Anda di halaman 1dari 33

i

Laporan Kasus RA2


ABSES HATI

PENYAJI

: - Desi Indah Lais


- Suci Soraya Sinaga
- Dian Eriyanti D
- Rima Novia Sardini
- Auladi Halim Umar Lubis

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal : 18 Agustus 2015
Nilai :

(dr. Ayu Nurul Zakiah)

( dr. Sumi Ramadhani, Sp. PD)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul ABSES HATI.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada PPDS
pembimbing dr. Ayu Nurul Zakiah dan supervisor dr. Sumi Ramadhani, Sp. PD
yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kebaikan penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan
kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 12 Agustus 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..........................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................

ii

Daftar Isi ........................................................................................................... iii


Bab 1 Tinjauan Pustaka...................................................................................
1.1.
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10

Latar Belakang........................................................................................ 1
Definisi.................................................................................................... 3
Etioepidemiologi..................................................................................... 4
Patogenesis.........................................................................................
4
Manifestasi Klinis, Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang .................. 6
Diagnosis Banding.................................................................................. 10
Penatalaksanaan...................................................................................... 10
Edukasi dan Pencegahan......................................................................... 11
Kriteria Merujuk...................................................................................... 11
Prognosis....................................................................................................11

Bab 2 Status Orang Sakit................................................................................. 12


Bab 3 Follow Up Harian Di Ruangan............................................................. 21
Bab 4 Diskusi..................................................................................................... 29
Bab 5 Kesimpulan............................................................................................. 31
Daftar Pustaka................................................................................................... 32

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

iv

1.1

LATAR BELAKANG
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi

bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal

yang

ditandai

dengan

adanya

proses

supurasi

dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah dalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati
amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver
Abcess).1
AHA atau abses hati amebik paling sering dijumpai di daerah
tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih sering terjadi endemik di negara
berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. hystolitica.1
Amebiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh protozoa saluran
cerna yakni E. hystolitica. Komplikasi ekstraintestinal dari infeksi E. hystolitica
dapat menimbulkan pus dalam hati, sehingga terjadi abses (abses hati amuba).2,3
Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oteh E.
hystolitica, tetapi hanya 10% yang memperlihatkan gejala.2 Prevalensi tertinggi di
daerah tropis dan negara berkembang dengan keadaan sanitasi yang buruk, status
sosial ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik serta dimana strain
virulen E. hystolitica masih tinggi. Misalnya di Meksiko, India, Amerika Tengah
dan Utara, Asia dan Afrika. Prevalensi E. hystolitica di berbagai daerah di
Indonesia berkisar antara 10-18%.3
Penderita

umumnya

mengalami

demam,

nyeri

perut kanan atas,

hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai gejala komplikasi.
Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis. Kelainan
pemeriksaan laboratorium ditemukan adalah anemia ringan sampai sedang, dan
leukositosis. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen dada, USG atau CT
Scan.2-4
Pengobatan

amebiasis

hati

adalah

kemoterapi

dengan

derivat

nifroimidazole, aspirasi atau dengan drainase secara operasi. 2-4 Mortalitas


umumnya sebesar 2% di RS dengan fasilitas yang memadai dan kurang dari 10%
pada fasilitas yang kurang memadai. Pada kasus yang membutuhkan tindakan

operasi, mortalitas dapat mencapai 40 - 50 %. 2-5 Kematian yang tinggi ini


umumnya disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan.
Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.6
Amebiasis merupakan penyakit endemik yang berhubungan dengan aspek
sosial kemasyarakatan yang luas, terutama didaerah dengan sanitasi, status
hygiene yang kurang baik dan status ekonomi yang rendah.2 Indonesia memiliki
banyak daerah endemik untuk strain virulen E. hystolitica.7 E. hystolitica hidup
komensal di usus manusia, namun dengan keadaan gizi yang buruk dapat menjadi
patogen dan menyebabkan angka morbiditas yang tinggi.2,3,5-7 Penelitian di
Indonesia menunjukan perbandingan pria : wanita berkisar 10:1.2,7 Usia penderita
berkisar antara 20 - 40 tahun, terutama pada dewasa muda, jarang pada anakanak.2-5,7
Sedangkan AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang. Secara
epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan
perawatan di RS. Perbandingan kejadian antara pria dan wanita pada AHP adalah
sama, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak
pada dekade ke-6. 1

1.2

DEFINISI
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi

bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal

yang

ditandai

dengan

adanya

proses

supurasi

dengan

vi

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah dalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati
amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver
Abcess).1
a.

