Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu pernikahan dini saat ini marak dibicarakan. Hal ini dipicu oleh
pernikahan Pujiono Cahyo Widianto, seorang hartawan sekaligus pengasuh
pesantren dengan Lutviana Ulfah. Pernikahan antara pria berusia 43 tahun
dengan gadis belia berusia 12 tahun ini mengundang reaksi keras dari Komnas
Perlindungan Anak. Bahkan dari para pengamat berlomba memberikan opini
yang bernada menyudutkan. Umumnya komentar yang terlontar memandang
hal tersebut bernilai negatif.
Di sisi lain, Syeh Puji, begitu ia akrab disapa berdalih untuk mengader
calon penerus perusahaannya. Dia memilih gadis yang masih belia karena
dianggap masih murni dan belum terkontaminasi arus modernitas. Lagi pula
dalam pandangan Syeh Puji, menikahi gadis belia bukan termasuk larangan
agama.
Sebenarnya kalau kita mau menelisik lebih jauh, fenomena pernikahan
dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya daerah Jawa. Penulis
sangat yakin bahwa mbah buyut kita dulu banyak yang menikahi gadis di
bawah umur. Bahkanjaman dulupernikahan di usia matang akan
menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Perempuan yang tidak
segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim disebut
perawan kaseb.
Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat justru
sebaliknya. Arus globalisasi yang melaju dengan kencang mengubah cara
pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai
hal yang tabu. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa
depan wanita, memberangus kreativitasnya serta mencegah wanita untuk
mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana uu perlindungan anak di Indonesia?
2. Apa yang dimaksud dengan pernikahan di usia dini?
3. Apa saja upaya mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana uu perlindungan anak di indonesia
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pernikahan di usia dini
3. Untuk mengetahui apa saja upaya mencegah terjadinya perkawinan di
bawah umur

BAB II
PEMBAHASAN
A. UU Perlindungan Anak
1. Perlindungan Anak Menurut Perspektif HAM
Di Indonesia, telah ditetapkan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
yang mencantumkan hak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk
memberikan perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan
dan tanggung jawab tersebut. Namun demikian, dalam kegiatan
perlindungan anak dan segala aspeknya ternyata memerlukan payung
hukum untuk mewujudkan kehidupan terbaik untuk anak yang diharapkan
sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme
yang dijiwai oleh akhlaq mulia dan kemauan keras untuk menjaga
kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Payung hukum yang dimaksud
adalah UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.1
Dunia internasional juga telah bersepakat untuk membuat sebuah
aturan yang mengatur perlindungan anak. Maka pada tanggal 28
November 1989 Majelis Umum PBB telah mengesahkan Konvensi Hak
Anak (KHA). Setahun setelah KHA disahkan, maka pada tanggal 25
Agustus 1990 pemerintah indonesia meratifikasi konvensi tersebut melalui
Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 dan mulai berlaku 2 Oktober 1990.
Dengan ikutnya Indonesia dalam mengesahkan konvensi tersebut maka
Indonesia terikat dengan KHA dan segala Konsekuensinya. Artinya, setiap
menyangkut tentang kehidupan anak harus mengacu pada KHA dan tidak
ada pilihan lain kecuali melaksanakan dan menghormatinya maka akan
memiliki pengaruh yang negatif dalam hubungan Internasional. Dalam
mewujudkan melaksanakan KHA maka pemerintah Indonesia telah
membuat aturan hukum dalam upaya melindungi anak. Aturan hukum
tersebut telah tertuang dalam UU No.23 Tahun 1990 tentang perlindungan
1

Lihat Imam Purwadi, penelitian perdangan (traficking) perempuan dan anak di Nusa
Tenggara Barat , (NTB; Lembaga perlindungan Anak, 2006), hlm.1

