl yang diperlukan dicatat. Percobaan
diulangi dua kali lagi.

4.

Penentuan konsentrasi larutan NaOH X N


Sebanyak 10 mL larutan NaOH X N diambil dengan
pipet volume 10 mL lalu dituang ke dalam erlenmeyer 125 mL.
Indikator phenolpthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes.
Buret diisi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda
batas nol. Larutan NaOH dititrasi sampai titik ekivalen dari
warna ungu menjadi bening. Volume larutan HCl yang
diperlukan dicatat. Percobaan diulangi dua kali lagi.

Iodometri
1.

Pembuatan larutan standar Na2S2O3


Sebanyak 2,5 gram Na2S2O3 ditimbang dalam gelas
arloji menggunakan neraca analitis digital. Natrium thiosulfat
dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL yang berisi
aquadest 50 mL, lalu diaduk sampai larut. Larutan disaring
menggunakan kertas saring dan dituang ke dalam labu ukur
100 mL. Aquadest ditambahkan hingga tanda batas dan
digojog hingga homogen.

2.

Pembuatan indikator pati


Sebanyak 0,1 gram pati ditimbang dalam gelas arloji
dengan neraca analitis digital. Pati dimasukkan ke dalam gelas
beker 250 mL. Aquadest ditambahkan sampai volume 50
mL. Larutan pati dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih.

3.

Peneraan larutan Na2S2O3


Sebanyak 3 gram KI dan 1 gram Na2CO3 ditimbang
dalam gelas arloji menggunakan neraca analitis digital.
Kalium iodida dan natrium karbonat dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL bertutup yang berisi 50 mL aquadest.
Erlenmeyer digoyang-goyang hingga larutan homogen, lalu
ditambahkan HCl 1:1 sebanyak 5 mL dengan pipet volume
5 mL sambil digoyang pelan. Larutan K2Cr2O7 yang telah

disediakan ditambahkan dengan pipet volume 25 mL dan


digoyang hingga homogen. Erlenmeyer ditutup dengan gelas
arloji dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit. Buret
diisi larutan Na2S2O3 sampai batas tanda nol. Larutan K2Cr2O7
dalam erlenmeyer tadi dititrasi sampai berwarna coklat muda.
Indikator pati ditambahkan hingga larutan berubah warna
menjadi biru kehitaman dan titrasi dilanjutkan hingga larutan
berubah warna menjadi hijau kebiruan. Volume larutan
Na2S2O3 yang diperlukan dicatat dan percobaan diulangi dua
kali lagi.

D.

Analisis Data
1.

Standarisasi HCl dengan boraks


a)

Menghitung normalitas HCl teoretis


NHCl =

10 VHCl1 n K

(5)

VHCl2 Mr

dengan, N HCl = normalitas HCl, mgrek/mL


VHCl 1 = volume HCl pekat, mL
n

= jumlah H+ dalam molekul HCl

= kadar HCl pekat, %

= massa jenis HCl, g/mL

VHCl 2 = volume HCl setelah pengenceran, mL


Mr = massa molekul relatif HCl = 36,5 g/mol
b)

Normalitas HCl yang sebenarnya :


NHCl =

mboraks

(6)

VHCl Mrboraks

dengan, N

HCl

= normalitas HCl yang sebenarnya,


mgrek/mL

m boraks = massa boraks, mg


Mr boraks = massa molekul relatif boraks
= 382 mg/mmol
V HCl

= volume HCl untuk titrasi, mL

2.

Standarisasi NaOH dengan HCl


a)

Normalitas NaOH teoretis :


mn

NNaOH =

(7)

VNaOH Mr

dengan, N NaOH = normalitas NaOH, mgrek/mL


m

= massa NaOH, mg

= jumlah OH- dalam molekul NaOH

1
Mr

= massa molekul relative NaOH


= 40 mg/ mmol

V NaOH = volume larutan NaOH, mL


b)

Normalitas NaOH sebenarnya :


NHCl =

NHCl VHCl

(8)

VNaOH

dengan, N

NaOH

= normalitas NaOH sebenarnya,


mgrek/mL

V NaOH

= volume NaOH yang dititrasi, mL

N HCl

= normalitas HCl sebenarnya


untuk titrasi, mgrek/mL

V HCl
3.