Abses Hepar Amebik


Abses hepar amebik adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-

inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama
Entamoeba hystolitica.
b. Abses Hepar Piogenik
Etiologi AHP adalah Enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, Klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, S.
aureus, S. milleri, Candida albicans, aspergillus, actinomyces, Eikenella
corrodens, Yersinia enterolitica, S. typhi, Brucella militensis, dan fungal. Pada era
pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dengan
pylephlebitis. Bakteri patogen melalui a. hepatica atau melalui sirkulasi vena
portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakterimia sistemik, ataupun
menyebabkan komplikasi infeksi intraabdominal (divertikulitis, peritonitis, dan
infeksi post operasi). Sedangkan saat era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi
AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris (kolangitis, kolesistitis). Hal ini karena
semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak pula orang lanjut usia
yang dikenai penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa diakibatkan oleh trauma,
luka tusuk atau tumpul, dan kriptogenik.1

1.3

ETIOEPIDEMIOLOGI
Penyakit abses hati didapatkan diseluruh dunia, abses hati piogenik lebih

sering ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses hati

vii

amuba di negara sedang berkembang yang beriklim subtropis dan tropis terutama
pada daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.1
Ada 8-16 kasus abses hepar setiap 100.000 pasien rumah sakit. Abses hepar
memiliki angka mortalitas 5-30%. Pada kasus AHA, penelitian menunjukan
perbandingan pria : wanita yang mengalami abses hepar amebik berkisar 10:1,
dengan usia penderita berkisar antara 20 - 40 tahun, terutama pada dewasa muda,
jarang pada anak-anak.2-5,7 Sedangkan pada kasus AHP, perbandingan kejadian
antara pria dan wanita pada AHP adalah sama, dengan rentang usia berkisar lebih
dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6. 1
1.4

PATOGENESIS
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Abses hati

dapat berbentuk soliter atau multiple. AHP dapat berupa lesi tunggal dan jamak,
dengan garis tengah milimeter hingga masif. Abses terjadi melalui penyebaran
hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam
rongga peritoneum. Hati menerima darah sistemik dan melalui sirkulasi vena
portal, sehingga memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteria
yang berulang, tetapi dengan adanya sel kupffer yang membatasi sinusoid hati
akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem
biliaris, memungkinkan terjadinya obstruksi aliran empedu dan menyebabkan
terjadinya proliferasi bakteri (abses empedu biasanya multiple yang mengandung
bahan purulen). Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabangcabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga
terjadi bakteremia sistemik. Sedangkan penyebaran langsung dari trauma biasanya
menyebabkan abses besar dan tunggal.1
Penetrasi akibat luka tusuk menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim
hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis
hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga
terjadi kerusakan kanalikuli. Kerusakan kanalikuli akan memudahkan bakteri

viii

masuk ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri melalui proses supurasi dan
pembentukan pus.1
AHP lebih sering terjadi pada lobus kanan hepar. Hal ini berdasarkan
perbedaan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika
superior dan vena portal sedang lobus kiri menerima darah dari a. mesenterika
inferior dan aliran limfatik.1
Baik bentuk trophozoit maupun kista dapat ditemukan pada lumen usus.
Namun hanya bentuk trophozoit yang dapat menginvasi jaringan.l Amuba dapat
menjadi patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan
jaringan maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan
perkontinuinatum. Ameba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah,
ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E. hystolitica
mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses.
Lokasi yang sering adalah di lo-bus kanan (70% - 90%), superfisial serta tunggal.
Kecendrungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari beberapa tempat
infeksi mikroskopik. Ukuran abses bervariasi dari diameter 1 sampai 25 cm.
Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. yang
kronis dan besar berdinding tebal, Secara klasik, cairan abses menyerupai
achovy paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar
serta sel darah merah yang dicerna.1-8 Evaluasi cairan abses untuk penghitungan
sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses
amuba. Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus.6

