Oleh:
Ida Ayu Dhitayoni
(1102005027)
Pembimbing:
dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ
2015
Pembimbing
Dokter Muda
Nama
IMS
Jenis Kelamin
Laki - Laki
I. IDENTITAS PASIEN
Tanggal Lahir/Umur :
Alamat
Agama
Hindu
Suku/Etnis
Bali
Kebangsaan
Indonesia
Pendidikan Terakhir :
S1 Manajemen
Status Pernikahan
Menikah
Pekerjaan
Koki
01234873
Kontrol Terakhir
18 Februari 2015
Diagnosis
sebagai dokter di daerah Gianyar. Obat pertama yang diberikan padanya adalah
risperidon 2 x 1 tablet, namun pasien tidak teratur meminumnya dan mengatur
dosis obat sendiri karena takut akan efek samping obat dan takut ketergantungan
terhadap obat. Ia juga sempat diberikan obat besar berwarna merah muda namun
tidak mengetahui namanya. Menurut pasien, karena merasa tidak membaik juga,
baru setahun terakhir ini pasien kembali kontrol lagi ke poliklinik jiwa RSUP
Sanglah. Mulai setahun yang lalu pasien kontrol diberikan haloperidol 2 x 1,5 mg.
Tetapi karena bekerja, pasien meminta hanya minum obat di malam hari saja,
katanya kalau minum di pagi hari mata menjadi berkunang kunang dan
mengganggu pekerjaan, sehingga setelah beberapa saat, dosis obat dirubah
menjadi 1 x 1,5 mg tablet saja dan diminum saat malam hari sekitar pukul 19.00
WITA. Saat ini tidak ada keluhan seperti gemetar pada kedua tangan, lidah terasa
kaku, suara seperti pelo, air liur menetes tidak bisa dikendalikan, kaku di leher
ataupun keinginan untuk terus berjalan.
Pasien saat ini tidak bisa tidur terlelap, bisa memulai tidur tapi terbangun
sekitar pukul 02.00 atau 03.00, tapi bisa tidur kembali. Mulai tidurnya kalau
sekarang pukul 21.00 atau 22.00 sudah mulai tidur. Karena sering terbangun,
maka saat bangun pagi sering kurang fit kalau kerja. Kerja pasien hanya
mengambil shift pagi saja dari pukul 09.00 sampai 17.00. Dulu pernah bekerja
dua shift, tapi kepalanya menjadi jadi sakit, dan saat pasien meminta berhenti
bosnya tidak mengizinkan lalu berbaik hati memintanya bekerja satu shift saja. Di
tempat kerja, hubungan kerja dengan atasan dan teman kerjanya baik. Pasien tidak
diberi berhenti oleh atasannya karena pasien kalau bekerja ya bekerja dan tidak
bisa diam, karena jika diam ia memikirkan yang tidak tidak. Sebelum di tempat
kerja yang sekarang ia sempat bekerja di restoran Kemangi, namun sering kumat
saat bekerja disana, kumatnya keras sehingga pasien sempat mengambil cuti lama
sebanyak dua kali dan akhirnya berhenti. Saat ini, pasien bekerja di restoran di
daerah Petitenget sebagai koki makanan Meksiko.
Saat ditanya apakah ia mengidap penyakit lainnya, pasien menjawab ia
memiliki Hepatitis C. Ia mengetahuinya karena diberi tahu saat melakukan donor
darah satu tahun yang lalu. Pasien bercerita bahwa dulu sempat menggunakan
obat obatan terlarang seperti sabu sabu dan juga menggunakan obat obatan
namun lupa jenisnya menggunakan jarum suntik saat masa mudanya terutama saat
kuliah, tapi tidak sampai candu hanya untuk bersenang senang dengan teman
temannya. Saat ini pasien tidak menggunakan lagi obat obatan tersebut.
Sekarang pasien merasa lebih cepat lelah. Sayangnya, ia tidak melakukan
pengobatan terhadap penyakitnya ini karena harga pengobatannya mahal. Selain
itu, saat melakukan pemeriksaan laboratorium dengan JKBM di Sanglah, dokter
yang saat itu memeriksa mengatakan bahwa hasil laboratoriumnya baik dan
karena kondisinya tidak mengganggu fungsi kerja pasien, maka dibiarkan saja
sekarang. Ia juga pernah pergi ke rumah sakit karena mengalami sakit dada
sebelah kanan seperti tertusuk tusuk yang tidak menjalar ke tangan, dan setelah
di cek ke dokter ternyata tidak ada apa apa. Pasien takut terkena penyakit paru
paru dan jantung, karena ia merokok.