= volume HCl untuk titrasi, mL

Standarisasi larutan NaOH X N dengan HCl


Normalitas NaOH X N dihitung dengan persamaan
berikut:
NNaOH X N =
dengan,

NHCl VHCl

(9)

VNaOH X N

NNaOH X N

= normalitas NaOH X N, mgrek/mL

VNaOH X N

= volume NaOH X N yang dititrasi,


mL

NHC

= normalitas HCl sebenarnya untuk


titrasi, N

VHCl
4.

= volume HCI untuk titrasi, mL

Standarisasi Na2S2O3
a)

Normalitas Na2S2O3 teoretis :


10

m Na2 S2 O3

NNa2 S2 O3 =

Mr Na2 S2 O3 V Na2 S2 O3

dengan, NNa2 S2 O3

(10)

= normalitas laru tan Na2S2O3,


mgrek/mL

mNa2 S2 O3

= massa Na2S2O3, mg

MrNa2 S2 O3

= massa molekul relatif


Na2S2O3.5H2O
= 248 mg/mmol

VNa2 S2O3
b)

= volume larutan Na2S2O3, mL

Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya :


6 mK2 Cr2 O7

NK2 Cr2 O7 =

MrK2 Cr2 O7 VK2 Cr2 O7

dengan, N K2Cr2 O7

(11)

= normalitas larutan K2Cr2O7


sebenarnya, mgrek/mL

m K2 Cr2 O7

= massa K2Cr2O7, mg

Mr K2 Cr2 O7 = massa molekul relative K2Cr2O7


= 294 mg/mmol
V K2Cr2 O7
c)

= volume larutan K2Cr2O7, mL

Normalitas Na2S2O3 sebenarnya :


2 2 3 =

2 2 7 2 2 7
2 2 3

dengan, NNa2 S2 O3

(12)

= normalitas larutan Na2S2O3


sebenarnya, mgrek/mL

VNa2 S2 O3

= volume larutan Na2S2O3, mL

V K2 Cr2 O7

= volume larutan K2Cr2O7, mL

N K2 Cr2 O7

= normalitas larutan K2Cr2O7


sebenarnya, mgrek/mL

5.

Menghitung rata rata normalitas suatu larutan


=

(13)

dengan, Nrata rata = normalitas rata rata, mgrek/mL

11

= jumlah normalitas data hasil percobaan,


mgrek/mL

= jumlah data (3)

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis volumetri adalah salah satu analisis kimia secara kuantitatif
dengan mengukur volume larutan standar yang diperlukan saat tepat
bereaksi dengan suatu senyawa dalam larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya. Di dalam analisis volumetri di percobaan ini, terdapat dua
jenis larutan standar, yaitu larutan standar primer, dimana larutan standar
yang kemurnian dan kestabilannya tinggi, serta konsentrasinya telah
diketahui secara pasti, misalnya K2Cr2O7 dan Na2B4O7, dan larutan
standar sekunder, dimana larutan standar yang kemurnian dan
kestabilannya rendah, serta konsentrasinya belum diketahui secara pasti,
misalnya HCl dan Na2S2O3 .
Dalam percobaan analisis volumetri ini, digunakan metode
asidimetri alkalimetri dan oksidimetri (dalam percobaan ini digunakan
metode iodometri). Berikut adalah hasil dan pembahasan percobaan dari
masing-masing metode yang digunakan.
A.

Asidimetri dan Alkalimetri


Salah satu tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan
konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetrialkalimetri.
1.

Standarisasi HCl
Larutan HCl harus distandarisasi terlebih dahulu dengan
boraks untuk menentukan normalitas HCl. Hasil penimbangan
boraks, volume HCl yang diperlukan untuk titrasi, dan hasil
perhitungan normalitas HCl dapat dilihat pada daftar I.