1.5

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Sindrom

klinis klasik AHP berupa nyeri spontan perut kanan atas yang ditandai jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Selain itu,
demam tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Setelah era

ix

pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah malaise,
demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat
dengan adanya pergerakan.1
Apabila AHP letaknya dekat dengan diafragma, akan timbul iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama
akibat AHA). Gejala lainnya adalah mual, muntah, anoreksia, berat badan turun
yang unintentional, badan lemah, ikterus, berak seperti kapur, dan urin berwarna
gelap.1
Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris yang sumer-sumer hingga
demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat
nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,
splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu, bisa
didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal.1
Penderita AHA umumnya mengalami demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai gejala komplikasi.
Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis. Pada
pendenta amebiasis hepar, kelainan laboratorium yang ditemukan adalah anemia
ringan sampai sedang, dan leukositosis.2,3,6 Pada pemeriksaan faal hati, tidak
ditemukan kelainan yang spesifik. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya
teridentifikasi pada 15% - 50% penderita abses amuba hepar, karena infeksi usus
besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami abses hepar. Complement
fixation test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare, pemeriksaan kotoran,
dan proktoskopi.7

Pada foto dada penderita amebiasis hati dapat berupa peninggian kubah
diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan
abses paru.1-3,6 Untuk lebih jelas melihat perbedaan gambaran antara perbedaan
abses hati piogenik dan abses hati amuba dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Gambaran Abses hati Piogenik dan Abses Hati Amuba

Demografi

Abses Hati Piogenik


Usia 40-70 tahun

Abses Hati Amuba


Usia 20-40 tahun

Faktor Risiko Mayor

Pria=Wanita
Infeki bakteri akut,

Pria > Wanita (>10:1)


Bepergian atau menetap

khususnya

di daerah endemik

intraabdominal
Obstruksi

(pernah menetap)
Akut : demam tinggi,

bilier/manipulasi

menggigil, nyeri

Diabetes Melitus

abdomen, sepsis

Gejala Klinis

Nyeri perut regio kuadran Sub akut : penurunan

Tanda Klinis

Laboratorium

kanan atas, demam,

berat badan, demam dan

menggigil, rigor, lemah,

nyeri abdomen relatif

malaise, anoreksia,

jarang

penurunan berat badan,

Khas : tak ada gejala

diare, batuk, nyeri dada

kolonisasi usus dan

pleuritik
Hepatomegali disertai

kolitis
Nyeri tekan perut regio

nyeri tekan, massa

kanan atas bervariasi

abdomen, ikterus
Lekositosis, anemia,

Serologi ameba positif

peningkatan enzim-enzim (70%-95%)


hati

Lekositosis bervariasi

Kultur darah positif

dan anemia

(50%-60%)

Tidak ditemukan
eosinofilia
Alkali fosfat meningkat,
namun aminotransferase

Pencitraan

Abses multifokal (50%)

biasanya normal
Khas : abses tunggal

Biasanya lobus kanan

80%

Tepi ireguler

Biasanya lobus kanan


Rounded atau oval,
bersepta

xi

Wall enhancement pada


CT scan dengan kontrans
intravena
Cairan aspirasi

Purulent

Konsistensi dan warna

Tampak kuman pada

bervariasi

pewarnaan gram

Steril

Kultur positif (80%)

Tropozoit jarang
ditemukan

Diagnosis
Penegakan diagnosis abses hepar piogenik dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis yang tidak
spefisik. CT-scan dan tes serologis sangat membantu. Diagnosis berdasarkan
penemuan bakteri penyebab dengan kultur darah hasil aspirasi merupakan standar
emas. Dengan diagnosis dini, akan memperlihatkan prognosis yang baik.1

Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke
kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkali fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, konsentrasi albumin serum
menurun dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.1
Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur
darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas penegakan
diagnosis secara mikrobiologik.1

xii

Pada pemeriksaan penunjang lain seperti pada pemeriksaan foto thoraks dan
foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura,
atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto thoraks PA: sudut
kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut kostofrenikus anterior tertutup.
Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak
kurvatura minor.1
Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CT-Scan
atau MRI, USG abdominal, dan Biopsi Hati memiliki nilai diagnostik yang tinggi.

Gambar foto polos dada yang memperlihatkan air-fluid level dan peninggian
hemidiafragma kanan pada abses hepar piogenik.