Saat ditanya tentang bagaimana kehidupan sosialnya dulu, ia mengatakan
sebelum mengalami gejala gangguan jiwa, ia suka kelayapan dan jalan jalan,
serta sangat luwes dalam bergaul. Namun semenjak mendengar suara suara dan
perasaan curiga berlebih, ia ingin menyendiri karena menjadi lebih tenang. Karena
saat mengobrol dengan teman, terkadang pikiran tidak fokus dan curiga. Dulu
juga sering minum minum dan merokok, namun sekarang minum minum
sudah tidak lagi. Merokok sekarang masih dilakukan, kira kira 1 bungkus isi 16
untuk 2 hari bermerek U Mild yang menurut pasien murah harganya. Dulu sempat
berhenti minum kopi karena kepala sempat sakit kepala, tapi setelah berhenti tetap
pusing jadi tetap dilanjutkan sampai sekarang, namun tidak banyak, hanya 1 2
gelas per hari. Dan karena sering sakit kepala seperti ditekan tekan kepalanya,
jadinya sering minum obat Paramex. Pasien merasa mungkin obatnya agak keras
sehingga di sekitar mata dan wajah menjadi bengkak.
Dari keluarga pasien diketahui ibu pasien dan kakak perempuan dari ibu
pasien juga pernah mengalami gangguan jiwa. Kakak dari ibu pasien sekarang
sudah tidak ada. Dulu sempat bingung bingung dan berbicara sendiri, dan saat
itu cepat ditangani. Saat ini, jika ada masalah pasien bercerita ke istrinya dan
kadang kadang juga ke ibunya. Sebagian besar masalah yang diceritakan adalah
tentang masalah pekerjaan dan teman kerjanya. Dulu saat sakit, pasien menjadi
orang yang memendam masalah dan jarang bercerita, padahal sebelum sakit
pasien merupakan orang yang ceria dan sering bercerita.
Saat ditanya mengenai perbedaan bola jeruk dan bola tenis pasien dapat
menyebutkan persamaannya, yaitu sama - sama bulat dan perbedaannya adalah
ada yang bisa dimakan dan ada yang tidak. Saat ditanya pengurangan, 100 7
pasien dapat menjawab 93, dikurangi 7 dapat menjawab 86, dikurangi lagi 7 dapat
menjawab 69 saat seharusnya 79.
Pasien mengatakan kalau secara niskala, katanya pasien sempat dimasuki
makhluk halus saat dulu bekerja di abian. Dari niskala juga dikatakan ia harus
menjadi pemangku, namun tidak memikirkan itu sekarang, penanganan sekarang
lebih fokus ke medis.
Dengan lingkungan sekitar dikatakan jarang bercengkarama. Hanya
mengobrol seperlunya jika bertemu. Sampai saat ini tidak pernah mengalami
masalah dengan keluarga di lingkungan sekitar. Pasien memiliki kebun di daerah
A Yani namun tidak ada yang mau mengurusnya. Karena istri berasal dari tempat
yang lebih dekat, menjadi lebih sering berkunjung ke kampung istri di Pegok,
Sesetan. Pasien menjadi memiliki semangat untuk sembuh dan rajin berobat
karena banyak support dari keluarga dan teman teman.
Saat ditanya soal hubungan dengan ayah dan ibunya, pasien berkata bahwa
dulu sering bertengkar hebat dengan ayahnya karena ia sempat ingin berhenti
kuliah namun tidak diizinkan oleh ayahnya. Pasien dan ayahnya sama sama
keras menurut pandangan pasien, namun tidak pernah terlalu melarang dia untuk
melakukan suatu hal yang ia senangi. Dibandingkan ayah dan ibu, ia lebih dekat
dengan ibu. Saat ayahnya meninggal, pasien sangat sedih karena merasa belum
mampu memenuhi apa yang ayahnya inginkan. Ia berpikir, seandainya dulu
mengikuti semua kata ayahnya maka sekarang keluarganya tak akan jatuh ke
dalam kemiskinan.
Heteroanamnesis (Wawancara dengan Ibu dan Istri Pasien)
Saat
ditanya
bagaimana
keadaan
pasien
sekarang
dan
riwayat
kehidupannya dahulu, sang ibu bercerita bahwa anaknya menjadi kurang aktif.