13

Daftar I. Hasil Perhitungan Normalitas HCl


No

Massa boraks, gram

VHCl, mL

NHCl, N

0,2006

11,60

0,0837

0,2090

11,50

0,0848

0,2010

11,40

0,0857

Dalam titrasi larutan HCl dengan larutan boraks, terdapat


perubahan warna dari orange menuju merah bata, dimana
perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa titik ekivalen
telah tercapai.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh normalitas HCl,
yaitu 0,0927 N. Sementara dari hasil perhitungan dengan asumsi
kadar HCl 37%, didapatkan normalitas HCl, yaitu 0,0989 N.
Perbedaan normalitas HCl percobaan dan normalitas HCl
teoretis menunjukkan bahwa kadar HCl berdasarkan data hasil
perhitungan dari data tersebut kurang dari 37%. Selain itu,
semakin banyak zat yang akan dititrasi maka semakin banyak
volume zat titran yang diperlukan.
Penyebab adanya perbedaan normalitas HCl teoretis dan
normalitas HCl hasil percobaan, sebagai berikut.
1.

Ketidaktepatan menentukan titik akhir titrasi sebagai titik


ekivalen. Sehingga antara satu sampel dan yang lain
diperoleh normalitas yang berbeda.

2.

Tingkat kemurnian dari HCl yang tidak tepat atau tidak


sama dengan 37%.

14

2.

Standarisasi NaOH
Hasil NaOH dan pembacaan volume HCl pada buret yang
diperlukan untuk titrasi NaOH dapat dilihat pada daftar II.

Daftar II. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH


Volume HCl

Normalitas NaOH, N

No

Volume NaOH, mL

10,00

9,20

0,0905

10,00

9,10

0,0952

10,00

9,30

0,0923

0,0927N, mL

Dalam titrasi larutan NaOH dengan larutan HCl, terjadi


perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna,
dimana perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa titik
ekivalen telah tercapai.
Dari hasil percobaan, didapatkan normalitas NaOH sebesar
0,1323 N. Sedangkan dari hasil perhitungan, diperoleh
normalitas NaOH sebesar 0,1245 N.
Ada beberapa penyebab perbedaan normalitas NaOH
teoretis dan normalitas NaOH hasil percobaan, sebagai berikut.
1.

Tingkat kemurnian HCl tidak tepat 37%.

2.

Kesalahan dalam pengukuran atau penentuan volume


HCl. Hal ini disebabkan pembacaan volume HCl dilakukan
pada saat titik ekivalen sudah tercapai atau belum tercapai,
dan pembacaan volume HCl pada buret tidak tepat.

15

3.

Standarisasi NaOH X N
Percobaan standarisasi larutan NaOH X N dengan larutan
HCl menghasilkan data yang dapat dilihat pada daftar III.

Daftar III. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH X N

No

Volume NaOH, mL

Volume HCl

Normalitas NaOH X N,

0,0927 N,

mL
1

10,00

7,30

0,0677

10,00

7,10

0,0658

10,00

7,30

0,0677

Tiap sampel menggunakan volume larutan NaOH X N yang


sama sehingga volume larutan HCl yang diperlukan untuk
pentitrasian seharusnya sama semua. Kenyataannya volume
larutan HCl berbeda semua yang disebabkan oleh kesalahan
penetuan titik ekivalen. Berdasarkan daftar tersebut, didapat
normalitas NaOH X N sebesar 0,0671 N.
B.

Iodometri
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan
konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi iodometri. Pada
percobaan ini, ditentukan larutan standar Na2S2O3 melalui jumlah
Na2S2O3 yang bereaksi dengan senyawa KI, Na2CO3, HCl, dan
K2Cr2O7. Pada titrasi oksidimetri, terjadi reaksi reaksi seperti
persamaan (4) dan (5). Percobaan ini menggunkan tempat gelap
untuk menghindari larutan dari sinar matahari, yang merupakan
katalis, agar I2 yang terbentuk dari persamaan (4) tidak berubah

16

menjadi I-. Jika I2 telah berubah menjadi I- maka indikator pati tidak
akan berfungsi.
Hasil pengukuran volume larutan K2Cr2O7 dan volume larutan
Na2S2O3 yang diperlukan untuk titrasi dapat dilihat pada daftar IV.

