VITAMIN
Sekitar akhir abad XIX, ketika mulai dipergunakan bahan pakan murni dalam percobaanpercobaan binatang, disangka bahwa susunan makanan sudah cukup kalau terdiri atas
karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Ternyata bahwa dengan susunan makanan demikian,
binatang percobaan tidak menunjukkan kesehatan dan pertumbuhan badan yang memuaskan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Di dalam susunan makanan di atas, masih diperlukan zat gizi lain yang pada saat itu
masih belum diketahui ujudnya. Dalam penelitian penyakit beri-beri di antara para tahanan dan
hukuman di Indonesia pada permulaan abad XX, EIJKMAN dan rekan-rekannya menemukan
adanya zat yang diperlukan ini, yang kemudian diberi nama VITAMINE oleh VLADIMIR
FUNK, karena disangka suatu ikatan organik amine, oleh adanya unsur N dan telah
dikenalnya asam amino pada saat itu. Zat vitamin ini diperlukan untuk kehidupan (vita),
sehingga diberi nama vitamine: (Sediaoetama D. A.,2012)
Kemudian ternyata bahwa zat esensial ini bukan suatu amine dan tidak selamanya
mengandung unsur nitrogen (N). Karena itu nama vitamine banyak yang menentangnya,
sehingga diubah menjadi VITAMIN, dengan dibuang huruf e-nya. Mengganti sama sekali
dengan nama lain agak sulit, karena nama itu telah memasyarakat di kalangan para ilmuwan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Definisi vitamin ini mula-mula dianggap mudah, dan diformulasikan sebagai "suatu zat gizi
yang diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil dan harus didatangkan dari luar, karena
tidak dapat disintesa di dalam tubuh. Di dalam definisi ini tersirat:
(a) diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah kecil, dan
(b) harus datang dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa di dalam metabolisme tubuh
sendiri.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Dengan semakin mendalamnya pengetahuan tentang vitamin, terdapat hal-hal yang tidak
sepenuhnya sesuai dengan definisi seperti tersebut di atas. Pernyataan jumlah sedikit,
ternyata sangat relatif, karena ada vitamin yang diperlukan hanya dalam jumlah mikrogram,
tetapi ada pula yang dalam jumlah milligram. Juga tentang tidak dapat disintesa di dalam
tubuh, ternyata tidak selalu benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh,
dari zat pendahulu yang disebut precursor atau provitamin. Kesanggupan berbagai spesies
binatang untuk mensintesa vitamin juga berbeda-beda. (Sediaoetama D. A.,2012)
Definisi yang tercantum di atas masih tetap dipergunakan, tetapi patut diperhatikan bahwa
perumusan itu tidaklah tepat benar, hanya merupakan suatu garis besar saja.
1. Vitamin, Provitamin dan Antivitamin
Dikatakan bahwa pada umumnya vitamin tidak dapat disintesa di dalam tubuh,
sehingga harus disediakan dari luar, biasanya dengan makanan. Ternyata hal ini tidak
mutlak benar. Ada beberapa vitamin yang dapat dibuat di dalam tubuh, dengan mengubahnya
dari ikatan organik lain. Ikatan organik yang tidak bersifat vitamin, tetapi dapat diubah menjadi
vitamin setelah dikonsumsi, disebut provitamin atau prekursor vitamin. Tidak semua vitamin
mempunyai prekursor, sehingga tetap tidak dapat disintesa di dalam tubuh. (Sediaoetama D.
A.,2012)
Yang sampai sekarang telah diketahui ada provitaminnya ialah vitamin A, dengan
prekursor karotin, vitamin D dengan prekursor 7dehydro cholesterol, serta niacin dengan
prekursor tryptophane. Tikus dapat membuat vitamin C dari prekursor glukosa, tetapi
marmot, primata dan manusia tidak dapat mengubah glukosa menjadi vitamin C tersebut.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Sebaliknya ada pula ikatan-ikatan kimia organik yang berpengaruh menentang atau
meniadakan kerja sesuatu vitamin. Zat demikian disebut antivitamin atau antimetabolite dari
vitamin tersebut. Sebagian besar vitamin telah diketahui mempunyai antivitamin. (Sediaoetama
D. A.,2012)
protein yang dihasilkan oleh sel dan disebut apoenzim. Apoenzim ketika disintesa tidak
mempunyai aktivitas; baru menjadi aktip bila telah berkonjugasi dengan komponen non-protein
yang disebut ko-enzim. Ko-enzim inipun dibuat di dalam tubuh dan mengandung
komponen yang disebut vitamin itu. Susunan lengkap apoenzim dan ko-enzim disebut
holoenzim dan holoenzimlah yang mempunyai aktivitas sebagai biokatalisator. Di dalam sel
apoenzim terdapat sebagai butir yang mengisi suatu vakuole, dan disebut proenzim atau
zymogen, yang belum mempunyai aktivitas. (Sediaoetama D. A.,2012)
Peranan hampir seluruh vitamin dari kelompok B telah diketahui fungsinya di dalam
ko-enzim. Tidak demikian halnya dengan vitaminvitamin yang larut lemak. Meskipun
gejala-gejala sebagai akibat defisiensi vitamin ini telah diketahui, tetapi peranannya yang
jelas di dalam rantai reaksi biokimiawi di dalam proses metabolisms, belum diketahui.
Kekecualian adalah untuk vitamin D. Untuk vitamin ini telah jelas diketahui bahwa vitamin D
ini di dalam tubuh diubah menjadi hormon yang berpengaruh atas transpor zat kapur (Ca).
(Sediaoetama D. A.,2012)
air,
sampai
sekarang
belum
pernah
dilaporkan
memberikan
kondisi
maupun yang larut air. Kondisi defisiensi ringan memberikan hypovitaminosis, sedangkan
kondisi defisiensi berat memberikan avitaminosis. Dalam praktek, tidak semua vitamin
memberikan kondisi defisiensi, karena selalu tersedia di dalam susunan hidangan dalam
jumlah mencukupi dan dibutuhkannya dalam jumlah sangat sedikit. Di Indonesia, yang
masih merupakan problems defisiensi pada skala nasional ialah untuk vitamin A. Defisiensi
vitamin lainnya masih ada, tetapi pada taraf ringan dan tidak merupakan dimensi nasional, di
antaranya defisiensi vitamin C, riboflavin, thiamin, Asam folat. Defisiensi vitamin K juga
terdapat pada anak bayi yang baru lahir. (Sediaoetama D. A.,2012)
4. Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin.
Pada proses pengolahan bahan makanan, beberapa jenis vitamin hilang terbuang atau
menjadi rusak, sehingga kadar di dalam hasil olahnya menjadi sangat rendah. Untuk
mengembalikan kadar vitami yang hilang itu ke tingkat kadar normal atau paling tidak mendekati
kadar normal, vitamin yang terbuang itu dapat ditambahkan kembali kepada hasil olah
tersebut. Cars menambahkan kadar vitamin yang terbuang dan berkurang kadarnya kembali
ke kadar normal, disebut suplementasi. (Sediaoetama D. A.,2012)
Ada pula yang disebut fortifikasi, ialah penambahan vitamin kepada bahan makanan
sehingga mencapai kadar yang lebih tinggi dari kadar alamiah, atau bahkan menambahkan
kepada makanan yang pada keadaan aslinya tidak mengandung vitamin tersebut. Bahan
makanan yang diberi tambahan vitamin tersebut dinamakan bahan pangan pembawa atau
bahan pangan pendukung (carrier atau vehicle). (Sediaoetama D. A.,2012)
Bahan pangan yang dapat dijadikan pembawa itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, di
antaranya: (Sediaoetama D. A.,2012)
a. Harus dikonsumsi merata oleh seluruh lapisan dari populasi target dalam kwantum yang
rata-rata konstan, tidak banyak berfluktuasi. Hal ini diperlukan agar vitamin yang
ditambahkan tersebut dikonsumsi merata sesuai dengan spa yang diinginkan
b. Kadar vitamin yang ditambahkan tidak menyebabkan perubahan pada bahan makanan
pembawa, balk wama, rasa, bau dan kwalitas konsumsi setelah diolah.
c. Vitamin yang ditambahkan kepada bahan makanan pembawa tidak mengalami perubahan,
yang menyebabkan pengurangan kekuatan vitamin tersebut. Vitamin tersebut tidak
mengalami kerusakan pada cars penyimpanan dan pembungkusan bahan makanan
ketika masih dalam jalur perdagangan.
d. Setelah ditambah vitamin, harga bahan makanan pendukung tidak menjadi mahal,
sehingga
tidak
difortifikasikan.
terlalu
berbeda
dengan
bahan
a. Fungsi Vitamin A
Fungsi Vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar: (a) Fungsi dalam proses
melihat (b) Fungsi dalam metabolisma umum (c) Fungsi dalam proses reproduksi. Dari semua
deretan homolog Vitamin A, asam vitamin A (retinoic acid) hanya dapat memenuhi fungsi
dalam metabolisma umum dan tidak menunjukkan aktivitas pads proses melihat den proses
reproduksi. Bentuk Vitamin A lainnya sanggup berperan dalam ketiga fungsi tersebut di
atas. Ini terjadi karena Asam vitamin A tidak dapat dikonversi menjadi bentuk lain, tetapi
bentuk lain dapat diubah menjadi Asam vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(a) Fungsi Vitamin A dalam Proses Melihat
Pada proses melihat Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan
komponen dari zat penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang
disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin
merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya den mengubah enersi cahaya menjadi
enersi biolistrik yang merangsang indra penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang
(rods) dari set-set retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen
proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut
porphyropsin. (Sediaoetama D. A.,2012)
Gejala-gejala mata pada defisiensi Vitamin A disebut xerophthalmia, berturut-turut
terdiri atas xerosis conjunctivae den xerosis corneae yaitu kekeringan epithel biji mata den
kornea, karena sekresi glandula lacrimalis menurun. Tampak selaput bola mata tersebut keriput
dan kusam bila biji mata bergerak. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau nictalopia, yang
oleh awam disebut buta senja atau buta ayam (kotokan),yaitu ketidak sanggupan melihat
pada cahaya remang-remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja) anak
masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-remang). Pagi hari tidak
terjadi buta ayam tersebut karena anak dari cahaya remang remang di dalam rumah ke luar
(pekarangan) yang cahayanya lebih kuat. (Sediaoetama D. A.,2012)
Kornea kemudian mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak, disebut keratomalacia, dan
dapat memberikan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini, dapat terjadi luka parut
yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya. Luka parut ini kadang-kadang
membonjol keputihan (atau kemerahan), disebut leucoma (biji kapas). Banyak kebutaan pada
orang dewasa muda disebabkan oleh defisiensi Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)
Mungkin terdapat kelainan pada sclera, sebelah lateral dari kornea, yang disebut Bercak
BITOT. Kelainan ini tampak sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa sabun yang dapat
dihapus dengan kapas dan meninggalkan epithet kering dengan pigmen kecoklatan.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Kalau kelainan mata belum begitu parch, penyembuhan terjadi secara dramatis pada
pengobatan dengan. Vitamin A. Dalam pengobatan ini tidak dipergunakan provitamin A,
tetapi selalu preformed Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(b) Fungsi Vitamin A pada Metabolisme Umum
Fungsi ini tampaknya erat berkaitan dengan metabolisme protein.
- Integritas Epithel.
Pada defisiensi Vitamin A terjadi gangguan struktur maupun fungsi epithelium,
terutama yang berasal ectoderm. Epithel kulit menebal dan terjadi hyperkeratosis. Kulit
menunjukkan xerosis (kering) dan garis-garis gambaran kulit tampak tegas. Pada mulut
folikel rambut terjadi gumpalan keratin yang dapat diraba keras, memberikan kesan berbonjolbonjol seperti kulit kodok tanah (toadskin). Kondisi ini disebut juga phrenoderma atau
hyperkeratosis follicularis. Permukaan kulit tersebut sering pula terasa gatal (pruritus).
Epithel saluran-saluran di dalam tubuh juga menunjukkan kelainan, seperti saluran tractus
respiratorius, tractus urogenitalis dan saluran-saluran kelenjar. Epithel columnar dan epithel
transitional menunjukkan perubahan metaplasia, menjadi epithel skuamosa. Terjadi
gumpalan-gumpalan keratin yang dapat menjadi pusat perkapuran dan terjadi berbagai
calculi (batu kapur). (Sediaoetama D. A.,2012)
(c) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan
Pada defisiensi Vitamin A terjadi hambatan pertumbuhan. Rupanya dasar hambatan
pertumbuhan ini karena hambatan sintesa protein. Gejala ini tampak terutama pada anak-anak
(BALITA), yang sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Tampaknya
sintesa protein memerlukan Vitamin A, sehingga pada defisiensi vitamin ini terjadi hambatan
sintesa protein yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan. Telah dilaporkan bahwa pada
defisiensi Vitamin A terdapat penurunan sintesa RNA, sedang RNA merupakan satu faktor
penting pada proses sintesa protein. (Sediaoetama D. A.,2012)
mengatur permeabilitas membrana sel maupun membrana dari suborganel selular. Melalui
pengaturan permeabilitas membrana sel, Vitamin A mengatur konsentrasi zat-zat gizi di dalam
sel yang diperlukan-untuk metabolisme sel. (Sediaoetama D. A.,2012)
(e) Fungsi Vitamin A dalam Pertumbuhan Gigi.
Ameloblast yang membentuk email sangat dipengaruhi oleh Vitamin A. Pada kondisi
kekurangan Vitamin A ketika bakal gigi sedang dibentuk, terjadi hambatan pada fungsi
ameloblast, sehingga terbentuklah email gigi yang defektip dan sangat peka terhadap pengaruh
faktor-faktor kariogenik. (Sediaoetama D. A.,2012)
Deretan ameloblast menginduksi set-set odontoblast untuk membuat dentin. Gangguan
pada ameloblast berakibat terhadap gangguan fungsi odontoblast, sehingga terbentuk
jaringan keras dentin yang defektip dan sensitip terhadap serangan caries dentis. (Sediaoetama
D. A.,2012)
Pada percobaan in vitro dengan pemeliharaan jaringan ovaria dan testes, terjadi hambatan
perkembangan sel-sel reproduksi pada yang betina maupun yang jantan. Sel ootid tidak dapat
berkembang menjadi set ovum dan set spermatid juga tidak berkembang lebih jauh menjadi
spermatozoa. Sel-set tersebut berhenti berkembang dan menunjukkan degenerasi, kemudian
diresorpsi. Fungsi Vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh Asam
vitamin A (retinoic acid). (Sediaoetama D. A.,2012)
b. Metabolisme Vitamin A.