Sekarang walaupun dipanggil temannya ia tidak mau pergi keluar, terutama untuk
minum minum. Pasien lahir di dokter di daerah Pekambingan dan sudah tinggal
di Denpasar sejak kecil. Sekolahnya lancar dari SD sampai SMA. Kuliah selesai
agak terlambat, sekitar 5,5 tahun dari yang seharusnya 4 tahun. Sebelum sakit
kehidupan sosialnya normal. Ibunya berkata bahwa penyebabnya mungkin karena
bertahun - tahun tidak bekerja tetap pada suatu tempat saat sudah menikah dan
tidak ada ayahnya, sempat di laundry, di garmen, di restoran Kemangi, dan lain lain. Saat itu ia menjadi sering bingung karena tidak ada pemasukan, lalu ibunya
menyarankan untuk pergi ke Karangasem mencari daun jeruk untuk dijual, selain
itu juga pergi ke Tabanan untuk mencari kelapa dan nangka. Selanjutnya hasil
tersebut dijual oleh ibunya ke pasar. Mungkin anaknya drop karena capek. Saat
dicoba dilihat secara niskala, di baas pipis diketahui bahwa anaknya ada yang
merasuki, sampai akhirnya seperti orang step badannya kaku dan mulutnya caket
dan dibawa ke Sanglah.
Mantu ibunya dari anak yang paling tua pernah berkata kok pasien tidak
pernah bekerja tetap, dan pasien kebetulan mendengar sehingga itu dimasukan ke
hati oleh pasien. Ibunya berkata anaknya ini lebih banyak malasnya, tapi ibunya
tidak berani memarahi dan hanya memberi tahu secara halus karena anaknya
sangat sensitif. Dari kecil sampai saat ini terbiasa mengandalkan ibunya, seperti
untuk membersihkan rumah, memberi makan anak, mengurus anak, dan
membantu mencari penghasilan juga masih mengandalkan ibunya. Sang ibu
merasa seharusnya bukan dia yang mengerjakan hal tersebut dan di masa tuanya
harusnya tenang tenang saja. Dulu kakak perempuan dari ibu terkena penyakit
yang mirip seperti ini. Diduga karena ada yang mengguna-gunai. Ibunya sendiri
juga pernah mengalami gangguan jiwa. Selain merasa bingung dan berbicara
sendiri, ia juga merasa dirinya dipegang pegang oleh orang lain dan katanya
diganggu oleh makhluk halus. Saat itu merasa ada orang yang ingin jahat
kepadanya dan kakaknya. Ditangani oleh ahli pengobatan orang China selanjutnya
juga dibawa ke psikiater dan ke balian untuk diobati. Namun saat ini semua gejala
telah teratasi. Hal ini terjadi setelah bapak pasien meninggal. Sang ibu juga
merasa hidupnya semenjak suaminya meninggal menjadi lebih berat.
Sang istri berkata suami biasa bercerita kepadanya tentang masalah kerja
dan jarang kumat. Sekarang lebih rileks dan kalau kumat paling sakit kepala. Istri
pasien mengatakan gejala awalnya apabila pasien mulai kumat adalah tangan dan
kakinya dingin lalu mulai keluar masuk rumah tanpa tujuan yang jelas. Biasanya
diatasi dengan memijat pasien menggunakan minyak telon dan berendam di air
hangat berisi garam. Saat kumat pasien lebih menunjukan gejala diam dan
bengong. Kumat setiap tahun ada saja sekali dan biasanya pertengahan tahun,
terakhir kumat ini tumben akhir tahun, yaitu pada akhir tahun 2013 sampai awal
tahun 2014. Saat kumat biasanya pasien berhenti dari pekerjaannya atau rehat dari
pekerjaannya selama 2 3 bulan. Pada pekerjaan terakhir sebenarnya ia mau
resign namun tidak diberikan oleh bosnya dan hanya disuruh berobat dan
mengambil cuti. Istri merasa tidak ada hal yang mencetus setiap kejadian kumat,
dia mengatakan tiba tiba saja kumatnya. Setiap kumat hanya dimulai dari
pikiran curiga suaminya saja terutama terhadap teman teman kerjanya. Istri
mengatakan untuk mengatasinya mereka melakukan upaya dari sekala dan
niskala. Sekalanya berobat ke dokter, dan niskalanya disuruh untuk membuat
banten penebusan. Karena, menurut istri pasien, pasien sering kumat karena sering
putus obat. Sekarang, suaminya juga sering tur melukat dan ke pura pura untuk
menenangkan diri.