Daftar IV. Hasil Perhitungan Normalitas Na2S2O3


No

Vk, mL

VNa2S2O3,mL

Nk, N

NNa2S2O3, N

25,00

21,40

0,0818

0,0956

25,00

21,30

0,0818

0,0960

25,00

21,40

0,0818

0,0956

Semua sampel menggunakan volume larutan K2Cr2O7 yang


sama sehingga volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi seharusnya
sama. Akan tetapi, terdapat satu perbedaan dari tiga data yang
diperoleh. Hal ini disebabkan penentuan titik akhir titrasi yang tidak
tepat.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh normalitas larutan
Na2S2O3 sebesar 0,1012 N dan normalitas larutan K2Cr2O7 sebesar
0,0818 N. Sementara dari hasil percobaan, diperoleh moralitas
larutan Na2S2O3 sebesar 0,0957 N.
Perbedaan normalitas Na2S2O3 teoretis dan normalitas
Na2S2O3 hasil percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal.
Pemberian amilum ke dalam campuran larutan pada waktu yang
belum tepat. Bila jumlah iodida masih banyak, amilum akan
membungkus iodida dan akan sulit menguraikannya (warna hijau
kebiruan muncul lebih lama) sehingga titik akhir titrasi bergeser dan
volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi menjadi berbeda.
Reaksi dalam campuran KI, Na2CO3, HCl, dan K2Cr2O7 untuk

17

menghasilkan I- dan I2 harus berlangsung di tempat yang gelap. Bila


ada cahaya, reaksi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan, karena
cahaya dapat mengkatalis reaksi oksidasi ion-ion I- menjadi I2.
Sehingga I2 yang dapat berikatan dengan I- menjadi lebih sedikit,
karena jumlah ion-ion I- yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan
volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi juga semakin sedikit
dan diperoleh adanya perbedaan normalitas Na2S2O3 percobaan
dengan normalitas Na2S2O3 teoretis.

18

V.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
1.

Larutan standar sekunder, seperti HCl, NaOH, dan Na2S2O3 harus


distandarisasi dengan larutan standar primer sebelum digunakan
dalam proses titrasi.

2.

Larutan boraks sebagai larutan standar primer untuk standarisasi


larutan HCl harus dibuat dengan cermat.

3.

Pada titrasi asidimetri, indikator yang digunakan adalah methyl


orange dengan perubahan warna dari orange menjadi merah bata.
Pada titrasi

alkalimetri,

indikator

yang digunakan adalah

phenolphthalein dengan perubahan warna dari merah muda menjadi


tidak berwarna. Pada titrasi iodometri, indikator yang digunakan
adalah pati dengan perubahan warna dari coklat bening menjadi biru
kehitaman. Indikator tersebut berfungsi untuk memperjelas dalam
menentukan titik ekivalen atau titik akhir titrasi dengan adanya
perubahan warna yang jelas.
4.

Hasil percobaan
a.

Asidi alkalimetri:

Daftar V. Hasil Perhitungan dan Percobaan Normalitas


Larutan dengan Metode Asidi-Alkalimetri
Normalitas, mgrek/mL
No

Nama Senyawa
Percobaan

Teoretis

HCl

0,0927

0,0989

NaOH

0,1245

0,1323

NaOH X N

0,0671

19

b.

Iodometri

Daftar VI. Hasil Perhitungan dan Percobaan Normalitas


Larutan dengan Metode Iodometri
Normalitas, mgrek/mL
No

Nama Senyawa
Percobaan

Teoretis

K2Cr2O7

0,0818

Na2S2O3

0,0957

0,1012

20

VI.

DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. and Underwood, A. L., Quantitative Analysis, pp. 43-51,
Prentice-Hall International, New Jersey.
Perry, R. H. and Green, D. W., 1950, Perrys Chemical Engineers
Handbook, 6ed., pp. 3-14, 3-19, 3-22, McGraw-Hill Bok Company
Inc., New York.
Skoog, A.D., West, D.M., and Holler, F.J., 1994, Analytical Chemistry
An Introduction, 6ed., pp. 150-153, Sounders College Publishing,
Orlando.
Vogel, A. I, 1958, Text Book of Quantitative Inorganic Analysis, 2ed.,
pp. 43-45, 52, 150-160, 229-233, Longman, Green and Co., London.

21

VII. LAMPIRAN
A.

Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia


1.