1.6 Diagnosis banding 1,9,10


Kista hepar
Keganasan pada hati
Kolikbilier
Kolesistitis
Kolangitis
Hepatitis
1.7 Penatalaksanaan

xiii

Secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan


antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam
cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan
abses.
Penatalaksanaan saat ini, dengan menggunakan drainase perkutaneus abses
intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi computer,
komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal,
infeksi, atau kesalahan penempatan kateter untuk drainase. Kadang pada AHP
multiple dilakukan reseksi hati.1
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal
digunakan penisilin. Selanjutnya dikombinasikan dengan antara ampisilin,
aminoglikosida, atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau metronidazol.
Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka
antibiotik yang digunakan diganti dengan antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur sensitivitas aspirasi abses hati.1
Pengobatan secara perenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan
parenteral selama 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu
kemudian.1
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi
obstruksi sistem bilaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan
endoskopi.1
1.8 EDUKASI DAN PENCEGAHAN
Infeksi amuba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang
tercemar dengan kista. Karena pembawa asimptomatik dapat mengeluarkan
hingga 15 juta kista per hari, pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang
memadai dan pemberantas pembawa kista. Pada daerah beresiko tinggi, infeksi
dapat diminimalkan dengan menghindari konsumsi buah dan sayuran yang tidak
dikupas dan penggunaan air kemasan. Karena kista tahan terhadap klor, desinfeksi
oleh iodine dianjurkan. Sampai saat ini tidak ada profilaksis yang efektif.
Pencegahan terbaik adalah dengan mengetahui sedini mungkin sumber- sumber

xiv

infeksi yang dapat menyebabkan abses liver piogenik ,diikuti dengan penanganan
yang tepat.1
1.9 KRITERIA MERUJUK
Tingkat kemampuan IIIA pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia,
yaitu: Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.8
1.10 Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial
organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.1

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS

: 00.65.04.03

Tanggal Masuk : 4 Agustus 2015


Jam

: 22.05

Bed

: III/3 Bed 2

ANAMNESIS PRIBADI

xv

Nama
Umur
JenisKelamin
Status Perkawinan
Pekerjaan
Suku
Agama
Alamat

: Sedar Situmorang
: 49 tahun
: Laku-laki
: SudahMenikah
: Petani
: Batak
:Kristen
:Sagu II No. 20 Simalingkar, Medan

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

: Nyeri perut kanan atas

Deskripsi

: Hal ini dialami os 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri


seperti ditusuk-tusuk bersifat hilang timbul. Durasi nyeri
kurang dari 5 menit. Nyeri tidak berhubungan dengan
makanan. Nyeri menjalar ke ulu hati. Nyeri tidak
berhubungan dengan perubahan posisi.
Mual dirasakan os sejak 5 hari ini. Muntah tidak dijumpai.
Nafsu makan biasa. Riwayat penurunan berat badan tidak
dijumpai.
Demam dijumpai sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam bersifat naik turun. Demam dengan suhu yang tinggi
diikuti dengan menggigil. Demam menghilang setelah
meminum obat penurun panas. Riwayat kejang saat demam
tidak dijumpai.
Batuk tidak dijumpai, sesak napas tidak dijumpai. Nyeri saat
menelan tidak dijumpai.
Riwayat mencret tidak dijumpai.
BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit gula disangkal.
Riwayat meminum obat anti nyeri dijumpai.

xvi

Riwayat meminum alkohol dijumpai. Os mengaku mulai


meminum alkohol sejak SMA namun tidak memberi tahu
berapa banyak

yang os konsumsi.Os mengaku sudah

berhenti minum sejak 6 bulan terkahir ini. Riwayat merokok


dijumpai. Os menghabiskan 2 bungkus rokok/hari.
RPT

: Tidak ada

RPO

: Tidak jelas

xvii

ANAMNESIS UMUM ORGAN


Jantung

SaluranPernapasan

SaluranPencernaan

SesakNapas
Angina Pectoris

::-

Edema
Palpitasi

::-

Batuk-batuk

:-

Lain-lain
Asma, bronchitis

::-

Dahak

:-

Lain-lain

NafsuMakan

:biasa

Penurunan BB

::-

KeluhanMenelan

:-

KeluhanDefekasi

:-

KeluhanPerut

:+

Lain-lain

:-

SakitBuang Air Kecil

VAS:5
:-

Buang air kecil

:-

MengandungBatu

:-

tersendat
KeadaanUrin

Haid
Sakitpinggang
KeluhanPersendian
Haus/Polidipsi
Poliuri
Polifagi
SakitKepala

:::::::-

Lain-lain
KeterbatasanGerak
Lain-lain
Gugup
PerubahanSuara
Lain-lain
Hoyong
Lain-lain
Perdarahan
Purpura
Lain-lain
Lain-lain

