Anda di halaman 1dari 6

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No.

2 Des 2011

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN


MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D
Dwi Septiani*), Bambang Heru Iswanto, dan Iwan Sugihartono
1

Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta
Timur 13220
*) Email: septia_narugaara@yahoo.com

Abstrak
Studi Magnetisasi pada sistem spin menggunakan Model Ising 2D. Simulasi pada system spin
2D telah disimulasikan menggunakan model Ising untuk mempelajari karakteristik magnetisasi.
Studi magnetisasi ini diamati hanya berdasarkan pada medan magnet internal yang disebabkan
oleh pergerakan spin. Model ini dideskripsikan sebagai sistem spin dengan variasi panjang kisi (L)
yang dimulai dari 50 au sampai 250 au dengan kenaikan 50 au. Hasil menunjukkan ukuran kisikisinya adalah 50, 100, 150, 200, dan 250 au dengan puncak maksimum lokasi magnetisasi yang
paling intense masing-masing pada 0.0153, 0.00787, 0.0056, 0.0040, dan 0.0032 A/m. Namun,
suhu kritis (T/T0)C bervariasi yaitu 38.44, 36.28, 35.37, 27.84, dan 21.38 K sesuai dengan
bertambahnya L. Hasil ini menunjukkan bahwa magnetisasi bergantung pada konfigurasi spin dan
ukuran kisi. Sedangkan, suhu kritis yang teramati pada grafik magnetiasasi bervariasi dengan
bertambahnya ukuran kisi.

Kata kunci: Magnetisasi, Sistem Spin, Ising 2D, Ukuran Kisi, Temperature Kritis

Abstract
Magnetization study on spin system by Ising model 2D. Magnetization study on spin system has
been simulated using Ising 2D model. The simulation based on internal magnetic field which is
due to spin dynamic. The model is described as spin system with various lattice lengths (L) which
are ranging from 50 au to 250 au with increment 50 au. The results show that when lattice size
are 50, 100, 150, 200, and 250 au the most intense peak of magnetization locates at about 0.0153,
0.00787, 0.0056, 0.0040, and 0.0032 A/m, respectively. Nevertheless, the critical temperatures
(T/T0)C are varies from 38.44, 36.28, 35.37, 27.84, and 21.38 K with increasing L, respectively.
These results indicates that the magnetization depend on number of spin randomization in the
lattice size. Furthermore, the critical temperature also varies with increasing lattice size.
Keywords: Magnetization, Spin System, Ising 2D, Lattice Size, Critical Temperature

1. Pendahuluan
Gejala feromagnetik muncul dari sejumlah
atom dengan spin-spin yang memiliki momen
magnetic dengan arah tertentu. Deskripsi dari
teori sederhana tentang feromagnetik biasa
disebut model Ising. Model Ising dibuat oleh
Prof. Wilhelm Lenz pada tahun 1920. Nama
Ising dipakai karena murid dari Prof Wilhelm

Lenz yang bernama Ernst Ising mengerjakan


model tersebut sebagai tema disertasi
doktoralnya pada tahun 1925.
Metode Monte Carlo adalah metode yang
mengevaluasi integral multi dimensi. Simulasi
dengan metode Monte Carlo adalah prosedur
untuk menguji suatu sistem secara acak sesuai
dengan jumlah step dan iterasi yang sudah
ditentukan.

19

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No. 2 Des 2011

Paper ini akan melaporkan hasil simulasi


proses magnetisasi dari sistem spin
menggunakan model Ising 2D. Hal tersebut
dikarena model Ising merupakan model
sederhana yang dapat memberikan informasi
besaran-besaran
termodinamika
dengan
pendekatan klasik.