anak yang telah disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002. Jadi jelaslah
bahwa perlindunagn anak mutlak harus dilakukan karena mulai dari
tingkat Internasional dan Nasional sudah memiliki instrumen hukum.
Persoalan kekerasan terhadap anak merupakan suatu masalah yang
aktual. Dari beberapa hasil penelitian yang berupa karya ilmiah antara lain:
perlindungan hukum bagi istri dari ancaman kekerasanrumah tangga
dalam islam.2 Tindak kekerasan terhadap istri dalam perspektif hukum
islam (studi terhadap upaya korban di WCC Kabupaten Jombang). 3
Pandangan hukum islam terhadap peran P3A Sidoarjo dalam melindungi
istri akibat dari kekerasan dalam rumah tangga. 4 Kekerasan terhadap anak
dalam rumah tangga studi analisis hukum islam dan undang-Undang
No.23 tahun 2002.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Munif yang berfokus
pada perlindungan hukumnya serta ancamannya begitu juga dalam karya
yang di angkat Junaidi Abdillah studi terhadap upaya korban di WCC
Kabupaten Jombang yang di korelasikan dengan perspektif hukum islam.
Selain itu, karya ilmmiah yang diangkat oleh Fitriani Berfokus pada
hukum islam dan Undang-Undang. Tulisan-tulisan ini berfokus pada
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta analisis hukum islam dan
perlindungan hukumnya.
Berbicara mengenai hak, pasti disisi lain ada kewajiban. Relasi
orang tua dan anak, mengenai hak dan kewajiban mereka dalam islam,
adalah seperti yang digambarkan hadis nabi Muhammad SAW: tidak
termasuk golongan umatku, mereka yang (tua) menyayangi yang muda,
dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua. (diriwyatkan oleh
tarmidzi)
2. Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam
Orang tua dan anak, mengenai hak dan kewajiban mereka dalam
islam, adalah seperti yang digambarkan hadis nabi Muhammad SAW:
tidak termasuk golongan umatku, mereka yang (tua) tidak menyayangi
2

Ahmad Munif Judul Skripsi, perlindungan istri dari ancaman kekerasan rumah tangga
dalam islam syariah 2001

yang muda, dan mereka yang (muda) todak menghormati yang tua
(Riwayat at-Turmudzi)
Jadi kewajiban orang tua adalah menyayangi dan haknya adalah
memperoleh penghormatan. Berbicara mengenai hak, pasti disisi lain ada
kewajiban. Sebaliknya, kewajiban anak adalah penghormatan terhadap
kedua orang tua dan haknya adalah memperoleh kasih sayang. Idealnya,
prinsip

ini

tidak

bisa

dipisahkan.

Artinya,

seorang

diwajibkan

menghormati jika memperoleh kasih sayang. Dan orang tua diwajibkan


menyayangi jika memperoleh kehormatan. ini timbal balik, yang jika
harus menunggu yang lain akan seperti telur dan ayam. Tidak ada satupun
yang memulai untuk memenuhi hak yang lain. Padahal biasanya,
seseorang memperoleh hak jika telah melaksanakan kewajiban. Karena itu,
yang harus di dahulukan adalah keewajiban. Tanpa memikirkan hak yang
mesti diperoleh. Orang tua seharusnya menyayangi, dengan segala
perilaku, pemberian dan perintah pada anaknya, selamanya. Bagitu juga
anak, harus menghormati dan memuliakan orang tuanya, selamanya.3
Beginilah cara Al-quran dan hadis-hadis menjelaskan mengenai
kewajiban anak terhadap orang tua. Mereka harus menghormati, berbuat
baik, mentaati dan tidak berkata buruk atau sesuatu yang menyakitkan
kedua orang tua. dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam peliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah.
Dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Karena kedua orang tua, terutama ibu, telah
mengwali melakukan kewajiban dengan kasih sayang yang dilimpahkan.
Sejak anak masih berupa bayi, bahkan masih dalam kandungan. Hamil
dengan penuh kesusahan, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik, dan
menafkahi. Semua itu merupakan bentuk kasih syang yang telah dilakukan
3