normal
::::::::::::-

Nyeri
perut
kanan atas,
Saluran Urogenital

SendidanTulang
Endokrin
Saraf Pusat

DarahdanPembuluhdarah Pucat
Petechiae
Sirkulasi Perifer

::-

ClaudicatioIntermitten : -

ANAMNESIS FAMILI : tidak ada


PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
KeadaanUmum

KeadaaanPenyakit

xviii

Sensorium

: Compos Mentis

Pancaranwajah

: Lemah

Tekanandarah

: 120/80 mmHg

SikapPaksa

:-

Nadi

: 96 x/i, reg, t/v : cukup

Reflekfisiologis

:+

Pernapasan

: 24 x/i

Reflekpatologis

:-

Temperatur

: 37,8 oC (aksila)

VAS

:5
Anemia

(-)

Ikterus

(-)

Dispnu

(-)

Sianosis (-)

Edema

(-)

Purpura (-)

Turgor Kulit : Baik


Keadaan Gizi : Normal
BW =

BB

x 100 % = 60/67 x 100 %

TB-100

TB : 167 cm
BB : 60 kg

BW = 89 %
IMT = 21,51 kg/m2 (Normoweight)
KEPALA :
Mata

: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik(-/-), pupil isokor


ka=ki, reflex cahaya direk (+/+), indirek(+/+), kesan = normal

Telinga

: Dalam batas normal

Hidung

: Dalam batas normal

Mulut

:
Lidah

: dalam batas normal

Gigi geligi

: dalam batas normal

Tonsil/faring

: dalam batas normal

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: dalam batas normal

xix

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: simetris fusifomis

Pergerakan

: tidak dijumpai ketinggalan bernapas

Nyeri tekan

: tidak ada

Fremitus suara

: SF kanan = SF kiri, kesan : normal

Iktus

: tidak teraba

Palpasi

Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A

: R: ICS V dekstra / A: ICS VI dekstra

Peranjakan

: 1 cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICS III LMCS

Batas kiri jantung

: ICS V 1 cm medial LMCS

Batas kanan jantung

: Lineaparasternal dextra

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan
Suara tambahan

: vesikuler
:-

Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-), lainlain: dalam batas normal
HR : 96 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: SF kanan = SF kiri, kesan normal

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: Suara nafas: vesikuler

xx

Suara tambahan : ABDOMEN


Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Gerakan lambung/usus

:-

Vena kolateral

:-

Caput medusae

:-

Palpasi
Dinding Abdomen

: Nyeri tekan (+) di regio hipokondrium


dekstra
Ludwig sign (+)

HATI:
Pembesaran

:-

Permukaan

:-

Pinggir

:-

Nyeri tekan

: + (Ludwig sign)

LIMFA:
Pembesaran

: (-) Schuffner : -

Haecket : -

GINJAL:
Ballotement

:-

Uterus/ Ovarium

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tumor

: (-)

Perkusi
Pekak hati

: (+)

Pekak beralih

: (-)

Auskultasi
Peristaltik usus

: peristaltik (+), normoperistaltik

Lain-lain

: (-)

PINGGANG

xxi

Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-) (tidak dilakukan
pemeriksaan)
INGUINAL

: tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR

: tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

ANGGOTA GERAK ATAS


DeformitasSendi
Lokasi
Jaritabuh
Tremor Ujung Jari
TelapakTanganSembab
Sianosis
Eritemapalmaris
Lain-lain

::::::::-

: tidak dilakukan pemeriksaan

xxii

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah
Hb
: 13 g%
Eritrosit
: 4,18x106/mm3
Leukosit
: 19,2x103/mm3
Trombosit : 240x103/mm3
Ht
: 36,3 %
Hitungjenis :

Kemih
Warna
Protein
Reduksi
Bilirubin
Urobilinogen
Sedimen

:kuningjernih
::::+

Tinja: ditunda
Warna
: kuning
Konsistensi : lunak
Eritrosit
:Leukosit : Amoeba/Kista : TelurCacing : -

Eosinofil

: 1,1

Eritrosit

: 0-1/ lpb

Ascaris

Basofil

: 0,1

Leukosit

: 0-1/ lpb

Ankylostoma : -

Neutrofil

: 84,50

Silinder

:-

T. trichiura

:-

Limfosit

: 4,8

Epitel

: 0-1/ lpb

Kremi

:-

Monosit

: 9,5

:-

RESUME
KeadaanUmum:

Nyeri

abdomen

pada

regio

hipokondrium dekstra
Telaah : Hal ini dialami 3 hari sebelum masuk rumah
ANAMNESIS

sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tidak


berhubungan dengan makanan. Nyeri menjalar ke
regio epigastrium. Nausea (+), febris (+). Riwayat
pemakaian analgetik (+), antipiretik (+).