Telah dibicarakan bahwa preformed Vitamin A terdapat di dalam bahan makanan hewani,
sedangkan provitamin A di dalam bahan makanan nabati. Sumber yang kaya akan preformed
Vitamin A adalah hati dan ginjal, sedangkan jumlah yang lebih rendah terdapat di dalam jantung
dan paru-paru. Minyak ikan merupakan pekatan sumber Vitamin A dan Vitamin D, dan sering
dipergunakan sebagai obat yang mengandung Vitamin A dan Vitamin D konsentrasi tinggi.
(Sediaoetama D. A.,2012)
Sumber nabati ialah sayur yang berwarna hijau dan buah-buahan dengan daging
berwarna kuning, merah sampai biru. Semakin hijau warna sayur, semakin tinggi
kandungannya akan aktivitas vitamin A. Dalam bahan makanan nabati ini kegiatan Vitamin
A terdapat dalam bentuk provitamin, campuran berbagai jenis karotin, dengan kadar terbanyak
beta karotin. (Sediaoetama D. A.,2012)
Dalam susunan hidangan di Indonesia, Vitamin A terutama berasal dari sayur dalam bentuk
karotinoid. Buah sebagai sumber karotin pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan
sayuran. (Sediaoetama D. A.,2012)
Preformed Vitamin A dalam bahan makanan hewani terdapat dalam bentuk ester dengan
asam lemak, terutama Asam stearat, Asam palmitat dan Asam oleat. Vitamin A aldehida terdapat
di dalam telur;"balk telur unggas (ayam, bebek) maupun telur ikan. Di dalam bahan makanan tidak
terdapat Asam vitamin A (retinoic acid) secara alamiah. (Sediaoetama D. A.,2012)
Di dalam saluran pencernaan, ester Vitamin A dihidrolisa dan retinol yang terbebas
diserap dengan proses penyerapan aktip melalui epithel dinding saluran usus halus.
Provitamin A diserap sambil diubah menjadi Vitamin A (retinol) di dalam sel epithet usus.
Untuk menghidrolisa ester Vitamin A diperlukan enzim hydrolases dan untuk pengubahan
karotin menjadi Vitamin A diperlukan enzim 5,5'-dioksi hydrolase. Enzim ini terdapat
terutama di dalam sel epithet mukosa usus dan sel hati. (Sediaoetama D. A.,2012)
Untuk penyerapan .karotin diperlukan adanya empedu, sedangkan empedu tidak
esensial bagi penyerapan preformed Vitamin A; tetapi adanya empedu meningkatkan
penyerapan preformed Vitamin A ini. (Sediaoetama D. A.,2012)
Setelah diabsorpsi Vitamin A dijadikan ester kembali dan ditranspor oleh khylomikron
melalui ductus thoracicus, masuk ke aliran darah di anggulus venosus. Vitamin A kemudian
ditangkap oleh set-set parenchym hati. Sebagian Vitamin A disimpan di sel hati, dan
sebagian lagi dihidrolysa menjadi retinol dan dikonjugasikan dengan pRBP (plasma retinol
binding protein) dan dikeluarkan lagi dari sel hati ke dalam aliran darah. Di dalam plasma diikat
lagi oleh prealbumin dan sebagai komplek retinol-pRBP-PA vitamin A ini ditranspor dari
tempat penimbunan di hati ke sel-sel target yang memerlukan Vitamin A di seluruh jaringan
tubuh. (Sediaoetama D. A.,2012)
Bentuk transpor Vitamin A di dalam plasma terdapat dua jenis, ialah Vitamin A ester di
dalam VLDL dan LDL (very low density lipoprotein=chylomikron; low density lipoprotein)
sebagai bentuk transpor dari usus ke hati dan retinol-pRBP-PA kompleks merupakan bentuk
transpor dari tempat penimbunan di hati ke jaringan set-set target yang memerlukan vitamin
tersebut. (Sediaoetama D. A.,2012)
DAFTAR XVI
KLASIFIKASI XEROPHTHALMIA
X1
Conjunctival Xerosis
X1
Bitot's Spot with Conjunctival Xerosis
A
X2
Corneal Xerosis
B
X3
Corneai ulceration with Xerosis
X31
Keratomalacia
A XN Night blindness
3 XF Xeropthalmia fundus
Xs Corneal scar
XB Bitot'sspot
lipoprotein dan tidak ditimbun di dalam sel hati. Pada manusia dan primata terdapat karotin di
dalam plasma, sedang pada binatang lainnya, plasma tidak mengandung karotin dalam
jumlah yang berarti. (Sediaoetama D. A.,2012)
Vitamin A diekskresikan dalam bentuk metabolite, hasil pemecahan di dalam sel. Sebagian
Vitamin A dioksidasi menjadi C02 dan H2O yang diekskresikan di dalam udara
pernapasan. Urine juga mengandung beberapa metabolit yang berasal dari katabolisma
Vitamin A; sebagian telah diketahui dan sebagian lagi belum sampai diidentifikasikan.
Dengan reaksi warna yang menunjukkan adanya retinol (CARR & PRICE; NEELD
& PEARSEN), tidak dapat ditunjukkan adanya Vitamin A di dalam urine. Sebagian Vitamin
A mengalami siklus enterohepatis, yaitu diekskresikan di dalam cairan empedu, tetapi diserap
kembali dari usus halus. Fungsi karotin di dalam tubuh belum jelas benar, kecuali sebagai
prekusor bagi Vitamin A. (Sediaoetama D. A.,2012)
c. Kebutuhan akan Vitamin A.
Kebutuhan tubuh akan Vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI),
untuk memudahkan penilaian aktivitas Vitamin ini di dalam bahan makanan, agar mencakup
preformed Vitamin A dan provitaminnya. Satu SI Vitamin A setara dengan kegiatan 0,300
ug retinol atau-0,6 ug all trans beta karotin atau 1.0 mg karotin total (campuran) di dalam
bahan makanan nabati. (Sediaoetama D. A.,2012)
d. Penyakit Gizi bertalian dengan Vitamin A.
Kelainan gizi yang berhubungan dengan Vitamin A dapat berbentuk defisiensi maupun
hypervitaminosis A. (Sediaoetama D. A.,2012)
(a) Defisiensi Vitamin A.
Defisiensi Vitamin A didiagnosa berdasarkan: kadar Vitamin A di dalam darah, gejalagejala xerophthalmia, dan anamnesa konsumsi makanan, serta kelainan kulit. Kadar Vitamin
A total di dalam darah pada seorang normal,30 ug/dI atau lebih. Kadar 20 - 30 ug/dI masih
dapat diterima, meskipun pada tingkat yang dianggap rendah, yang mempunyai risiko lebih besar
untuk timbulnya gejala-gejala defisiensi. Kadar 10 - 20 ug/dI sudah termasuk kondisi
hypovitaminosis, sedangkan kadar di bawah 10 ug/dI sudah dianggap avitaminosis, yang
biasanya sudah disertai gejalagejala klinis, seperti gejala xerophthalmia dan gejala-gejala kulit.
Anamnesa makanan akan membantu diagnosa, dan menunjukkan hidangan yang tidak
mengandung sumber yang kaya akan Vitamin A atau prekusornya.
(b) Hypervitaminosis A
Hypervitaminosis A praktis tidak ditemukan di Indonesia. Namun demikian kemungkinan
untuk itu harus dipertimbangkan, bila seorang anak mendapat konsentrat minyak ikan untuk
jangka waktu panjang dan mendapat keluhankeluhan. Anak akan menunjukkan hambatan
pertumbuhan, nyeri pada tulang panjang, terutama di daerah-daerah titik tumbuh.
Gejala akut mungkin pada kegiatan intervensi gizi di mana diberikan massive oral dosis di
atas 200.000 SI sekaligus. Anak muntah dan ada pula yang melaporkan mendapat
mencret-mencret, meskipun kondisi terakhir ini masih diragukan hubungannya dengan dosing
Vitamin A tersebut.
Bila massive dosing Vitamin A dihentikan, maka gejalagejala hypervitaminosis A akan
menghilang dengan cepat dalam 1 - 2 hari.
Pada orang dewasa yang mengkonsumsi dosis satu juts SI Vitamin A untuk beberapa hari
berturut-turut timbul gejalagejala nausea, vomitus, rasa sakit kepala. Terdapat pula
hyperhemoglobinemia dengan peningkatan jumlah sel erythrocyt. Rambut mudah rontok juga
dilaporkan timbul pada kondisi hypervitaminosis A.
(c) Hyperkarotinemia.
Pada konsumsi karotinoid berlebih, kadar karotin di dalam darah meningkat dan terdapat warns
kuning di seluruh tubuh, menyerupai kondisi icterus. Penegasan diagnosa dilakukan dengan
penentuan kadar karotin di dalam darah dan kadar bilirubin. Anamnesa makanan akan
sangat membantu apakah telah terjadi konsumsi karotin dosis tinggi untuk jangka waktu
sebelum timbul gejala-gejala tersebut. Dari sudut klinik, gejala-gejala hyperkarotinemia
tidak memberikan keluhan sakit, kecuali dari sudut kosmetik, kulit berwarna kuning.
Warna kuning pada hyperkarotinemia tidak mengenai kuku dan sclera mats; pada icterus,
sclera dan kuku ikut berwarna kuning.
2. VITAMIN D. CALCIFEROL
Vitamin D mulai dikenal dan dibedakan dari Vitamin A di dalam minyak ikan, yang sanggup
menghindarkan penyakit rickets dan mendorong pertumbuhan; efek yang terakhir ini
dianggap pengaruh vitamin A. Diketahui bahwa Vitamin A rusak oleh penyinaran
ultraviolet dan oleh oksidasi. Ternyata bahwa minyak ikan yang telah disinari ultraviolet dan
dioksidasi oleh oksigen udara, masih sanggup menghindarkan atau mengobati rachitis,
tetapi sudah tidak menunjukkan efek Vitamin A.
Mula-mula disangka hanya terdapat satu ikatan kimia dengan kegiatan Vitamin D, tetapi
ternyata kemudian terdapat beberapa ikatan organik yang mempunyai kegiatan Vitamin D
ini.
Berbagai jenis Vitamin D terdapat dari hasil penyinaran beberapa jenis kholesterol
dengan sinar ultraviolet.
Ca diperlukan di beberapa jaringan untuk memperkuat struktur jaringan tersebut, misalnya pads
tulang-tulang dan gigi-geligi. Yang terdapat di dalam jaringan keras ini garam karbonat dan
garam phosphat, juga fluoride dari Calsium. Garam Ca di dalam jaringan keras terdapat dalam
suatu keseimbangan dinamis dengan kondisi cairan tubuh, artinya terjadi suatu fluks yang same
enters Ca yang masuk ke jaringan keras dengan yang keluar dari jaringan tersebut.Melalui
pengaturan sintesa CaBP, Vitamin D menyediakan kondisi yang optimum bagi pembuatan
garam Ca di dalam jaringan tersebut. Di samping hormon 1,25 dihydroksi calciferol,
hormon parathyroid juga berpengaruh pads pengaturan kadar Ca di dalam cairan tubuh dan di
dalam jaringan.
(c) Vitamin Djuga berpengaruh meningkatkan resorpsi phosphat di dalam tubuli ginjal, sehingga
meningkatkan kondisi konsentrasi Ca den Phosphat di dalam jaringan untuk sintesa garam
Ca phosphat.
b. Metabolisms Vitamin D
Telah kite bicarakan bahwa Vitamin D ads yang khas terdapat di dalam bahan makanan
hewani den ads yang khas di dalam bahan makanan nabati. Di dalam jaringan di bawah kulit
terdapat 7-dehydro kholesterol yang berubah menjadi vitamin cholecalciferol (Vitamin D3)
pada penyinaran ultraviolet yang terdapat di dalam sinar matahari. Jadi di daerah tropik di mana
terdapat banyak sinar matahari, defisiensi Vitamin D tidak perlu terjadi, asal saja kulit kits cukup
terkena sinar matahari.
Bahan makanan yang keys akan Vitamin D ialah susu; di negara beret susu difortifikasikan
dengan Vitamin A den Vitamin D.
Untuk penyerapan Vitamin D yang balk diperlukan adanya garam empedu. Mengenai
transport,,katabolisma den ekskresi Vitamin D belum banyak diketahui, sehingga masih
memerlukan banyak penelitian lebih laniut.
d.Defisiensi Vitamin D.
Defisiensi vitamin D memberikan penyakit rakhitis (rickets) atau disebut pule
Penyakit Inggeris, karena mule-mule banyak terdapat dan dipelajari di negeri Inggeris.
Sebelum diketahui adanya vitamin sebagai zat gizi, penyakit ini merupakan problems gawat
sekali di Negeri Inggeris; di mana anak-anak tidak dapat dikenai cukup
sinar matahari untuk jangka waktu sangat panjang, karena hidup di lorong-lorong kota London,
yang tidak pernah terkena sinar matahari karena terlindung oleh bayangan gedung-gedung yang
tinggi.
Secara umum di Indonesia penyakit ini tidak perlu dirisaukan, tetapi kasus sporadis
mungkin masih dijumpai pada anak-anak atau pare wanita yang karena adat istiadafi sedikit
sekali terkena sinar matahari.
Konsumsi berlebih Vitamin D dapat pule memberikan gejalagejala Hypervitaminosis D.
Kondisi ini mungkin terjadi. pada anakanak yang mendapat tetes konsentrat minyak ikan yang
terlalu banyak untuk jangka waktu lama. Hypervitaminosis D menyebabkan perkapuran di
dalam jaringan yang bukan biasanya, seperti di dalam organ-organ vital ginjal den sebagainya.
b. Metabolisma Vitamin E
Ester Vitamin E yang terdapat di dalam bahan makanan, dihidrolisa oleh enzim lipase
dari sekresi pankreas dan Vitamin E yang dibebaskan diserap bersama lipoid dan asam lemak
hasil pencernaan. Vitamin E mempergunakan misel yang dibentuk oleh asam lemak dan garam
empedu sebagai carrier dalam proses penyerapan, bersama dengan Vitamin A, Vitamin D,
dan Vitamin K. Terdapat sating hambat kompetitip dalam penyerapan vitaminvitamin yang larut
lemak itu. Setelah diserap, ditranspor lebih lanjut dalam chylomikron melalui jalur Ductus
throracicus, pada mamalia. Pada spesies burung setelah diserap Vitamin E ditranspor oleh
portomikron ke jalur Vena portae.
