Anda di halaman 1dari 6

Serba Serbi Niat Shalat (1): Saudariku, Sudah Benarkah

Niatmu?
Saudaraiku semoga Allah merahmatimu. Pada kesepatan kali ini kami akan mencoba membahas permasalahanpermasalahan penting berkenaan dengan niat shalat. Niat merupakan salah satu syarat sah shalat. Syarat itu harus
By Redaksi Muslimah.Or.Id June 9, 2010
856 65

Saudaraiku semoga Allah merahmatimu. Pada kesepatan kali ini kami akan mencoba membahas permasalahanpermasalahan penting berkenaan dengan niat shalat. Niat merupakan salah satu syarat sah shalat. Syarat itu harus dipenuhi
oleh setiap hamba yang akan berdiri dihadapan RabbNya dan memenuhi panggilanNya. Namun apabila tidak dipenuihi maka
sholat yang ia kerjakan tidak teranggap dan menjadi amalan sia-sia yang tiada nilainya. Bagaimanakah agar niat kita
menjadi benar? Simaklah poin-poin berikut ini. Semoga Allah Taala memberikan taufiq kepada kita semua.
Definisi Niat
Secara bahasa niat berarti maksud dan tujuan. Kata niat juga diartikan sebagai azm(kemauan keras). Penulis
kitab Mishbahul Munir mengatakan: Kata niat dartikan secara umum dengan kemauan hati untuk melakukan suatu
perkara. (Qawaid Wa Fawaid Min Al Arbain An Nawawiyyah, Hal. 29)
Secara syari sebagaimana definisi yang diberikan Nawawi rahimahullah, niat berarti keinginan kepada sesuatu dan kemuan
keras untuk melakukan sesuatu. Sebagian ulama menyamakan antara niat dengan ikhlas yaitu mengikhlaskan agama hanya
kepada AllahTaala. Karena maksud utama dari niat itu sendiri adalah ibadah kepada Allah.(Qawaid Wa Fawaid Min Al Arbain
An Nawawiyyah, Hal. 30)
Niat Adalah Amalan Hati dan Bukan Amalan Lisan
Syaikh al Utsaimin rahimahullah mengatakan, Perlu diketahui bahwasanya tempat niat ada di hati dan bukan di lisan.
Karena sesungguhnya engkau beribadah kepada Dzat yang mengetahui orang yang berkhianat dan mengetahui segala

sesuatu yang tersembunyi di dalam hati. Allahlah Dzat yang Maha mengetahui apa yang ada di setiap dada manusia.
Tentunya engkau tidak bermaksud untuk berdiri di hadapan dzat yang bodoh sehingga engkau harus mengucapkan apa
yang engkau niatkan namun engkau berdiri karena takut kepadaNya karena Dia Dzat yang mengetahui was-was dalam
hatimu, Dzat yang akan membalikkan hatimu. Meskipun demikian tidak ada satupun hadits shahih yang datang dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tidak juga dari sahabatradhiallahuanhum bahwasanya mereka melafadzkan niat.
Oleh karena itu melafadzkan niat termasuk perbuatan bidah yang terlarang baik dengan suara lirih maupun keras. (Syarh Al
Rabain An Nawawiyyah, Hal. 9)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan hal yang serupa, beliau berkata, Tidak ada seorang pun dari kaum
muslimin yang menukil baik dari Nabishallallahualaihi wasallam maupun salah seorang dari para
sahabat radhiallahuanhumbahwasanya dia mengucapkan niat sebelum takbir (takbiratul ihram, pen) dengan lafadz-lafadz
niat baik dengan suara lirih maupun keras dan tidak pula memerintahkan hal ini.(Majmu Fatawa 22/237, Maktabah Asy
Syamilah)
Namun sebagian orang beranggapan dengan melafadzkan niat lebih memantapkan hati dan mampu menyempurnakan
realisasi niat. Lantas jawaban apa untuk orang yang berkata semacam ini? Berikut ini sanggahan yang dinukil Syaikul Islam
Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa.
Kalau seandainya melafadzkan niat itu dianjurkan tentu Nabi shallallahualaihi wasallamtelah melakukannya sejak dahulu
atau setidaknya beliau memerintahkan hal ini. Karena beliau shallallahualaihi wasallam telah menjelaskan semua perkara
yang bisa mendekatkan diri seorang hamba kepada Rabbnya, terlebih lagi perkara sholat yang tidak ada satupun tata cara
yang diambil kecuali dari beliau shallallahualaihi wasallam. Sebagaimana hadits shahih, dimana beliau shallallahualaihi
wasallam bersabda,