Junaidi Abdillah Judul Skripsi: Tindak Kekerasan Terhadap Istri Dalam Perspektif
Hukum Islam (study terhadap upaya di WCC kabupaten jombang syariah) 2004

kedua orang tua. Jadi, tinggal anak yang berkewajiban utuk menghormati
dan memuliakan kedua orang tuanya. Penghormatan kepada kedua orang
tua, tentu ada ragam bentuknya.
Diantaranya berbuat baik, mendoakan dan memenuhi keinginan
mereka, atau mentaati perintah mereka. Jika seorang anak tidak melakukan
penghormatan, maka ia disebut anak durhaka. Ini merupakan dosa besar,
yang diancam mesuk neraka. Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan
secara eksplisit bahwa durhaka itu haram. Dan bisa mengakibatkan
seseorang Suu Al-Khatimah (meninggal dalam keadaan sesat)
3. Hak-hak Seorang Anak4
Anak-anak berhak menerima sesuatu dari orangtuanya, dan orang
tua wajib memberikan sesuatu itu pada anaknya. Mengingat tanggung
jawabnya orag tua terhadap anak-anak, maka agar tidak terjerumus kepada
kedzaliman dikarenakan menyianyiakan hak-hak anak, hendaknya orang
tua memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Hak Untuk Hidup
Karena hak yang sangat dasar dalam hak asai manusia adalah
hak untuk hidup. Tidak boleh seorangpun membunuh orang lain. Satu
pembunuhan terhadap manusia sama dengan menyakiti seluruh
manusia. Oleh karena itu terlarang bagi setiap manusia dalam keadaan
bagaimanapun juga untuk mencabut nyawa sesorang. Apabila
seseorang membunuh seorang manusia, maka seolah-olah ia telah
membunuh seluruh umat manusia, Al-quran menyebutnya: maka
barang siapa yang membunuh satu manusia tanpa kesalahan ia
seperti membunuh manusia seluruhnya dan barang siapa yang
menghidupkannya maka ia seperti menghidupkan seluruh manusia.
(Q.S. Al-Maidah: 32)
b. Hak Untuk Mendapat Nama yang Baik
Pemberian nama yang baik bagi anak adalah awal dari sebuah
upaya pedidikan terhadap anak-anak. Ada yang mengatakan; apa arti
4

Lia Faiza. Pandangan Hukum Islam terhadap Peran P3A Sidoarjo Dalam Melindungi
Istri Akibat Dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga syariah 2004

sebuah nama. Ungkapan ini tidak selamanya

benar. Islam

mengajarkan bahwa nama bagi seorang anak adalah sebuah doa.


Dengan memberi nama yang baik, diharapkan anak kita berperilaku
baik sesuai dengan namanya. Adapun setelah kita berusaha memberi
nama yang baik, dan telah mendidiknya dengan baik pula, namun anak
kita tetap tidak sesuai dengan yang kita inginkan, maka kita
kembalikan kepada Allah SWT nama yang baik dengan akhlak yang
baik, itulah yang kita harapkan.
Nama yang baik dengan akhlak yang buruk, tidak kita
harapkan. Apalagi nama yang buruk dengan akhlak yang buruk pula.
Celaka berlipat ganda
c. Hak Disembelihkan Aqiqahnya
Aqiqah berasal dari bahasa arab, artinya adalah memutus atau
memotong. Namun, dalam peristilahan Syari, aqiqah

adalah

menyembelih kambing atau domba untuk bayi pada hari ketujuh dari
kelahirannya.
d. Hak Untuk Mendapatkan ASI (2 Tahun)
Allah SWT berfirman: dan kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tanbah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah engkau kembali. (Q.S.
Lukman: 14)
Artinya, Allah memberi kesempatan kepada ibu seorang anak
untuk menyusui anaknya, paling lama dua tahun. Boleh kurang dari
dua tahun selama alasan yang dibenarkan.

e. Hak Makan Dan Minum Yang Baik

dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allaj telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya. (Q.S. Al-maidah: 88)
Ayat tersebut diatas jelas-jelas telah menyuruh kita hanya
memakan makanan yang halal dan baik saja, dua kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan, yang dapat diartikan halal dari segi syariah dan baik
dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lainnya.
f. Hak Diberi Rizqi Yang Baik
g. Hak Mendapatkan Pendidikan Agama
Mendidik anak pada umumnya baik laki-laki maupun
perempuan adalah kewajiban bagi kedua orang tuanya. Dan mendidik
anak bagi seorang perempuan mempunyai nilai tersendiri daripada
yang mendidik anak adalah seorang laki-laki. Boleh jadi karena
mereka adalah calon ibu rumah tangga yang bakal menjadi madrasah
pertama bagi anak-anaknya. Boleh jadi juga karena kaum wanita
mempunyai beberapa keistimewaan atau kekhasan tersendiri, sehingga
didalam Al-Quran pun terdapat Surat An-nisa, tetapi tidak ada surat
Ar rijal, wallahu alam.
h. Hak Mendapatkan Pendidiksan Sholat
i. Hak Mendapat Tempat Tidur Terpisah Antara Laki-laki Dan
Perempuan
j. Hak Mendapatkan Pendidikan Dengan Pendidikan Adab Yang Baik
k. Hak Mendapatkan Pengajaran Yang Baik
l. Hak Mendapatkan Pengajaran Al-quran
m. Hak Mendapat Pendidikan Dan Pengajaran Baca Tulis
n. Hak Mendapat Perawatan Dan Pendidikan Kesehatan
Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Mengajarkan kebersihan
berarti secara tidak langsung mengajarkan kesehatan.
o. Hak