Riwayat

konsumsi alkohol (+), riwayat merokok (+).


KeadaanUmum: sedang
STATUS PRESENS

KeadaanPenyakit: sedang
KeadaanGizi: normal
KU: RR: 24x/menit
Temperatur: 37,8 0C

PEMERIKSAAN FISIK

Abdomen:
Palpasi abdomen: nyeri (+) pada regio hipokondrium
dekstra.
Ludwig sign (+)

xxiii

Darah:
Leukosit 19.210 /mm3, kesan leukositosis.
LABORATORIUM

Urin:

RUTIN

Dalam batas normal


Feses:

DIAGNOSA BANDING

DIAGNOSA
SEMENTARA

Dalam batas normal


1. Abses Hepar
2. Kolesistitis
3. Kolelitiasis
4. Hepatoma
5. Hepatitis
Abses Hepar
Aktivitas: Tirah baring
Diet: Diet M II
Tindakan suportif :IVFD RL 20 gtt/ menit makro
Medikamentosa:
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam

PENATALAKSANAAN

Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam


Inj. Metoclopramid 14 mg/ 8 jam
Inj Cefotaxime 1 gr/8jam/iv
Metronidazol 3x750 mg
Sistenol 3x500 mg

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1.
2.
3.
4.
5.
6.

LFT lengkap
Viral Marker
Elektrolit
Kultur darah
Kultur abses
USG Abdomen

xxiv

BAB III
FOLLOW UP PASIEN HARIAN DI RUANGAN

RENCANA AWAL
No. RM :

Nama Penderita : Sedar Situmorang


Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk
diagnosis, penatalaksanaan, dan edukasi)
Rencana

Rencana

Rencana

Rencana

Diagnosa

Terapi

Monitoring

Edukasi

NoMasalah
1

Abses Hepar - Darah Perifer - Tirah Baring - Diet MB


Lengkap
- Inj. Ketorolac
- LFT lengkap
- Kultur darah 30 mg/ 8 jam/iv
- Kultur Abses - Inj.
- USG
Metoclopramid
Abdomen
14 mg/ 8 jam/iv
- Metronidazol
3x750 mg
- Sistenol 3x500
mg

Klinis nyeri

- Mengedukasi

perut kanan

pasien mengenai

atas
Temperatur
RR
HR

faktor risiko yang


memperberat
penyakit
- Menjelaskan
penatalaksaan
yang akan
dilakukan
terhadap pasien

25

Tanggal

5-8 Agustus - Demam


- Nyeri perut
2015
kanan atas
- Mual

O
Sens : CM

Abses Hepar

TD : 120/ 70 mmHg

dd/kolesistitis dd/

HR: 94 x/i

kolitiasis dd/

RR : 24 x/i

hepatoma dd/

Temp : 37,8 C

hepatitis

VAS : 5
Abdomen : Ludwig sign

Terapi
-

Tirah baring
Diet MB
IVFD RL 20 gtt/i

makro
Inj Ranitidine 50

mg/12jam/iv
Inj Ketorolac 30

mg/8jam/iv
Inj Cefotaxime 1

gr/8jam/iv
Inj Metoclopramid

12mg /8 jam/iv
Metronidazol 3x750

mg
Sistenol 3x 500 mg

(+)
-Laboratorium (4/8):
Leukosit : 19.210
(Kesan: leukositosis)
Fosfatase alkali : 143
-Laboratorium (5/8):
HbsAg : Negatif
AntiHCV: negatif
-Urinalisa (6/8):

Diagnostik
-

LFT Lengkap
HbsAg
Anti HCV
USG Abdomen

26

P/R/B/U: -/-/-/+
-Sedimen (6/8):
Eri/ L/ Epitel:
0-1/0-1/0-7

27

9-12 Agustus - Demam (-) Sens: CM


- Nyeri perut
2015
TD: 120/70
kanan atas (+)
Nadi : 80x/i
menurun
RR: 22 x/ i
- Mual (-)
Temp: 36,4 C
VAS: 3 1
Abdomen : Ludwig sign

