Mata Merah Visus Normal
Mata Merah Visus Normal
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian
konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi
akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah
seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila
diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Mata Merah Visus Normal dan Tidak Kotor
I.
PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga
dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak dikornea dan dasarnya dibagian perifer.
Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil.
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang paling
umum adalah :
1.
Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
2.
Bekerja di luar rumah
3.
Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran, panas, angin,
kekeringan dan asap.
4.
Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis
Klasifikasi Pterygium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker
line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini
asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika
memakai soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang
luas bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan
pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis).
Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan
keterbatasan pergerakan mata.
Gambar 2. Pterigium
Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum
akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan karena
alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan
kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit. Gejalanya termasuk :
1.
Mata merah
2.
Mata kering
3.
Iritasi
4.
Keluar air mata (berair)
5.
Sensasi seperti ada sesuatu dimata
6.
Penglihatan yang kabur
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
1.
Pemeriksaan Visus
2.
Slit lamp
Penatalaksanaan
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak menimbulkan atau
menimbulkan gejala yang minimal.
PSEUDOPTERIGIUM
PTERIGIUM
Selalu di fisura palpebra
Bisa progresif atau
stasioner
Ulkus kornea (-)
PSEUDOPTERIGIUM
Sembarang lokasi
Selalu stasioner
Ulkus kornea (+)
4.Tes sondase
Negatif
Positif
PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan degenerasi
hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat umum terjadi, tidak berbahaya,
biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva
bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal.
Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk (amorphous).
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar mempunyai
peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain adalah panas, debu,
sinar matahari, udara kering.
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut pinguekulitis,
maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.
Gambar 3. Pinguekula
IV.
HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh
(umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk
rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Biasanya tidak
perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-3 minggu.
V.
EPISKLERITIS SKLERITIS
Definisi
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh
destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian
diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan
94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum
ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral,
dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis
terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks
imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba
langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh prosesproses lokal, misalnya bedah katarak.
Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu: Penyakit Autoimun Spondilitis
ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa, Polikondritis berulang, Granulomatosis
Wegener, Lupus eritematosus sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis ulserativa,Nefropati
IgA, Artritis psoriatik Penyakit Granulomatosa Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra,
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang) Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit
jantung rematik aktif Infeksi Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes
Simpleks, Infeksi oleh Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus Lain-lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera
tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui
Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera
bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada
sklera dan perforasi dari bola mata.Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat
dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada
penyakit auto imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses
inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe
IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat
menyebabkankerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera
dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel
perantara.
Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan menjadi:
1. Episkleritis
a. Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang
berpotensi mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada
mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah
baik difus maupun segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering
mengenai usia dekade 40-an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis.
Sekitar 30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5%
dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan
dengan herpes zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2. Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior sebesar
40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik
terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak
dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis
diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak
dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
Dengan inflamasi
Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)
3. Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.
Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat.
Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya perlengketan massa
eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus
dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata
bawah.
aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area
pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang
dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap
dengan 11 jaringan granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari
konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera dengan
beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan posterior
cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis dengan
pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang
signifikan pada jaringan dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti
vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area yang
avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra
okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan fisik
dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :
Hitung darah lengkap dan laju endap darah
Kadar komplemen serum (C3)
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Antibodi antinukleus serum
Antibodi antineutrofil sitoplasmik
Imunoglobulin E
Kadar asam urat serum
Urinalisis 12
Rata-rata Sedimen Eritrosit
Tes serologis
HBs Ag
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam menentukan
penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :
Foto thorax
Rontgen sinus paranasal
Foto lumbosacral
Foto sendi tulang panjang
Ultrasonography ( Scan A dan B)
CT-Scan
MRI
Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :
Skin Test
Tes usapan dan kultur
PCR
Histopatologi
7. DIAGNOSIS BANDING
Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari skleritis:
Konjunctivitis alergika
Episkleritis
Gout
Herpes zoster
Rosasea okular
Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
Uveitis anterior nongranulomatosa
Pengobatan
Pada episkleritis penglihatan normal, dapat sembuh sempurna atau bersifat residif.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat diberi
kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada skleritis dapat diberikan suatu
steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu
diobati.
gram, pulasan giemsa maka didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya :
1.
KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari hiperemia
BAKTERI
ALERGI
GATAL
Minimal
Minimal
Berat
HIPEREMI
Menyeluruh
Menyeluruh
Menyeluruh
LAKRIMASI
++
+
+
EKSUDAT
Minimal (serous, Banyak
Minimal
(SEKRET)
mukous)
(mukopurulen/purulen) (benang)
ADENOPATI
+
Jarang
SEL-SEL
Monosit
PMN
Eosinofil
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari,
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok, menigokok,
pseudomonas,
neisseria,
dan
hemophilus.
Gambaran
klinis
berupa
konjungtivitis
mukopurulen dan konjungtivitis purulen. Perjalanan penyakit akut yg dapat berjalan kronis.
Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dengan dan dengan kornea yang
jernih. Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan
antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin,
eritromisin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik selama 3-5
hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Bila terjadi penyulit pada kornea maka diberikan sikloplegik. Pada konjungtivitis
bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung dan bila ditemukan kumannya,
maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung,
maka diberiksan antibiotik spektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 45 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15% atau khloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila
mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimalis.
c. Konjungtivitis Gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen, dan
bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus
infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit
ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit
ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Kita akan melihat penyakit ini dalam bentuk Oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3
hari), konjungtivitis honore infantum (usia lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore
adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya. Merupakan
penyebab utama oftalmia neonatum. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit ilfiltrat,
supuratif, dan penyembuhan. Pada stadium infiltrat ditemukan kelopak dan konjungtiva yang
kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar
dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedag konjungtiva bulbi
merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan
lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa.
Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai
kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang-kadang bila sangat dini sekret dapat seros
yang kemudian menjadi kental dan purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada
orang dewasa sekret tidak kental sekali. pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selam 6
minggu dan tidak jarang ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar preaurikul.
Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru
dimana akan terlihat diplokok didalam sel leukosit. Dengan pewarnaan gram akan terdapat
sel intraseluler atau ekstraseluler dengan sifat gram negatif.
Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 500.000 U/KgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air
bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap 15 menit. Kemudian diberi salep
penisilin setian 15 menit. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin
G 10.000-20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5
menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Antibiotik sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pada stadium
penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan diberhentikan bila pada
pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut nrgatif.
Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas. Tukak ini
mudah perforasi akibat adanya lisis kuman gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi
keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa
tukak yang terjadi sering terletak marginal dan sering berbentuk cincin.
Pencegahan dengan cara yg lebih aman ialah membersihkan mata bayi segera setelah
lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol.
d. Oftalmia Neonatorum
Oftalmia neonatorum merupakan konjungtivitis purulen hiperakut yang terjadi pada
bayi dibawah usia 1 bulan, disebabkan penularan dijalan lahir dari sekret vagina dapat
disebabkan oleh berbagai sebab :
Non infeksi
Iritasi akibat nitras argenti dapat mengakibatkan konjungtivitis kimia terjadi 24 jam.
Saat ini nitras argenti tidak dipergunakan lagi dan diganti dengan neomycin dan
kloramfenikol tetes mata.
Infeksi
Bakteri stafilokok, masa inkubasi lebih dari 5 hari
Klamidia, masa inkubasi 5-10 hari
Neseria gonore , 2-5 hari
Herpes simpleks
Gejala :
-
Mata mengelurakan belek atau kotor dalam bentuk purulen, mukoid dan mukopurulen
tergantung penyebab nya.
herpes gential perlu berkonsultasi pada dokernya mengenai perlunya pengobatan tambahan
sebelum melahirkan. Umumnya oftalmia neonatorum dapat dicegah dengan mengobati atau
mengahmbat penyakit penularan melalui seksual ibu. Akhirnya dokter kebidanan perlu
mepertimbangkan kelahiran melalui bedah.
e. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang
berumur di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua
kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan
golongan klamidia (klamidia okulogenital)
Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis
kataral.
Konjungtivitis Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya
pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal.
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif. Penderita harus dirawat diruang
isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum pengobatan. Antibiotik lokal dan
sistemik
f. Konjungtivitis Kataral
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,
Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya
Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia
yang lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik
dapat pula disertai konjungtivitis.
Gejala klinis berupa injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel,
tanpa cobble-stone, tanpa flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen
(tergantung penyebabnya). Dapat disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila
penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin,
kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau obat
anti-virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.
g. Konjungtivitis Viral
Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Disebabkan oleh infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari. Dapat
mengenai anak-anak dan dewasa. Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu
mata terlebih dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan nyeri tekan, kelopak
ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Inclusion Konjungtivitis
Disebabkan oleh Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari. Gambaran
kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini terdapat pada orang
dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi gambaran kliniknya
adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe. Diberikan
tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin
h. Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis Vernal
Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik. Gejala subyektif yang menonjol adalah
rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cobblestone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi
bisa juga pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi mukopurulen
apabila terdapat infeksi sekunder.Pengobatan dengan kortikosteroid tetes atau salep
mata.
Konjungtivitis Flikten
Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu
(hipersensitivitas tipe IV). Selain itu, gizi buruk dan sanitasi yang jelek merupakan
faktor predisposisi. Lebih sering ditemukan pada anak-anak
Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat
juga dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva taarsal dan kornea. Penyakit ini dapat
mengenai dua mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh.
Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan
penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus
menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan
silau.
Pengobatan dengan cara :
Pengobatan dengan Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua
bulan. Apabila perlu dapat diberikan juga sulfonamid oral.
k. Konjungtivitis Sika (Konjungtiva Dry Eyes)
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya
permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal. Terjadi pada penyakitpenyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata, kelenjar air mata, musin,
akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau hilangnya mikrovili kornea. Bila
terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun lain, disebut sebagai sindrom
sjogren.
Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat
gejala sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak
kering, dan terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi,
hiperemis, menebal dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada
forniks konjungtiva bawah. Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.
Komplikasi berupa ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan
noevaskularisasi kornea.
Penatalaksanaan dengan diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit
yang mendasarinya. Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat
toksik bagi kornea dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah
untuk mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug
kolagen.