Dari dosis 10 mg sampai 1.500 mg, Vitamin E pada manusia dapat diabsorpsi 70 - 95%.
Vitamin A dan PUFA yang dikonsumsi bersamaan dengan Vitamin E menurunkan efisiensi
for Protein and Applied Chemistry (IUPAC) dengan yang diusulkan oleh International
Union for Nutrition Science (IUNS).
Bentuk induk dari Vitamin K disebut Menadion oleh IUPAC dan Menaquinon oleh
TUNS. Kemudian terdapat dua deretan derivat karena perbedaan struktur rantai samping yang
melekat pada C3 dari bentuk induk tersebut.
Huruf n menunjukkan jumlah carbon paaa rantai samping, sedangkan angka 7 menunjukkan
jumlah gugusan isoprenoid dalam rantai samping tersebut. Gugusan isoprenoid mengandung 5
buah carbon, jadi 35 carbon adalah 7 satuan isoprenoid.
Vitamin K1 yang mula-mula diisolasikan dari rumput alfalfa, oleh IUPAC diberi
nama Phylloquinone dan oleh IONS disebut Phythyl menaquinone. Vitamin K2 mempunyai
rantai samping yang terdiri atas unitunit isoprenoid yang berbeda-beda jumlahnya disebut
Menaquinone-n (IUPAC) atau Phrenyl menaquione-n (TUNS), masing-masing disingkat
dengan catatan MK-n dan MQ-n. Bila jumlah unit isoprenoid ada 7, disebut Menaquinone-7 (MK7) (IUPAC) atau Phrenyl menaquinone-7 (MQ-7) (TUNS). Vitamin K1 berbentuk minyak
pada suhu kamar.
a. Fungsi Vitamin K
Vitamin K berfungsi di dalam proses sintesa prothrombine yang diperlukan dalam
pembekuan darah; bahkan mula-mula disangka bahwa Vitamin K merupakan komponen dari
prothrombin itu sendiri. Fungsi lain yang diusulkan untuk Vitamin K ialah sebagai pentranspor elektron di dalam proses redoks di dalam jaringan (sel); pada defisiensi Vitamin K
terjadi kekurangan produksi ATP, karena sintesa ATP berkaitan dengan proses redoks tersebut.
Data sekarang menunjukkan bahwa peranan Vitamin K pada sintesa protein
prothrombine ialah pada fase postribosomal (lihat halaman 83) pada proses konversi prekJrsor
prothrombine menjadi prothrombine. Sintesa prothrombine itu sendiri tidak memerlukan
Vitamin K. Dengan kemajuan teori tentang proses pembekuan darah, maka fungsi yang diusulkan
untuk Vitamin K inipun semakin bertambah dan kompleks. Peranan yang diperuntukkan
Vitamin K sekarang ialah dalam sintesa empat komponen yang berperan di dalam proses
pembekuan darah: prothrombine, Faktor VII, Faktor IX dan Faktor X, dari teori kaskade
mengenai pembekuan darah.
b. Metabolisma Vitamin K
Vitamin K tidak dapat disintesa oleh tubuh, tetapi suplai Vitamin K bagi tubuh berasal dari
bahan makanan dan dari sintesa oleh mikroflora usus yang menghasilkan Menaquinone.
Pada pengobatan dengan antibiotik terutama bila untuk jangka panjang, mikroflora usus dapat
terbunuh dalam jumlah besar dengan akibat suplai Vitamin K untuk tubuh menjadi kurang dan
dapat terjadi defisiensi Vitamin K. Juga pada bayi yang baru lahir dapat terjadi defisiensi Vitamin
K, karena mikroflora usus belum terbentuk dengan baik sehingga suplai Vitamin K tidak
mencukupi. Untuk penyerapan Vitamin K diperlukan garam empedu dan lemak di dalam
hidangan. Garam empedu dan lemak makanan yang dicerna membentuk misel (micell)
yang berfungsi sebagai transport carrier bagi Vitamin K tersebut. Pada gangguan penyerapan
lemak, terjadi Juga hambatan penyerapan Vitamin K. Dari Vitamin K yang terdapat di dalam
hidangan, sekitar20% ditemukan kembali di dalam tinja, tetapi pada gangguan penyerapan
lemak, Vitamin K yang ditemukan di dalam tinja meningkat mencapai 7080%.
Mekanisma penyerapan Vitamin K terjadi secara aktip di bagian proksimal usus halus.
Penyerapan ini memerlukan enersi. Terdapat kekecualian untuk Menadion yang diserap secara
pasip di bagian distal usus halus. Transpor Vitamin K dari usus halus terjadi bersama dengan
transpor lemak yang baru diserap, yaitu melalui khilomikron ke jalur Ductus thoracicus.
Setelah diserap, phylloquinone terutama terdapat di dalam hati dan retensi di sini berlangsung untuk waktu cukup lama. Sebaliknya Menadion hanya sebentar saja ditahan di
dalam hati dan segera disebar ke jaringanjaringan yang memerlukannya. Dari dosis Vitamin K
sebanyak 3090 ugh 00 gram berat badan yang diberikan intravena (IV) kepada tikus percobaan,
70% diekskresikan selama 24 jam di dalam urine.
Di dalam hati Vitamin K dikonjugasikan dengan asam glukuronat dan asam sulfat untuk
kemudian diekskresikan di dalam urine Menaquinone-4 adalah metabolite yang terbanyak
diekskresikan di dalam urine.
Vitamin K terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam ginjal, kelenjar suprarenal,
paru-paru, sumsum tulang dan lymphnodes, dan yang tersebar terbanyak juga adalah
Menaquinone-4.
Telah diketahui sejumlah ikatan derivat dicoumarol yang merupakan antivitamin
bagi Vitamin K (lihat halaman 107, DAFTAR XV). Dicoumarol adalah antivitamin K yang terdapat
di dalam "sweet clover" yang telah membusuk dan termakan oleh ternak menyebabkan
penyakit perdarahan yang susah berhenti.
B. VITAMIN-VITAMIN YANG LARUT AIR
Ke dalam kelompok vitamin-vitamin yang larut air dan tidak larut dalam minyak dan ZatZat pelarut lemak, ialah Vitamin C dan vitamin-vitamin B-Kompleks. Vitamin-vitamin Bkompleks biasanya terdapat bersamasama di dalam bahan makanan tertentu yang sama,
ialah sayuran dan biji-bijian. Di dalam pil yang disebut B-kompleks terdapat 11 jenis vitamin: Thiamin, riboflavin, niacin, pyridoksin, biotin, PABA, inositol, asam pantothenat, asam
folat, cholin dan Vitamin 1312. Sebagian besar anggotaanggota Vitamin B-kompleks diketahui
a. Fungsi Vitamin C
Fungsi Vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai
antioksidans. Meskipun mekanismanya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya Vitamin C
berperan serta di dalam banyak proses metabolisma yang berlangsung di dalam jaringan tubuh.
Fungsi fisiologis yang telah diketahui memerlukan Vitamin ialah:
- kesehatan substansi matrix jaringan ikat
- integritas epithet melalui kesehatan zat perekat antar set
- mekanisma immunitas dalam rangka days tahan tubun terhadap berbagai serangan
penyakit dan toksin
- kesehatan epithet pembuluh darah
- penurunan kadar kholesterol, dan
- diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi-geligi.
b.metabolisme vitamin C
Sumber Vitamin C di dalam bahan makanan terutama buahbuahan segar dan dengan
kadar yang lebih rendah terdapat jugs di dalam sayuran segar. Di dalam buah, Vitamin C terdapat
dengan konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah
dan lebih rendah lagi di dalam bijinya.
Defisiensi Vitamin C memberikan penyakit yang disebut skorbut. Kerusakan terjadi di
dalam jaringan yang terdapat di dalam rongga mulut, di tulang dan gigi-geligi. Juga terdapat
kerusakan pada saluran darah. Pada dasarnya kerusakan mengenai matrix jaringan ikat Ban zat
perekat antar selular. Pada Binding pembuluh kapiler, zat perekat antar selular defektip, sehingga
set-set endothel sating renggang Ban terjadi perdarahan. Mula-mula tampak perdarahan di
permukaan kulit berbentuk titik-titik kecil, disebut hemorrhagia punctata, yang semakin
lebar menjadi bercak-bercak, disebut petechia, yang kemudian dapat sating
berkonfluensi menjadi ecchymosa. Dengan test Fragilitas Kapiler dapat diperlihatkan menurunnya daya tahan terhadap tekanan darah, berarti meningkatnya fragilitas Binding (mudah
menjadi rusak) kapiler darah tersebut.
Pada pemeriksaan radiologis (pemotretan X-ray) terlihat perdarahan subperiostal pada
tulang panjang.
Bila jaringan tubuh ada dalam kondisi jenuh oleh Vitamin C maka dari dosis yang diberikan
parenteral, sebagian besar akan diekskresikan di dalam urine; sebaliknya bila suplai Vitamin ini
di dalam jaringan tidak mencukupi, maka sebagian besar dari dosis Vitamin C yang diberikan
akan diretensi di dalam tubuh Ban sedikit sekali yang diekskresikan di dalam urine.
Penyakit infeksi akut maupun menahun menurunkan kadar vitamin C di dalam darah.
Dikemukakan bahwa antara kadar vitamin C di dalam Buffy coat dengan kadarnya di dalam
jaringan tubuh terdapat korelasi yang positip yang sangat erat; jadi kadar vitamin C di dalam
Buffy coat mencerminkan kadar vitamin C di dalaVitamin C diekskresikan terutama di dalam
urine, sebagian kecil di dalam tinja Ban sebagian kecil lagi di dalam keringat.
Defisiensi vitamin C memberi gejala-gejala. penyakit skorbut. Kerusakan terutama
terjadi pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler Ban jaringan tulang. Kelainan di
dalam Rongga Mulut.
Bila defisiensi vitamin C terjadi pada saat pembentukan bakal gigi, maka akan terjadi defect
di dalam jaringan keras bakal gigi, tertutama dentin. Dentin yang dibentuk bersifat lebih sensitif
terhadap pengaruh negatif dari faktor-faktor cariogenic , bila kelak gigi telah bererupsi Ban
berfungsi di dalam rongga mulut.
Defisiensi vitamin C pada orang dewasa atau setelah gigigeligi bererupsi
memberikan kelainannya terutama pada jaringan lunak gingiva. Jaringan gingiva membengkak
Ban hypermis, dimulai pada papilla interdentales. Ujung papil tampak oedematous Ban hypermis,
mudah berdarah pada gosokan kecil sekalipun. Ujung papil kemudian menunjukan luka Ban
dapat terus menjadi gangraen yang mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap. Serat-serat
yang menghubungkan radix dentis dengan Binding alvioli tulang rahang menjadi rusak
terputus, sehingga gigi menjadi goyah, bahkan gigi dapat menjadi copot. Kelainan-kelainan
terutama mengenai gingiva bila masih ada giginya, atau bahkan tinggal akar gigi saja, dan tidak
terjadi bila sudah tidak ada gigi samasekali. Kelainan ini juga tidak menyerang mukosa
bagian buccal dan palatum, maupun permukaan lidah. Gejala-gejala dapat sembuh dalam
waktu relatif cepat pada pengobatan dengan vitamin C.
DAFTAR XX
BAHAN MAKANAN SUMBER VITAMIN C
(mg Vit. C/100 g Bahan)
SAYUR
Asparagus
Kacang-kacangan
Brussel's sprout
segar Sawi
Kol kembang
Salada air
Cabe hijau
Bayam segar
Tomat
BUAH
3
9
4
0
9
7
20
9
3
3
1
9
5
6
7
1
5
2
Jambu batu
Jeruk lemon
Jeruk nipis
Jeruk orange
Mangga
Nanas
Peaches
02
0
7
9
1
4
6
3
5
2
4
4
2
2
2. THIAMIN. VITAMIN B1
Penelitian penyakit beri-beri menuju ke arah ditemukannya Vitamin B1. Bahkan
dikemukakannya pengertian vitamin dan penyakit defisiensi adalah sebagai hasil penelitian
Vitamin 131 ini, yang telah dilakukan di Jakarta oleh EIJCKMAN, GRIJNS, JANSEN dan
DONATH. Nama vitamin mula-mula dikemukakan oleh VLADIMIR FUNK dengan
huruf e dibelakangnya (VITAMINE); tetapi kemudian diubah menjadi VITAMIN, tanpa huruf
e di akhir kata.Vitamin B1 merupakan anggota pertama dari suatu kelompok vitaminvitamin yang disebut B-kompleks. Vitamin B1 larut dalam air, tidak larut dalam minyak
dan dalam zat-zat pelarut lemak; stabil terhadap pemanasan pada pH asam, tetapi terurai
pada suasana basa atau netral.
a. Fungsi Thiamin
Bentuk aktif thiamin adalah di dalam coenzim Co-carboksilase sebagai thiamin
pyrophosphate atau TPP. Ikatan ini merupakan ko-enzim dari dua jenis enzim: (a) pyruvate
decarboxylase dan (b) transtolase. Asam pyruvate mengalami dekarboksilasi untuk
menjadi retyl-CoA yang akan dibakar lebih lanjut di dalam Cyclus KREBS untuk
menghasilkan metabolite berenersi tinggi yang disebut Adenosine triptlosphate (ATP).