2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan di
laboratorium Komputasi Universitas Negeri
Jakarta, mulai bulan Maret sampai dengan
bulan Juni 2012.
2.2 Cara kerja
Langkah awal yang dilakukan pada
simulasi ini adalah dengan melakukan
inisialisasi dari konstanta-konstanta yang
digunakan. Selanjutnya dilakukan penentuan
konfigurasi awal dari kondisi dan ukuran spin
yang akan diamati. Secara garis besar,
langkah-langkah simulasi yang dilakukan pada
penelitian dapat dilihat pada diagram alir di
bawah ini.

a. Pra Pengolahan Data


Tahapan yang dilalui pada proses ini
adalah inisialisasi atau memberi keterangan
nilai-nilai yang sudah ada dan diperlukan
dalam proses pengolahan data, diantaranya
menentukkan nilai panjang kisi yang
digunakan (L), jumlah spin (N), Menentukan
iterasi step Monte Carlo yang digunakan, dan
kemudian
Konfigurasi
Ruang
yang
menunjukkan total sampel yang akan diamati
dengan menggunakan inisialisasi spin (L) yaitu
50,100,150,200,dan 250 au.
b. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dimulai dengan
menghitung beta atau inverse temperatur
menggunakan
faktor
Bolztmann,
menginisialisasi spin secara random atau acak,
menentukan magnetisasi awal, kemudian
menentukan konfigurasi spin, Temperatur awal
dan akhir serta Temperatur Kritisnya.
c. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menganalisa
pola magnetisasi, Magnetisasi rata-rata dengan
interasi dengan Monte Carlo step sebanyak
500 step, serta menampilkan grafik
magnetisasi per spin terhadap temperatur
(T/T0). Grafik tersebut dapat memberikan
informasi untuk nilai magnetisasi tertinggi, dan
temperatur kritis dari masing-masing panjang
kisi (L).

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
Hasil simulasi dalam penelitian ini adalah
data tentang besaran-besaran termodinamika
yang erat kaitannya dengan karakteristik
kemagnetan dari bahan feromagnetik yaitu
magnetisasi
per
spin.
Simulasi
ini
menggunakan
parameter-parameter
perhitungan yang meliputi jumlah spin yang
digunakan dalam satu arah sebanyak 50, 100,
150, 200 dan 250 buah berdasarkan hubungan
N=L2, maka jumlah total spin yang mengalami
proses sebanyak 2500, 10000, 22500, 40000,
dan 62500 buah dengan equilibrium steps
sebanyak 1000, dan interaksi kuat (J) sebesar
0.5 sedangkan Monte Carlo steps sebanyak
500 langkah dengan selisih setiap stepnya 50.
Gbr 1. Alur peneilitian

20

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No. 2 Des 2011

Gbr.2 Pola magnetisasi saat L=50 pada step ke


500

Gbr 5. Grafik magnetisasi terhadap temperatur


(T/T0) L=100

Gbr 5 menunjukkan grafik untuk kisi


persegi dengan panjang 100 dengan iterasi 500
step menunjukkan magnetisasi tertinggi yaitu
3,5344 A/m pada suhu 1 K dengan T/T0
sebesar 1,0134 K. Nilai rata-rata magnetisasi
yang dihasilkan pada gambar grafik 5 adalah
sekitar 0.0078736 A/m Nilai magnetisasi ratarata dari grafik tersebut semakin menurun dan
semakin mendekati nol.

Gbr 3. Grafik Magnetisasi terhadap T/T0 L=50

Gbr 3 menunjukkan grafik untuk kisi


persegi dengan panjang 50 dengan iterasi 500
step menunjukkan magnetisasi tertinggi pada
suhu 0,75 K adalah 8,2944 A/m dengan T/T0
adalah 0,7635 K. Magnetisasi rata-rata yang
ditunjukkan oleh grafik pada gambar 3 adalah
sekitar 0,0015296 (mendekati nol) karena ada
spin up dan spin down yang berputar
bersamaan.

Gbr 6. Pola magnetisasi saat L=150 pada step ke


500

Gbr 4. Pola magnetisasi saat L=100 pada step ke


500
Gbr 7. Grafik Magnetisasi terhadap T/Tc L=150

Gbr 7 menunjukkan grafik untuk kisi


persegi dengan panjang 150 dengan iterasi 500
step menunjukkan magnetisasi tertinggi yaitu
0,3798 A/m pada suhu 0,75, dengan T/T0
0,7635 K. Nilai rata-rata magnetisasi yang

21

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No. 2 Des 2011

dihasilkan pada gambar grafik 7 adalah


(0,00569618 0,00408121) A/m.