Pertama kali dibawa ke Sanglah sekitar tahun 2008 akhir atau 2009 awal.
Itu merupakan rawat inap pertama dan terakhir sampai saat ini. Saat itu pasien
dibawa ke Sanglah karena sejak beberapa hari sebelumnya tidak mau makan,
minum, mandi, dan bicara, dan lagi saat itu pasien dikatakan caket atau mulutnya
tidak mau terbuka dan tubuhnya kaku seperti orang kejang. Dibawa ke Sanglah
oleh kakak iparnya dan adik adiknya serta sepupunya yang laki laki,
sedangkan sang istri tidak bisa mengantar karena masih ada anaknya yang kecil
berada di rumah dan harus bekerja. Saat itu dirawat kira kira seminggu lebih
sedikit. Setelah itu rawat jalan di rumah, diawasi minum obatnya oleh istri, namun
kontrolnya tidak rutin dan minum obatnya putus nyambung.
Saat ditanya bagaimana istri menghadapi keadaan suami, ia mengatakan
bisa mengatasinya karena pasien tidak pernah berprilaku aneh - aneh seperti
membawa senjata tajam dan mengancam. Ia juga mengaku sudah sangat mengenal
suaminya sehingga bisa sabar menghadapinya. Saat dulu berbicara sendiri pasien
juga bercerita dengan dirinya dan bertanya apakah ada suara atau tidak
10
sebenarnya, dan ia juga bisa memberi masukan kepada suaminya. Dulu suaminya
sempat tidak mau berobat namun dipaksa olehnya untuk kontrol supaya membaik,
biasanya ia mengantar suaminya, hanya saja waktu kunjungan terakhir ia bekerja
shift pagi sehingga tidak bisa mengantar. Istri pasien merasa senang dikunjungi,
karena bisa mengontrol keadaan pasien di rumah dan mengerti perkembangan
pasiennya.
IV. LINGKUNGAN KELUARGA
Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia berasal dari
Tenganan, Karangasem namun jarang pergi ke kampung halaman, hanya kesana
saat ada upacara adat dan kundangan. Saat ini pasien berusia 42 tahun. Pasien
sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Saat ini tinggal bersama ibunya dan
adik laki lakinya yang terakhir beserta keluarganya. Anak pertamanya berusia 8
tahun duduk di kelas 3 SD, dan anak kedua berusia 4 tahun belum bersekolah.
Anak pertama pasien gemar menari dan mengikuti sanggar tari. Istri pasien anak
ketiga dari tiga bersaudara dan memiliki dua kakak laki laki yang kembar dan
sehat. Sudah mulai menjalin hubungan dengan pasien dari bulan Maret 1996 dan
menikah pada tahun 2005 sampai sekarang. Saat ini bekerja sebagai karyawati di
King Koil di Mall Bali Galleria lantai II.
Ibu pasien sekarang berumur 60 tahun dan masih sehat walafiat dan
merupakan anak ke-delapan dari sembilan bersaudara, dan sekarang yang hidup
hanya tinggal berempat. Sekarang beliau tidak bekerja lagi. Dahulu sering
berjualan di pasar, namun sekarang tidak berani karena sudah tidak ada modal lagi
seperti dulu dari suaminya dan pasar lebih sepi sehingga lebih banyak lelahnya
daripada keuntungannya. Bapak pasien meninggal pada tahun 1999 karena kanker
nasofaring.
Kedua adik pasien hanya tamatan SMA. Adik - adik pasien sudah sempat
berkuliah namun tidak menyelesaikan skripsinya dan satunya lagi di drop out.
Sedangkan kakaknya yang perempuan bersekolah di Undiknas sampai tamat. Saat
ini kakak pasien menikah ke daerah Kuta. Masing masing saudara pasien
memiliki dua anak dan normal.