Abses Hepar

Tirah baring
Diet MB
IVFD RL 20 gtt/i

makro
Inj Ranitidine 50

mg/12jam/iv
Inj Ketorolac 30

mg/8jam/iv
Inj Cefotaxime 1

gr/8jam/iv
Inj Metoclopramid

12mg /8 jam/iv
Metronidazole 3x750

mg
Sistenol 3x500 mg

(+) menurun
-USG Abdomen (8/8)
HATI:
-Permukaan: regular
-Pinggir: Tajam
-Ukuran: Normal
-Perenchym: tampak
abses di luar kanan hati

28

13 Agustus

- Nyeri perut Sens: CM

2015

(-)
TD: 110/70
- Demam (-)
Nadi : 64 x/i
- Mual (-)
RR: 20 x/ i
Temp: 36,4 C
VAS: 0

Abses Hepar

Paisen PBJ

Kontrol ke poli jika


nyeri (+)
Edukasi pasien

29

BAB IV
DISKUSI
TEORI
Etiologi :
1. Abses hati piogenik
2. Abses hati amebic
3. Abses hati jamur

KASUS
Abses hati piogenik

Epidemiologi :
Usia 40-70 tahun

49 tahun

Pria=Wanita
Manifestasi Klinis

Pria

Obstruksi bilier/manipulasi
Nyeri perut regio kuadran kanan atas,
demam, menggigil, rigor, lemah, malaise,

Nyeri perut dan nyerti tekan pada regio

anoreksia, mual, muntah, penurunan berat

kuadran kanan atas

badan, diare, batuk, nyeri dada pleuritik

Demam
Mual

Hepatomegali disertai nyeri tekan, massa


abdomen, ikterus
Pemeriksaan Laboratorium
Lekositosis, anemia, peningkatan enzim-

Leukositosis, peningkatan fosfatase alkali

enzim hati

(ALP)

Kultur darah positif (50%-60%)


Pencitraan
Abses multifokal (50%)
Biasanya lobus kanan

Tampak abses di lobus kanan hati

Tepi ireguler
Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan :

30

Penatalaksanaan dengan menggunakan


antibiotik, pada terapi awal digunakan
penisilin. Selanjutnya dikombinasikan
dengan

antara

aminoglikosida,

ampisilin,

atau

sefalosporin

generasi III dan klindamisin atau


metronidazol. Jika dalam waktu 48-72
jam, belum ada perbaikan klinis dan
laboratoris,

maka

antibiotik

yang

digunakan diganti dengan antibiotik


yang

sesuai

dengan

hasil

sensitivitas aspirat abses hati.

kultur

Tirah baring
Diet: MB rendah lemak
IVFD Ringer laktat 20 gtt/I makro
Inj. Cefotaksim 1gr/8 jam
Inj. Metoclopramide 12 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Metronidazole 3x750mg
Sistenol 3x500mg

31

BAB V
KESIMPULAN
Bapak Sedar Situmorang, laki laki 49 tahun mengalami abses hati.

32

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nelly TW., B.J. Waleleng. Abses hati Piogenik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, K Marcellus, Setiati S, editoras. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th ed.

2.

Jakarta:InternalPublishing 2009.p.692-4
Reed SL. Amebiasis and infection with free living amebiasis. In: Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editoras. Harrison's
Principles of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc;

3.

2005;194:1214-6.
Tjokronegoro A., Utama H. Amebiasis hati. Buku Ajar Nmu Penyakit Dalam. Edisi

4.

tiga. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; !996.p.328-32.


Sherlock S, Dodey J. The liver in infection. Diseases of the liver and biliary system.

5.

11th ed. New York: Blackwell Science; 2002.p.498-500.


Friedman SL, Quaid KR, Grendel JH. Infection of the liver, parasitic infection of
the liver. Current, Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. New York:

6.

McGraw - Hill Companies, toe; 2003.p.586-7.


Gandahusada S, Pribadi W, Illahude HD. Protozoologi E. hystolitica. Parasitologi
Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1988.p.86-91.

7.

Santoso M, Wijaya. Diagnostik dan penatalaksanaan abses amebiasis hati. Dexa


Medica 2004;4:17-20.

8.

Sukarya, Wawangs Setiawan.Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta Pusat:


Konsil Kedokteran Indonesia. 2012

9.

Gleadle J.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit


Erlangga 2007 : 59

10. Pierce dan Neil. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga 2007 :
121

Anda mungkin juga menyukai