Gbr 8. Pola magnetisasi saat L=200 pada step ke


500

Gbr 11. Grafik Magnetisasi terhadap T/Tc L=250

Gambar 11 menunjukkan grafik untuk kisi


persegi dengan panjang 250 dengan iterasi 500
step menunjukkan magnetisasi tertinggi yaitu
0,4151 A/m pada suhu 0,75 K dengan
perbandingan T/T0 sebesar 0,7635 K. Nilai
rata-rata magnetisasi yang dihasilkan pada
gambar grafik 11 adalah (0,00320813
0,00239029) A/m
3.2 Pembahasan

Gbr 9. Grafik Magnetisasi terhadap T/Tc L=200

Gbr 9 menunjukkan grafik untuk kisi persegi


dengan panjang 200 dengan iterasi 500 step
menunjukkan magnetisasi tertinggi yaitu
0,2460 A/m pada suhu 1,25 K dengan
perbandingan T/T0 sebesar 1,2611 K. Nilai
rata-rata magnetisasi yang dihasilkan pada
gambar grafik 9 adalah
(0,0040039
0,00301763) A/m.

Gbr 10. Pola magnetisasi saat L=250 pada step ke


500

Penelitian
ini
mempelajari
tentang
dinamika spin dalam kisi dua dimensi (LxL).
Namun demikian, pembahasan hanya dibatasi
pada bagaimana magnetisasi dipengaruhi oleh
jumlah interaksi spin didalam kisi 2D.
Sementara, sebaran dari kondisi/ probabilitas
spin (up atau down) disimulasikan dengan pola
magnetisasi hitam untuk spin up dan putih
untuk spin down. Sebaran dari probabilitas
spin pada proses magnetisasi dapat dilihat pada
gambar 1, 3, 5, 7, dan 9. Gambar tersebut
menunjukkan konfigurasi akhir atau kondisi
akhir dari konfigurasi spin setelah langkah
atau step akhir tercapai yaitu step ke 500.
Ketika luas kisi meningkat dari L=50 sampai
L=250 dengan kenaikkannya 50, terlihat
jumlah spin up meningkat dan spin down
menurun (spin up ditunjukkan dengan warna
hitam dan spin down dengan warna putih) dari
step sebelumnya. L adalah ukuran panjang kisi
dari sistem ising 2D, sedangkan N adalah
banyaknya spin atau jumlah spin didalam
dimensi LxL. Berdasarkan pada asumsi bahwa
sistem memiliki cukup energi tanpa tambahan
energi eksternal, kisi dengan spin anti parallel
merupakan keadaan saling ketergantungan
(perubahan interaksi antar tetangga) dari spin.
Pada suhu tinggi gangguan termal terjadi atas
pertukaran interaksi yang menghasilkan
orientasi spin anti-parallel, karena semua spin