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan dikeluarkan di Irawaul Ghalil No.
213)
Semua bentuk tambahan tata cara shalat Nabi serupa dengan tambahan yang ada pada ibadah-ibadah lain, seperti halnya
orang yang menambahkan adzan dan iqamah pada sholat Ied dan juga orang yang menambahkan sholat dua rakaat ketika
sai.

Melafadzkan niat dapat merusak cara berpikir rasional. Sebagai contoh, ada seseorang yang berkata,
Aku berniat untuk makan makanan ini agar bisa kenyang atau Aku berniat memakai pakaian ini untuk menutupi aurat
dan ucapan semisalnya. Tentu ucapan semacam ini termasuk ucapan yang dipandang buruk lisan. Dalilnya adalah firman
Allah Taala,


Katakanlah, Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang ketaatanmu, padahal Allah mengetahui apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu? (Qs. AL-Hujurat: 16)
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. (Qs. Al-Insan: 9)
Sebagian salaf berkata tentang ayat ini, Mereka (para sahabat) tidak mengucapkan (apa yang mereka niatkan) dengan
lisan (ketika mereka memberi makan fakir miskin), akan tetapi Allah Taala sendiri yang menceritakan apa yang ada dalam
hati mereka dengan turunnya ayat ini. (Majmu Fatwa 22/238,239, Maktabah asy Syamilah)
Hukum Mengucapkan Nawaitu Shalat Dzuhr Arbaa Rakaat Adaan Lillah
Al Lajnah ad Daimah (Lembaga Fatwa Saudi Arabia) pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut:
Apa hukum mengucapkan niat seperti contohnya:

Aku berniat shalat subuh dua rakaat karena Allah Taala dan mengharap wajahNya yang mulia.
Jawab: Shalat termasuk perkara ibadah dan ibadah itu tauqifiyyah (harus berdasarkan dalil). Tidak ada satupun aturan dalam
shalat kecuali harus berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi shallahualihi wasallam yang suci. Sementara tidak ada hadits
shahih dari Nabi shalallahualihi wasallam yang menyatkan beliau mengucapkan niat shalat baik shalat sunnah maupun
shalat wajib. Seandainya beliau melakukan hal ini pastilah para shabat meriwayatkan dari beliau shallallahualaihi
wasallam dan tentu merekalah (orang pertama) yang mengamalkannya. Akan tetapi semua ini tidak kita dapati riwayatnya.

Oleh karena itu mengucapkan niat dihukumi bidah secara mutlak. Terdapat hadits shahih dari Nabi shallahualaihi
wasallam bahwasanya beliau bersabda,

Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan kami ini yang tidak kami perintahkan maka amalan tersebut
tertolak. [1]
Beliau shallallahualaihi wasallam juga bersabda,

Wajib bagi kalian menjauhi perkara-perkara baru karena setiap yang baru itu bidah dan setiap bidah itu sesat. [2]
Wabillahi attaufiq wa shallahu ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil
Buhuts Al Ilmiyyah Wal Ifta 6/478, Maktabah Asy Syamilah)
Kisah Indah Penuh Hikmah
Syaikh Ibnu Ustaimin rahimahullah berkisah: Betapa eloknya cerita tentang seorang, sebagian orang telah bercerita
kepadaku tentangnya, Ada seseorang yang berada di masjidil haram telah lama ia ingin mendirikan shalat, ketika iqamah
dikumandangkan iapun berkata,

Ya Allah, aku berniat akan menunaikan shalat dzuhur empat rakaat karena Mu dibelakang imam Masjidil Haram.
Namun tatkala ia hendak mengangkat kedua tangannya untuk takbiratul ihram,ada orang yang berkata kepada si pengucap
niat,
Tunggu dulu masih ada yang tersisa!