Transketolase berfungsi dalam pengubahan 6 ribulose-5 phosphate menjadi 5 glukose-6
phosphate, di dalam jalur metabotisma Hexosa Monophosphate Shunt (HMP). Kedua
reaksi di atas berhubungan dengan metabolisms karbohidratDefisiensi thiamin
memberikan gangguan pada metabolisms karbohidrat yang menghasilkan enersi;
sehingga mengganggu fungsi organ-organ yang mendapat enersinya terutama dare
karbohidrat, seperti syaraf, otot dan jantung. Kehilangan refleks syaraf merupakan gejala
fungsional dini pada defisiensi Vitamin 131, disusul oleh kelemahan otot dan kelainan kerja
jantung. b. Metabolisms Thiamin
Thiamin tersebar luas di dalam berbagai jenis bahan makanan meskipun kadarnya sangat
bervariasi. Bahan makanan nabati sumber thiamin terutama biji-bijian dan serealia maupun
kacangkacangan. Dalam biji serealia, thiamin terutama terdapat di dalam lapisan aleuron. Beras
yang digiling bersih mengandung kurang thiamin karena sebagian air terbuang dengan
lapisan aleuron di dalam dedak. Bahan makanan hewani juga merata kandungannya akan
thiamin, sebagian sebagai thiamin bebas dan sebagian lagi sebagai TPP. Mikroflora usus
dapat mensintesa thiamin dan tersedia untuk tubuh kits.
Mammalia tidak sanggup mensintesa thiamin di dalam tubuhnya sehingga harus
mendapatnya dari luar dengan bahan makanan atau sebagai pengobatan.
Thiamin mudah larut di dalam air, sehingga di dalam usus halus mudah diserap ke dalam
jaringan mukosa. Di dalam sel epitel mukosa usus thiamin diphosphorylasikan dengan
pertolongan ATP dan sebagai TPP dialirkan oleh Vena portae ke hati.
Thiamin total di dalam darah berbentuk TPP, kadarnya 10 ug% di dalam komponen selular
dan 1 ug% di dalam plasma. Leucocyt mengandung TPP dalam konsentrasi tinggi, sampai
100 ug%. Jumlah jumlah kecil TPP tersebar di dalam berbagai jaringan, tetapi tidak ads thiamin
bebas yang ditimbun. Kadarthiamin total di dalam darah lengkap kurang dari 3 ug% tanpa
adanya anemia, menjadi indikator bagi defisiensi thiaminThiamin diekskresikan di dalam
urine pada keadaan normal; ekskresi ini parallel terhadap tingkat konsumsi, tetapi pada kondisi
defisien hubungan parallel ini tidak lagi berlaku. Pada konsumsi yang adekwat ekskresi
thiamin di dalam urine 100 ug/24 jam; pada konsumsi kurang dari. 0,6 mg sehari, ekskresi di
dalam urine ini 1 - 10 ug/24 jam; gejala-gejala klinik defisiensi thiamin mulai nampak, bila
ekskresinya di dalam urine di bawah 40 ug/24 jam.Pengukuran kegiatan transketolase di dalam
erythrocyt sangat berguna bagi diagnosa defisiensi thiamin, dan sudah menunjukkan penurunan
aktivitas pada tingkat defisiensi yang masih ringan.
c. Kebutuhan akan Thiamin
Fungsi thiamin di dalam tubuh berkaitan dengan metabolisms karbohidrat dalam
menghasilkan enersi. Karena itu kebutuhan tubuh akan thiamin dikaitkan dengan jumlah
total enersi yang dikonsumsi. Dari berbagai penelitian diperkirakan bahwa MDR untuk
thiamin adalah 0,2 - 0,3 mg untuk setiap 1.000 kalori. Setelah diperhitungkan penambahan
safety margin (lihat halaman 205), diambil nilai RDA sebesar 0,5 mg untuk setiap 1.000
kalori. Jadi anjuran kebutuhan tubuh akan thiamin adalah tergantung dari RDA untuk kalorinya.
Defisiensi thiamin memberikan gejala-gejala klinik yang.4isebut penyakit beri-beri.
Penyakit ini terutama terdapat di antara para anggota masyarakat yang mempergunakan beras
sebagai bahan makanan pokok, khususnya beras yang digiling sempurna. Bila beras digiling
sempurna maka lapisan aleuron yang kaya akan thiamin terbuang sebagai dedak, sehingga
bila dalam hidangan lauk-pauknya tidak mengisi kekurangan akan vitamin ini, sehingga
konsumsi thiamin menjadi dibawah 0,33 mg/1.000 kalori, maka timbullah gejala-gejala
defisiensi.
Defisiensi thiamin banyak terdapat di antara para peminum alkohol di negara Barat.
Defisiensi thiamin sekunder terjadi pada gangguan penyerapan zat makanan di dalam saluran
pencernaan atau pada kondisi yang disertai peningkatan kebutuhan akan vitamin tersebut. Pads
kondisi demam terjadi peningkatan metabolisms enersi dan pada penderita yang mendapat
infus glukosa, dapat pula terjadi defisiensi thiamin bila intake vitamin ini tidak diperhatikan.
Peningkatan ekskresi thiamin dapat terjadi pada pengobatan dengan diuretics sehingga
terjadi kondisi defisiensikelompok.Anorexia merupakan gejala dini pada defisiensi
thiamin, sedangkan nausea dan vomitus tidak selalu terjadi; konstipasi ditemukan lebih
konstan; pada pemeriksaan refleks terjadi juga penurunan reaksi. Kelainan jiwa dan emosi juga
merupakan gejalagejala yang menyolok, di antaranya mudah tersinggung dan mudah menjadi
marsh, depresi dan mudah bertengkar, selalu merasa khawatir dan ketakutan serta tidak
mudah bekerja sama dalam Rasa subjektif ialah rasa berat pada kedua kaki, parestesia,
rasa semutan seperti ditusuk-tusuk. Terdapat pula gangguan objektif pads persepsi cahaya
(photophobia), pemeriksaan dengan tusukan jarum rasa suhu dan rasa getaran. Daerah kulit di
sepanlang jalan urat syaraf yang agak besar merasa sakit pads tekanan, demikian pula otot-otot
betis. Gejala-gejala subjektif lain ialah nafas pendek, cepat lelah, jantung terasa berdebar lebih
kuat dan tidak teratur.
Terdapat beberapa bentuk beri-beri pada orang dewasa: Beri-beri Kering atau beri-beri
atrofik dengan gejala-gejala polyneuritis perifer. Beri-beri Basah dengan gejala oedema
pada kedua kaki dan kedua lengan serta muka yang tampak sembab.
Beri-beri Jantung yang kuat dan gawat. Beri-beri jenis ini di Jepang disebut Shoshin.
Ketiga bentuk beri-beri ini dapat sating berganti pada seseorang. Beri-beri Infantil. Type ini
terdapat pada anak-anak bayi yang disusukan ibunya. Ibu ini mungkin sudah menderita
defisiensi thiamin untuk beberapa lama sehingga ASI-nya mengandung kurang thiamin. Beriberi infantil bersifat akut sekali, dan mengambil gambaran beri-beri jantung. Anak mulai
memperdengarkan suara serak, mungkin karena tali suara kurang tegangannya dan terjadi
sedikit oedema. Gejala-gejala lain ialah anorexia, vomitus, resah, insomnia dengan muka
pucat dan sedikit sembab oleh oedema, juga terdapat oliguria. Pada serangan mendadak
anak tiba-tiba menderita cyanosis dengan denyut nadi yang cepat dan lemah. Kematian dapat
menyusul dalam waktu 24 - 48 jam.Dengan therapi spesifik pemberian thiamin gejalagejala menyurut dan menghilang secara dramatik dalam beberapa jam. ASI ibu yang
anaknya menderita beri-beri infantil mengandung thiamin sangat rendah dan terdapat
metabolite methyl glyoxal (pyruvic aldehyde)
Pada orang dewasa terdapat Encephalopathia WERNICKE dan Syndroma KORSAKOV,
yang juga dianggap bentuk dari defisiensi thiamin. Kedua syndroma ini merupakan bentuk
defisiensi thiamin yang akut, dimana terjadi confusion dan coma. Para penderita kedua
penyakit ini terdapat di antara para peminum alkohol tingkat berat yang menderita defisiensi
thiamin. Syndroma ini timbul juga pada defisiensi thiamin sekunder, misalnya pada penderita
yang mengalami vomitus berkepanjangan, seperti pada kasus obstruksi pylorus, toxaemia
gravidarum dan carcinoma ventriculi. Dapat pula timbul pads penderita yang diberi infus glukosa
yang berlebihan, sedangkan cadangan thiamin di dalam hati sudah rendah. Penderita diabetes mellitus
yang diobati dengan insulin dan glukosa dapat pula menderita syndroma ini, bila intake thiamin
3. RIBOFLAVIN, VITAMIN B2
Meskipun ikatan flavonoid telah diketahui dan diteliti sejak tahun 1879, tetapi pengakuan
riboflavin sebagai suatu vitamin bare terjadi pada tahun 1932, setelah dikenalnya Enzim Kuning
WARBURGH yang berperan di dalam proses reaksi redoks
Riboflavin berbentuk kristal berwarna kuning-oranye, sedikit larut di dalam air
memberikan warns kuning dengan fluoresensi kehijauan. Vitamin ini tidak larut dalam
minyak atau zat-zat pelarut lemak, stabil terhadap pemanasan dalam larutan asam mineral
dan tahan terhadap pengaruh oksidasi, tetapi sensitip terhadap larutan alkali, di mans is terurai
irreversibel oleh sinar ultraviolet maupun oleh cahaya biasa.
a. Fungsi Riboflavin
Fungsi riboflavin telah jelas diketahui sebagai komponen dalam ko-enzim; terdapat
dua bentuk aktif dari riboflavin sebagai koenzim, ialah:
- Flavine adenine dinucleotide.(FAD) dan
- Flavine Mononucleotide (FMN)
Enzim-enzim di mans kedua ko-enzim ini berperanserta termasuk kelas flavoprotein, yang
bersangkutan dengan proses reduksioksidasi dl dalam reaksi-reaksi metabolisms tubuh.
FAD lebih banyak terdapat dibandingkan dengan FMN.,Flavoprotein mengkatalisa prosesproses oksidasi-reduksi pyridine nucleotide NAD dan NADP.
Sebagian besar flavoprotein enzim memerlukan FAD sebagai koenzim (prosthetic group),
dan mengkatalisa reaksi-reaksi interkonversi antara NAD dan NADP dalam mentransfer hydrogen
yang akhirnya dioksidasikan menjadi H2O (air).
b. Metabolisms Riboflavin
Riboflavin terdapat meluas di dalam bahan makanan nabati maupun hewani dan
diperlukan oleh segala jenis set jaringan khewan dan manusia maupun bakteri. Riboflavin
bebas terdapat di dalam bahan makanan dan larut di dalam air, sehingga mudah diserap dari
rongga usus ke dalam mukosa Di dalam set epithet mukosa usus, riboflavin bebas mengalami
phosphorylasi dengan pertolongan ATP dan sebagai FMN dialirkan melalui Vena portae ke hati.
Tidak diketahui apakah pengubahan menjadi FMN itu merupakan bagian yang esensial dari
mekanisma penyerapan vitamin ini di dalam usus halus.
Di dalam jaringan khewan riboflavin terdapat dalam hati (15 ug/g jaringan), ginjal
(20 - 25 ug/g), dan sedikit di dalam otot skelet (2 - 3 ug/g jaringan). Riboflavin bebas terdapat di
dalam urine. Di dalam jaringan, retensi atau kehilangan riboflavin sejajar dengan retensi atau
kehilangan protein. Negative protein balance yang disertai peningkatan ekskresi riboflavin di
dalam urine terdapat pada kondisi kelaparan akut, diabetes mellitus yang tidak terkendalikan,
setelah trauma, terutama kerusakan jaringan karena operasi dan luka bakar.
Konsentrasi riboflavin di dalam serum pada kondisi gizi baik adalah 3,2 ug/dl; dari
jumlah ini 0,8 ug/dl terdapat sebagai riboflavin bebas dan FMN, sedangkan 2,4 ug/dl sebagai
FAD. Riboflavin di dalam buffy coat adalah sekitar 250 ug/dl dan di dalam erythrocyt sebanyak
22,4 ug/dI.
Timbunan riboflavin di dalamjaringan hanya kecil saja, sehingga mudah menjadi jenuh,
tetapi cepat puts menjadi susut kembali. Kwantum riboflavin yang diekskresikan di dalam
urine menggambarkan kelebihan vitamin ini, dan tidak merefleksikan tingkat gizinya di dalam
tubuh.
Pads konsumsi adekwat, seorang yang sehat mengekskresikan di dalam urine riboflavin
sebanyak 200 ug atau lebih selama 24 jam. Ekskresinya di dalam air keringat sangat sedikit,
sehingga dapat diabaikan. Ekskresi vitamin ini di dalam tinja bukan berasal endogen, tetapi hasil
sintesa oleh mikroflora usus.
c. Kebutuhan akan Riboflavin
Kebutuhan badan akan riboflavin mempunyai korelasi erat dengan kwantum protein
yang dikonsumsi di dalam hidangan. Perhitungan dalam berbagai penelitian menghasilkan
angka kebutuhan tubuh akan vitamin ini sebesar 0,025 x jumlah gram protein yang dikonsumsi.
Kebutuhan akan riboflavin jugs mempunyai korelasi cukup erat dengan kwantum enersi
yang dikonsumsi. Perhitungan berdasarkan kondisi ini menghasilkan angka kebutuhan
yang sama seperti di atas. Masyarakat dengan konsumsi riboflavin 0,7 mg atau kurang sehari
untuk orang-orang dewasa, memperlihatkan adanya gejala-gejala defisiensi dan
menunjukkan insidens defisiensi yang cukup tinggi serta terdapat ekskresi rendah dari vitamin
ini di dalam urine, yaitu kurang dari 0,4 mg/24 jam. Pads percobaan dengan subjek wanita
muda, pada konsumsi riboflavin setinggi 0,15 mg/1000 kalori, atau 0,22 mg/1000 kalori
masih memperlihatkan timbulnya gejala-gejala defisiensi pada beberapa subjek, serta ekskresi
di dalam urine yang rendah. Konsumsi riboflavin setinggi 0,41 mg/1000 kalori untuk selama
dua tahun ber turut-turut tidak menyebabkan gejala-gejala defisiensi dan ekskresi vitamin ini di
dalam urine pun cukup tinggi.
Defisiensi riboflavin biasanya timbul secara khronis, dengan gejala-gejala sebagai
berikut:
- Daerah Mulut: Cheilosis, stomatitis angularis, seborrhoic dermatitis sekitar hidung (sulcus
nasolabialis)
- - Dalam Rongga Mulut: lidah berwarna merah dadu (magenta tongue), dianggap
suatu gejala cukup khas bagi defisiensi riboflavin ini.