Mendapat

Pengajaran

Keterampilan

Islam

Pengangguran
p. Hak Mendapat Tempat Yang Baik Dalam Hati Orang Tua

Memberantas

q. Hak Mendapat Kasih Sayang


B. Pernikah di Usia Dini
1. Pengertian Pernikahan Dini
Menurut syara, menikah adalah sebuah ikatan seorang waniata
dengan seorang laki-laki dengan ucapan-ucapan tertentu ( ijab dan qabul )
yang memenuhi syarat dan rukunnya.
Arti pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin antara
laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah
tangga dan berketurunan,yang dilaksakan menurut ketentuan syariat islam.
Sedangkan dini tersimpul dalam ungkapan seorang penulis,Banyak
orang mengatakan bahwa menikah saat kuliah akan mengganggu dan
merugikan kita, padahal sangat sangat menguntungkan. Bahkan ada yang
mengatakn bahwa barang siapa mengetahui tentang keutamaan menikah
sejak dini ( kuliah ) maka orang tersebut tidak ingin menundannya hingga
esok hari, apalagi tahun depan.
Dari itu maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud nikah dini
adalah sebuah ikatan suami istri yang dilakukan pada saat kedua calon
suami dan istri masih usia muda. Meskipun muda ini berbeda pengertian
menurut daerah tertentu.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Dini
a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari
perkawinan usia muda adalah:
1) Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
2) Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
3) Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan
adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu
mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat
kebiasaan saja.

b. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono


disebabkan oleh:
1) Masalah ekonomi keluarga
2) Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
apabila mau mengawinkan anak gadisnya.
3) Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang
menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan
sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di
lingkungan masyarakat kita yaitu :
1) Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga
yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang
tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang
dianggap mampu.
2) Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang
tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan
mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
3) Faktor orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya
berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera
mengawinkan anaknya.
4) Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan
remaja modern kian Permisif terhadap seks.
5) Faktor adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut
anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

10

3. Dalil

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu


adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk
Nikah dipersulit, gaul bebas dipermudah. Seringkali manusia
suka terbalik dalam menilai suatu perbuatan. Sebab, yang jadi patokan
mereka dalam berbuat cuma mengandalkan perasaan dan tidak mau
menggunakan

akalnya.

akhirnya,

sering

dibuat

pusing

oleh

keputusannya sendiri. Dalam masalah pergaulan bebas, masyarakat


suka menilai bahwa baik dan buruknya suatu perbuatan hanya dilihat
dari apakah perbuatan itu menguntungkan baginya secara materi atau
tidak. Itu salah besar. Sebab, yang kita anggap baik, belum tentu baik
dalam pandangan Allah. Dan begitupun sebaliknya. Firman Allah Swt:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik


bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui
4. Hukum nikah dini
a. Hukum Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Peraturan
Perundang-undangan yang Berlaku Di Indonesia
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. UU
ini menjelaskan syarat-syarat yang wajib dipenuhi calon mempelai
sebelum melangsungkan pernikahan, menurut Pasal 6 ayat 1 UU
no.1 tahun 1974 : perkawinan harus didasarkan atas persetujuan
kedua calon mempelai, Pasal 6 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 : untuk
melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur
21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat ijin kedua orang tua,
Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974 : perkawinan hanya diijinkan jika
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 tahun.