Proses
a.

Titrasi larutan standar NaOH dengan HCl dan larutan


standar Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
Potensi bahaya proses ini adalah terjadinya luka iritasi
dan korosi pada kulit dan mata praktikan. Penyebabnya
adalah percikan larutan HCl dan K2Cr2O7 saat
penuangan lartan ini ke dalam buret.

b.

Penimbangan bahan solid


Terdapat beberapa bahan yang perlu ditimbang dalam
praktikum ini yaitu, KI, Na2CO3 dan Na2S2O3, serta
NaOH . Zat-zat tersebut dapat menyebabkan iritasi dan
korosif pada kulit (NaOH). Iritasi dan korosif dapat
terjadi jika praktikan tidak hati-hati dalam pemindahan
bahan dalam gelas arloji, saat penimbangan ataupun
pemindahan ke gelas beker sehingga mengenai kulit
atau bagian tubuh lain dari praktikan.

c.

Pemanasan indikator pati


Pati perlu dilarutkan dangan aquadest dan dipanaskan
hingga mendididh agar dapat digunakan sebagai
indikator. Hazard dalam proses ini adalah praktikan
dapat terkena alat panas berupa kompor listrik dan
asbesnya serta bahan panas berupa larutan pati dan
uapnya sehingga menyebabkan luka bakar.

d.

Pengambilan HCl di lemari asam


Pada proses ini, praktikan dapat mengalami luka iritasi
dan korosif yang sangat berbahaya pada kulit. Luka
iritasi dan korosif dapat diakibatkan karena terkena
larutan asam saat pengambilan di lemari asam. Larutan

22

asam tersebut berupa larutan HCl pekat dengan


perbandingan 1:1.
e.

Pengambilan larutan K2Cr2O7 dengan pipet volume


Jika praktikan terkena percikan larutan K2Cr2O7 0,1 N
dapat mengakibatan luka iritasi dan korosif. Percikan
larutan

dapat

ketidakcermatan

mengenai
saat

praktikan

pemindahan

ke

karena
dalam

erlenmeyer.
2.

Alat
Penggunaan kompor listrik dapat menyebabkan luka
bakar pada praktikan. Hazard lainnya adalah luka iritasi dan
korosif karena tidak rapatnya tutup labu ukur sehingga saat
pengocokan terdapat larutan yang keluar dan mengenai kulit
praktikan.

3.

Bahan kimia
a.

Aquadest
Aquadest tidak berbahaya.

b.

Asam Klorida (HCl)


Asam Klorida sangat korosif dan bersifat iritan pada
kulit dan mata. Asam Klorida beracun jika terhirup
maupun tertelan.

c.

Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Boraks dapat bersifat iritan pada kulit.

d.

Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium Hidroksida bersifat iritan pada kulit dan mata.
Natrium Hidroksida juga bersifat higroskopis.

e.

Indikator Phenolphtalein
Phenolphtalein bersifat iritan pada kulit dan mata.
Phenolpthalein juga mudah terbakar.

23

f.

Indikator Methyl Orange


Methyl Orange bersifat iritan pada kulit dan mata. Selain
itu, Methyl Orange juga beracun.

g.

Natrium Karbonat (Na2CO3)


Natrium Karbonat bersifat iritan pada kulit dan mata,
serta bersifat higroskopis.

h.

Kalium Dikromat (K2Cr2O7)


Kalium Dikromat merupakan oksidator kuat. Zat ini
merupakan zat beracun dan sangat korosif serta dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit dan mata.

i.

Natrium Tiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)


Natrium Tiosulfat Pentahidrat bersifat iritan pada kulit
dan mata.

j.

Kalium Iodida (KI)


Kalium Iodida bersifat iritan pada kulit dan mata, serta
bersifat korosif.

k.

Pati
Pati bersifat iritan pada kulit dan mata.

B.

Penggunaan Alat Perlindungan Diri


1.

Jas laboratorium lengan panjang


Jas laboratorium dapat melindungi bagian lengan dan badan
praktikan dari percikan bahan-bahan kimia berbahaya dan alat
panas berupa kompor listrik dan asbesnya.

2.