22

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No. 2 Des 2011

menerima perputaraan, sehingga lebih banyak


energi
termal
pada
sistem
maka
memungkinkan terjadi spin anti-parallel. Spin
anti-parallel adalah elektron-elektron tetangga
yang berputar dalam spin, dan karenanya
momen magnetik elektron sejajar dalam arah
berlawanan. Dalam beberapa kondisi interaksi
antara momen magnet pada atom umumnya
spin parallel sedangkan dalam kondisi
perputaran lainnya dapat menjadi spin antiparallel, contoh spin anti-parallel adalah
antiferomagnetik.
Gambar 3, 5, 7, 9, dan 11 merupakan
grafik fungsi magnetisasi terhadap temperature
(T/T0). Kisi dengan panjang kisi L= 50 au
sampai L=250 au pada step Monte Carlo ke
500 dengan perbedaan kenaikkan panjang kisi
sebesar 50 au menghasilkan nilai (T/To)c
sebesar 38,4435 K, 36,2828 K, 35,3716 K,
27,8495 K dan 21,3817 K. Magnetisasi
tertinggi yang dihasilkan yaitu 8,2944 A/m,
3,5344 A/m , 0,3798 A/m, 0,2460 A/m dan
0,4151 A/m.
Penelitian ini menggunakan variasi L yaitu
50, 100, 150, 200 dan 250. Pola magnetisasi
yang ditunjukkan oleh gambar 2,4,6,8 dan 10
merupakan perputaran spin yang dilakukan
secara acak, sehingga nilai spin yang diambil
tidak
diketahui.
Masing-masing
pola
magnetisasi dipengaruhi dengan banyaknya L,
semakin besar L maka pola magnetisasi akan
semakin mengecil dan lebih banyak
memperlihatkan warna hitam yang menutupi
warna putih. Pada setiap step yang dijalankan
terjadi perbedaan temperatur yang teratur
dengan kenaikan 12.5 dari suhu awal 25.5 K
sampai
125.5
K.
Gambar
tersebut
menunjukkan variasi magnetisasi terhadap
suhu atau temperature. Magnetisasi rata-rata
pada grafik yang dihasilkan untuk masingmasing L=50 sampai L=250 yaitu (0.015296
0.018127)A/m, (0.0078736 0.00585091)
A/m, (0.00569618 0.00408121) A/m,
(0.0040039 0.00301763) A/m, dan
(0.00320813 0.00239029) A/m. Magnetisasi
rata-rata yang dihasilkan dari nilai L yang
semakin meningkat adalah semakin menurun,
dalam hal ini L mempengaruhi besar rata-rata
magnetisasi dari setiap kisi pada suhu 125.5 K.

4. KESIMPULAN
1. Model ising 2D dengan metode Monte
Carlo dapat menghasilkan besaran
termodinamika berupa nilai magnetisasi
rata-rata per spin dan magnetisasi per
spin dengan nilai L yang berbeda.
2. Temperatur dapat mempengaruhi nilai
magnetisasi per spin, dengan penurunan
magnetisasi per spin tidak teratur dengan
temperatur dari 0.75-125.5 K, di setiap
kisinya dari L=50 sampai L=250. (Lihat
Lampiran).
3. Temperatur tinggi, magnetisasi per spin
kecil akan memungkinkan terjadinya
spin anti-parallel yang menunjukkan
bahwa
bahan
berubah
menjadi
antiferomagnetik
4. Magnetisasi rata-rata yang dihasilkan
dari L=50 sampai L=250 dengan
kenaikkan 50 mengalami penurunan
yang tidak teratur, karena merupakan
probabilitas.
5. Nilai magnetisasi untuk L=50 adalah
sekitar 0.015296 A/m dan L=250 adalah
sekitar 0.00320813 A/m. Semakin
panjang panjang kisi maka nilai
magnetisasi semakin menurun hingga
mendekati nol. Penurunan magnetisasi
juga memungkinkan spin parallel
berubah menjadi spin anti-parallel.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
laboran di laboratorium Komputasi Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta dan
semua pihak yang telah membantu penelitian
ini.

DAFTAR ACUAN
[1] Allaby, Ailsa dan Allaby, Michael. 1999. A
Dictionary
of
Earth
Sciences.
Encyclopedia.com
[2] Agarwal, Ishita.2011. Numerical Analysis
of 2-D Ising Model. University of
Bonn.German.
[3] Edelman,Neil dan Pickler,Carolyne. 13
April 2007. Detemining Curie dan Neel
Temperature of Mineral.

23

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XII No. 2 Des 2011

[4] Kittel,Charles. 1996. Introduction to Solid


State
Physics
Seventh
Edition.
University States of America.
Amerika Serikat.
[5]

Mandre, Indrek.2008. The Ising


Model.Tallin University of Technologi.
Estonia

[6] S.K Gunawan,Vincensius dan Abraha,


Kamsul. 2003. Kajian Teoretis Ragam
Polariton Magnetik dalam Bahan

Logam Antiferomagnetik. Jurnal Sains


Materi Indonesia. Universitas
Diponegoro dan Universitas Gadjah
Mada. Semarang dan Yogyakarta.
[7] Sugihartono,Iwan. 2004. Studi Transisi
Fase menggunakan Simulasi Monte
Carlo pada Model Ising 2 Dimensi Spin
Antiferomagnetik. Program Pasca
Sarjana Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia: Depok.

24

Anda mungkin juga menyukai