Pengucap niat menjawab,Apa yang tersisa?


Dia berkata, Katakanlah (dalam ucapan niatmu) pada hari ini, pada tanggal ini, pada bulan ini, pada tahun ini sampai
engkau tidak abaikan satupun ini dan itu. Maka si pengucap niat terheran-heran. Pada hakekatnya pelajaran penting dari
kisah ini adalah rasa heran si pengucap niat.
Penegur berkata, Bukankah engkau tahu Allah Maha Mengetahui apa yang engkau maksudkan dalam hatimu?
Pengucap niat menjawab, Tentu Allah tahu apa yang terlintas dalam jiwamu
Tidakkah engkau tahu bahwa Allah maha mengetahui jumlah bilangan rakaat dan waktu-waktunya? Si pengucap niat pun
terdiam. Karena dia meyadari tentang hal ini bahwa niat itu tempatnya di hati.(Majmu Fatwa Wa Rasail Ibni
Utsaimin 12/366, Maktabah Asy Syamilah).
Diantara Kaidah yang Disepakati Ulama
Niat terletak di dalam hati dan bukan di lisan berlaku untuk semua ibadah tak terkecuali shalat. Jika seseorang
mengucapkan niat di lisan namun berbeda dengan niat yang ada dalam hatinya karena lupa maka niat yang dianggap
adalah niat yang ada dalam hatinya. Sebaliknya jika seseorang mengucapkan niat di lisan akan tetapi tidak berniat dalam
hatinya maka belum mencukupi, sehingga tidak sah shalatnya. Jika seseorang meniatkan shalatnya persis sebelum
takbiratul ikhram maka hal ini sudah mencukupi bahkan inilah waktu utama untuk berniat tatkala shalat. Namun jika berniat
setelah takbiratul ikhram maka niatnya tidak dianggap dan shalatnya tidak sah.(Shahih Fiqh Sunnah I/306,307).
Washalallahu ala nabiyyina Muhammadin waala alihi washahbihi wasallam.
Penulis: Ummu Fatimah Umi Farikhah
Murajaah: Ust. Aris Munandar
****
[1] Dikeluarkan Ahmad 6/240,270, Bukhari 3/241 di Kitab Ash Shulh, Muslim 3/1343 di Kitab Uqdhiyyah dan Ibnu Majah 1/7
di Muqaddimah.

[2]Riwayat Ahmad 3/310,371, Muslim 2/592 Kitab al Jumuah, an Nasai 3/188 Kitabu al Jumuah dan Ibnu Majah 1/18 di
Muqaddimah.
Maraji:
Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah Wal Ifta, Ahmad Ibn Abdurrazzaq Adduwais, Arriasah Al Ammah Lil Buhuts
Al Ilmiyyah Wal Ifta,Maktabah Asy Syamilah.
Majmu Fatawa Ibn Taimiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Maktabah Asy Syamilah.
Majmu Fatawa Wa Rasail Ibn Utsaimin,Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al Utsaimin, Maktabah Asy Syamilah.
Qawaid Wa Fawaid Min Al Arbain An Nawawiyyah, Nadzim Muhammad Shulthan, Darul Hijrah, KSA.
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal Ibn As Sayyid Salim, Maktabah Attaufiqiyyah.
Syarh Al Rabain An Nawawiyyah,Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin, Dar Ats Tsurayya, KSA.
***
Artikel muslimah.or.id
SEBARKAN!

Anda mungkin juga menyukai