Masker
Praktikum ini mengharuskan praktikan berhadapan dengan
bermacam-macam zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
Untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari terhirupnya
uap dari zat-zat tersebut, maka praktikan perlu menggunakan
masker

saat

melakukan

percobaan.

Sehingga

dapat

mengurangi risiko bahaya sekecil mungkin.

24

3.

Goggles
Fungsi goggles adalah untuk melindungi mata dari percikan
larutan atau butiran senyawa bahan kimia yang masuk ke
dalam mata. Contohnya; saat penimbangan bahan, menitrasi
larutan (baik HCl dengan NaOH maupun K2Cr2O7 dengan
Na2S2O3) serta saat mengambil asam di lemari asam.

4.

Sarung tangan
Alat perlindungan diri ini berfungsi untuk menghindarkan
kontak langsung kulit dengan bahan-bahan kimia berbahaya
dan alat-alat bersuhu tinggi.

5.

Sepatu tertutup
Percobaan ini meiliki banyak bahan cair dengan wadah
sebagian besar berbahan gelas. Akan sangat berbahaya jika
praktikan tidak sengaja menumpahkan zat cair dengan
wadahnya. Sepatu tertutup dapat melindungi kaki praktikan
dari tumpahan cairan dan pecahan gelas dari wadah zat zat
cair tersebut.

C.

Manajemen Limbah
1.

Masker dan sarung tangan buang di tempat sampah.

2.

Pada titrasi antara NaOH dan HCL 0,1 N dihasilkan NaCl dan
H2O. Hasil titrasi ini mengandng khlor sehingga harus
dibuang ke penampung limbah halogenik.

3.

Pada titrasi iodometri antara campuran (KI, Na2CO3, HCl 1:1


dan aquadest) dan Na2S2O3 serta pati dihasilkan bermacam
macam senyawa dan terdapat pula senyawa halogenik
sehingga harus dibuang ke penampung limbah halogenik.

4.

Sisa HCl 0,1 N yang berlebih dalam gelas beker dapat


dikembalikan ke wadah semula.

5.

Larutan indikator pati dan Na2S2O3 sisa dan tidak dipakai lagi
dapat dibuang ke limbah non-halogenik. Karena kedua

25

senyawa dari larutan tersebut tidak mengandung unsur


halogenik (F, Cl, Br, I).

D.

Data Percobaan
1.

Alkalimetri dan Asidimetri


Rapat massa HCl pekat

: 1,19

g/mL

Kadar HCl pekat

: 37,00

Volume HCl pekat

: 8,20

mL

Volume HCl encer

: 1000

mL

a.

Peneraan larutan HCl

Daftar VII . Hasil Percobaan Peneraan Larutan HCl


No

Berat Boraks, gram

Volume HCl untuk titrasi, mL

0,2006

11,60

0,2090

11,50

0,2010

11,40

b.

Peneraan larutan NaOH


Massa NaOH

: 0,4980

gram

Volume NaOH

: 100,00

mL

Daftar VIII . Hasil Percobaan Peneraan NaOH


No

Volume NaOH, mL

Volume HCl untuk titrasi, mL

10,00

14,30

10,00

14,20

10,00

14,30

26

c.

Peneraan larutan NaOH X N

Daftar IX . Hasil Percobaan Peneraan NaOH X N


No

Volume NaOH, mL

Volume HCl untuk titrasi, mL

10,00

7,30

10,00

7,10

10,00

7,30

2.

Iodometri
Massa Na2S2O3

: 2,5106

gram

Volume larutan Na2S2O3

: 100,00

mL

Massa K2Cr2O7

: 2,0036

gram

Volume larutan K2Cr2O7

: 500

mL

Massa pati

: 0,1075

gram

Massa KI I

: 3,0166

gram

Massa Na2CO3 I

: 1,0174

gram

Massa KI II

: 3,0035

gram

Massa Na2CO3 II

: 1,0084

gram

Massa KI III

: 3,0064

gram

Massa Na2CO3 III

: 1,0006

gram

Daftar X . Hasil Percobaan Oksidimetri


No

Volume K2Cr2O7 , mL

Volume Na2S2O3 , mL

25,00

21,40

25,00

21,30

25,00

21,40

27

E.

Perhitungan
1.