11

Sedangkan menurut negara pembatasan umur minimal


untuk kawin bagi warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar
orang yang akan menikah diharapkan sudah memiliki kematangan
berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai.
Keuntungan lainnya yang diperoleh adalah kemungkinan keretakan
rumah tangga yang berakhir dengan perceraian dapat dihindari,
karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang
lebih matang mengenai tujuan perkawinan yang menekankan pada
aspek kebahagiaan lahir dan batin.
Selain itu juga Berdasarkan UU No. 23 tahun 2002
mencegah adanya perkawinan pasa usia anak-anak yaitu dimana
dalam Pasal 1 tentang perlindungan anak, definisi anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Setiap anak mempunyai hak dan kewajiban
seperti yang tertuang dalam Pasal 4 UU No. 23 tahun 2002 : setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, Pasal 9 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 : Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya, Pasal 11 UU No.23 Tahun 2002: setiap
anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi sesuai
dengan

minat,

bakat,

dan

tingkat

kecerdasannya

demi

pengembangan diri, Pasal 13 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 : setiap


anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan :
1) diskriminasi
2) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual

12

3) penelantaran
4) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan
5) ketidakadilan
6) perlakuan salah lainnya.
Selain itu orang tua dan keluarganya mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab terhadap anak seperti yang tertulis di Pasal 26
ayat 1 UU no. 23 tahun 2002 : orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk :
1) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
2) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minatnya
3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
b. Hukum Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Pandangan Hukum
Islam
Sebagai muslim, merupakan kewajiban untuk merujuk
sumber utama dari ajaran Islam, yakni Al-Quran. Apakah AlQuran mengizinkan atau melarang perkawinan di bawah umur?
Perkawinan adalah suatu aqad yang sangat kuat (misaqan ghalizan)
untuk menaati perintah Allah swt dan melaksanakannya merupakan
suatu ibadah. Yang bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga
yang sakinah mawaddah wa rahmah. Dan hukumnya dapat berubah
sesuai berubahnya illah, ayaitu dapat sunnah, makruh, haram dan
wajib.
Sebagaimana terlihat dalam Hadist berikut
sedangkan aku menikah, maka barangsiapa tidak suka sunnah
(petunjukku), maka bukan dari golonganku. Perintah dan anjuran
melakukan pernikahan, tidak memberikan batasan umur, namun
ditekankan perlunya kedewasaan seseorang melakukan pernikahan
untuk

mencegah

kemudharatan

(hal-hal

buruk).

Sehingga

kedewasaan secara psikologis dan biologis secara implicit di


anjurkan melalui beberapa Hadist dan yang tertera dalam ayat Al-

13

Quran.

Namun,

muncul

kontroversi

menyangkut

batasan

kedewasaan seseorang untuk boleh menikah, yang berimplikasi


terhadap tidak ada keberatan atas pernikahan di bawah umur dari
pandangan Islam.
c. Hukum Perkawinan Di Bawah Umur Menurut Pandangan Hukum
Adat
Hukum adat tidak menentukan batasan umur tertentu bagi
orang untuk melaksanakan perkawinan. Bahkan hukum adat
membolehkan perkawinan anak-anak yang dilaksanakan ketika
anak masih berusia kanak-kanak. Hal ini dapat terjadi karena di
dalam Hukum Adat perkawinan bukan saja merupakan persatuan
kedua belah mempelai tetapi juga merupakan persatuan dua buah
keluarga kerabat. Adanya perkawinan di bawah umur atau
perkawinan kanan-kanak tidak menjadi masalah di dalam Hukum
Adat karena kedua suami isteri itu akan tetap dibimbing oleh
keluarganya, yang dalam hal ini telah menjadi dua keluarga,
sehingga Hukum Adat tidak melarang perkawinan kanak-kanak.
5. Nilai Negative Dari Nikah Dini
a. Rentan KDRT
Menurut temuan Plan, sebanyak 44 persen anak perempuan yang
menikah dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
dengan tingkat frekuensi tinggi. Sisanya, 56 persen anak perempuan
mengalami KDRT dalam frekuensi rendah.
b. Risiko meninggal
Selain tingginya angka KDRT, perkawinan dini berdampak pada
kesehatan reproduksi anak perempuan. Anak perempuan berusia 10-14
tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama
kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia
20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun
memiliki kemungkinan dua kali lebih besar.