- Daerah Mata: Keluhan subjektif, berbentuk rasa papas di bibir kelopak mata. Gejalagejala objektif lain: photophobia, lakrimasi, circumcorneal vascular injection.
- Daerah Kulit Muka: dermatitis seborrhoica
- Daerah Genital: Dermatitis sekitar vulva atau scrotum, dap sering jugs daerah paha bagian
medial yang berhadapan dengan vulva atau scrotum tersebut. Dermatitis berwarna kulit merah
bersisik, dap dapat mengelupas.
4. NIACIN. ASAM NICOTINAT
Asam nikotinat telah dikenal oleh para ahli biokimia sejak 1867, tetapi pengenalannya
sebagai suatu vitamin anti-pellarga baru dimulai tahun 1937. Terdapat dua struktur molekul
yang mempunyai bioaktivitas vitamin ini, ialah
(a) asam nikotinat (nicotinic acid), dan
(b) amida asam nicotinic (nicotinic acid amide). Tryptophane ternyata merupakan provitamin bagi niacin; 60 mg tryptophane setara dengan 1 mg niacin.
Kedua jenis niacin berbentuk kristal putih, larut di dalam air, tetapi tidak larut di
dalam minyak dap zat-zat pelarut lemak. Niacin tahan terhadap pemanasan, alkali dap sinar
ultraviolet maupun sinar matahari biasa.
a. Fungsi Niacin
Selain fungsinya sebagai enzim, asam nikotinat (bukan niacinamide) menunjukkan pula efek
pharmakodinamik sebagai vasodilatator perifer dap menurunkan kadar kholesterol darah.
Meskipun niacin terdapat merata di dalam berbagai jenis sel jaringan di dalam
tubuh, tidaklah terdapat timbunan niacin yang cukup berarti. Niacin dan prekusornya larut di
dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa dinding usus, dan dialirkan lebih lanjut ke
dalam hati melalui Vena portae. Yang terdapat di dalam jaringan berbentuk NADP dan NAD.
Bentuk NADP ini tidak banyak kwantumnya dan cepat menjadi susut, bila konsumsi tidak
mencukupi.
Kadar niacinamida di dalam darah lengkap (sebagai NAD dan NADP) adalah sebesar 35
ug/ml dan praktis seluruhnya terdapat di dalam erythrocyt, yang kadarnya 60 - 90 ug/dI.
Sejumlah kecil niacin bebas terdapat di dalam plasma (0,15 uglml) pada kondisi berpuasa.
Defisiensi niacin memberi gejala-gejala dengan gambaran klinik penyakit yang disebut
pellagra, dari bahasa Italia yang berarti kulit kasar. Gejala-gejala disimpulkan dalam formula 3-D,
yaitu Dermatitis, Diarrhoea dan Dementia; sering pula ditambah menjadi 4-D, dengan D
terakhir Death.
Gejala klinik ini di antaranya dermatitis, glossitis, stomatitis, diarrhoea, proctitis dan
depresi mental. Lesio kulit sering terlihat mengenai kedua sikut secara simetris bilateral.
Pada wanita dapat terjadi vaginitis dan amenorrhoea.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian niacinamida 300 - 500 mg oral sehari, terbagi
menjadi dosis 50 - 100 mg setiap kali. Bila dosis oral tidak dapat diberikan karena
stomatitis, dapat digantikan dengan suntikan IM dengan dosis 100 mg setiap kali, 2 - 3 kali
sehari, yang terus diberikan sampai semua gejala sembuh. Asam nikotinat tidak dipergunakan
karena memberikan hyperemia muka, sehingga terasa kulit muka pangs. Niacin tidak boleh
diberikan IV karena akan memberikan shock pada dosis di atas 25 mg. Setelah gejala-gejala
menyembuh dosis dapat diturunkan menjadi 2 - 3 kali 50 mg sehari.
Perbaikan susunan hidangan merupakan suatu keharusan, agar penyakit tidak kambuh
kembali. Istirahat di tempat tidur sangat diperlukan pada kondisi pellagra akut. Karena kasus
pellagra sering dicampuri defisiensi vitamin anggota B-kompleks lainnya, sebaiknya di samping
terapi spesifik dengan niacinamida, diberikan pula terapi B-kompleks.
5. PYRIDOXIN
Terdapat tiga ikatan organik yang mempunyai bioaktivitas Pyridoxin ialah: pyridoxin,
pyridoxal dan pyridoxamine; pyridoxinn berbentuk suatu alkohol, seh'ingga seharusnya disebut
pyridoxol.
Bentuk biologis aktip ialah pyridoksal dan pyridoksamin, sebagai komponen dari
ko-enzim. Pyridoksin hydrochorida berbentuk kristal gepeng berwarna putih, larut di dalam
air, tetapi tidak larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut minyak. Dalam larutan netral atau
bass, pyridoksin mudah rusak oleh penyinaran cahaya matahari, tetapi dalam 0,1 N HCI ternyata
lebih stabil.
a. Fungsi Pyridoksin
Fungsi pyridoksin adalah sebagai komponen dan suatu ko-enzim pyridoksal-5 phosphate.
Koenzim ini berperanserta dalam banyak sekali enzim yang berhubungan dengan metabolisms
protein dan asam amino oksido-reduktase, transferase yang mentransfer gugusan methyl,
terkonjugasi, karena di dalam bahan makanan sebagian besar biotin justru terdapat dalam
kondisi terkonjugasi. Hydrolisa dengan HCI 3N pada 120C selama satu jam atau lebih sudah
dapat menghidrolisa semua konjugat biotin yang disebut biocytin di dalam bahan makanan.
Bahan makanan nabati pada umumnya mengandung lebih banyak biotin dibandingkan
dengan bahan makanan hewani. Hati mengandung biotin kadar tinggi, sedangkan kadarnya di
dalam daging rendah saja. Dedak beras dan kacang kedele merupakan bahan makanan
nabati yang cukup kaya akan biotin. Pengolahan bahan makanan di dapur pada umumnya
tidak banyak merusak biotin di dalam bahan makanan. Dalam merah telur terdapat juga konjugat
biotin dengan protein yang memberikan aktivitas biologis.
Mikroflora usus dapat mensintesa biotin yang tersedia bagi tubuh. Setelah
dikonsumsi, biotin sebagian dibebaskan dari konjugasi biocytin dan kedua bentuk ini larut
di dalam air, sehingga mudah diserap ke dalam mukosa usus. Penyerapan kedua bentuk biotin
ini terjadi secara aktif yang memerlukan enersi. Terdapat regulasi antara kadar biotin di
dalam usus dan sintesa biotin oleh mikroflora usus. Bila kadar biotin di dalam medium telah naik,
maka sintesa oleh mikroflora menurun. Mekanisma autoregulasi ini belum difahami benar.
Sebagian biotin diekskresikan di dalam urine pada manusia dan tikus, dalam bentuk
terkonjugasi. Diketahui tiga jenis struktur metabolite biotin yang strukturnya belum diketahui,
tetapi sudah diberi nama miotin, tiotin dan rhiotin. Pada manusia ekskresi biotin di dalam
urine sebanding dengan tingkat konsumsinya, sedangkan ekskresi di dalam tinja selalu lebih
banyak dari yang dikonsumsi; ini karena sebagian besar biotin di dalam tinja adalah hasil
produksi mikroflora.
Sampai sekarang belum pernah dilaporkan adanya kasus defisiensi biotin pada
rnanusia, mungkin karena di dalam rata-rata hidangan di Indonesia, ditambah sintesa oleh
mikroflora usus, selalu mencukupi kebutuhan akan vitamin ini. Kebutuhan manusia akan biotin
belum diketahui. Beberapa derivat biotin berpengaruh sebagai antivitamin. Perubahan dilakukan
pada struktur gelang maupun struktur samping, diantaranya gamma (2,3 ureylene cyclohexyl)
butyric acid, gamma (3,4-ureylene cyclohexyl) butyric acid dan isolecithine. Avidin ialah suatu
protein yang terdapat di dalam putih telur mentah, yang mengikat biotin di dalam rongga
usus dan menjadikan vitamin ini tidak dapat diserap ke dalam mukosa usus. Pengaruh avidin
dapat ditiadakan dengan memanasinya.
Defisiensi biotin pada binatang percobaan berbentuk scaly dermatitis dan kelainan
rambut yang menjadi rontok. Kelainan mulai tampak di daerah bokong, genitalia dan moncong.
Kelainan ini melebar dan disertai rambut yang rontok. Daerah kelainan ini tidak berbatas
tegas dari kulit yang masih sehat. Pada kondisi ringan kelainan hanya terbentuk di sekitar
mats sehingga disebut "kondisi kacamata". Pada defisiensi yang sangat berat; dermatitis mengenai
seluruh tubuh, menyerupai erythroderma desquamatum. Epidermis mengelupas daiam lapisanlapisan kecil dan besar, tidak menunjukkan berlemak pada rabaan. Mata memperlihatkan
blepharitis, sehingga kelopak mata dapat menjadi tertutup rapat oleh sekret yang mengering dan
berwarna kekuningan. Terjadi allopecia generalisata dan binatang tampak menggaruk terus
seluruh tubuhnya. Pada pengobatan dengan dosis biotin, lesio ini akan menyembuh dengan
sangat lambat. Meskipun defisiensi biotin percobaan pada manusia dapat ditimbulkan, yang juga
mengenai kondisi kulit seperti pada hewan, tetapi kasus defisiensi biotin alamiah pada
manusia belum pernah dilaporkan.
7. ASAM PANTOTHENAT. VITAMIN B5
Asam pantothenat berbentuk minyak pekat berwarna kuning pucat, dapat larut di
dalam air dan tidak larut di dalam minyak serta zat-zat pelarut lemak, seperti benzene dan
chloroform. Asam pantothenat rusak oleh pengaruh asam, bass dan pemanasan.
a. Fungsi Asam pantothenat
Asam pantothenat selalu terdapat dalam keadaan terkonjugasi sebagai Co-enzim A (CoA).
Co-enzim A memegang peranan penting di dalam berbagai proses metabolisms, dan terutama
menghasilkan gugusan acetyl Co-A yang memberikan gugusan acetylnya kepada 8 cyclus
KREBS untuk dibakar menjadi enersi dalam bentuk ATP. Asam pantothenat merupakan growth
factor bagi berbagai mikro-organisma.
b. Metabolisma Asam pantothenat
.Asam pantothenat terdapat tersebar di dalam segala jenis jaringan tumbuhan maupun
hewan. Sumber yang cukup kaya akan asam pantothenat ialah hati, ginjal, telur, daging kurus,
dan susu; dari bahan makanan nabati diantaranya kacang-kacangan, sawi, ubi jalar dan
broccoli.Karena vitamin ini mudah larut di dalam air, maka penyerapannya ke dalam
mukosa usus terjadi dengan mudah, mungkin secara difusi pasip, untuk kemudian dialirkan
melalui vena portae ke hati. Di dalam bahan makanan dapat berbentuk alkohol dan disebut
pantothein, tetapi setelah diserap ke dalam mukosa usus, segera diubah menjadi bentuk asam.
Bentuk aktif asam pantothenat adalah sebagai komponen dari Co-enzim. Mikroflora usus
mempunyai kapasitas mensintesa asam pantothenat yang juga tersedia bagi pemanfaatan oleh
tubuh kits. Co-enzim-A terdapat di dalam segala jenis sel, tetapi tidak terdapat di dalam darah
maupun cairan jaringan. Disimpulkan bahwa coenzim A ini disintesa di dalam semua sel itu
dan tidak dapat menembus membrana sel untuk diekspor ke sel lain. Sebaliknya asam
pantothenat terdapat juga di dalam cairan jaringan di luar sel. Pada seseorang dengan kondisi
gizi balk, kadar asam pantothenat di dalam darah adalah 19.32 ug/dl, dan bila konsumsinya
rendah, dapat turun menjadi 10 - 30 ug/dl. Asam pantothenat diekskresikan di dalam urine;
pada kondisi gizi baik, ekskresi di dalam urine ialah 5 - 6 mg dalam 24 jam.
Pada manusia belum pernah dilaporkan adanya defisiensi asam pantothenat. Pada
percobaan dengan subjek manusia, defisiensi vitamin ini masih dapat terjadi, dengan
pemberian susunan hidangan yang defisien dalam asam pantothenat dan ditambah
antivitaminnya. Setelah 12 minggu mengkonsumsi hidangan percobaan, timbul gejala-gejala
pusing kepala, perasaan lelah, insomnia, ataxia, parestesia dan kejang-kejang otot skelet. Gejalagejala intestinal berbentuk nausea, kejang perut, perasaan tertekan di daerah epigastrium dan
banyak flatus. Terdapat pula tachycardia dan orthostatic hypotensia. GOPALAN
mengemulcakan bahwa "burning feet syndrome" adalah bentuk dari defisiensi asam
pantothenat. Therapi dilakukan dengan pemberian Ca-pantothenat synthetik secara oral dalam
dosis 100 - 200 mg sehari, dibagi dalam beberapa dosis.
c. Kebutuhan akan Asam pantothenat
Kebutuhan akan asam pantothenat bagi manusia belum dapat ditentukan, tetapi dari
berbagai percobaan dengan binatang, diperkirakan konsumsi 5 - 10 mg sehari sudah
mencukupi kebutuhan. Kwantum ini pada umumnya telah tercukupi di dalam susunan
hidangan rata-rata di Indonesia. Di dalam daftar RDA bagi Indonesia, tidak tercantum nilai
kebutuhan bagi Asam pantothenat tersebut.
8. ASAM FOLAT. FOLACIN
Vitamin ini dibutuhkan untuk menghindarkan anemia. Terdapat sekelompok ikatan organik
dengan bioaktivitas vitamin ini, yang sekarang diberi nama Pteroyl Glutamic Acid (PGA).
Asam folat berbentuk kristal berwarna oranye kekuningan, tidak berasa dan tidak berbau,
larut di dalam air dan tidak larut di dalam minyak serta za-zat pelarut lemak seperti alkohol dan ether.
Struktur asam folat terdiri atas tiga komponen, iaiah inti pteridine, asam para amino benzoat
(PABA), dan asam glutamat. Asam folat tahan terhadap pemanasan dalam larutan netral dan
alkali, tetapi tidak stabil di dalam suasana asam dan rusak oleh penyinaran cahaya.
a. Fungsi Asam folat
Bentuk aktif asam folat ialah tetrahydrofolic acid (THF atau FH4) suatu koenzim yang
mentransfer gugusan formyl, hydroxymethyl, methylene dan formimine, yang terikat pada N4
atau N10. Proses reaksi-reaksi ini bersangkutan dengan sintesa purine, methionine dan serine.