Alkalimetri Asidimetri
a.

Perhitungan normalitas HCl


Normalitas HCl dapat ditentukan dengan persamaan (6).
=

10. (8,20 mL). (1). (37,00 %). (1,19 g/mL)


(1000 mL). (36,5 g/moL)

= 0,0989 mgrek/mL
b.

Standarisasi HCl dengan boraks


Normalitas HCl sebenarnya dapat diperoleh dari
persamaan (5).
Contoh perhitungan diambil dari data 1 pada daftar VII.
=

2. (200,60 mg)
11,60 mL. 382 mg/mmol

= 0,0905 mgrek/mL
Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XI.

Daftar XI . Hasil Perhitungan Normalitas HCl


No

Massa boraks, gram

VHCl, mL

NHCl, mgrek/mL

0,2006

11,60

0,0905

0,2090

11,50

0,0952

0,2010

11,40

0,0923

Dari data pada daftar XI dapat diperoleh normalitas HCl


rata-rata dengan persamaan (13).
=

(0,0905) + (0,0952) + (0,0923)


3

= 0,0927 mgrek/mL

28

c.

Standarisasi NaOH dengan HCl


Normalitas NaOH teoretis dapat diperoleh dengan
persamaan (7).
=

(498,00 mg)(1)
mg

(40 mmol) (100,00 mL)

= 0,1245 mgrek/mL
Normalitas NaOH sebenarnya dapat diperoleh dengan
persamaan (8). Contoh perhitungan diambil dari data 1
daftar VIII.
2 =

(0,0927 N)(14,30 mL)


(10,00 mL)

N2 = 0,1326 mgrek/mL
Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XII.

Daftar XII. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH


Volume HCl

Normalitas NaOH,

0,0927N, mL

mgrek/Mo

10,00

14,30

0,1326

10,00

14,20

0,1316

10,00

14,30

0,1326

No

Volume NaOH, mL

Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan


(13).
=

(0,1326) + (0,1316) + (0,1326)


3

= 0,1323 mgrek/mL

29

d.

Perhitungan Standarisasi NaOH X N dengan larutan HCl


Normalitas NaOH X N dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan (9). Contoh perhitungan
diambil dari data 1 daftar IX.
2 =

(0,0927 N)(7,30 mL)


(10,00 mL)

2 = 0,0677 mgrek/mL
Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XIII.

Daftar XIII. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH X N


Volume HCl
No

Volume NaOH, mL

0,0927 N,
mL

Normalitas NaOH X N,
mgrek/Mo

10,00

7,30

0,0677

10,00

7,10

0,0658

10,00

7,30

0,0677

Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan


(13).
=

(0,0677) + (0,0658) + (0,0677)


3

= 0,0671 mgrek/mL
2.

Iodometri
a.

Perhitungan normalitas Na2S2O3 teoretis


Normalitas Na2S2O3 teoretis dapat diperoleh dari
persamaan (10).

30

(2510,60 )

(248 ) (100,00 )

= 0,1012 mgrek/mL
b.

Perhitungan normalitas K2Cr2O7 sebenarnya


Normalitas

K2Cr2O7

sebenarnya

diperoleh

dari

persamaan (11).
=

6. (2003,6 )

(294 ) (500,00 )

= 0,0818 mgrek/mL
c.

Perhitungan normalitas Na2S2O3 sebenarnya


Normalitas

Na2S2O3

sebenarnya

diperoleh

dari

persamaan (12). Contoh perhitungan dapat diperoleh


dari data 1 pada daftar X.
=

(0,0818 N)(25,00 mL)


(21,40 mL)

= 0,0956 mgrek/mL
Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XIV.

Daftar XIV. Hasil Perhitungan Normalitas Na2S2O3


No

Vk, mL

VNa2S2O3,Mo

Nk, N

NNa2S2O3, N

25,00

21,40

0,0818

0,0956

25,00

21,30

0,0818

0,0960

25,00

21,40

0,0818

0,0956

Normalitas rata-rata Na2S2O3 diperoleh dari persamaan


(13).
=

(0,0956) + (0,0960) + (0,0956)


3

= 0,0957 mgrek/mL

31

Anda mungkin juga menyukai