14

c. Terputusnya akses pendidikan


Di bidang pendidikan, perkawinan dini mengakibatkan si anak
tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hanya 5,6 persen
anak kawin dini yang masih melanjutkan sekolah setelah kawin.
C. Upaya Mencegah Terjadinya Perkawinan Di Bawah Umur
Pernikahan anak di bawah umur merupakan suatu fenomena sosial yang
kerap terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan anak di bawah
umur bila diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau
yang terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas.
Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan
dengan anak di bawah umur adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun,
dalih seperti ini bisa jadi bermasalah karena masih terdapat banyak
pertentangan di kalangan umat muslim tentang kesahihan informasi mengenai
pernikahan di bawah umur yang dilakukan Nabi SAW dengan 'Aisyah r.a. .
Selain itu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan
sangat jelas menentang keberadaan pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak
ada alasan lagi bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka
yang berkaitan dengan pernikahan anak di bawah umur.
Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak-pihak yang
ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali
terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin
giat mensosialisasikan UU terkait pernikahan anak di bawah umur beserta
sanksi-sanksinya bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko-resiko
terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada
masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar
bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus
dihindari. Upaya pencegahan pernikahan anak di bawah umur dirasa akan
semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam
pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka.

15

Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh


sementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur
sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi
korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis
dalam menatap masa depannya kelak.
Dari uraian tersebut jelas bahwa pernikahan dini atau perkawinan dibawah
umur (anak) lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh karena itu
patut ditentang. Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia dini atau anak dan harus
memahami

peraturan

perundang-undangan

untuk

melindungi

anak.

Masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dapat mengajukan classaction kepada pelaku, melaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak
Indonesai (KPAI), LSM peduli anak lainnya dan para penegak hukum harus
melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk melihak adanya pelanggaran
terhadap perundangan yang ada dan bertindak terhadap pelaku untuk dikenai
pasal pidana dari peraturan perundangan yang ada. (UU No.23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak).
Sedikit di permukaan atau terekspos dan sangat marak di dasar atau di
tengah masyarakat luas. Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan
melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur adalah mengikuti sunnah
Nabi SAW. Namun, dalih seperti ini biasa jadi bermasalah karena masih
terdapat banyak pertentangan di kalangan umat muslim tentang kesahihan
informasi mengenai pernikahan anak di bawah umur yang dilakukan Nabi
SAW dengan Aisyah r.a. Selain itu, peraturan perundang undangan yang
belaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang keberadaan pernikahan
anak di bawah umur. Jadi tidak ada alasan lagi pihak pihak tertentu untuk
melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan anak di bawah
umur. Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak pihak yang
ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali
terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin

16

giat mensosialisasikan undang undang terkait pernikahan anak di bawah


umur beserta sanksi sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan
resiko resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah
umur kepada masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu
dan sadar bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah
dan harus dihindari. Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah umur dirasa
akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif
dalam pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar
mereka. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh
sementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur
sehingga kedepannya di harapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi
korban akibat pernikahan tersebut dan anak anak Indonesia bisa lebih
optimis dalam menatap masa depannya kelak.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran
kemaslahatan di kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan
menikah usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan
lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika
dengan menunda pernikahan sampai pada usia matang mengandung nilai
positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Wallahu Alam
Kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung
unsur maslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia dini adalah dengan
pelbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia
pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang
cukup dilematis.
B. Saran
Agar Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat tidak semakin
meningkat, sebagai orang tua perlu terus menerus melakukan pendampingan
pada anak agar dapattumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Selain
itu juga para orang tua tidak membiarkan anak-anak perempuannya yang
masih belia, dipinangpria pujaan walau diiming-imingi angin surga, yang
kemudian ternyata menghancurkan masa depan anak perempuan itu.

18

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu,

Penulis

19

2015

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA


UU Perlindungan Anak dan Nikah di Usia Dini

Disusun Oleh :
Adiyanto
1316150498

Dosen pembimbing :
Edi Riyanto, S. Hi., MH

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BENGKULU
2015
20

Anda mungkin juga menyukai