Juga memegang peranan dalam katabolisme histidine. Pada binatang, asam folat diperlukan
untuk pertumbuhan dan kehamilan. Pada segala jenis binatang dan pada manusia asam folat
berperan dalam hematopoiesis. Pada defisiensi asam folat terjadi hambatan sintesa DNA
yang berakibat terjadinya prekursor erythrocyte megaloblastik. Metabolisma asam folat
sangat erat berhubungan dengan fungsi Vitamin B12 dan asam askorbat (Vitamin C).
b. Metabolisma Asam folat
Ikatan organik yang mempunyai biopotensi Asam folat banyak tersebar di dalam
berbagai jenis bahan makanan nabati maupun hewani. Dalam bahan makanan nabati terdapat
derivat THF (H F4) dengan gugusan glutamat 3 - 10 unit. Pemasakan di dapur keluarga atau
pengolahan teknologi pangan dapat merusak biopotensi Asam folat sampai 50 - 95% kadar asal.
Proses absorpsi Asam folat di dalam saluran gastrointestinal tidak diketahui, demikian
pula kapasitas penyerapan oleh usus bagi vitamin ini. Penyerapan PGA telah banyak dipelajari,
tetapi hasilnya tidak dapat diterapkan bagi proses penyerapan konjugasinya. PGA sendiri dapat
diserap dengan baik di seluruh bagian usus, meskipun penyerapan terbaik terjadi di bagian
proksimal usus halus. PGA dapat diserap aktip maupun pasip. Karena PGA mudah larut
di dalam air, setelah diserap ke dalam mukosa usus, dialirkan lebih lanjut melalui Vena
portae ke hati. Pada dosis oral sebesar 200 mg, PGA dapat diserap sampai 80% oleh
seorang normal dan puncak konsentrasinya di dalam plasma darah tercapai 1 - 2 jam
postdosing. Penetrasi Asam folat ke dalam sel jaringan merupakan proses aktip dan selektip.
Asam folat ditimbun terutama di dalam hati, dan dapat mencapai kadar 5 - 9 ug/gram jaringan
basah; ginjal mengandung 3 ug/g, sedangkan di dalam erythrocyte Ban leucocyte hanya 5 10% dari kandungannya di dalam jaringan hati. Diperkirakan folat total di dalam tubuh
manusia pada kondisi normal sebesar 5 -10 mg.
Pada keadaan normal, ekskresi asam folat di dalam urine naik urun sesuai dengan tingkat
konsumsi; ekskresi ini disekitar 5 ug/ 24 jam, dan pada kondisi defisiensi turun menjadi 3 ug
dalam 24 jam. Darn mega dosis sebesar 5 mg yang diberikan oral, akan diekskresikan
sebanyak 2 - 3 mg dalam 24 jam pada kondisi normal, sedangkan pada seorang penderita
defisiensi, yang diekskresikan ini hanya 1,5 mg dalam 24 jam atau lebih rendah lagi. Bentuk
yang diekskresikan di dalam.urine ialah PGA bebas.
Asam folat diekskresikan pula di dalam cairan empedu dan ditemukan di dalam tinja.
Sebagian Asam folat di dalam cairan empedu mengalami enterohepatic cycle Asam folat yang
ditemukan didalam tinja sebagian berasal dari hasil sintesa mikroflora usus. Defisiensi Asam
folat memberikan gambaran klinik anemia megaloblastik di dalam sumsum tulang dan
makrocytic di dalam darah perifer, disertai leucopenia. Gambaran klinik ini berdasarkan
gangguan metabolisma asam amino dan hambatan sintesa protein. Terutama jaringan yang
mempunyai cellular turnover tinggi yang akan menderita, seperti ephitel saluran
gastrointestinal, epidermis dan sumsum tulang. Defisiensi Asam folat mungkin terjadi primer
atau sekunder, yaitu pada gangguan penyerapan di dalam saluran gastrointestinal, dengan
besaryang lonjong). Pada anemia berat (Hb 20% Sahli atau kurang) akan terdapat leucopenia
dan thrombopenia. Kelainan darah akan menyembuh pada pemberian Asam folat. Anemia
megaloblastik karena defisiensi Asam folat harus dibedakan dari anemia jenis sama karena
defisiensi Vitamin B12.
Terapi causal dengan asamfolat dan perbaikan susunan hidangan harus ditunjang dengan
pencarian causa primanya, apakah yang menyebabkan defisiensi primer atau defisiensi sekunder
itu, agar penyakit tidak kambuh kembali. Diketahui terdapat sejumlah antagonis Asam folat, di
antaranya aminopterine dan ametopterine. Aminopterine dipergunakan dalam pengobatan
leucopenia. Pada terapi defisiensi Asam folat, dosis 10 - 30 mg sehari oral sudah
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Pada terapi anemia megaloblastik dengan
Asam folat ini harus dipastikan terlebih dahulu tidak adanya defisiensi Vitamin B12, karena
gejalagejala anemia akan sembuh, tetapi gejala-gejala syaraf tidak memberikan respons,
bahkan dapat menjadi semakin berat.
9. VITAMIN B12. CYANOCOBALAMINE
Terdapat beberapa jenis Cobalamine yang mempunyai bioaktivitas Vitamin B12.
Vitamin B12 merupakan satu-satunya vitamin yang belum sanggup dibuat secara syntetis total,
tetapi selalu diekstraksi dari media tempat tumbuh mikroba, sebagai hasil fermentasi. Struktur
Vitamin B12 juga adalah yang paling kompleks dari sruktur semua vitamin yang diketahui
sampai sekarang.
Di dalam alam terdapat berbagai jenis derivat cobalamine, tetapi cyanocobalamine
yang dipergunakan dalam pengobatan sekarang bukanlah bentuk alamiah, karena di alam
bebas tidak terdapat derivat cyanocobalamine ini. Ikatan ini terjadi karena hasil proses ektraksi,
karena penambahan KCN untuk mendapatkan derivat cobalamine yang stabil. Vitamin B12
yang dikristalkan berwarna merah tug dan menjadi berwarna hitam pada pemanasan,
larut di dalam air dan tidak larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak. Dalam
larutan vitamin B12 sangat stabil pada pH 4 - 7. Vitamin B12 juga merupakan satu-satunya
vitamin yang mengandung logam (cobalt) di dalam struktur molekulnya.
a. Fungsi Vitamin B12
Bentuk aktip Vitamin B 12 adalah sebagai ko-enzim, terikat pada 5' deoksiadenyl melalui
atom Co pada sruktur vitamin ini. Sejumlah sistem enzim memerlukan ko-enzim tersebut.
Fungsi Vitamin B12 sangat erat hubungannya dengan fungsi asam folat dalam sintesa
nucleoprotein. Defisiensi salah satu atau kedua vitamin sekaligus menyebabkan anemia
makrocytik megaloblastik. Kegagalan sintesa DNA terutama karena hambatan methylasi
uracil menjadi thymine.
Vitamin B12 berperan pula dalam methylasi 5-methyl-THF menjadi THF yang
diperlukan dalam sintesa methionine. Vitamin B12 dan asam folat sating berpengaruh juga
atas kebutuhannya. Bila salah satu vitamin ditambah, maka akan menyebabkan
kebutuhan vitamin yang lainnya meningkat, sehingga mungkin menyebabkan timbulnya
defisiensi vitamin yang tidak ditambahkan itu. Berdasar keadaan sating pengaruh inilah,
pemberian Asam folat saja akan memberikan respon pada anemia megaloblastik, tetapi
gejala-gejala CNS akan memburuk, karena terjadi defisiensi relatif dari vitamin B12 yang naik
kebutuhannya. Respons anemia ini terhadap dosis Asam folat akan semakin menurun, karena vitamin B12 yang diperlukan dalam proses konversi 5'-methylTHF menjadi THE semakin
defisien. Sebaliknya pada pengobatan dengan Vitamin 812,.Asam folat tidak sampai
mencapai tingkat defisiensi karena suplai dari absorpsi makanan tampaknya tidak sampai
menjadi limiting faktor.
b. Metabolisma Vitamin B12
Dalam bahan makanan, Vitamin B12 sebagian besar terdapat dalam bentuk ko-enzim 5'adenocyl-cobalamine yang terkonjugasi lagi pada molekul protein selular. Untuk
pengukurannya Vitamin B12 ini harus dilepaskan dari ikatannya dengan protein tersebut,
dengan mendenaturasikan protein itu, setelah mans Vitamin B12 dapat diekstraksi. Agar
cobalamine terdapat dalam bentuk stabil ketika diekstraksi, ditambahkan KCN yang
membentuk cyanocobalamine yang sangat stabil, tidak terurai ketika mengalami proses
ekstraksi.
Kadar Vitamin B12 di dalam makanan sangat rendah, sehingga pengukuran harus
dilakukan dengan mempergunakan metoda yang sangat sensitip, yaitu dengan cara mikrobiologis
atau dengan cara radioactive counting. Kadar Vitamin B12 di dalam berbagai bahan makanan
terdapat dalam tingkat "1 ppm (mg/kg): Vitamin B12 disintesa oleh sebagian besar jenis
mikroorganisma, tetapi tidak dapat disintesa oleh tubuh khewan atau tumbuhan tingkat
tinggi. Namun demikian, bahan makanan hewani secara merata mengandung Vitamin
B12, meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Khewan mendapatkan Vitamin B12
tersebut berasal dari hasil mikroba. Bahan makanan sumber Vitamin B12 pada umumnya
merupakan bahan pangan hewani, sehingga dahulu vitamin ini diberi nama animal protein
factor. Sumber yang cakup kaya akan vitamin ini ialah hati, ginjal, otak, jantung dan
jerohan, serta kuning telur. Terasi, petis dan berbagai jenis fish sauce juga merupakan
sumber Vitamin B12 yang balk, berasal dari sintesa oleh mikroorganisma yang mencemari
bahan makanan tersebut.
Absorbsi vitamin B12 mempunyai mekanisma sangat rumit dan unik. Di dalam sekresi
gaster terdapat enzim transferase yang disebut Faktor Intrinsik (FI). Faktor Intrinsik
mengikat Vitamin B12 yang membuat vitamin ini resistan terhadap serangan mikroba yang
menghuni rongga usus. Dalam bentuk terikat kepada FI Vitamin B12 ditranspor
menembus mukosa usus. Pada manusia, FI dihasilkan oleh set-set cardia ventriculi. Di dalam
rongga ileum ikatan FI-Vitamin B12 membuat kompleks dengan Ca dan Mg untuk
kemudian diadsorpsi oleh dinding usus dan setelah menempel, Vitamin B12 dilepaskan lagi
oleh liberating enzyme yang terdapat di dalam sekresi dinding usus. Vitamin B12 yang telah
terlepas kembali kemudian diserap menembus epithet dan masuk ke dalam mukosa usus halus.
Bagaimana tepatnya mekanisma penyerapan terakhir ini tidak jelas diketahui. Mekanisma
yang dibicarakan di atas itu hanya'berlaku bagi hydroxo cobalamine dan cyano cobalamine,
tidak berlaku bagi cobalamine derivat lainnya (Chloro cobalamine, nitrocobalamine, dan
thiocyano cobalamine).
Di dalam darah Vitamin B12 ditranspor terkonjugasi pada globuline. Darah seorang
normal mengandung Vitamin B12 sebesar 200 - 900 uug/ml, sedangkan kapasitas'transpor
maksimal adalah 500 - 1.100 uug/ml, sehingga pads keadaan normal terdapat kejenuhan 60%
dari kapasitas maksimal. Hanya sebagian kecil saja dari Vitamin B12 yang terikat kepada
globuline itu diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine. Vitamin B12 yang diberikan
dengan suntikan (IM) hanya akan ditemukan kembali di dalam urine bila dosisnya melebihi 50
ug, dan kwantum yang diekskresikan di dalam urine itu hampir kwantitatip. Sifat ini
dipergunakan dalam loadingstest Vitamin B12 menurut SCHILLING.
Oral dosis Vitamin B12 akan ditemukan di dalam darah lebih lambat bila terdapat FI
di dalam lambung, tetapi lebih cepat bila tidak ada Fl. Puncak kadarnya di dalam darah
tercapai 2-4 jam postdosing bila tidak ada Fl, tetapi 10-12 jam bila terdapat Fl.
Tampaknya mekanisma pengikatan oleh FI memperlambat penyerapan Vitamin B12.
Kadar Vitamin B12 di dalam plasma darah tidak merefleksikan status gizi Vitamin B12 di dalam
jaringan. Vitamin B12 yang melebihi kapasitas mengikat vitamin di dalam darah, diekskresikan di
dalam urine. Pada kondisi konsumsi fisiologis Vitamin B12 terutama diekskresikan di
dalam cairan empedu; konsentrasinya di dalam cairan empedu terdapat sepuluh kali di dalam
urine. Vitamin B12 terutama ditimbun di dalam hati; dan Vitamin B12 yang terdapat di dalam
cairan empedu ini berasal dari simpanan di dalam hati tersebut. Vitamin B12 yang diekskresikan
di dalam cairan empedu ini sebagian diserap kembali di dalam usus halus, mengalami
lingkaran enterohepatik. Data menunjukkan bahwa cairan empedu ini mengandung, FI yang
mendorong penyerapan kembali Vitamin B19.
B12.
Terapi anemia perniciosa dengan kombinasi Vitamin B12 dan Fl yang diberikan oral
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Dosis parental (IM) tidak memerlukan FI dan
menghindarkan terjadinya antibodies terhadap Fl tersebut. Dosis 100 ug sehari atau 1.000 ug
seminggu memberikan cukup mobilisasi Vitamin B12 untuk mempertahankan kondisi
normal hematologis dan mencegah gejala-gejala SSP (Susunan Syaraf Pusat). Kalau perlu
dosis dapat dijarangkan menjadi due minggu sekali suntikan. Pada defisiensi sekunder, cause
prima harus dicari dan dihilangkan agar tidak terjadi relaps, den tidak diperlukan
maintenance dose. Pada anemia perniciosa jangan diberikan Asam folat di samping
Vitamin B12 karena Asam folat akan meningkatkan kebutuhan bagi Vitamin B12.