11
Silislah Keluarga :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal Dunia
: Gangguan Jiwa
: Pasien
V. LINGKUNGAN RUMAH
Pasien saat ini tinggal di sebuah rumah yang dihuni oleh 9 orang, yakni
pasien dan istri beserta dua anaknya, adik pasien dan istri beserta dua anaknya,
dan juga ibu pasien. Rumah pasien berada di gang kecil sebelah kanan jalan yang
dapat diakses dari jalan besar, yaitu Jalan A Yani bagian selatan. Cukup sulit untuk
mencari gang rumah pasien terutama pada malam hari. Rumahnya berada hampir
di ujung gang sekitar 200 meter dari jalan utama dengan jalan yang sempit dan
hanya cukup dilewati motor serta curam. Sebagian besar rumah di jalan tersebut
berada di bagian utara gang dan berjejer cukup padat dengan jarak antara rumah
satu dan lainnya berdekatan, sedangkan bagian selatannya lebih banyak kebun
yang dimiliki oleh penduduk lain dan sering digunakan sebagai tempat parkir dan
menjemur pakaian oleh warga sekitar. Sepanjang jalan menuju rumah pasien
banyak anjing berkeliaran. Lingkungan disekitar rumah terlihat cukup bersih dan
sejuk dengan banyaknya pepohonan dan tanaman-tanaman di seberang rumah
walaupun tidak beraturan tumbuhnya. Rumah tersebut bertingkat tiga dengan luas
12
rumah 75 m2. Pada awalnya luas tanah 150 m2 selanjutnya dibagi dua dengan
keluarga kakak ibu pasien yang tinggal di sebelah timur rumah pasien.
Saya meminta ijin untuk melihat keadaan rumah pasien. Terdapat tiga
kamar di rumah tersebut dengan satu kamar berada di lantai 1 untuk keluarga kecil
adik pasien, dan dua kamar berada di lantai 2 untuk ibu pasien dan keluarga kecil
pasien. Hanya terdapat satu kamar mandi yang berada di bagian depan rumah
dengan keadaaan yang bersih. Kamar kamar tidur nampak berantakan dan tidak
dibereskan. Pada ruang tamu terdapat sebuah televisi dan sofa sebagai tempat
duduk. Lantai tampak bersih, namun di bagian depan rumah sering ada air
menggenang karena merupakan bagian paling rendah dari rumah tersebut
sehingga sangat licin. Terdapat juga pelinggih yang berada di lantai tiga rumah
pasien. Rumah tersebut menggunakan penerangan listrik dari PLN tapi bukan
pulsa listrik dan air PDAM. Untuk ventilasi kamar tidak begitu baik sehingga
terasa lembap. Tembok rumah pasien banyak terdapat coretan anak anak
sehingga terlihat jorok. Penerangan rumah pasien kurang, seperti contohnya di
tangga menuju ke lantai dua tidak ada lampu sehingga pada siang hari pun sulit
untuk menaiki tangga. Dari keadaan rumah dan barang-barang yang ada di rumah
tersebut, keluarga pasien tergolong ke dalam ekonomi menengah ke bawah.
Tidak terdapat halaman di rumah pasien. Mereka memanfaatkan bagian
selatan rumah mereka yang merupakan kebun tak terurus untuk memarkir motor
dan menjemur pakaian.
VI. LINGKUNGAN SOSIAL
Saat melakukan kunjungan rumah, lingkungan sekitar rumah pasien cukup
padat. Jarak antara rumah satu dan rumah lainnya hanya berbatas tembok. Sore itu
tampak tetangga pasien banyak yang lalu lalang dan ada yang sekedar duduk
duduk di depan rumahnya. Pasien, ibu dan istrinya mengaku jarang mengikuti
kegiatan di banjar dan jarang berbincang bincang dengan tetangganya. Namun
sampai saat ini tidak ada masalah dengan tetangga sekitar. Diketahui juga dari
tetangga pasien, bahwa ada satu lagi pasien dengan gangguan jiwa di sekitar
perumahan itu. Pasien hidup berdampingan dengan rumah saudara sepupunya
tempat di sebelah timur rumah pasien.
13
1
Keterangan :
1. Teras Rumah
2. Kamar Mandi
3. Dapur
4. Kamar adik dan
keluarga
5. Ruang tamu
Lantai 2
14
1
Keterangan :
1. Bale dipan
2. Kamar ibu pasien
3. Kamar pasien dan
keluarga
4. Jalan menuju ke
sanggah di lantai 3.
IV. KESIMPULAN
1. Perkembangan pasien secara umum membaik setelah rutin meminum obat
yang diberikan dokter di Poliklinik Jiwa RSUP Sanglah. Keluhan yang
masih dirasakan pasien saat ini adalah gangguan tidur tipe late karena
masih sering terbangun di malam hari, gejala tought broadcasting karena
sering merasa pikirannya diketahui oleh orang banyak, dan juga masih
sedikit paranoid terhadap orang orang sekitarnya.
15
16
17
18