C. VITAMIN-VITAMIN B-KOMPLEKS LAIN
Vitamin-vitamin anggota B-kompleks yang telah dibicarakan jelas diperlukan oleh
manusia, berbagai jenis binatang den mikroba. Beberapa dapat diketahui kwantum kebutuhan
manusia dengan tegas, sedang beberapa lagi hanya dapat diperkirakan dari percobaan
mempergunakan binatang. Ada tiga anggota vitamin B-kompleks yang tidak diketahui
samasekali kebutuhanannya bagi tubuh manusia; mungkin karena selalu dapat dipenuhi
kebutuhannya oleh rata-rata hidangan masyarakat. Ketiga jenis vitamin anggota B-kompleks
ini ialah: Choline, Inositol dan Para amino benzoic acid (PABA).
1. CHOLINE
Choline merupakan komponen dari beberapa ikatan organik penting di dalam tubuh kite,
di antaranya lecithine, sphyngomyeline dan acetyl choline. Yang tersebut terakhir ini suatu
ikatan
neurotransmitter,
yaitu
sejenis
hormon
jaringan.Molekul choline mengandung gugusan methyl yang sangat reaktif (gugusan methyl
yang labil), yang memberikan sifat lipotropik, menghindarkan perlemakan sel-sel
hati.Meskipun defisiensi choline memberikan berbagai gejala pada binatang percobaan, pada
manusia belum pernah dilaporkan adanya gejalagejala den kasus defisiensi tersebut. Dari hasil
berbagai penelitian dengan binatang percobaan disimpulkan bahwa choline berfungsi sebagai
donor gugusan methyl yang labil (reaktif), yang diperlukan dalam berbagai proses metabolisma.
Pada manusia diketahui bahwa Asam folat den Vitamin B12 berfungsi dalam metabolisma
gugusan methyl, sehingga diperkirakan bahwa pada manusia fungsi choline dapat diambil alih
oleh sistim metabolisma methyl yang bersangkutan dengan Asam folat den Vitamin B12 ini.
2. INOSITOL
Melihat struktur molekul Inositol, secara teoritis terdapat 9 (sembiIan) kemungkinan
isomeri. Tetapi hanya satu bentuk isomer yang mempunyai bioaktivitas vitamin, ialah meso-
inositol. Inositol mempunyai enam gugusan hydiloxyl dalam struktur molekulnya; kalau
semua gugusan hydroksil bereaksi dengan gugusan phosphat melalui ikatan ester, akan terjadi
ikatan organik yang disebut asam phytat. Meso inositol tersebar lugs di dalam berbagai
bahan makanan dan khusus di dalam serealia terdapat Asam phytat. Di dalam tubuh manusia
meso inositol terdapat dalam kadar tinggi di dalam jaringan jantung, otak, dan otot skelet.
Pada binatang percobaan defisiensi inositol menyebabkan allopecia (botak) dan
menghambat pertumbuhan, disamping sanggup menghindarkan perlemakan sel hati
(lipotropik). Seperti telah dibicarakan pada manusia belum pernah dilaporkan adanya
gejala dan kasus defisiensi inositol.
3. PARA AMINO BENZOIC ACID (PABA)
PABA masih memenuhi definisi Vitamin bag mikroorganisma dan beberapa jenis
binatang, tetapi tidak demikian bagi manusia. Pada manusia dan binatang tingkat tinggi,
PABA merupakan komponen dari struktur Asam folat dan vitamin yang masih kontroversial,
ialah Amygdaline (Vitamin B17)Belum pernah dilaporkan adanya gejala-gejala dan kasus
defisiensi PABA pada manusia. Obat-obat sulfon (sulfa) merupakan antagonis dari PABA dan
menghambat pertumbuhan mikroflora usus.
D. VITAMIN-VITAMIN YANG MASIH KONTROVERSIAL
Dua jenis vitamin yang ditemukan paling akhir masih merupakan vitamin yang
kontroversial; belum semua ahli menerima kedua zat organik itu sebagai anggota penuh dari
kelompok vitamin. Kedua vitamin yang masih dipersoalkan ini ialah Vitamin 13115 atau Asam
Pangamat (Pangamic acid) dan Vitamin B17 atau Amygdaline.
1. ASAM PANGAMAT. VITAMIN B15
Asam pangamat atau Vitamin. 13115 masih sangat kontroversial, karena molekulnya mudah
sekali terurai menjadi komponen-komponen yang menyusunnya. Asam Pangamat
mengandung gugusan methyl yang sangat reaktip, sehingga mempunyai fungsi yang
serupa dengan choline dan methionin. Fungsi Vitamin B15 dalam metabolisma tubuh juga
belum jelas benar, dan kebutuhannya jugs belum diketahui. Sampai sekarang belum juga
dilaporkan adanya kasus dan gejala-gejala tegas karena defisiensi Vitamin ini.
Dari laboratorium sudah dilaporkan berbagai gejala pada defisiensi Asam Pangamat
dan pengaruhnya terhadap berbagai proses metabolisma, tetapi belum dapat ditunjukkan dengan
tepat titik fungsinya di dalam proses metabolisma selular tersebut. Disimpulkan bahwa
Asam Pangamat meningkatkan kesehatan sel-sel secara umum dan terdapat data yang
menunjukkan bahwa vitamin ini meningkatkan utilisasi oksigen oleh sel-sel. Bekatul bergs
mengandung Asam Pangamat kadar tinggi.
MINERAL
Sekitar 4% dari tubuh kita terdiri atas mineral, yang dalam analisa bahan makanan
tertinggal sebagai kadar abu, yaitu sisa yang tertinggal bila suatu sampel bahan makanan
dibakar serripurna di dalam suatu tungku (muffle furnace). Kadar abu ini menggambarkan
banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap.
Kita bedakan dua kelompok besar mineral (elemen, unsur) yang terdapat pada analisa
tubuh kita, berdasarkan kwantumnya, ialah:
1. Makro elemen, yang, terdapat dalam kwantum yang relatif besar, seperti K, Na, Ca, Mg,
dan P, S, serta Cl.
2. Mikro elemen, yang terdapat dalam kwantum yang relatif sedikit.
a. Mikro elemen esensial, yaitu yang betul-betul diperlukan oleh tubuh, jadi harus ada, seperti
Fe, Cu, Co, Se, Zn dan J, serta F.
b. Mikro elemen yang mungkin esensial, belum pasti betul diperlukan atau tidak di dalam
struktur atau fisiologi tubuh, seperti Cr, Mo.
c. Mikro elemen yang tidak diperlukan, atau non-esensial. Jenis ini terdapat di dalam
tubuh karena terbawa tidak sengaja bersama bahan makanan, jadi sebagai kontaminan
(pencemar). Termasuk ke dalam kelompok ini ialah Al, As, Ba, Bo, Pb, Cd, Ni, Si, Sr, Va
dan Br.
3. Ada lagi kelompok yang disebut trace elements, yang sebenarnya sudah termasuk kelompok
mikro elemen, tetapi diperlukan dalam kwantum yang lebih kecil lagi. Ke dalam kelas ini
termasuk Co, Cu dan Zn.
Makro elemen berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktip dalam metabolisms atau
sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Ada pula yang memegang fungsinya di
dalam cairan tubuh, balk intraselular maupun ekstraselular. K, Na, S dan Cl terutama berfungsi
dalam keseimbangan cairan dan elektrolit, sedangkan Ca, Mg dan P terutama terdapat sebagai
bagian penting dari struktur sel dan jaringan.
Mikro elemen pads umumnya berfungsi berhubungan dengan enzim, bahkan
Jodium merupakan bagian dari struktur suatu hormon. Sejumlah besar enzim memerlukan
mikro elemen dan trace elemen untuk dapat berfungsi secara maksimal. Beberapa elemen
bekerjasama erat sekali dalam melaksanakan fungsinya, sehingga dalam membicarakan
elemen-elemen tersebut harus dilakukan sekaligus, misalnya Na dan K, Ca dan P. Fungsi Na erat
sekali dengan tekanan osmosa cairan tubuh, sehingga pada pembicaraan metabolisma air,
elemen Na harus pula dibicarakan bersama.
trabeculae dari struktur tulang merupakan tempat penimbunan Ca yang mudah sekali
melepaskan Ca untuk dipergunakan dalam keperluan lain.
Di dalam jaringan lunak dan di dalam cairan tubuh, Ca juga mempunyai berbagai fungsi
penting, yaitu:
a. Ca++ diperlukan di dalam mekanisma pembekuan darah.
b. Ca++ diperlukan di dalam proses kontraksi otot dan fungsi syaraf, berhubungan dengan
proses menghantar rangsangan. Defisiensi Ca dapat memberikan gejala-gejala tetani.
c. Ca++ diperlukan dalam fungsi berbagai enzim.
Metabolisma Ca dan P
Dalam proses absorpsi, Ca dan P saling berpengaruh erat sekali. Untuk absorpsi Ca yang
baik, diperlukan perbandingan Ca : P di dalam rongga usus (di dalam hidangan) 1 : 1 sampai
1 :3. Perbandingan Ca: P lebih besar dari 1 : 3 akan menghambat penyerapan Ca, sehingga
hidangan yang demikian akan menimbulkan penyakit defisiensi Ca, ialah rhakhitis. Hidangan yang
mudah menimbulkan penyakit rhakhitis ini disebut hidangan rhakhitogenik.
Di dalam hidangan pada umumnya kadar P tidak pernah defisien, tetapi
sebaliknya kadar Ca sering defisien. Hidangan dengan dasar bahan makanan pokok beras,
sering terdapat defisien dalam kadar Ca. Tambahan pula di dalam bahan makanan beras terdapat
zat organik yang menghambat absorpsi Ca di dalam rongga usus, ialah Asam phytat
yang berikatan dengan Ca dan membentuk garam Calcium phytat yang tidak larut di dalam
air, sehingga mengendap di dalam rongga usus dan tidak dapat diserap ke dalam mukosa. Dalam
berbagai bahan makanan sayuran daun dan bush terdapat Asam oksalat yang jugs mengikat
Ca dan membentuk garam Calsium oksalat yang tidak dapat larut dalam air sehingga tidak
dapat diserap ke dalam mukosa usus.
Absorpsi Ca di dalam rongga usus maupun reabsorpsinya di dalam tubuli ginjal
dipengaruhi oleh vitamin D, sedangkan absorpsi Ca mempengaruhi pula absorpsi P (lihat halaman
122). Hormon parathyroid berfungsi pula mengatur kadar Ca++ di dalam cairan darah, yang
diperlukan untuk kontraksi otot dan pembekuan darah. Bila kadar Ca++ di dalam plasma
menurun, Ca dimobilisasikan dari trabeculae dalam struktur tulang. Defisiensi Ca++ di dalam
darah memberikan gejala-gejala tetani. Ca maupun P diekskresikan terutama di dalam urine dan
sedikit di dalam tinja. Di dalam urine 24 jam sebanyak 1.500 liter terdapat 0,30 gram Calsium
dan 2,5 gram asam phosphat. Kebutuhan akan Ca adalah 400 mg seorang sehari untuk semua
umur. Kebutuhan P tidak diketahui, tetapi selalu dapat terpenuhi dalam rata-rata hidangan.
kali lebih banyak dibandingkan dengan Na. Dalam cairan tubuh, Na membentuk larutan garam
NaCl atau Na-carbonat. Ion Na+ terutama terdapat ekstraselular, sedangkan ion K+ terutama
terdapat intraselular. Na dan K mempunyai berbagai fungsi penting:
a. Dalam mempertahankan keseimbangan air
b. Dalam mempertahankan tekanan osmose
c. Dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa
d. Dalam mekanisma "sodium pump". Terutama Na+ berperan dalam menahan air di dalam
tubuh, dalam proses mempertahankan tekanan osmose cairan. Membrana sel bersifat
semipermeabel terhadap Na +, tetapi K+ dapat lewat dengan bebas melalui membrana sel
tersebut.
1. Metabolisma Air.
Air merupakan komponen penting dari tubuh kita. Semua reaksi biokimiawi di
dalam sel dan jaringan terjadi di dalam medium air. Pangs jenis air yang tinggi menyebabkan air
sanggup menyerap pangs yang banyak tanpa kenaikan suhu yang menyolok. Dengan
demikian suhu tubuh dapat dipertahankan berfluktuasi dalam Batas-Batas yang sempit raja,
meskipun mengalami penambahan kadar kalori yang besar, misalnya ketika melakukan
pekerjaan berat. Pangs penguapan yang besar juga membantu pembuangan pangs badan
dengan cepat dengan jalan penguapan keringat yang meningkat. Sekitar 70% dari lean body
mass terdiri atas air, tetapi sekitar 50% dari berat badan, karena adanya jaringan lemak yang
relatip mengandung air sedikit.
Air di dalam ketiga kompartemen ini dapat sating mengisi, mengalir dari kompartemen
yang satu ke kompartemen yang lain, untuk mempertahankan suatu tekanan osmotik tertentu.
Pertukaran air terjadi antara kompartemen intraselular dengan interstisial, kemudian ke
kompartemen intravaskular dan sebaliknya. Tekanan osmotik oleh ion-ion dan ikatan-ikatan
brganik menyebabkan aliran air ini dari kompartemen yang satu ke kompartemen yang lain.
Juga tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah ikut berperan dalam menyebabkan aliran air
antara kompartemen intravaskular dan kompartemen interstisial.
Pembuangan air tubuh antara jalur yang satu dengan jalur yang lain sating pengaruh. Kalau
pembuangan air melalui penguapan meningkat, maka pembuangan air melalui urine
mengurang dan sebaliknya. Kita lihat bahwa pembuangan air melalui penguapan hampir
sama dengan pembuangan dengan melalui urine. Pada hari dingin atau kalau begadang malam
hari, pembuangan air melalui penguapan berkurang dan pembuangan melalui urine akan
bertambah, sedangkan bila seseorang bekerja di ruang yang papas atau bekerja di terik
matahari, pembuangan melalui urine akan berkurang. Pada kondisi ginjal normal, air yang
dibuang dalam urine tidak akan kurang dari 500 ml sehari, yaitu air yang diperlukan minimal
untuk melarutkan pembuangan sisa (waste) metabolik tubuh. Urine yang dikeluarkan mempunyai
berat jenis (B.J) 1,015 - 1,035.
akan menurunkan tekanan osmotik cairan lambung dan usus, sehingga akan menghambat
penarikan air jaringan setelah tercapai keseimbangan tekanan osmotik.
Bila yang diminum itu cairan hypotonik, maka air akan mengalir dari lambung dan usus ke
dalam jaringan, melarutkan (menurunkan) tekanan osmose di dalam air jaringan dan intravaskular.
Ini akan meningkatkan pembuangan air dan meningkatkan reabsorpsi NaCl sampai terjadi lagi
keseimbangan osmotik. NaCl dari jaringan akan ditarik ke dalam rongga lambung dan usus,
sehingga menaikkan tekanan osmose air di dalam lambung dan usus tersebut, dengan akibat
tercapai lagi isosmose dan menghentikan aliran air dari jaringan ke lumen gastrointestinal. Pada
konsumsi larutan NaCl isosmotik, tidak banyak air dan NaCl yang diserap, sehingga larutan
tersebut akan lama tinggal di dalam rongga lambung dan usus.
fluorosis atau mottled enamel. Meskipun email tidak rusak, tetapi gigi tampak kurang
bagus (tidak estetik). Sebaliknya kekurangan zat Fluor menyebabkan dentin dan email
Defisiensi Jodium terdapat di banyak daerah di seluruh Indonesia secara endemik, terutama
di kepulauan yang besar dan terpencil di pegunungan. Ini karena air dan tanah di daerah
tersebut miskin akan kandungan zat Jodium, sedangkan bahan makanan yang berasal dari
taut yang biasanya kaya akan zat Jodium tidak dapat mencapai daerah-daerah tersebut. Tetapi ada
pula daerah pantai di Sumatera Barat yang menunjukkan adanya kekurangan Jodium tersebut.
Defisiensi Jodium memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya disebut
[odium Deficiency Deseases (IDD), atau Gangguan Akibat Kurang lodium (GAKI), ialah:
a. Gondok Endemik, dan
b. Kretin, yang terdiri atas:
- Kretin Neurologik, dan
- Kretin Myxoedema
Upaya prevensi tDD dilakukan dengan penyediaan garam dapur yang diperkaya dengan
Jodium dalam bentuk KJ03. Dulu suplementasi dilakukan dengan KJ, tetapi garam ini tidak
stabil, mudah terurai, sehingga kadarnya menurun dengan cepat ketika masih dalam
pemasaran. Sebagai upaya jangka pendek, diberikan suntikan depot larutan Jodium dalam
minyak, dengan memperguhakan preparat LIPIODOL dan diberikan secara periodik sebagai dosis
depot.
memerlukan lebih banyak Fe dibandingkan dengan wanita biasa, karena bayi yang sedang
dikandung juga memerlukan zat besi sedangkan ASI mengandung Fe dalam bentuk
lactotransferin yang diberikan kepada anak yang sedang disusukan.
Bayi yang baru lahir dibekali Fe sedikit dari ibunya, sehingga makanannya harus sudah
diberi suplemen sumber Fe dalam bentuk sari buah, sejak bulan kesatu atau kedua. Defisiensi
Fe di Indonesia merupakan problems defisiensi nasional dan perlu ditanggulangi secara serius
dengan liputan nasional pula. Upaya prevensi belum diprogramkan secara menyeluruh, baru
diberikan suplemen preparat Ferro kepada para ibu hamil yang memeriksakan diri ke
Puskesmas, rumah sakit atau dokter. Sebagai percobaan sudah dilakukan upaya suplementasi
Fe bagi beberapa pekerja perkebunan, tetapi tampaknya belum dilakukan secara sungguhsungguh, belum efektif serta belum memasyarakat. Bertalian dengan pemakaian pil Keluarga
Berencana, terdapat buktibukti bahwa pil ini meningkatkan pembuangan Fe, sehingga untuk menggantikan Fe yang terbuang ini telah disuplementasikan pil Ferro kepada paket pil KB tersebut.
ini disebut hemocuprein atau erythrocuprein. Fungsi Cu di dalam erythrocyt belum diketahui
dengan pasti. Cu yang terdapat di dalam hati juga terkonjugasi dengan protein, membentuk
hepatocuprein, yang mengandung Cu sebanyak 0,34%.
Zat Tembaga Cu terutama diekskresikan ke dalam rongga usus dan dibuang di dalam
tinja. Sebagian kecil Cu diekskresikan dalam urine dan cairan keringat. Pada wanita zat
Tembaga Cu jugs terbuang ketika menstruasi. Defisiensi zat Tembaga Cu pada binatang
percobaan menyebabkan pertumbuhan yang lambat, anemia hypochromic microcytair. Kadar
Cu di dalam plasma menurun sebelum tampak gejala-gejala klinik tersebut, yang diikuti oleh
penurunan kadar Cu di dalam erythrocyt. Sumsum tulang memperlihatkan hyperplasia
normoblastik. Defisiensi Cu memberikan jugs gangguan pada absorbsi dan metabolisma
Fe, yang pada gilirannya memberikan anaemia hypochromic microcytair. Pemberian Fe saja tidak
memperbaiki keadaan, tetapi pemberian Cu akan memberikan efek dengan segera.
Gejala-gejala defisiensi Cu pada berbagai binatang percobaan berbeda-beda pula. Hal
ini terjadi karena zat Tembaga Cu diperlukan untuk aktivitas berbagai jenis enzim, bahkan
merupakan komponen struktural dari beberapa enzim tersebut. Sebagaimana telah
dibicarakan, gejala-gejala defisiensi Cu pada manusia belum pernah diberitakan dengan pasti.
Dikatakan bahwa pemberian Fe dan Cu pada anemia hypochromic microcytair memberikan
respons yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian Fe saja. Kadar Cu di dalam plasma
meningkat pada beberapa jenis penyakit tertentu dan menurun pada jenis jenis penyakit
lainnya. Arti signifikan dari kondisi ini tidak diketahui.
I. Zat Cobalt. Co
Zat Cobalt (Co) merupakan trace element yang jugs esensial untuk tubuh, karena
merupakan komponen dari struktur Vitamin B12. Meskipun demikian, metabolisma Cobalt
tidak terjadi di dalam jaringan tubuh kits, karena Vitamin B12 tidak dapat disintesa
olehnya, tetapi dapat disintesa oleh microflora usus. Cobalt yang dikonsumsi masih
dapat bermanfaat bagi sintesa Vitamin ini oleh microflora dan tersedia untuk dipergunakan
oleh tubuh manusia.
Defisiensi Cobalt tidak dikenal pada manusia, dan tidak pernah dilaporkan, yang
terdapat adalah defisiensi Vitamin B12 dan pengobatan dilakukan dengan pemberian Vitamin
B12 dan tidak pernah dengan memberikan Cobalt.
J. Magnesium. Mg.
Zat Magnesium (Mg) merupakan unsur esensial bagi tubuh dan tubuh kits mengandung
unsur ini sebanyak 25 gram. Pada binatang percobaan fungsi Mg telah banyak dipelajari
dan diketahui banyak jenis enzim memerlukan unsur ini untuk melakukan fungsinya.
Namun demikian fungsi Mg di dalam tubuh manusia belum banyak dipelajari dan diketahui.
Pada tikus percobaan defisiensi Mg menyebabkan kelainan pada telinga; ekor dan ujung
kaki. Kelainan dimulai dengan adanya dilatasi pembuluh darah, diikuti oleh cyanosis dan
akhirnya kelainan nekrotik. Binatang akan menuju kematiannya setelah terlebih dahulu
mengalami kejang-kejang. Di dalam berbagai jaringan lunak terjadi perkapuran, seperti di
dalam ginjal yang menderita adanya calculi di dalam saluran nephron. Tampaknya kelainan
primer pada defisiensi Mg ini ialah gangguan dalam metabolisma Calsium. Defisiensi pada
ternak memberikan penyakit "tetani rumput", dengan gejala hypomanganesemia, hyperirritability,
tetany dan kejang kejang.
Pada manusia belum pernah dilaporkan gejala-gejala dan kasus defisiensi Mg ini.
Lean body mass pada manusia mengandung Mg sebanyak 43 mg per kg dan kadarnya di
dalam darah lengkap 2 mEq/ Liter. Kebutuhan manusia akan Mg belum jelas benar, tetapi
konsumsi sebanyak 250 mg sehari dianggap sudah memenuhi keperluan bagi seorang
dewasa. Diperkirakan bahwa kebutuhan unsur Mg bagi bayi dan anak-anak sebanyak 150
mg sehari sedangkan bagi ibu hamil atau sedang menyusukan 400 mg sehari. Data yang belum
meyakinkan benar memberikan indikasi bahwa defisiensi Mg pada manusia mungkin terjadi
dengan gejala-gejala tetany yang disertai kadar Ca++ darah yang normal, tetapi Mg++
menurun. Kondisi ini dapat disembuhkan dengan pemberian Sulfat Mg. Di dalam klinik
MgSO4 dipergunakan sebagai obat sedativum pada delirium tremens. Di dalam hidangan
rata-rata masyarakat tampaknya Mg dapat mencukupi kebutuhan.
K. Molybdenium. Mo
Analisa bahan makanan nabati maupun hewani yang teliti memperlihatkan bahwa
unsur Molybdenium (Mo) selalu terdapat, meskipun dalam kwantum sangat kecil.
Kemudian ditemukan pula bahwa unsur Mo diperlukan bagi fungsi berbagai enzim, baik di
dalam jaringan turnbuhan maupun khewan serta mikroorganisma. Enzim-enzim yang telah
dibuktikan memerlukan ion Mg bagi kegiatan fungsinya ialah: Nitro oksi dase, Xanthine
oksidase, Aldehyda oksidase dan Hydrogenase. Karena Xanthine oksidase memegang peranan
di dalam mobilisasi Ferritin di dalam hepar, maka Mo juga berperan di dalam metabolisma
Fe. Sampai sekarang belum ditemukan sindroma karena defisiensi Mo, baik pada binatang
tingkat tinggi maupun pada manusia.
Zat Molybdenium mudah diserap di dalam saluran gastrointestinal dan terdapat
dalam jumlah cukup besar di dalam jaringan hati, tulang dan ginjal, tetapi mudah
diekskresikan di dalam urine dan sedikit di dalam cairan empedu, bila konsumsi berhenti.
Bahan makanan sumber unsur Molybdenium ialah kacang-kacangan, serealia, sayur daun
berwarna hijau dan organ dalam binatang ternak. Selain dengan metabolisma Fe, unsur
Molybdenium juga mempunyai hubungan dengan metabolisma Cu.
peroksida tersebut.
Metabolisma Se masih terns diselidiki dan diharapkan lebih banyak lagi akan dapat
diungkapkan mengenai metabolisma dan peranan Se di dalam jaringan. Tampaknya peranan
mineral di dalam enzimologi semakin menonjol dan semakin menarik perhatian untuk lebih
banyak dan lebih mendalam diteliti. Kesulitan terutama terletak pada metoda analisa yang
kurang teliti, terutama karena kadar mineral di dalam jaringan ini hanya dalam tingkat
miligram atau lebih rendah lagi. Dengan semakin tersedianya metoda analisa untuk
menentukan kadar elemen yang sangat teliti, rahasia yang menyelubungi fungsi dan
metabolisma unsur-unsur mineral ini akan semakin banyak terungkapkan.
Dalam melaksanakan fungsinya di dalam tubuh, zat-zat gizi sating berhubungan erat
sekali, sehingga terdapat sating ketegantungan. Gangguan atau hambatan pada metabolisma
sesuatu zat gizi akan memberikan pula gangguan atau hambatan pada metabolisma zat gizi
lainnya. Sebagai contoh akan dibicarakan di sini metabolisma zat-zat gizi yang merupakan
penghasil utama enersi, yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Dalam proses ini akan
ternyata diperlukan hadirnya pule dan kerjasama zat-zat gizi vitamin dan mineral.
1. Zat-zat Gizi Sumber Utama Enersi.
Telah disebutkan bahwa sumber utama enersi untuk tubuh ialah karbohidrat, lemak dan
protein. Berbagai ikatan alkohol dan asam organik juga dapat menghasilkan enersi, tetapi zatzat ini dikonsumsi dalam jumlah yang tidak cukup berarti di dalam masyarakat Indonesia,
sehingga tidak diperhitungkan sebagai sumber enersi utama. Alkohol memberikan enersi yang
cukup besar setiap gramnya, tetapi di Indonesia alkohol tidak dikonsumsi umum dalam jumlah
yang berarti; tambahan pula alkohol dan minuman keras lain dilarang untuk dikonsumsi
oleh mereka yang tact kepada Agama Islam.
Ketiga zat gizi sumber utama enersi itu masing-masing mempunyai dua phase
dalamjalur katabolismanya untuk menghasilkan enersi. Phase pertama merupakan phase khusus
masing-masing, sedangkan phase kedua merupakan phase bersama, di mana metabolite
sebagai hasil phase pertama tersebut diolah lebih lanjut secara oksidatip menjadi enersi kimiawi
yang terkandung dalam metabolite Adenosine Triphosphate (ATP).
Phase bersama ini merupakan suatu reaksi siklis berantai yang disebut SIKLUS KREBS (siklus
asam sitrat, siklus asam trikarboksilat). Ke dalam siklus KREBS masuk bahan bakar berupa
metabolite dari phase pertama2. Peranan Vitamin dan Mineral
Reaksi-reaksi biokimiawi di dalam tubuh dijalankan dan diatur oleh enzim-enzim. Pada
umumnya sesuatu enzim berfungsi khusus mengatur satu reaksi atau satu kelompok reaksireaksi sejenis. Enzim dapat bekerja terlepas dari ada atau tidaknya sel atau partikel
selular yang masih hidup. Bahkan enzim dapat diekstraksi dan dipisahkan dari elemen
selular dan memperlihatkan pengaruhnya dalam percobaan in vitro.
Suatu enzim terdiri atas beberapa komponen. Bagian protein yang disintesa oleh sel tubuh,
disebut apoenzim. Apoenzim ini diproduksi dalam bentuk inaktip dan baru dapat aktip bekerja bila
diaktipkan oleh Co-enzim. Co-enzim inipun terdiri atas dua subkomponen, ialah bagian nonprotein yang dihasilkan oleh sel tubuh, yang memerlukan komponen yang datang dari luar tubuh
di dalam makanan, yang disebut vitamin.